Aksi Hari Buruh Jakarta Diwarnai Kericuhan, Belasan Orang Terduga Anarko Ditangkap Bawa Petasan
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Polisi menangkap 13 orang yang diduga melakukan tindakan
anarkis
di sekitar kawasan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025) sore.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, bahwa kericuhan terjadi saat sejumlah oknum massa melempari pengguna jalan tol dengan batu dan melawan perintah petugas yang berjaga.
“Sebanyak 13 orang terduga Anarko (12 laki-laki dan 1 perempuan) diamankan karena terlibat dalam tindakan anarkis, melawan perintah petugas, serta melempari pengguna jalan tol dengan batu,” ujar Ade Ary dalam keterangan tertulisnya.
Penangkapan dilakukan sekitar pukul 17.30 WIB di bawah flyover Senayan dan sekitarnya.
Saat ditangkap, para pelaku diketahui membawa sejumlah petasan yang diduga akan digunakan untuk memprovokasi kerusuhan.
“Petasan yang dibawa berpotensi digunakan untuk tindakan provokatif,” jelas Ade Ary.
Saat ini, seluruh terduga pelaku telah dibawa ke Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Polisi masih mendalami peran masing-masing orang dalam insiden tersebut.
“Semua penyusup anarkis yang diamankan sedang menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Mapolda Metro Jaya,” lanjutnya.
Ade Ary menegaskan, bahwa Polda Metro Jaya tidak akan memberikan toleransi terhadap tindakan yang membahayakan keamanan dan ketertiban umum.
Ia menyatakan polisi akan bertindak tegas terhadap siapapun yang memicu kerusuhan.
“Kepolisian akan menindak tegas siapapun yang berusaha membuat kerusuhan,” tegasnya.
Ade Ary juga menambahkan, bahwa aparat kepolisian telah melakukan pengamanan aksi buruh secara humanis dan memberikan arahan kepada massa agar menyampaikan aspirasi secara tertib.
“Aksi damai seharusnya menjadi sarana menyampaikan aspirasi, bukan untuk mengganggu ketertiban atau melukai orang lain,” kata Ade Ary.
Ia pun mengajak semua pihak untuk menjaga suasana demokrasi yang sehat dan kondusif.
“Kami mengingatkan agar semangat kebersamaan dan kedewasaan dalam berdemokrasi tetap terjaga untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: MPR RI
-
/data/photo/2025/05/01/681378e0dab99.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Aksi Hari Buruh Jakarta Diwarnai Kericuhan, Belasan Orang Terduga Anarko Ditangkap Bawa Petasan Megapolitan 2 Mei 2025
-

Relawan Jokowi Sebut Gibran Cakap karena Berhasil Bangun Solo: Usulan Purnawirawan TNI Mengada-ada – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Ketua Umum Solidaritas Merah Putih Silfester Matutina menganggap Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka merupakan anak muda yang berhasil dalam langkahnya.
Hal ini juga senagai tanggapannya soal Forum Purnawirawan TNI yang mengusulkan agar Wapres Gibran dicopot dari jabatan.
Relawan Joko Widodo (Jokowi) tersebut mengatakan keunggulan Gibran terlihat dari sepak terjang putra sulung Jokowi sebelum menjabat sebagai Wapres RI.
“Saya juga mengingatkan, mas Gibran ini kalau dibilang tidak cakap, dia mungkin tidak berhasil membangun Solo.”
“Atau sebagai anak muda yang memiliki perusahaan yang cukup lumayan dari perusahaan kecil ke perusahaan besar,” ujarmya saat menjadi narasumber dalam acara Overview Tribunnews, ditayangan YouTube Tribunnews, Rabu (30/4/2025).
Silfester menekankan bahwa usulan Forum Purnawirawan TNI yang mengusulkan agar Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka dicopot, mengada-ada.
“Saya pikir terlalu mengada-ada juga yang dituduhkan,” kata Silfester.
Sebelumnya, Silfester memberikan kritik tajam terhadap usulan purnawirawan tersebut.
Relawan Joko Widodo (Jokowi) menekankan usulan tersebut merupakan bagian dari politik adu domba.
