Kementrian Lembaga: MK

  • Buruh Demo Tuntut Kenaikan UMP 2026 Besok, Ini Jadwal dan Lokasinya

    Buruh Demo Tuntut Kenaikan UMP 2026 Besok, Ini Jadwal dan Lokasinya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan buruh yang terdiri dari Partai Buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Koalisi Serikat Pekerja akan menggelar aksi demonstrasi dengan tuntutan utama kenaikkan upah minimum (UMP) 2026 sebesar 8,5% hingga 10,5%.

    Presiden KSPI dan Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan bahwa demo buruh pada Kamis (28/8/2025) besok di Jakarta, akan berpusat di DPR RI atau Istana Kepresidenan. Aksi akan dimulai pukul 09.00 WIB dan akan diikuti sekitar 10.000 buruh dari Karawang, Bekasi, Bogor, Depok, dan Tangerang.

    “Sementara itu, aksi serupa juga akan digelar secara serentak di berbagai provinsi dan kota industri besar,” kata Said kepada Bisnis, Selasa (26/8/2025).

    Said menjelaskan, unjuk rasa kali ini diberi nama HOSTUM alias Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah. Dia menyebut bahwa aksi ini akan dilakukan secara damai, dengan tujuan menyampaikan tuntutan agar pemerintah berpihak pada kepentingan pekerja.

    Tuntutan pertama adalah penolakan terhadap upah murah dan tuntutan upah minimum 2026 sebesar 8,5%–10,5% pada 2026. Said menyebut perhitungan ini dilakukan berdasarkan formula resmi yang ditetapkan dalam putusan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 168/PUU-XXI/2023, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

    Menurutnya, rentang kenaikan upah minimum itu terbilang layak seiring inflasi dari Oktober 2024 hingga September 2025 yang diproyeksikan mencapai 3,26%, sementara pertumbuhan ekonomi diperkirakan pada kisaran 5,1%–5,2%.

    Tuntutan kedua adalah penghapusan outsourcing, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 35/2021 dicabut. Pihaknya memandang praktik outsourcing masih meluas, termasuk di BUMN.

    Oleh karena itu, dia menyebut bahwa praktik outsourcing dalam UU Cipta Kerja harus dibatasi hanya pada jenis pekerjaan tertentu di luar pekerjaan inti. Hal ini berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.

    Tuntutan berikutnya berkaitan dengan reformasi pajak perburuhan, yang mana buruh menuntut adanya kenaikan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) dari Rp4,5 juta per bulan menjadi Rp7,5 juta per bulan, serta meminta agar pajak atas tunjangan hari raya (THR) dan pesangon dihapus.

    Berikutnya, buruh menuntut agar UU Ketenagakerjaan yang baru agar disahkan. Menurut Said, MK telah mengeluarkan Putusan No. 168/PUU-XXI/2024 yang dimenangkan oleh Partai Buruh, KSPSI Andi Gani, KSPI, dan FSPMI, yang menegaskan bahwa paling lama dalam dua tahun harus lahir undang-undang baru yang keluar dari jeratan Omnibus Law.

    “Karena itu, dalam aksi 28 Agustus, Partai Buruh dan koalisi serikat pekerja mendesak agar DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Ketenagakerjaan baru. Buruh tidak mau lagi janji hanya sebatas wacana, sementara praktik eksploitatif terus berlangsung,” ujar Said Iqbal.

    Selain isu HOSTUM, reformasi pajak, dan sahkan UU Ketenagakerjaan yang Baru, isu lain yang akan disuarakan dalam aksi 28 Agustus 2025 adalah pembentukan satuan tugas (satgas) PHK, sahkan RUU Perampasan Aset untuk memberantas korupsi, serta revisi RUU Pemilu untuk mendesain ulang sistem Pemilu 2029 mendatang.

    Berikut daftar kabupaten/kota yang menjadi titik demonstrasi buruh besok:

    – DKI Jakarta
    – Serang, Banten
    – Bandung, Jawa Barat
    – Semarang, Jawa Tengah
    – Surabaya, Jawa Timur
    – Medan, Sumatera Utara
    – Banda Aceh, Aceh
    – Batam, Kepulauan Riau
    – Bandar Lampung, Lampung
    – Banjarmasin, Kalimantan Selatan
    – Pontianak, Kalimantan Barat
    – Samarinda, Kalimantan Timur
    – Makassar, Sulawesi Selatan
    – Gorontalo

    Berikut daftar tuntutan demo buruh 28 Agustus 2025:

    Hapus outsourcing dan tolak upah murah
    Naikkan upah minimum tahun 2026 8,5% – 10,5%
    Naikkan upah minimum sektoral plus 0,5% – 5% dari upah minimum 2026
    Setop PHK dan Bentuk Satgas PHK
    Reformasi pajak perburuhan (naikkan PTKP Rp7,5 juta/bulan, hapus pajak pesangon/THR/JHT, hapus diskrimisasi pajak buruh perempuan menikah)
    Sahkan RUU Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law
    Sahkan RUU Perampasan Aset – Berantas Korupsi
    Revisi RUU Pemilu – Redesain sistem Pemilu 2029

  • Buruh Demo Geruduk Istana & DPR Besok 28 Agustus, Ini Tuntutannya

    Buruh Demo Geruduk Istana & DPR Besok 28 Agustus, Ini Tuntutannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pekerja dari Partai Buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Koalisi Serikat Pekerja berencana menggelar demonstrasi secara serentak di sejumlah titik pada Kamis (28/8/2025) besok.

    Said Iqbal selaku Presiden KSPI dan Partai Buruh menyampaikan bahwa aksi demo buruh di Jakarta akan dipusatkan di depan DPR RI atau Istana Kepresidenan Jakarta, yang diikuti oleh sekitar 10.000 buruh dari berbagai wilayah. Aksi serupa juga akan digelar secara serentak di berbagai provinsi dan kota industri besar.

    “Gerakan ini diberi nama HOSTUM atau Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah, dan akan dilakukan secara damai,” kata Said kepada Bisnis, Selasa (26/8/2025).

    Sejumlah tuntutan pun disuarakan agar pemerintah berpihak pada kepentingan pekerja. Pertama adalah menolak upah murah, yang mencakup tuntutan kenaikan upah minimum nasional sebesar 8,5%–10,5% pada 2026.

    Said menyebut perhitungan ini dilakukan berdasarkan formula resmi yang ditetapkan dalam putusan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 168/PUU-XXI/2023, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

    “Data menunjukkan, inflasi dari Oktober 2024 hingga September 2025 diproyeksikan mencapai 3,26%, sementara pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,1%–5,2%. Dengan demikian, kenaikan upah minimum yang layak berada pada angka 8,5%–10,5%,” jelasnya.

