Kementrian Lembaga: MK

  • Banggar DPR Tolak Tambahan Anggaran OIKN Rp14,92 Triliun, Bagaimana Nasib Proyek IKN 2026?

    Banggar DPR Tolak Tambahan Anggaran OIKN Rp14,92 Triliun, Bagaimana Nasib Proyek IKN 2026?

    JAKARTA – Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menolak usulan tambahan anggaran seluruh kementerian yang menjadi mitra kerja Komisi II DPR RI. Termasuk, menolak usulan tambahan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) sebesar Rp14,92 triliun untuk 2026.

    Hal itu dipastikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar Zulfikar Arse Sadikin usai menerima langsung Surat Putusan Banggar tertanggal 11 September 2025.

    “Ini kami dapat surat dari Banggar per tanggal 11 September 2025 terkait penyampaian hasil pembahasan RUU APBN Tahun Anggaran 2026, delapan mitra kerja kami berdasarkan surat yang ditandatangani oleh Ketua Banggar ini tidak mendapatkan tambahan apapun dari usulan tambahan yang diajukan,” ujar Zulfikar dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama seluruh mitra di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15 September.

    Lantas, bagaimana kelanjutan proyek IKN pada tahun depan?

    Ditemui awak media usai menghadiri Raker bersama Komisi II DPR RI, Kepala OIKN Basuki Hadimuljono menyampaikan, apabila usulan tambahan OIKN tidak disetujui, dikhawatirkan hal itu akan berdampak pada melambatnya progres konstruksi calon ibu kota baru RI.

    Untuk itu, Basuki berharap, agar Komisi II DPR RI dapat mencatat usulan tersebut guna memastikan pembangunan IKN tetap terlaksana.

    “Ya pastinya akan memengaruhi (kalau tak disetujui), progresnya bisa mundur lagi,” ucapnya.

    Sebelumnya, berdasarkan Surat Bersama Pagu Indikatif (SBPI) Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor S-356/MK.02/2025 dan Nomor B-383/D.9/PP.04.03/05/2025 yang dikeluarkan tanggal 15 Mei 2025, pagu indikatif OIKN ditetapkan sebesar Rp5,05 triliun.

    Meski begitu, pagu indikatif tersebut dinilai masih jauh untuk mencukupi pembangunan pada 2026. Pasalnya, OIKN membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp16,13 triliun untuk melanjutkan proyek baru di IKN.

    Basuki menegaskan, pihaknya telah menyampaikan usulan tambahan anggaran tersebut kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 4 Juli 2025 melalui Surat Kepala OIKN Nomor B.132/Kepala/Otorita IKN/VII/2025.

    “Kami membutuhkan anggaran dari Rp5,05 triliun, ditambah Rp16,13 triliun,” terangnya.

    Akan tetapi, usai melakukan sejumlah rapat, Komisi II DPR RI menyetujui usulan tambahan anggaran OIKN TA 2026 sebesar Rp14,92 triliun untuk dibahas lebih lanjut ke Banggar DPR RI.

    Namun demikian, per hari ini, usulan tambahan anggaran tersebut ditolak oleh Banggar DPR RI dan OIKN tetap mendapatkan pagu anggaran definitif sebesar Rp6,26 triliun pada 2026.

  • Terungkap Motif Pasangan Sejenis Ibu yang Siksa Bocah di Jaksel

    Terungkap Motif Pasangan Sejenis Ibu yang Siksa Bocah di Jaksel

    Jakarta

    SNK (42), Ibu Kandung dari bocah berinisial MK dan EF alias YA (40) atau yang kerap dipanggil korban dengan sebutan ‘Ayah Juna’ ditangkap kasus penganiayaan anak. Motif awal ‘Ayah Juna’ menyiksa MK terungkap.

    YA atau ‘Ayah Juna’ merupakan pasangan sejenis dari ibu korban yang melakukan penyiksaan terhadap bocah sembilan tahun (sebelumnya ditulis 7 tahun). Korban dibawa dari Jawa Timur ke Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan sengaja untuk dibuang.

    Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri Brigjen Nurul Azizah menyampaikan keterangan awal ‘Ayah Juna’ menganiaya MK karena beban. Namun demikian, Polisi masih melakukan pendalaman.

    “Motif yang mereka sampaikan masih terus didalami oleh penyidik. Dari keterangan awal, pelaku menyebut faktor beban dan perilaku anak yang dianggap nakal,” kata Nurul, kepada wartawan, Senin (15/9/2025).