Silfester juga menegaskan bahwa pemilih Presiden Prabowo dan Wapres Gibran sebesar 58,59 persen atau 96.214.691 suara sah tidak akan menggubris usulan tersebut.
“Saya meyakini mayoritas rakyat kita apalagi pendukung Prabowo Gibran tidak akan menggubris usulan dari bapak-bapak purnawirawan yang hanya 300 orang,” katanya.
“Dan mayoritas mereka (purnawirawan TNI yang usul Gibran dicopot) kebanyakan bukan pendukung Prabowo-Gibran,” lanjutnya.
Silfester pun meminta sebaiknya usulan itu bersifat logis.
Terutama yang berguna bagi bangsa dan negara Indonesia.
“Saya hanya mengimbau, sesuatu itu harus yang logis dan berguna bagi bangsa dan dilandasi oleh dasar-dasar dari hukum dan konstitusi kita yang jelas,” imbuhnya.
Di sisi lain dirinya juga mengimbau agar Forum Purnawirawan TNI menyampaikan usulan dengan menempuh jalur-jalur konstitusi.
Termasuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), ataupun bertemu langsung denga Presiden RI.
“Atau bila perlu bertemu dengan Mas Gibran, berdiskusi, apakah benar (Gibran) melakukan pelanggaran atau tidak,” kata Silfester.
Hal-hal Ini Bisa Jadi Syarat Memakzulkan Gibran, Apa Saja?
Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar memberikan pandangannya tentang usulan pemakzulan Wapres Gibran.
Menurut Zainal terdapat tiga syarat untuk memakzulkan Gibran.
“Syarat pemberhentian presiden selain soal meninggal dan lain-lain sebagainya, syarat pemberhentian di tengah jalan itu kan ada tiga,” kata Zainal di program Sapa Indonesia Pagi, Kompas TV, Senin (28/4/2025).
Akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) ini mengatakan syaratnya termasuk soal pelanggaran hukum dan pidana.
“Yang pertama diberhentikan karena soalan administrasi, misalnya dia tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden.”
“Yang kedua lebih bersifat pelanggaran hukum atau pidana, misalnya menerima suap dan lain sebagainya.”
“Ketiga adalah syarat melakukan perbuatan tercela atau misdemeanor,” paparnya, mengutip TribunJakarta.com.
Secara mekanisme, proses pemakzulan dimulai dari kesepakatan DPR, lalu pengujian di Mahkamah Konstitusi dan proses akhir di MPR.
“Tapi kalau kita bicara mekanismenya, mekanisme kan tidak melalui MPR semata. Dia harus dimulai dari DPR, DPR menyatakan hak menyatakan pendapatnya, lalu dibawa ke Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Konstitusi akan mengatakan ya atau tidak, kemudian dibawa ke MPR untuk diputuskan di ujungnya,” jelasnya.
Lantas bagaimana bunyi aturan di Undang-undang?
Pemberhentian wapres dalam UUD 1945 diatur dalam Pasal 7A dan 7B.
Pasal 7A mengatur alasan pemberhentian, yaitu jika Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, atau jika terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wakil Presiden.
Pasal 7B mengatur prosedur pemberhentian, yaitu melalui usulan DPR kepada MPR.
Berikut bunyinya, mengutip bphn.go.id:
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukalele n permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil- adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang- kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Usulan Purnawirawan
Sebelumnya, Purnawirawan Prajurit TNI mengusulkan pergantian Gibran sebagai wapres saat mereka berkumpul dalam acara Silaturahmi Purnawirawan Prajurit TNI dengan Tokoh Masyarakat di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (17/4/2025).
Adapun, jumlah pensiunan yang mendukung pencopotan Gibran dan sudah membubuhkan tanda tangan yakni 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
Ada delapan sikap yang disampaikan para Purnawirawan Prajurit TNI kepada Prabowo saat mereka berkumpul itu.
Berikut selengkapnya delapan sikap forum Purnawirawan TNI tersebut:
Kembali ke UUD 1945 asli sebagai Tata Hukum Politik dan Tata Tertib Pemerintahan.
Mendukung Program Kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN.
Menghentikan PSN PIK 2, PSN Rempang dan kasus-kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.