    Tuntutan kedua adalah penghapusan outsourcing. Menurutnya, berdasarkan putusan MK, praktik outsourcing dalam UU Cipta Kerja harus dibatasi hanya pada jenis pekerjaan tertentu di luar pekerjaan inti.

    Namun, pihaknya memandang praktik outsourcing masih meluas, termasuk di BUMN. Oleh karenanya, buruh menuntut agar Peraturan Pemerintah (PP) No. 35/2021 dicabut.

    Tuntutan berikutnya berkaitan dengan reformasi pajak perburuhan, yang mana buruh menuntut adanya kenaikan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak).

    Saat ini, PTKP ditetapkan sebesar Rp4,5 juta per bulan, sehingga buruh menuntut agar terdapat kenaikan menjadi Rp7,5 juta per bulan. Pihaknya pun meminta agar pajak atas tunjangan hari raya (THR) dan pesangon dihapus.

    “Dengan reformasi pajak perburuhan, keadilan fiskal bisa lebih terasa. Pajak tidak lagi sekadar alat negara menarik uang dari rakyat kecil, melainkan menjadi instrumen untuk menjaga daya beli, melindungi buruh, dan menggerakkan roda ekonomi nasional,” ujar Said.

    Berikutnya, buruh menuntut agar UU Ketenagakerjaan yang baru agar disahkan. Menurut Said, MK telah mengeluarkan Putusan No. 168/PUU-XXI/2024 yang dimenangkan oleh Partai Buruh, KSPSI Andi Gani, KSPI, dan FSPMI.

    Dalam putusan tersebut, MK menegaskan bahwa paling lama dalam dua tahun harus lahir undang-undang ketenagakerjaan baru yang keluar dari jeratan Omnibus Law. Namun, pembahasannya disebut belum dilakukan secara serius.

    “Kami meyakini, dua tahun adalah waktu yang cukup untuk melahirkan undang-undang baru. Kini tinggal satu tahun tersisa sebelum tenggat MK berakhir. Jika tidak, maka pemerintah dan DPR akan mencederai keadilan hukum sekaligus mengkhianati jutaan buruh,” terang Said.

    Selain isu HOSTUM, reformasi pajak, dan sahkan UU Ketenagakerjaan yang baru, isu lain yang akan disuarakan dalam aksi 28 Agustus 2025 adalah pembentukan satuan tugas (satgas) PHK, sahkan RUU Perampasan Aset untuk memberantas korupsi, serta revisi RUU Pemilu untuk mendesain ulang sistem Pemilu 2029 mendatang.

    Berikut daftar tuntutan demo buruh 28 Agustus 2205:

    Hapus outsourcing dan tolak upah murah
    Naikkan upah minimum tahun 2026 8,5% – 10,5%
    Naikkan upah minimum sektoral plus 0,5% – 5% dari upah minimum 2026
    Setop PHK dan Bentuk Satgas PHK
    Reformasi pajak perburuhan (naikkan PTKP Rp7,5 juta/bulan, hapus pajak pesangon/THR/JHT, hapus diskrimisasi pajak buruh perempuan menikah)
    Sahkan RUU Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law
    Sahkan RUU Perampasan Aset – Berantas Korupsi
    Revisi RUU Pemilu – Redesain sistem Pemilu 2029

  • 5
                    
                        Buruh Gelar Aksi 28 Agustus di Jakarta, Ini Titik Kumpul dan Rute Pergerakannya
                        Nasional

    5 Buruh Gelar Aksi 28 Agustus di Jakarta, Ini Titik Kumpul dan Rute Pergerakannya Nasional

    Buruh Gelar Aksi 28 Agustus di Jakarta, Ini Titik Kumpul dan Rute Pergerakannya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Puluhan ribu buruh dari berbagai wilayah di Indonesia akan menggelar aksi serentak, pada Kamis (28/8/2025).
    Aksi nasional ini diprakarsai Partai Buruh bersama koalisi serikat pekerja, termasuk Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
    Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan, aksi akan dipusatkan di depan Gedung DPR dan Istana Kepresidenan Jakarta.
    “Dari Cikarang (massa demonstrasi) lewat tol, dari Cikupa-Balaraja lewat tol, dari Bogor-Depok lewat Jalan Raya Bogor, dan dari Pulo Gadung-Sunter lewat jalan biasa arah DPR RI,” kata Said Iqbal, kepada Kompas.com, Rabu (27/8/2025).
    Selain Jakarta, aksi serupa juga akan digelar di berbagai provinsi dan kota industri besar, antara lain Serang, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Banda Aceh, Batam, Bandar Lampung, Banjarmasin, Pontianak, Samarinda, Makassar, Gorontalo, dan sejumlah daerah lain.
    Gerakan ini diberi nama HOSTUM (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah).
    Said Iqbal menegaskan, aksi dilakukan secara damai dan menjadi momentum bagi buruh menyampaikan aspirasi.
    Beberapa tuntutan utama yang akan disuarakan yakni:
    1. Naikkan upah minimum 8,5-10,5 persen pada 2026
    Menurut Said, angka tersebut sejalan dengan formula yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 168, dengan mempertimbangkan inflasi 3,26 persen dan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1-5,2 persen.
    2. Hapus sistem outsourcing
    Buruh menolak praktik
    outsourcing
    yang dinilai kian meluas, termasuk di BUMN, meskipun putusan MK sudah membatasinya hanya untuk pekerjaan penunjang.
    3. Reformasi pajak
    Buruh menuntut kenaikan PTKP dari Rp 4,5 juta menjadi Rp 7,5 juta per bulan, serta penghapusan pajak atas THR dan pesangon.
    4. Sahkan UU Ketenagakerjaan yang baru
    Said menegaskan, setahun setelah putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2024, DPR dan pemerintah belum menunjukkan kemajuan signifikan. Padahal, aturan baru harus disahkan maksimal dua tahun setelah putusan keluar.
    Selain empat isu utama tersebut, buruh juga akan menyoroti persoalan perlindungan pekerja digital platform, pekerja medis, transportasi, tenaga pengajar, hingga jurnalis.
    Dalam aksi 28 Agustus, Partai Buruh dan koalisi serikat pekerja juga membawa isu lain, di antaranya pembentukan Satgas PHK, pengesahan RUU Perampasan Aset, pemberantasan korupsi, dan revisi RUU Pemilu untuk desain sistem pemilu 2029.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Babak Baru Korupsi Pertamina, Bakal Merembet ke SKK Migas?