    Nurul menyebutkan saat ini kedua tersangka masih menjalani pemeriksaan oleh psikologi forensik untuk menggali alasan penganiayaan dan penelantaran dilakukan. Dia menegaskan tidak ada yang bisa membenarkan kekerasan terhadap anak.

    “Kami tegaskan, apa pun alasannya, tidak ada satu pun yang bisa membenarkan kekerasan terhadap anak,” tegas Nurul.

    ‘Ayah Juna’ diduga sering memukul, menendang, membanting, menyiram bensin, dan membakar wajah korban MK di kebun tebu. Tak hanya itu, korban juga dipukul dengan kayu hingga tulangnya patah, membacok dengan golok, hingga menyiram tubuh korban dengan air panas.

    Ibu korban, SNK, mengetahui perbuatan pelaku, bahkan setuju meninggalkan korban di Jakarta. Kepada polisi dia mengakui perannya dalam penelantaran korban.

    Akibat perbuatannya, kedua tersangka terancam dijerat dengan Pasal 76 B juncto 77 B dan Pasal 76 C juncto 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Serta Pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan Berat dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 juta.

    Berat Badan Korban Awal Ditemukan Cuma 9 Kg

    Kondisi bocah berinisial MK(9) mulai membaik.Berat badannya naik signifikan usai mendapatkan perawatan intensif pasca ditemukan.

    “Untuk saat ini anak korban dalam perlindungan yang saat ini oleh Kementerian Sosial dan untuk anak saat ini alhamdulillah sudah tumbuh sehat. Dari awal ditemukan adalah badannya sekitar 9 kg saat ini sudah 19 kg,” kata Kasubdit II Dittipid PPA dan PPO Bareskrim Polri, Kombes Ganis Setyaningrum di Mabes Polri, Jaksel, Senin (15/9/2025).

    MK juga disebutkan sudah bisa berkomunikasi. Bahkan bocah kecil itu sudah mulai belajar dan mengaji.

    “Dan saat ini anak sudah rajin untuk belajar. Belajar mulai menulis, membaca, mengaji dan semuanya,” ungkap Ganis

    Dijelaskan Ganis, korban sudah mulai pulih secara fisik. Dia sudah mulai lancar berjalan, sebab saat ditemukan korban hanya bisa terbaring.

    “Awalnya dulu ditemukan tidak bisa berjalan. Sudah mulai lancar berjalan berlari seperti itu,” tuturnya.

    Ganis mengakui proses penyidikan kasus ini memang memakan waktu cukup lama. Sebab, polisi harus lebih dulu memulihkan trauma yang dialami korban.

    “Kenapa dari penyidik cukup lama melakukan pengungkapan ini karena memang anak korban mengalami trauma yang sangat mendalam baik itu secara fisik maupun secara psikis,” jelas Ganis.

    Lebih lagi korban harus melewati sejumlah tindakan medis seperti operasi berulang kali. Setelahnya penyidik baru bisa memintai keterangan dari korban.

    “Korban ini juga harus mengalami beberapa kali operasi dan kemarin setelah pulih dan anak korban kemudian bisa bercerita sedikit demi sedikit kemudian ada beberapa hal yang menjadi konsisten dari setiap kata penggalan-penggalan itulah kemudian penyidik melakukan pencarian terhadap informasi yang ada,” terangnya.

    Korban Sengaja Dibuang di Jakarta

    Bocah MK ternyata sengaja dibawa dari Jawa Timur ke Jakarta untuk dibuang. Ganis menyebut pihaknya masih mendalami alasan pelaku membuang korban. Termasuk soal kemungkinan adanya motif lain di baliknya.

    “Kedua pelaku antara EF bersama dengan SNK ini bersama kedua putrinya tersebut tinggal di wilayah hukum di Polda Jawa Timur dan kemudian dengan sengaja mereka membawa anak korban ini ke Jakarta tujuannya adalah memang untuk dibuang,” kata Ganis di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/9/2025).

    “Untuk itu (alasan) sedang kami dalami, kalau hasil pemeriksaan terhadap saksi-saksi, kenakalan anak yang nakal-nakal anak-anak masih biasa. Tetapi motif yang lain sedang kita dalami,” sambungnya.