Menghentikan tenaga kerja asing Cina yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja Cina ke Negara asalnya.
Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3.
Melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.
Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Pakar Hukum Tata Negara Jelaskan Syarat dan Mekanisme Pemakzulan Gibran, DPR Harus Memilih Caranya
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Rifqah) (TribunJakarta.com)
-
/data/photo/2025/05/01/6813251f89455.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Terpaksa Bertahan di Usia Senja, Kisah Tiur Sang Buruh Lansia Megapolitan 2 Mei 2025
Terpaksa Bertahan di Usia Senja, Kisah Tiur Sang Buruh Lansia
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dalam riuhnya gelombang massa yang memenuhi gerbang utama Gedung DPR/MPR RI pada peringatan Hari
Buruh
Internasional, Kamis (1/5/2025), suara lirih namun tegas menyita perhatian.
Suara itu datang dari perempuan bernama Tiur (63),
buruh
garmen yang telah mengabdikan lebih dari dua dekade hidupnya di sebuah pabrik kawasan Cakung-Cilincing, Jakarta Utara.
Tiur bukan sekadar deretan angka dalam statistik ketenagakerjaan. Ia adalah wajah ketidakadilan yang kerap luput dari sorotan, terutama saat usia tak lagi muda dan tubuh mulai merasakan lelah yang tak mudah ditawar.
Di tengah orasi dan poster tuntutan peringatan
Hari Buruh
, ia membawa kisah yang dalam. Tentang hak pensiun yang digantung, kekerasan verbal di tempat kerja, dan perjuangan yang seolah tak kunjung usai demi mendapatkan penghargaan layak atas jerih payah puluhan tahun.
Sambil duduk di rerumputan yang mengering, Tiur berbagi kisahnya kepada
Kompas.com.
25 tahun sudah Tiur menjadi buruh di pabrik garmen. Sesuai aturan, seharusnya ia dipensiunkan sejak usia 58.
Namun, lima tahun telah berlalu, panggilan pensiun itu tak pernah datang.
“Seharusnya saya sudah dipensiunkan pada usia 58 tahun, tapi sampai sekarang, saya belum dipanggil untuk pensiun,” ujar Tiur, Kamis (1/5/2025).
Tiur meyakini perusahaan sengaja menunda pensiunnya, menunggu ia menyerah dan mundur sendiri.
Tapi, bagi perempuan ini, mundur berarti kehilangan hak. Ia tahu benar, jika berhenti secara sukarela, pesangon yang menjadi haknya akan jauh dari semestinya.
Berdasarkan perhitungan Tiur, seharusnya ia menerima sekitar Rp 125 juta sebagai imbalan atas seperempat abad pengabdian.
Namun, ia melihat sendiri bagaimana rekan-rekannya yang memilih pensiun dini hanya menerima Rp 80 juta, jauh di bawah ketentuan.
“Mereka menunggu kita untuk mengundurkan diri,” kata Tiur.
Namun, uang bukan satu-satunya luka yang Tiur tanggung. Hari-hari kerja Tiur juga diwarnai kekerasan verbal.
Bukan pukulan, tapi kata-kata kasar yang menyayat harga diri.
“Bukan kasar di fisik, tapi kasar di mulut,” katanya.
Pernah suatu pagi, di sela-sela kesibukan produksi yang belum juga reda, suara manajer tiba-tiba menggema di seluruh ruangan.
Bukan instruksi kerja yang keluar dari mulutnya, melainkan makian yang ditujukan kepada para buruh, termasuk Tiur. Di hadapan puluhan pasang mata, harga diri mereka seperti dilucuti tanpa ampun.
“Teriak, satu PT itu harus dengar. Pagi-pagi udah teriak, mana nyaman kita kerja?” kenangnya.
Lansia seperti Tiur sering kali menjadi sasaran diskriminasi. Mereka dianggap tak lagi produktif.
“Sering dibilang, ‘Kalian ini udah tua’, padahal belum tentu yang tua enggak bisa capai target,” tambahnya.
Meski hatinya kerap terluka, Tiur tahu batas. Ia tak punya kuasa untuk melawan. Pilihan satu-satunya adalah mengadu ke serikat buruh.