    Babak Baru Korupsi Pertamina, Bakal Merembet ke SKK Migas?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mengusut perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Dalam hal ini, korps Adhyaksa masih berfokus untuk melengkapi berkas perkara dan memperkuat pembuktian para tersangka, yaitu saudagar minyak Riza Chalid dkk.

    Teranyar, penyidik pada direktorat Jampidsus Kejagung RI telah memeriksa Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi alias SKK Migas, Djoko Siswanto (DS).

    Djoko diperiksa dalam kapasitasnya sebagai kasasi dalam kasus yang dinilai merugikan negara Rp285 triliun itu. Pemeriksaan Djoko dilakukan pada Senin (25/8/2025).

    Adapun, Djoko diperiksa dengan tujuh orang lainnya, yakni HSR selaku Analis Harga dan Subsidi di Dirjen Migas ESDM (2005-2014); LH selaku Junior Officer Gas Operation I PT Pertamina International Shipping; dan TN selaku Corporate Sevodary PT Pertamina (Persero) tahun 2020.

    Selanjutnya, SAP selaku Asisten Manajer Crude Trading ISC PT Pertamina (2017-2018); YS selaku SVP IT PT Pertamina; TK selaku SVP Sjared Services PT Pertamina; dan ES selaku Dirjen Migas pada Kementerian ESDM (2017) juga turut diperiksa.

    Alasan Kejagung Periksa Kepala SKK Migas

    Kapuspenkum Kejagung RI Anang Supriatna mengatakan DS diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM.

    “Kemarin ada pemeriksaan terhadap Mantan dirjen. Dan yang bersangkutan diperiksa terkait dengan perkara Pertamina ini, terus kapasitas sebagai saksi,” ujar Anang di Kejagung, dikutip Selasa (26/8/2025).

    Dia menambahkan Djoko dimintai keterangan terkait dengan kebijakannya terkait dengan tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    “Kapasitas dia jabatan saat itu tentunya kan dianggap kompeten mengetahui peristiwa tersebut, pendalaman seperti apa, pengetahuannya terhadap kegiatan-kegiatan yang diduga di situ ada terjadinya tindak pidana,” pungkas Anang.

    Kejagung Umumkan 18 Tersangka

    Secara total, Kejagung telah menetapkan 18 tersangka dalam perkara ini. Mulanya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka mulai dari Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficial PT Navigator Khatulistiwa hingga eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RA) pada (25/2/2025).

    Selang sehari kemudian, Kejagung menjemput dua tersangka yakni Direktur Pemasaran Pusat & Niaga Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne (EC) turut menjadi tersangka dalam perkara ini.

    Kemudian, Kejagung kembali menetapkan sembilan tersangka baru dari perkara ini. Satu dari sembilan tersangka itu merupakan sosok ternama di jagat pengusaha minyak di Tanah Air, yakni Riza Chalid.

    Berikut ini 18 tersangka yang telah ditetapkan Kejagung dalam kasus Pertamina 

    1. Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS).

    2. Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF).

    3. Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR).

    4. VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International Agus Purwono (AP).

    5. Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ).

    6. Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS).

    7. Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW).

    8. Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya (MK).

    9. VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC).

    10. Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina tahun 2011-2015 atau Direktur Utama PT PPN sejak Juni 2021-Juni 2023, Alfian Nasution (AN).

    11. Eks Direktur Pemasaran & Niaga PT Pertamina Hanung Budya (HB).

    12. SVP Integrated Supply Chain Juni 2017 s.d. November 2018, saat ini menjabat sebagai Direktur Utama aktif PT Industri Baterai Indonesia Toto Nugroho (TN).

    13. VP Crude & Product Trading ISC – Kantor Pusat PT Pertamina Persero Sejak 1 Juni 2019 – September 2020, Dwi Sudarsono (DS).

    14. Direktur Gas, Petrochemical & New Business, PT Pertamina International Shipping, Arif Sukmara (AS).

    15. Mantan SVP Integrated Supply Chain 2018 s.d. 2020, Hasto Wibowo (HW).

    16. Business Development Manager PT Trafigura Pte. Ltd periode November 2019-Oktober 2021 dan Senior Manager PT Trafigura (Manajemen Service) periode setelah November 2021, Martin Haendra Nata (MHN).

    17. Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi, Indra Putra (IP).

    18. Beneficial/ Owner (BO) PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak, Muhammad Riza Chalid (MRC).

  • 5
                    
                        Buruh Gelar Aksi 28 Agustus di Jakarta, Ini Titik Kumpul dan Rute Pergerakannya
                        Nasional

    7 Buruh Bakal Demo di DPR dan Istana Besok, Bawa 5 Tuntutan Ini Nasional

    Buruh Bakal Demo di DPR dan Istana Besok, Bawa 5 Tuntutan Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Elemen buruh disebut bakal mengikuti demo di depan gedung DPR atau Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (28/8/2025). 
    Para buruh ini berasal dari sejumlah wilayah di sekitar Jakarta, seperti Karawang, Bogor, Bekasi, Depok, dan Tangerang.
    “Gerakan ini diberi nama HOSTUM (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah) dan akan dilakukan secara damai. Said Iqbal menegaskan, aksi ini adalah momentum untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan agar pemerintah berpihak pada kepentingan pekerja,” kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal kepada
    Kompas.com
    , Selasa (26/8/2025).
    Ada lima isu yang dibawa di dalam aksi demo besok, apa saja:
    Buruh menuntut kenaikan upah minimum nasional sebesar 8,5–10,5 persen pada tahun 2026. Perhitungan ini berdasarkan formula resmi yang ditetapkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 168, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
    Menurut Said, inflasi diproyeksikan mencapai 3,26 persen, sementara pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5,1 hingga 5,2 persen dalam kurun Oktober 2024 hingga September 2025.
    “Dengan demikian, kenaikan upah minimum yang layak berada pada angka 8,5–10,5 persen,” kata dia.
    Said juga mengungkit klaim pemerintah yang menyebut angka pengangguran menurun dan kemiskinan berkurang. Dengan demikian, pemerintah semestinya berani menaikkan upah agar daya beli buruh dan masyarakat meningkat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
     