    Penyidik juga menemukan bukti manifest perjalanan kereta dari Stasiun Pasar Turi Surabaya menuju Jakarta yang mencatat keberangkatan ‘Ayah Juna’ bersama korban. SNK selaku ibu korban turut mengetahui perbuatan pelaku, bahkan setuju meninggalkan korban di Jakarta.

    Korban telah lama terpisah dari ayah kandungnya. Dia juga memiliki tiga saudara kandung. Namun, dua saudara laki-lakinya tinggal bersama neneknya, sedangkan kembaran MK berinisial ASK tinggal bersama kedua pelaku.

    Korban dan saudara kembarnya sudah tinggal bersama kedua pelaku selama delapan tahun. Mereka kerap berpindah pindah di kawasan Jawa Timur.

    “Mereka dari korban ini mengalami kekerasan yang cukup mendalam dan juga cukup lama yang dilakukan oleh kedua pelaku tersebut,” ungkap Ganis.

    Kedua pelaku ditangkap di sebuah indekos, Desa Parengan, Sidoarjo, Jawa Timur.Keduanya kini ditahan di rumah tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.

    Kembaran MK Juga Alami Kekerasan

    Anak berinisial MK (9) memiliki saudara kembar berinisial ASK. Polisi mengungkap ASK juga mengalami kekerasan oleh pelaku.

    Kasubdit II Dittipid PPA dan PPO Bareskrim Polri Kombes Ganis Setyaningrum menyebut ASK mengalami bentuk kekerasan yang berbeda dengan korban. Namun, Ganis belum menjelaskan perbedaan yang dimaksud.

    “Untuk kembarannya berdasarkan hasil keterangan dari para saksi dan barang bukti yang kita amankan, juga mengalami kekerasan namun kekerasannya berbeda,” kata Ganis kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/9/2025).

    Halaman 2 dari 3

    (idn/idn)

  • Anggota DPR Sebut Polisi Duduki Jabatan Sipil untuk Dukung Transformasi ASN agar Kompeten
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 September 2025

    Anggota DPR Sebut Polisi Duduki Jabatan Sipil untuk Dukung Transformasi ASN agar Kompeten Nasional 15 September 2025

    Anggota DPR Sebut Polisi Duduki Jabatan Sipil untuk Dukung Transformasi ASN agar Kompeten
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Salah satu alasan polisi boleh menduduki jabatan sipil dikaitkan dengan transformasi aparatur sipil negara (ASN) agar lebih akuntabel dan kompeten.
    Hal ini disampaikan perwakilan DPR I Wayan Sudirta dalam sidang uji materi terkait polisi merangkap jabatan sipil, yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), pada Senin (15/9/2025).
    Dalam sidang, Sudirta mengatakan, jika dikaitkan dengan arah pengaturan ASN pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, semangat polisi masuk jabatan sipil adalah untuk mendukung transformasi ASN yang akuntabel dan kompeten.
    “Apabila dikaitkan dengan politik hukum arah pengaturan Undang-Undang Nomor 20/2023 yang menjadi payung hukum ASN saat ini, maka semangat yang ingin diwujudkan adalah pelaksanaan transformasi ASN dengan hasil kerja tinggi dan perilaku yang berorientasi pelayanan akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif,” kata Sudirta, dalam sidang, Senin.
    “Untuk mendukung upaya transformasi ASN, pengaturan pengisian jabatan ASN oleh anggota Polri juga sejalan dengan pengimplementasian asas resiprokal (timbal balik),” sambung dia.
    Sudirta mengatakan, asas resiprokal sendiri merupakan prinsip timbal balik atas legalitas pengisian jabatan oleh anggota Polri atau TNI di lingkup jabatan ASN.
    Materi terkait resiprokal ini, kata Sudirta, diatur dalam ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
    “Bahwa ketentuan pasal tersebut dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan dan kesinambungan dalam pengisian jabatan sesuai dengan tujuan transformasi ASN,” ucap dia.
    Dalil resiprokal ini pernah diungkapkan oleh Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, pada sidang sebelumnya, Senin (8/9/2025).
    Eddy mengatakan, permintaan resiprokal ini adalah keinginan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) saat masih menjabat.
    “Saya ingat persis, Yang Mulia, ketika poin ini dibahas dalam ratas di Istana, waktu itu Presiden (ke-7 RI) Joko Widodo meminta untuk ada resiprokal (timbal balik),” tutur dia.
    Atas dasar itu juga, kata Eddy, ketentuan Pasal 20 Undang-Undang ASN yang baru memungkinkan aparatur sipil negara menduduki jabatan di kepolisian.
    “Nah, itu mengapa sampai ada prinsip resiprokal dalam undang-undang yang terbaru, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, dan itu ditulis secara ekspresif verbis dalam Pasal 20,” imbuh dia.
    Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh Syamsul Jahidin yang menggugat Pasal 28 Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
    Alasan mereka menggugat adalah karena saat ini banyak anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, dan Kepala BNPT.
    Para anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun.
    Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik, serta merugikan hak konstitusional pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
    Pemohon juga menilai, norma pasal tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Sepakati Anggaran Kemendag Rp1,4 Triliun untuk 2026