“Sakit hati dong, jelas. Tapi kami hanya bisa lapor ke serikat. Serikat yang menyelesaikan,” ujarnya pasrah.
Kini, dalam unjuk rasa yang dipenuhi tuntutan dan harapan, Tiur berdiri membawa suara yang tak boleh diabaikan. Ia tak meminta perlakuan istimewa.
Tiur hanya ingin diperlakukan manusiawi.
“Mereka mungkin dapat tekanan, tapi bukan berarti harus kasar ke kami. Sampaikan baik-baik, jangan menyinggung perasaan,” katanya.
Di usia yang semestinya sudah memasuki masa pensiun, Tiur masih harus memperjuangkan hak yang seharusnya sudah menjadi miliknya.
Dan di tengah terik, di balik kerumunan, ia tetap berdiri tegak, sebagai buruh, sebagai perempuan, dan sebagai suara yang tak boleh dibungkam.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/01/68131c94d3839.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Suara Resah Para Buruh: Banyak PHK Tanpa Pesangon Sesuai hingga Larangan Berserikat Megapolitan 2 Mei 2025
Suara Resah Para Buruh: Banyak PHK Tanpa Pesangon Sesuai hingga Larangan Berserikat
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sejumlah
buruh
menyuarakan beberapa keresahan mereka terkait kondisi dunia kerja saat ini.
Keresahan itu mereka sampaikan dalam aksi Hari
Buruh
2025 yang berlangsung di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025).
Salah satu buruh wanita bernama Tini (42) merasa prihatin terhadap fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dinilai lebih menguntungkan perusahaan daripada pekerja.
Ia menganggap kebijakan pemerintah saat ini cenderung berpihak kepada perusahaan.
“PHK jangan berpihak ke perusahaan terus. Perusahaan jadi seenaknya,” tegas Tini dalam wawancara dengan
Kompas.com
di depan Gedung DPR/MPR RI, Kamis.
Tini menyoroti soal perlakuan tidak adil yang sering diterima buruh saat mengalami PHK.
Ia mencatat ada banyak pekerja yang telah mengabdi selama 30 tahun pada sebuah perusahaan, tetapi hanya menerima pesangon dua bulan gaji saat terkena PHK.
“Dikasih pesangon karena terpaksa. Misalnya, kata Undang-undang harusnya pesangon enggak dua bulan gaji saja. Tapi, ini justru pesangonnya cuma dua kali gaji pokok, padahal mereka sudah kerja 25 sampai 30 tahun,” ungkap Tini.
Buruh wanita lainnya bernama Tiur (64) membagikan keluh kesahnya kepada
Kompas.com
mengenai pengalamannya bekerja pada usia senja.
Meski usianya sudah lanjut, Tiur tetap bertahan sebagai buruh di sebuah pabrik garmen di Jalan Cakung-Cilincing (Cacing), Jakarta Utara, demi memperoleh hak pesangon yang seharusnya ia terima.
Tiur mengatakan, ia seharusnya sudah pensiun sejak usia 58 tahun. Namun sampai saat ini, ketika usianya memasuki angka 64, pihak perusahaan belum juga memanggilnya untuk pensiun.
“Seharusnya saya sudah dipensiunkan pada usia 58 tahun, tapi sampai sekarang, saya belum dipanggil untuk pensiun,” ujar Tiur.
Tiur dan teman-temannya yang seumuran sudah sering mengajukan protes kepada pihak perusahaan, tetapi keluhan mereka tak juga mendapat perhatian.
Ia berpendapat bahwa pihak perusahaan sengaja mengulur waktu pensiun, dengan harapan para buruh akan mengundurkan diri secara sukarela.
“Mereka menunggu kita untuk mengundurkan diri,” jelas Tiur.
Tiur menjelaskan, pesangon yang akan diterima oleh buruh yang mengundurkan diri nantinya tidak akan sesuai dengan masa kerja yang telah dijalani.
Tiur mengaku seharusnya ia bisa mendapatkan pesangon sekitar Rp 125 juta setelah 25 tahun bekerja di pabrik garmen.
Namun, jika ia mengundurkan diri, Tiur khawatir pesangonnya akan dipotong oleh pihak perusahaan.