    Menurut Said, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan bahwa praktik outsourcing dalam UU Cipta Kerja harus dibatasi hanya pada jenis pekerjaan tertentu.
    Namun kenyataannya, praktik outsourcing masih meluas, termasuk di BUMN.
    “Pekerjaan inti tidak boleh di-outsourcing. Outsourcing hanya untuk pekerjaan penunjang, misalnya keamanan. Karena itu, buruh menuntut agar pemerintah mencabut PP No. 35 Tahun 2021 yang melegalkan outsourcing secara luas,” tegas Said Iqbal.
    Menurut Said, masyarakat di sejumlah daerah menjerit karena beban pajak meningkat. Di Pati, Jawa Tengah, misalnya, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) telah memicu perlawanan warga.
    “Di tengah kondisi daya beli yang terus melemah, kebijakan menaikkan pajak justru melukai masyarakat. Konsumsi rumah tangga menurun, ekonomi melambat, sementara rakyat dipaksa menanggung beban tambahan. Ironisnya, orang kaya justru diampuni lewat tax amnesty,” ujar Said Iqbal.
    “Di sinilah Partai Buruh bersama koalisi serikat pekerja, termasuk KSPI, menyerukan perlunya reformasi pajak perburuhan,” tegasnya.
    Buruh, kata dia, menuntut menaikkan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) dari Rp 4,5 juta per bulan, menjadi Rp 7,5 juta per bulan.
    Menurutnya, dengan selisih itu, masyarakat bisa memakainya untuk hal-hal konsumtif yang bisa mendorong perputaran uang dan daya beli di masyarakat.
    Selain itu, Said Iqbal juga meminta hapus pajak atas THR dan pesangon. Selama ini, THR yang diterima buruh sebagian besar habis untuk ongkos mudik, biaya sekolah anak, atau kebutuhan pokok lainnya.
    “Jika pajak THR dan pesangon dihapus, uang itu tidak hilang dari perputaran ekonomi. Justru akan kembali ke pasar dalam bentuk konsumsi barang dan jasa, yang pada akhirnya menghasilkan PPN untuk negara. Artinya, negara tidak benar-benar kehilangan penerimaan, hanya cara pungutnya yang lebih adil,” ujarnya.
    Ia menegaskan, reformasi pajak bukan hanya sekadar menjadi kepentingan buruh pabrik atau karyawan kantor, tapi juga pekerja di sektor informal lain yang selama ini kerap terbebani.
    Menurut Said Iqbal, dengan reformasi pajak perburuhan, keadilan fiskal bisa lebih terasa. Sehingga, pajak tidak lagi menjadi alat negara untuk menarik uang dari masyarakat, tapi juga menjadi instrumen untuk menjaga daya beli dan menggerakkan roda ekonomi. 
    “Ketika daya beli rakyat terjaga, produksi meningkat, PHK bisa ditekan, bahkan ada peluang penyerapan tenaga kerja baru.
    Said mengatakan, panitia kerja di DPR tak kunjung membahas secara serius, usai Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 168/PUU-XXI/2024 yang dimenangkan oleh Partai Buruh, KSPSI Andi Gani, KSPI, dan FSPMI.
    Dalam putusan tersebut, MK menegaskan bahwa paling lama dalam dua tahun harus lahir undang-undang ketenagakerjaan baru yang keluar dari jeratan Omnibus Law.
    “Karena itu, dalam aksi 28 Agustus, Partai Buruh dan koalisi serikat pekerja mendesak agar DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Ketenagakerjaan baru. Buruh tidak mau lagi janji hanya sebatas wacana, sementara praktik eksploitatif terus berlangsung,” ujar Said Iqbal.
    Ada tujuh isu yang menjadi dasar gugatan para buruh ke MK, yaitu upah layak yang melindungi pekerja, penghapusan outsourcing, pembatasan karyawan kontrak, prosedur PHK yang adil, pesangon yang layak, pembatasan tenaga kerja asing terutama unskilled workers, hingga hak cuti melahirkan, cuti hamil dan cuti panjang.
    Selain tujuh poin di atas, ada beberapa isu baru yang semakin penting. Misalnya, perlindungan pekerja digital platform seperti Gojek, Grab, Blibli, dan Tokopedia.
    Selama ini mereka disebut “mitra”, padahal bekerja penuh tanpa perlindungan layaknya pekerja. Konferensi ILO pada Juni 2025 bahkan sudah menegaskan pentingnya regulasi untuk melindungi pekerja platform.
    “Kami berharap Presiden Prabowo Subianto, yang dikenal peduli pada orang kecil—petani, buruh, nelayan, dan guru—dapat mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan RUU Ketenagakerjaan yang baru. Undang-undang ini bukan sekadar payung hukum, tetapi benteng perlindungan bagi pekerja di seluruh sektor,” pungkasnya.
    Said menilai, para perawat, bidan, dan dokter di banyak rumah sakit besar menerima upah minim dengan jam kerja tinggi. Sementara, beban kerja mereka sangat vital bagi keselamatan orang lain.
    Begitu juga pekerja transportasi yang dipaksa mengejar target dengan sistem ritase, hingga mengancam keselamatan mereka sendiri dan pengguna jalan.
    Buruh juga menuntut perlindungan bagi pekerja kampus dan sekolah swasta, dosen, guru, jurnalis, hingga pekerja media yang kerap mengalami PHK sepihak dengan pesangon dicicil.
    Semua ini menegaskan bahwa RUU Ketenagakerjaan baru harus hadir untuk melindungi seluruh pekerja Indonesia tanpa terkecuali.
    “Kami meyakini, dua tahun adalah waktu yang cukup untuk melahirkan undang-undang baru. Kini tinggal satu tahun tersisa sebelum tenggat MK berakhir. Jika tidak, maka pemerintah dan DPR akan mencederai keadilan hukum sekaligus mengkhianati jutaan buruh,” ujar Said Iqbal.
    Selain di Jakarta, aksi serupa juga digelar serentak di berbagai provinsi dan kota industri besar di Indonesia.
    Wilayah itu meliputi Serang, Banten; Bandung, Jawa Barat; Semarang, Jawa Tengah; Surabaya, Jawa Timur; Medan, Sumatera Utara; Banda Aceh, Aceh; Batam, Kepulauan Riau; Bandar Lampung, Lampung; Banjarmasin, Kalimantan Selatan; Pontianak, Kalimantan Barat; Samarinda, Kalimantan Timur; Makassar, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mabes Polri Blak-blakan soal Gugatan Pendidikan Anggota Minimal S1 di MK

    Mabes Polri Blak-blakan soal Gugatan Pendidikan Anggota Minimal S1 di MK

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri merespons soal adanya gugatan warga ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar perekrutan anggota Polri ditingkatkan dengan minimal lulusan sarjana (S1).

    Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menilai setiap gugatan melalui konstitusi telah mencerminkan bahwa masyarakat sangat peduli terhadap institusi.