    DPR Sepakati Anggaran Kemendag Rp1,4 Triliun untuk 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi VI DPR menyetujui pagu anggaran Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebesar Rp1,4 triliun untuk tahun anggaran 2026. Anggaran tersebut digunakan untuk mengoptimalkan perdagangan dalam dan luar negeri.

    Wakil Ketua Komisi VI DPR Nurdin Halid mengatakan pagu anggaran Kemendag terdiri dari tiga program, yakni program perdagangan dalam negeri, program perdagangan luar negeri, dan program dukungan manajemen.

    “Komisi VI DPR RI menyetujui Pagu Anggaran Kementerian Perdagangan RI Tahun Anggaran 2026 berdasarkan Surat Bersama Pagu Anggaran T.A 2026 nomor S-505/MK.03/2025 dan B-621/D.9/PP.04.03/07/2025 tanggal 24 Juli 2025 perihal Pagu Anggaran Belanja K/L dan DAK Khusus TA 2026, sebesar Rp1.400.364.230.000,” kata Nurdin dalam Rapat Kerja Komisi VI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/9/2025).

    Perinciannya, program perdagangan dalam negeri sebesar Rp34,45 miliar, program perdagangan luar negeri sebesar Rp88,89 miliar, dan program dukungan manajemen sebesar Rp1,27 triliun.

    Nurdin menuturkan bahwa pagu Kemendag untuk tahun anggaran 2026 tidak mengalami perubahan, sehingga tidak diperlukan pembahasan lebih lanjut.

    “Di mana keputusan tersebut Kementerian Perdagangan itu tidak ada penyesuaian anggarannya tetap Rp1,4 triliun, tidak ada penyesuaian maka tidak perlu adanya pembahasan,” tuturnya.

    Meski tidak ada penyesuaian, Komisi VI mengusulkan agar Kemendag mendapatkan penambahan anggaran untuk Kemendag.

    “Tidak ada penyesuaian, namun kami berupaya untuk mengusulkan agar supaya ada penambahan untuk Kementerian Perdagangan,” ujarnya.

    Nurdin menyampaikan, Komisi VI DPR mengusulkan akan adanya penambahan anggaran Kemendag untuk memperkuat program strategis nasional di sektor perdagangan, termasuk revitalisasi pasar rakyat. Serta, mendorong peningkatan daya saing produk dalam negeri di pasar nasional dan global.

  • Praperadilan Notaris Nafiaturrohmah: Kejari Ngawi Mangkir, Sidang Ditunda

    Praperadilan Notaris Nafiaturrohmah: Kejari Ngawi Mangkir, Sidang Ditunda

    Ngawi (beritajatim.com) – Sidang praperadilan terkait penetapan tersangka Notaris Nafiaturrohmah, S.H., M.Kn. kembali menjadi sorotan. Kuasa hukum pemohon, D. Heru Nugroho, S.H., M.H., CPL., CPCLE, menyatakan keprihatinannya setelah pihak termohon, Kejaksaan Negeri Ngawi, tidak hadir dalam sidang awal dengan alasan sedang menjalankan tugas.

    Majelis hakim Pengadilan Negeri Ngawi kemudian menyatakan bahwa sidang ditunda. Sidang kemudian akan dilakukan pada Selasa (16/9/2025).

    “Kami prihatin ya. Kalau tadi majelis menyampaikan bahwa ternyata termohon ini tidak bisa hadir karena sedang ada tugas. Ini kan ironis sekali. Beliau termohon ini sebagai penegak hukum, harusnya beliau paham untuk taat hukum,” kata Heru Nugroho, Senin (15/9/2025).