Pasalnya, banyak rekan-rekannya yang meminta pensiun pada usia 58 tahun justru menerima pesangon yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Salah seorang teman kami yang meminta pensiun hanya menerima pesangon di bawah Rp 100 juta, tepatnya sekitar Rp 80 juta lebih,” kata Tiur.
Selain soal masa pensiun ditunda, Tiur juga mengkritik tindakan perusahaan yang melarang buruh untuk berserikat.
“Kacau sekarang itu. Kami berorganisasi enggak bisa. Kalau ikut organisasi, (nanti) ditekan,” jelas Tiur.
Ia menambahkan, buruh yang terlibat dalam organisasi sering kali dihadapkan pada tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan melebihi batas target yang ditetapkan.
Tiur berharap agar pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang lebih berpihak kepada buruh, sehingga perusahaan tidak dapat bertindak semena-mena pada masa depan.
(Penulis: Shinta Dwi Ayu | Editor: Larissa Huda)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/01/6813517f872bf.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
13 Orang yang Diduga Kelompok Anarko Ditangkap Megapolitan 1 Mei 2025
13 Orang yang Diduga Kelompok Anarko Ditangkap
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Polisi menangkap 13 orang yang diduga kelompok
anarko
saat membubarkan aksi
demo buruh
di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025).
“13 orang terduga
Anarko
(12 laki-laki dan 1 perempuan) diamankan karena terlibat dalam tindakan anarkis, melawan perintah petugas, serta melempari pengguna jalan tol dengan batu,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi dalam keterangannya, Kamis.
Mereka ditangkap polisi di sekitar flyover Senayan, Jakarta Pusat. Saat ditangkap, 13 orang itu disebut membawa petasan.
“Sebanyak 13 orang diamankan di bawah flyover Senayan dan sekitarnya karena membawa petasan yang berpotensi digunakan untuk tindakan provokatif,” kata Ade Ary.
Saat ini, 13 orang yang diduga kelompok Anarko itu dibawa ke Mapolda Metro Jaya untuk diperiksa lebih lanjut.
“Semua penyusup anarkis yang diamankan sedang menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Mapolda Metro Jaya,” ucap Ade Ary.
Ade Ary menegaskan, polisi tidak akan mentoleransi tindakan yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Kepolisian akan menindak tegas siapapun yang berusaha membuat kerusuhan,” ujar Ade Ary.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Polda Metro Tangkap 13 Orang Anarko Penyusup Demo May Day di DPR
Jakarta –
Demonstrasi dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) di depan gedung DPR/MPR RI berakhir ricuh. Belasan orang diduga anarko ditangkap karena merusuh di aksi demo tersebut.
“Aksi unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI disusupi perusuh dari kelompok anarko,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi, dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (1/4/2025).
Aksi massa memanas sekitar pukul 16.22 WIB. Massa di depan Resto Pulau Dua melempari kendaraan masyarakat yang melintas di jalan tol, yang membahayakan keselamatan pengendara.
“Pukul 17.30 WIB hingga kini sebanyak 13 orang diamankan di bawah flyover Senayan dan sekitarnya karena membawa petasan yang berpotensi digunakan untuk tindakan provokatif,” kata Ade Ary.
Dari 13 orang tersebut, 12 di antaranya laki-laki dan 1 orang perempuan. Mereka diduga kelompok anarko yang melakukan tindakan anarkis.
“Tigabelas orang terduga anarko (12 laki-laku dan 1 perempuan) diamankan karena terlibat dalam tindakan anarkis, melawan perintah petugas, serta melempari pengguna jalan tol dengan batu,” jelasnya.
“Semua penyusup anarkis yang diamankan sedang menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Mapolda Metro Jaya,” urainya.
Ade Ary mengampaikan aksi damai seharusnya menjadi sarana untuk menyampaikan aspirasi, bukan untuk mengganggu ketertiban atau melukai orang lain. Kepolisian akan menindak tegas siapa pun yang berusaha membuat kerusuhan.
“Masyarakat tidak perlu khawatir, kami ada 24 jam di lapangan dan siap dihubungi melalui 110,” pungkasnya.
(mei/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
/data/photo/2025/05/01/6813700ccc509.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