    Dengan demikian, Trunoyudo menyatakan bahwa pihaknya bakal menghargai setiap masukan atau kritik yang ada terhadap Polri. Apalagi, gugatan itu merupakan hak dari setiap warga.

    “Artinya semua ada mekanismenya dan itu menjadi hak konstitusi. Kita tunggu saja,” ujar Trunoyudo di Divhumas Polri, Senin (25/8/2025).

    Dia juga menyinggung pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat merespons soal gugatan MK ini. Menurutnya, Kapolri Listyo Sigit selalu meminta agar seluruh jajarannya bisa menerima kritikan dan masukan dari seluruh lapisan masyarakat.

    Menurutnya, sikap menerima kritikan dan masukan itu bisa membuat institusi Polri menjadi lembaga modern yang mendengarkan tuntutan masyarakat.

    “Pak Kapolri sudah sampaikan Apa-apa yang menjadi kritikan masukan terkait dengan lembaga yang modern juga Polri berusaha menjadi lembaga yang modern,” pungkasnya.

    Perlu diketahui, dua warga yang memohon agar aturan minimal pendidikan jadi anggota Polri adalah Leon Maulana Mirza Pasha dan Zidane Azharia.

    Pada intinya, pemohon menilai bahwa minimal pendidikan anggota Polri setingkat SMA sederajat dinilai mengabaikan korelasi esensial antara latar belakang pendidikan dan kompetensi substantif yang diperlukan dalam menjalankan fungsi kepolisian secara profesional dan bertanggung jawab.

    Adapun, pemohon juga berpandangan bahwa fungsi kepolisian tidak lagi hanya bersifat fisik dan administratif, tetapi juga menuntut penguasaan keilmuan yang bersifat khusus, seperti ilmu hukum, kriminologi, psikologi, sosiologi, teknologi informasi, hingga komunikasi publik sebagaimana yang ditemukan dalam pendidikan S1.

  • 9
                    
                        Tingkah Laku dan Pernyataan Anggota DPR yang Buat Rakyat Marah…
                        Nasional

    9 Tingkah Laku dan Pernyataan Anggota DPR yang Buat Rakyat Marah… Nasional

    Tingkah Laku dan Pernyataan Anggota DPR yang Buat Rakyat Marah…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Suara-suara kritik terhadap lembaga legislatif memenuhi jagat media sosial sepanjang Agustus 2025.
    Seruan seperti “Bubarkan DPR!” pun berseliweran di lini masa.
    Kondisi ini menggambarkan kepercayaan publik pada “wakil rakyat” di Senayan yang mulai memudar karena kekecewaan yang dirasakan.
    Gelombang kritik terhadap DPR sebenarnya bukan hal baru.
    Isu soal gaji dan tunjangan jumbo anggota Dewan bahkan sudah lebih dulu memicu perdebatan publik.
    Namun, kontroversi itu semakin menjadi sorotan setelah Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyampaikan pernyataan yang keliru mengenai kenaikan drastis tunjangan para legislator.
    Pada Selasa (19/8/2025), Adies menyebut tunjangan beras untuk anggota Dewan mencapai Rp 10 juta dan naik menjadi Rp 12 juta per bulan.
    Dia juga menyatakan tunjangan bensin meningkat dari Rp 3 juta menjadi Rp 7 juta.
    Pernyataan itu langsung menyulut amarah publik. Angka fantastis tersebut dirasa terlalu besar di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sulit.
    Keesokan harinya, Adies buru-buru mengklarifikasi pernyataannya.
    Dia mengaku salah menyampaikan data mengenai tunjangan bagi anggota DPR.
    “Setelah saya cek di kesekjenan, ternyata tidak ada kenaikan, baik itu gaji maupun tunjangan seperti yang saya sampaikan,” ujar Adies, di Gedung DPR RI, Rabu (20/8/2025).
    Dia mengatakan, tunjangan beras sejatinya hanya Rp 200.000 per bulan dan tidak berubah sejak 2010.
    Begitu pula tunjangan bensin yang tetap Rp 3 juta.
    Gaji pokok pun, kata dia, sekitar Rp 6,5 juta per bulan, tak naik dalam 15 tahun terakhir.
    Namun, penjelasan itu tidak serta-merta meredakan kemarahan publik yang telah lebih dulu menghitung nominal besar “
    take home pay
    ” para anggota DPR.
    Terlebih lagi, Adies tak menampik bahwa anggota DPR kini mendapat tunjangan perumahan Rp 50 juta per bulan, sebagai pengganti fasilitas rumah dinas anggota DPR yang tak lagi didapatkan.
     
    Tak lama setelah klarifikasi Adies, giliran Nafa Urbach yang menuai sorotan.
    Artis yang kini duduk sebagai anggota DPR Komisi IX dari Fraksi NasDem itu menyampaikan dukungannya terhadap tunjangan perumahan Rp 50 juta per bulan.
    “Anggota Dewan itu kan enggak orang Jakarta semua, guys. Itu kan dari seluruh pelosok Indonesia. Nah, mereka diwajibkan kontrak rumahnya dekat-dekat Senayan supaya memudahkan menuju DPR,” kata Nafa, dalam siaran langsung di media sosial.
    Dia bahkan membandingkan dengan dirinya yang tinggal di Bintaro dan harus bergulat dengan kemacetan setiap kali menuju Senayan.
    Namun, bukannya mendapat dukungan publik, pernyataannya justru mengundang hujan kritik.
    Publik menilai, Nafa gagal membaca situasi. Dia pun akhirnya meminta maaf.

    Guyss maafin aku yah klo statement aku melukai kalian
    ,” tulisnya di Instagram Story, Jumat (22/8/2025).
    Nafa berjanji akan menjadikan kritik sebagai pengingat agar lebih sungguh-sungguh bekerja.
    Kemudian, muncul pernyataan pedas Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Syahroni kepada publik yang mengkritik DPR.
    Syahroni melontarkan kalimat yang kian memperkeruh suasana ketika menanggapi seruan “Bubarkan DPR” di media sosial.
    “Catat nih, orang yang cuma mental bilang ‘bubarin DPR’, itu adalah orang tolol se-dunia,” ujarnya dalam kunjungan kerja di Medan, Jumat (22/8/2025).
    “Kenapa? Kita ini memang orang pintar semua? Enggak. Bodoh semua kita, tetapi ada tata cara kelola bagaimana menyampaikan kritik yang harus dievaluasi oleh kita,” sambung dia.
    Ucapan itu sontak memicu gelombang kecaman baru.
    Publik menilai, Syahroni merendahkan rakyat yang tengah meluapkan kekecewaan.
    Sahroni memahami bahwa publik memang memiliki hak untuk menyampaikan kritik, tetapi jangan berlebihan.
    Sebab DPR tetap bekerja dan berempati kepada rakyat.
    “Kami memang belum tentu benar, belum tentu hebat, enggak, tetapi minimal kami mewakili kerja-kerja masyarakat,” ucap Syahroni.
     