    Heru menilai ketidakhadiran pihak Kejaksaan menunjukkan tidak adanya itikad baik untuk menghormati proses hukum.

    “Jangan kemudian kemarin melakukan proses-proses hukum terhadap klien kami dengan cara melanggar hukum, dengan tidak memenuhi hukum acara yang ada. Dan hari ini menunjukkan benar-benar termohon ini tidak ada etikat baik untuk hadir. Ini menyangkut nasib seseorang, ini hak asasi manusia,” ujarnya.

    Dalam keterangannya, Heru menegaskan penetapan tersangka dan penahanan terhadap kliennya cacat hukum. Ia menyoroti tidak adanya izin pemeriksaan dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN), sebagaimana diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris.

    “Pemeriksaan hari ini kami menolak. Kami menolak tidak tanda tangan dan tidak memberi keterangan bersama klien kami. Karena sampai detik ini MKN belum pernah mengeluarkan izin untuk klien kami,” jelasnya.

    Selain itu, ia mengungkap adanya kejanggalan berupa dua Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan dua surat perintah penyidikan (Sprindik). “Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 130 jelas mengatur SPDP wajib diberikan kepada tersangka maksimal tujuh hari. Sampai sekarang klien kami tidak pernah menerimanya,” tambah Heru.

    Heru juga mempertanyakan dasar tuduhan gratifikasi yang ditujukan kepada kliennya. Menurutnya, hingga kini Kejaksaan belum mengungkap siapa pemberi, siapa penerima, maupun jumlah nominal gratifikasi yang disebut merugikan negara hingga Rp400 juta.

    “Kalau bicara gratifikasi, pasti ada pemberi dan penerima. Pertanyaan saya, siapa yang memberi, siapa yang menerima, berapa nominalnya, dan mengakibatkan apa? Sampai sekarang tidak ada jawabannya. Kenapa justru klien kami yang dikriminalisasi?” tegasnya.

    Heru mengingatkan, kliennya sebagai notaris hanyalah pejabat umum yang berperan memfasilitasi pembuatan akta dalam transaksi jual beli tanah. “Klien kami hanya menjalankan kewajiban, membuat akta sesuai permintaan para pihak. Tugas kejaksaan seharusnya mengungkap perkara ini dengan sebenar-benarnya, jangan ada yang ditutup-tutupi,” ucapnya.

    Menutup pernyataannya, Heru meminta pihak Kejaksaan Negeri Ngawi untuk hadir dalam persidangan berikutnya. “Kami minta termohon besok hadir. Karena ini persoalan serius, menyangkut hak asasi manusia, dan proses hukum yang harus dijalankan dengan benar,” pungkasnya. [fiq/suf]

  • Pasangan Lesbian yang Aniaya Anak 7 Tahun Hingga Bakar Wajah Terancam 8 Tahun Penjara

    Pasangan Lesbian yang Aniaya Anak 7 Tahun Hingga Bakar Wajah Terancam 8 Tahun Penjara

    Surabaya (beritajatim.com) –  Pasangan lesbian Eni Fitriyah (40) dan Siti Nur (42) warga Sidoarjo, ditetapkan tersangka oleh penyidik dari Direktorat Tipid PPA dan PPO Bareskrim Polri usai terbukti melakukan penganiayaan dan penelantaran terhadap seorang anak berinisial MK (7). Kini, ia terancam hukuman penjara maksimal 8 tahun.

    Kedua tersangka diamankan polisi Minggu (7/9/2025) kemarin di sebuah kos wilayah Krian. Setelah diamankan, keduanya menjalani pemeriksaan intensif. Dari pemeriksaan kedua tersangka, diketahui bahwa korban kerap dianiaya dengan cara dipukul, dibanting, ditendang, hingga disiram bensin saat berada di kebun tebu untuk membakar wajah.

    Bukan hanya itu, korban MK juga dipukul menggunakan kayu hingga tangannya patah. Dibacok dengan golok. Hingga disiram air panas. Parahnya, setelah serangkaian kekejaman itu, korban malah sengaja dibuang di Jakarta. Beruntung, MK ditemukan saat meringkuk di dalam kardus yang berada di kawasan Pasar Kebayoran, Jakarta Selatan, 11 Juni 2025.

    Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Dr. Nurul Azizah mengatakan jika korban saat ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Wajah penuh luka bakar. Tangan kanan patah. Sampai korban kurus kering karena kelaparan atau Malnutrisi.