    Belum reda amarah publik, tingkah anggota DPR sekaligus mantan komedian, Eko Patrio, kembali memancing kritik.
    Bukannya menahan diri, Eko malah mengunggah parodi sebagai operator Sound Horeg.
    Unggahan ini pun dianggap menantang rakyat yang tengah mengkritik pedas DPR.
    Terlebih lagi, video Eko yang berjoget dalam Sidang Tahunan MPR 2025 sudah lebih dulu viral di jagat maya.
    “Enggak ada (maksud apa-apa). Malah jauh banget itu (tafsirnya). Seandainya ada yang bagaimana-bagaimana, ya saya sebagai pribadi minta maaf lah,” ujar Eko, di Senayan Park, Jakarta, Minggu (24/8/2025) malam.
    Eko menekankan dirinya tidak memiliki maksud apa pun dengan membuat video tersebut.
    Dia mengeklaim pembuatan video itu hanya dalam rangka pembubaran panitia 17 Agustus-an.
    “Enggak ada maksud apa-apa. Memang itu kemarin kan kita acara pembubaran panitia 17 Agustus-an,” ucap Eko.
    Meski akhirnya Eko meminta maaf, warganet telanjur menilai sikapnya jauh dari empati.
    Puncak kekecewaan publik terjadi Senin (25/8/2025), saat ribuan demonstran memenuhi kawasan Senayan.
    Poster-poster tuntutan bertuliskan “DPR: Dewan Pembeban Rakyat”, “Bubarkan DPR”, “Sahkan RUU Perampasan Aset”, hingga “Stop Komersialisasi Pendidikan” dibentangkan.
    Orasi berisi kritik soal penolakan tunjangan besar DPR disuarakan dengan lantang.
    Aksi yang awalnya berlangsung damai berujung ricuh setelah aparat memukul mundur massa dari depan Gedung DPR/MPR.
    Tindakan represif aparat yang menyemprotkan air hingga menembakkan gas air mata, membuat massa terpencar menjadi kelompok-kelompok kecil di Jalan Gatot Subroto, Jalan Gerbang Pemuda hingga kawasan Pejompongan.
    Kerusuhan pun tak terhindarkan. Sejumlah fasilitas umum dirusak, motor dibakar, dan pos polisi juga menjadi sasaran amukan massa.
    Bagi banyak demonstran, aksi itu bukan hanya soal gaji dan tunjangan jumbo DPR, tetapi juga tentang perasaan ditinggalkan dan dipermalukan oleh wakilnya sendiri.
     
    Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, sikap anggota DPR yang menyetujui tunjangan perumahan menjadi bukti bahwa mereka telah kehilangan
    sense of crisis
    .
    “Kalau DPR punya
    sense of crisis
    , memilih prihatin dengan menggunakan fasilitas rumah dinas yang masih bagus akan menjadi pilihan. Sehingga uang tunjangan Rp 50 juta per orang itu diperuntukkan bagi rakyat saja,” ujar Lucius, kepada Kompas.com.
    Bahkan, Lucius menilai besarnya tunjangan dan gaji DPR RI tak berbanding lurus dengan kinerja lembaga legislatif.
    Dia pun menyoroti capaian DPR periode 2024-2029 yang dinilai masih minim.
    Dari 42 rancangan undang-undang (RUU) yang masuk daftar prioritas tahun 2025, DPR baru mengesahkan satu RUU, yaitu revisi UU TNI.
    Sementara 13 RUU lain yang berhasil disahkan, lanjut Lucius, justru berasal dari daftar kumulatif terbuka.
    Misalnya, RUU tentang pembentukan provinsi atau kabupaten/kota, serta tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yakni RUU BUMN dan RUU Minerba.
    “Jadi yang benar-benar menampakkan visi politik legislasi DPR baru satu RUU saja,” ujar Lucius.
    Dengan tunjangan besar yang diterima, seharusnya tak ada hambatan bagi DPR bekerja maksimal demi rakyat.
    “Sayangnya, tunjangan itu malah memanjakan anggota DPR,” pungkas Lucius.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Noel dan Kegagalan Memaknai Amnesti
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Agustus 2025

    Noel dan Kegagalan Memaknai Amnesti Nasional 26 Agustus 2025

    Noel dan Kegagalan Memaknai Amnesti
    Analis Hukum dan Politik dari Gajah Mada Analitika