    “Kami memiliki bukti Visum Et Repertum korban, keterangan saksi, dan keterangan ahli untuk menjerat kedua tersangka dengan pasal 76B jo 77B dan Pasal 76C jo 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 354 KUHP tentang penganiayaan berat. Ancaman hukuman maksimal adalah 8 tahun penjara dan denda hingga Rp100 juta,” kata Nurul Azizah, Senin (15/9/2025).

    Nurul Azizah menceritakan, korban sempat ketakutan dan menolak bertemu dengan tersangka Siti Nur yang dipanggil Ayah Juna. Korban malah meminta agar Ayah Juna dikubur dan ditaburi bunga. Permintaan itu disampaikan oleh korban MK kepada petugas dengan suara lirih saat menjalani perawatan.

    “Korban sempat mengatakan kepada petugas kalau dia tidak mau bertemu Ayah Juna (Siti Nur) dan meminta agar (tersangka) dikubur saja. Mungkin korban memendam perasaan negatif juga akibat penyiksaan keji yang dilakukan tersangka,” jelas Nurul Azizah.

    Aksi penganiayaan keji terhadap korban memang dilakukan oleh Siti Nur yang mengaku sebagai ayah tiri korban. Hal itu terungkap dari kesaksian saudara kembar dan ibu kandung korban.

    “Ibu kandung korban berinisial EF juga kami tetapkan tersangka karena turut serta dalam kasus ini. Ibu korban mengetahui dan menyetujui agar korban dibuang ke Jakarta setelah menjalani berbagai penganiayaan keji SN,” pungkas Nurul.

    Diketahui, Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak menangkap pelaku penelantaran dan penganiayaan anak yang viral di media sosial beberapa waktu belakangan. Dalam peristiwa itu, anggota Polres Pelabuhan Tanjung Perak bersama dengan Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri menangkap dua pelaku yakni EF (40) dan SN (42).

    Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP M Prasetyo menjelaskan, korban MK (07) ditemukan di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta dalam kondisi yang mengenaskan pada Juni 2025 lalu. Setelah melewati masa pemulihan, polisi meminta keterangan kepada korban.

    “Korban memberikan keterangan kepada kami jika dia dibawa ke Jakarta dengan kereta api. Namun, dia tidak mengetahui secara pasti asal kota pemberangkatan,” kata Prasetyo, Minggu (14/9/2025).

    Korban lalu mengingat pernah bersekolah TK di Sidoarjo. Dari informasi itulah, polisi menelusuri data korban. Setelah serangkaian penyelidikan, polisi mengetahui bahwa MK berangkat dengan EF pada 10 Juni 2025 dari Surabaya.

    “Setelah informasi lengkap, kami lakukan penangkapan terhadap kedua orang yakni EF dan SN alias Ayah Juna di kos-kosan Krian, Sidoarjo,” imbuh Prasetyo. [ang/aje]

  • Jejak Kejam Pasangan Lesbian Aniaya dan Telantarkan Anak Berusia 7 Tahun di Jakarta

    Jejak Kejam Pasangan Lesbian Aniaya dan Telantarkan Anak Berusia 7 Tahun di Jakarta

    Surabaya (beritajatim.com)-Polisi menangkap pasangan lesbian Eni Fitriyah (40) dan Siti Nur (42) warga Sidoarjo, Minggu (7/9/2025) lantaran penganiayaan dan penelantaran anak dibawah umur. Setelah menjalani serangkaian penyelidikan, kedua perempuan itu sudah ditetapkan menjadi tersangka dan menjalani masa penahanan.

    Dari hasil penyelidikan polisi, korban yang masih berusia 7 tahun dianiaya dengan cara yang tidak manusiawi. Bocah kecil berinisial MK itu kerap ditendang, dipukul, dibanting sampai disiram bensin supaya wajah korban terbakar.

    “Selain itu, korban dipukul dengan kayu hingga tangannya patah. Dibacok menggunakan golok. Hingga disiram dengan air panas. Saat ini, kami masih selidiki lebih lanjut,” kata M Prasetyo, Senin (15/9/2025).

    Aksi penganiayaan keji kedua tersangka terbongkar usai warga menemukan seorang anak berinisial MK (7) di Pasar Kebayoran, Jakarta Selatan pada 11 Juni 2025. Saat ditemukan, tubuh MK penuh luka. Bahkan salah satu tulang tangannya patah. Penemuan MK lantas didokumentasikan dan viral di media sosial.

    Dari hasil penyelidikan polisi, MK ternyata berangkat bersama Eni Fitriyah (40) dari stasiun di Surabaya menuju Jakarta. Sesampainya di Jakarta, Eni Fitriyah menelantarkan anak kandungnya tersebut.

    “Setelah korban bisa dimintai keterangan, MK mengatakan jika ia naik kereta api. Namun, tidak tahu pasti dari mana kota asal. Beruntung, korban masih mengingat jika pernah bersekolah TK di Sidoarjo,” kata Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP M Prasetyo, Senin (15/9/2025).

    Dari informasi itulah, polisi mendatangi sekolah MK di Sidoarjo. Dari keterangan para guru diketahui identitas ibu kandung korban. Polisi juga berkoordinasi dengan pihak Kereta Api Indonesia (KAI) untuk mendapat bukti pemberangkatan korban.

    “Korban berangkat dari Surabaya bersama dengan EF ke Jakarta pada 10 Juni 2025. Kami dapatkan bukti pemberangkatan keduanya setelah berkoordinasi dengan KAI,” jelas Prasetyo.

    Polisi lantas menangkap Eni Fitriyah dan Siti Nur di sebuah kamar kos kawasan Krian. Kini selain melakukan penyelidikan terhadap kedua tersangka, polisi juga masih berfokus untuk pemulihan korban MK. Baik secara fisik dan psikologis. Korban saat ini dalam pengawasan ketat Dinas Sosial serta UPTD PPA.

    Diketahui sebelumnya, Setelah serangkaian penyelidikan, anggota Direktorat Tipid PPA dan PPO Bareskrim Polri bersama dengan Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak mengungkap bahwa pelaku penganiayaan MK (7) yang ditemukan di Pasar Kebayoran, Jakarta Selatan ternyata adalah pasangan lesbian.

    Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP M Prasetyo mengatakan, kedua pelaku yang kini sudah ditetapkan tersangka adalah Eni Fitriyah (40) dan Siti Nur (42). Keduanya merupakan pasangan lesbian yang selama ini tinggal indekos di Sidoarjo.

    “Korban merupakan anak dari EF. Selama ini tersangka SN mengenalkan diri kepada korban bernama Yusuf Arjuna atau kerap dipanggil Ayah Juna,” kata Prasetyo, Senin (15/9/2025).

    Selain korban, Eni memiliki satu anak lagi yang kembar dengan MK. Mereka selama ini tinggal berempat. Sebelum akhirnya korban MK ditelantarkan di Jakarta dengan kondisi yang mengenaskan. [ang/aje]

  • Pelaku Penganiayaan Anak Viral di Media Sosial Ternyata Pasangan Lesbian

    Pelaku Penganiayaan Anak Viral di Media Sosial Ternyata Pasangan Lesbian

    Surabaya (beritajatim.com)- Setelah serangkaian penyelidikan, anggota Direktorat Tipid PPA dan PPO Bareskrim Polri bersama dengan Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak mengungkap bahwa pelaku penganiayaan MK (7) yang ditemukan di Pasar Kebayoran, Jakarta Selatan ternyata adalah pasangan lesbian.

    Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP M Prasetyo mengatakan, kedua pelaku yang kini sudah ditetapkan tersangka adalah Eni Fitriyah (40) dan Siti Nur (42). Keduanya merupakan pasangan lesbian yang selama ini tinggal indekos di Sidoarjo.

    “Korban merupakan anak dari EF. Selama ini tersangka SN mengenalkan diri kepada korban bernama Yusuf Arjuna atau kerap dipanggil Ayah Juna,” kata Prasetyo, Senin (15/9/2025).

    Selain korban, Eni memiliki satu anak lagi yang kembar dengan MK. Mereka selama ini tinggal berempat. Sebelum akhirnya korban MK ditelantarkan di Jakarta dengan kondisi yang mengenaskan.

    “Hasil penyelidikan kami, korban ternyata naik kereta api dari Surabaya ke Jakarta bersama dengan tersangka Eni Fitriyah yang merupakan ibu kandung.

    “Korban sempat menjalani pemulihan setelah ditemukan pada Juni 2025 lalu. Karena saat ditemukan, kondisinya mengenaskan. Tubuhnya penuh luka karena dianiaya kedua tersangka,” jelas Prasetyo.