    Constitution is a flexible and pragmatic charter, not a fixed and immutable artifact
    ” – Farah Peterson (2020).
    PETERSON
    tepat, perubahan konstitusi memang suatu keniscayaan sebab ia bukan artefak yang tetap.
    Sehubungan itu, publik kembali dikejutkan oleh operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjerat Immanuel “Noel” Ebenezer, Wakil Menteri Ketenagakerjaan.
    Tak lama setelah ditetapkan sebagai tersangka, ia menyampaikan permintaan maaf sekaligus harapan agar Presiden Prabowo Subianto memberinya amnesti.
    Seturutnya, dalam Seminar Konstitusi bertema Dialektika Konstitusi yang diselenggarakan MPR, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul selaku salah satu narasumber turut menyinggung ihwal abolisi dan amnesti sebagai ‘terobosan’ yang menyiratkan adanya peran “Korea” di baliknya.
    Ada relasi implisit yang terhubung antara harapan Amnesti Noel, “Korea”, dan amandemen konstitusi.
    Sebetulnya, harapan Noel bukan tanpa alasan. Publik tentu mengingat, beberapa waktu sebelumnya, Presiden Prabowo telah memberikan pengampunan berupa abolisi dan amnesti kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto. Dua figur politik yang bukan loyalis pemerintahan saat ini.
    Ucapan Noel jelas sarat makna. Baginya, jika pihak yang berada di luar lingkaran politik presiden saja bisa mendapat pengampunan, maka sebagai loyalis tentu tidak mustahil ia berharap mendapat perlakuan serupa.
    Namun, harapan itu justru memunculkan problem tidak sederhana: apakah kewenangan konstitusional presiden memberi abolisi dan amnesti memang sepenuhnya dapat digunakan atas dasar pertimbangan politik, nir-indikator hukum yang jelas?
    Hal demikian menjadi relevan di tengah wacana keinginan MPR untuk melakukan amandemen konstitusi seperti terefleksi dalam kegiatan Seminar Konstitusi yang diselenggarakan oleh MPR di Gedung Nusantara V belum lama ini (21/8/2025).
    Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 telah menegaskan: “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”. Rumusannya sederhana, bahkan minim kriteria substantif.
    Di sinilah ruang tafsir menjadi terbuka. Padahal, dalam teori konstitusi, setiap teks konstitusi adalah janji yang harus ditafsirkan dalam bingkai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum (Alexander Bickel, 1986).
    Jimly Asshiddiqie (2005) menekankan, konstitusi tidak boleh dipahami semata sebagai teks normatif, melainkan sebagai
    living constitution
    yang senantiasa ditafsirkan sesuai semangat zaman.
    Maka, pemberian pengampunan oleh presiden semestinya ditafsirkan bukan hanya sebagai hak prerogatif politik, melainkan sebagai kewenangan konstitusional yang terikat pada prinsip keadilan publik.
    Dari perspektif teori penafsiran konstitusi, memang ada ruang elastis untuk memberikan makna baru atas pasal-pasal UUD 1945.
    Tidak heran bila Alexander Bickel dalam uraiannya yang lain menyebut: konstitusi selalu lebih besar daripada teksnya, sebab nilainya hidup dalam tafsir.
    Dalam episentrum itu, maka butuh tafsir yang sehat guna melahirkan praktik ketatanegaraan yang adil. Namun sebaliknya, tafsir yang politis berpotensi menggerus legitimasi demokrasi konstitusional.
    Di titik inilah pernyataan Bambang Pacul dalam forum Seminar Konstitusi menjadi relevan. Ia menyatakan bahwa kebijakan pengampunan Prabowo terhadap Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto tak lepas dari peran “Korea” di balik hak prerogatif presiden itu.
    Istilah “korea” merupakan metafora yang menggambarkan mereka yang selalu melompat lebih maju dibanding orang lain, berusaha keras menaikkan derajat sosial melalui kerja keras, bukan jalan pintas.
    Dalam tafsir simbolik ini, seorang “Korea” sebetulnya menyiratkan kita pada konsep negarawan: sosok yang menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi. Boleh jadi, ia justru menjadi salah satu ciri dari kenegarawanan itu sendiri.
    Dalam kaitan itu, kasus korupsi yang menjerat Noel sesungguhnya menunjukkan kebalikan dari semangat kenegarawanan dalam konstitusi. Sebagai pejabat negara, dengan segala fasilitas dan kepercayaan publik, korupsi sama sekali tidak bisa dibenarkan.
    Lompatan status sosial, sebagaimana menjadi ciri “Korea” yang acapkali digaungkan Bambang Pacul, yang mestinya dicapai melalui kerja keras dan integritas, malah ditempuh dengan jalan tikus bernama korupsi. Makna “korea” dalam kasus Noel pun mengalami degradasi.
    Jika konsep “Korea” hendak dijadikan pijakan, maka perubahan konstitusi yang kini didiskusikan semestinya mengarah pada perumusan syarat negarawan bagi jabatan-jabatan publik.
    Ini menjadi momen mengonstruksi makna “korea” sejati: seorang negarawan yang menjauhi korupsi.
    Selama ini, hanya hakim Mahkamah Konstitusi yang secara eksplisit dipersyaratkan sebagai negarawan (Pasal 24C ayat 5). Jabatan menteri dan wakil menteri pun luput dari syarat kenegarawanan.
    Di sisi lain, amat mungkin aspek kenegarawanan dijadikan sebagai salah satu indikator konstitusional bagi presiden dalam memberikan pengampunan melalui abolisi dan amnesti.
    Dengan begitu, jabatan publik akan diisi oleh orang-orang yang menghayati integritas, bukan sekadar mencari celah untuk memperkaya diri. Pun demikian, amnesti yang diberikan dapat benar-benar mengarah hanya kepada mereka yang memang pantas untuk mendapatkannya.
    Kasus pengampunan yang diberikan kepada Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong telah menunjukkan pro dan kontra.
    Di satu sisi, ia dipuji sebagai langkah berani presiden untuk menutup polemik hukum yang berbau politik. Di sisi lain, publik khawatir amnesti dan abolisi bisa menjadi instrumen politisasi hukum.
    Pada titik inilah gagasan amandemen konstitusi relevan dilakukan: merumuskan kriteria obyektif agar pengampunan tidak semata-mata bergantung pada selera politik.
    Manakala mereka “para Korea” mengalami kriminalisasi berbau politik kuasa, maka jalan pengampunan melalui amnesti atau abolisi dengan indikator konstitusional yang jelas terbuka lebar.
    Amnesti dalam makna “Korea”—memang bisa saja dimaknai bahwa pengampunan itu sebagai terobosan politik. Namun, dalam optik kenegarawanan, “Korea” boleh dimaknai dalam konteks bahwa seorang negarawan adalah mereka yang menjauhi segala tindakan koruptif.
    Kerja keras, berfikir “out of the box”, dan konsistensi untuk melakukan lompatan bukan berarti harus melanggar konstitusi, termasuk korupsi.
    Seorang “Korea sejati” akan memaknainya sebagai instrumen keadilan restoratif yang mengembalikan marwah hukum.
    Jika syarat negarawan ini diperluas dalam konstitusi, maka pemberian pengampunan pun akan lebih legitimate dan terjaga dari manipulasi politik.
    Kasus Noel seharusnya menjadi pelajaran kolektif. Sebagai wakil menteri, ia sudah menapaki tangga sosial tertinggi yang mestinya tidak lagi memerlukan korupsi. Namun, jalan pintas tetap dipilih dan kini ia justru berharap presiden mau menurunkan “tali pengampunan.”
    Di sinilah publik melihat kontras tajam antara mereka yang “Korea sejati” dengan yang bukan. Tak ayal, ini momentum untuk memaknai kembali apa sebetulnya “korea” dalam optik ketatanegaraan dan kenegarawanan.
    Momentum Seminar Konstitusi oleh MPR baru-baru ini yang membicarakan amandemen UUD 1945 tidak boleh berhenti pada wacana.
    Ia mesti menjadi kesempatan berharga untuk menyempurnakan aturan tentang abolisi dan amnesti, memperluas syarat kenegarawanan, dan memperkuat integritas jabatan publik.
    Dengan begitu, konstitusi benar-benar hadir sebagai benteng yang melindungi rakyat dari politisasi hukum. Sekaligus, mencegah lahirnya pejabat “setengah Korea” yang mudah tergelincir dalam korupsi.
    Karena itu, pertanyaan paling menggugah hari ini bukanlah apakah Noel akan mendapat amnesti, melainkan: apakah bangsa ini berani memastikan hanya “Korea” sejati—negarawan yang berintegritas—yang layak duduk di kursi kekuasaan?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Demo Jilid II, Buruh Siap Geruduk Gedung DPR/MPR pada Kamis 28 Agustus

    Demo Jilid II, Buruh Siap Geruduk Gedung DPR/MPR pada Kamis 28 Agustus

    GELORA.CO – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengungkapkan, jika pihaknya tidak ikut serta dalam aksi demo di Gedung DPR RI pada Senin (25/8). Menurutnya, Partai Buruh, KSPI, serta Koalisi Serikat Pekerja akan menggelar aksi pada Kamis (28/8) nanti. 

    “Ribuan buruh akan melakukan aksi 28 Agustus 2025, serempak dilakukan di 38 provinsi,” ujarnya di Jakarta, Senin (25/8). Untuk Jabodetabek, aksi rencananya difokuskan di depan gedung DPR/MPR. Sementara, untuk yang berada di luar Jabodetabek aksi tersebut dilakukan di depan kantor gubernur masing-masing.

    Dalam aksi tersebut, buruh akan mengangkat enam isu utama. Pertama, mendesak pemerintah menghapus outsourcing dan menolak upah murah. Iqbal menegaskan, outsourcing hanya untuk pekerjaan penunjang. Sayangnya, keberadaan PP No. 35 Tahun 2021 justru melegalkan outsourcing secara luas. Karenanya, dalam aksi nanti pihaknya akan meminta agar PP tersebut dicabut. 

    Kemudian, buruh meminta agar pemerintah menaikkan upah minimum 2026 sebesar 8,5-10,5 persen. Angka tersebut merujuk pada besaran inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan BPS. Di mana, pertumbuhan ekonomi disampaikan mencapai 5,1-5,2 persen.

    “Perhitungan ini berdasarkan formula resmi yang ditetapkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 168, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentum,” jelasnya.

    Kedua, buruh meminta agar pemerintah bisa menyetop PHK. Salah satunya, dengan membentuk Satgas PHK seperti yang dijanjikan segera. 

    Kemudian, buruh juga meminta agar dilakukan reformasi pajak. “Buruh mendorong pemerintah untuk menaikkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Rp 4,5 juta per bulan menjadi Rp7,5 juta rupiah per bulan,” tegasnya. 

    Selain itu, pemerintah didesak untuk menghapus pajak pesangon, menghapus pajak THR, dan menghapus pajak JHT. “Keempat, sahkan rancangan undang-undang ketenagakerjaan yang baru sesuai perintah Mahkamah Konstitusi paling lambat 2 tahun. Ini hampir 1 tahun tidak dibentuk semenjak dikeluarkannya putusan MK No. 168 tahun 2024 yang dimenangkan oleh Partai Buruh,” keluhnya. 

    Selanjutnya, Partai Buruh juga meminta pemerintah memberantas korupsi dengan mengesahkan RUU perampasan aset. Menurutnya, ini mendesak untuk disahkan mengingat betapa gawatnya praktik ini di Indonesia. terakhir, buruh ingin Undang-Undang Pemilu direvisi sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

    Di sisi lain, Iqbal pun turut mengkritisi gaji serta tunjangan anggota DPR yang mencapai Rp 3 juta per hari atau sekitar Rp 104 juta per bulan. Menurutnya, hal itu sangat menyayat hati, mengingat sangat berbanding terbalik dengan gaji pekerja/buruh. Contohnya, buruh outsourcing atau kontrak yang menerima gaji hanya sekitar Rp 5,2 juta per bulan. Di mana, ketika dibagi 30 hari, maka penghasilan mereka rata-rata hanya Rp 170 ribu.

    “Ketidakadilan ini semakin jelas apabila kita menengok pekerja di sektor informal. Banyak buruh yang hanya menerima Rp 1,5 juta per bulan, yang jika dibagi 30 hari itu berarti sekitar Rp50 ribu per hari,” ungkapnya. “Bayangkan, seorang anggota DPR bisa menikmati Rp 3 juta lebih per hari, sementara pekerja informal pontang-panting di jalan hanya mengantongi beberapa puluh ribu,” pungkasnya. (*)

  • Gubernur Papua ajak warga jaga kedamaian pasca-penetapan PSU Pilgub

    Gubernur Papua ajak warga jaga kedamaian pasca-penetapan PSU Pilgub

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Gubernur Papua ajak warga jaga kedamaian pasca-penetapan PSU Pilgub
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 25 Agustus 2025 – 16:35 WIB

    Elshinta.com – Penjabat Gubernur Papua, Agus Fatoni, mengajak masyarakat setempat untuk terus menjaga kedamaian, keamanan dan ketertiban pasca-penetapan pelaksanaan Pemilihan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur (Pilgub) setempat.

    “Kami Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua terus berkoordinasi dengan aparat keamanan dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencegah potensi gangguan pasca-penetapan PSU Pilgub,” katanya di Jayapura, Senin.

    Dalam menjaga stabilitas daerah itu harus menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat.

    “Ruang gugatan di Mahkamah Konstitusi masih tersedia bagi pihak yang keberatan, dan keputusan MK akan bersifat final serta mengikat,” ujarnya.

    Dia mengharapkan seluruh pihak di Papua perlu menahan diri dari tindakan provokatif dan lebih mengedepankan persatuan.

    “Marilah menjaga bersama suasana yang aman, damai, toleran, dan harmoni di Papua tercinta,” katanya lagi.

    Dia menambahkan pihaknya juga mengingatkan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan harmoni di tengah keberagaman masyarakat Papua.

    “Pilkada adalah bagian dari proses demokrasi. Apapun hasilnya, harus dihormati sebagai bentuk kedaulatan rakyat dan kehendak Tuhan,”ujarnya lagi.

    Dia menjelaskan dengan situasi yang aman dan damai pasca-PSU, maka Papua dapat melangkah maju dalam semangat persatuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

    Sebelumnya (20/8), Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Diana Dorthea Simbiak telah menetapkan pasangan Matius Fakhiri–Aryoko Rumaropen atau MARIYO sebagai pemenang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur Papua 2025.

    Berdasarkan hasil rekapitulasi dari sembilan kabupaten dan kota, pasangan nomor urut dua meraih 259.817 suara atau 50,4 persen. Pasangan nomor urut satu, BTM–CK, memperoleh 255.683 suara atau 49,6 persen dengan selisih 4.134 suara.

    Sumber : Antara