    Diketahui sebelumnya, Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak menangkap pelaku penelantaran dan penganiayaan anak yang viral di media sosial beberapa waktu belakangan. Dalam peristiwa itu, anggota Polres Pelabuhan Tanjung Perak bersama dengan Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri menangkap dua pelaku yakni EF (40) dan SN (42).

    Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP M Prasetyo menjelaskan, korban MK (07) ditemukan di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta dalam kondisi yang mengenaskan pada Juni 2025 lalu. Setelah melewati masa pemulihan, polisi meminta keterangan kepada korban.

    “Korban memberikan keterangan kepada kami jika dia dibawa ke Jakarta dengan kereta api. Namun, dia tidak mengetahui secara pasti asal kota pemberangkatan,” kata Prasetyo, Minggu (14/9/2025).

    Korban lalu mengingat pernah bersekolah TK di Sidoarjo. Dari informasi itulah, polisi menelusuri data korban. Setelah serangkaian penyelidikan, polisi mengetahui bahwa MK berangkat dengan EF pada 10 Juni 2025 dari Surabaya.

    “Setelah informasi lengkap, kami lakukan penangkapan terhadap kedua orang yakni EF dan SN alias Ayah Juna di kos-kosan Krian, Sidoarjo,” imbuh Prasetyo. [ang/aje]

  • Kemnaker Panggil 41 Perusahaan di Jabar Gara-gara Nunggak BPJS Ketenagakerjaan

    Kemnaker Panggil 41 Perusahaan di Jabar Gara-gara Nunggak BPJS Ketenagakerjaan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memanggil 41 perusahaan di Jawa Barat yang belum memenuhi kewajiban atau memiliki tunggakan dalam program BPJS Ketenagakerjaan.

    Pemanggilan ini merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan terhadap 95 perusahaan pada Maret 2025.

    Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kemnaker Rinaldi Umar mengatakan bahwa dari hasil pengawasan, ditemukan sejumlah pelanggaran seperti tidak mendaftarkan pekerja, melaporkan upah lebih rendah dari yang sebenarnya, hingga menunggak iuran.

    Dia menjelaskan, sebelumnya perusahaan-perusahaan tersebut sudah diberikan nota peringatan. Namun, sebagian masih belum patuh sehingga kembali dipanggil untuk dimintai komitmennya.

    Rinaldi menyebutkan meski ada beberapa perusahaan yang telah menindaklanjuti nota peringatan dengan membayar tunggakan sebesar Rp25 miliar, jumlah itu masih jauh dari kewajiban yang seharusnya dipenuhi.

    “Karena itu, kami mendorong agar perusahaan serius menjalankan kewajiban sesuai ketentuan,” ucapnya melalui keterangan resmi, Minggu (14/9/2025).

    Tim pengawas Kemnaker kemudian meminta klarifikasi kepada 41 perusahaan tersebut pada 25–29 Agustus 2025.

    Adapun beberapa perusahaan yang dipanggil itu antara lain PT TMI2, ET, IEAB, BCP, TJC, JYI (PWBD), SCW, YT, AYJ, NCO, PPA, MK, MRS, MMI, GPGM, KM, DCM, dan DRB.

    Lalu, BI, HPI, MCI, SMS, RSS, CPS, MIR, PS, TMM, BMM, HMI, PT, KYI, MKG, SPB, ITKM, YDK, AMA, EPPI, NAH, OKM, FBI, JIT, TGS, KHI, dan TCI.

    Rinaldi menambahkan, Kemnaker akan terus mengintensifkan pengawasan di daerah. Menurutnya, langkah ini bukan semata untuk menindak, tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran perusahaan bahwa kepatuhan terhadap jaminan sosial adalah bentuk tanggung jawab kepada pekerja.

    Sementara itu, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro mengapresiasi langkah Kemnaker. Menurutnya, penegakan kepatuhan tidak bisa dilakukan BPJS sendiri, melainkan harus berkolaborasi, salah satunya melalui Pengawasan Terpadu (Waspadu).

    Hingga Agustus 2025, program Waspadu telah dilakukan bersama Kemnaker terhadap 166 perusahaan di delapan provinsi, termasuk Jawa Barat.

    “Tujuannya sederhana, yakni memastikan hak pekerja benar-benar terlindungi,” ujarnya.

    Pramudya juga menegaskan, pengawasan tidak hanya berlaku bagi pekerja lokal, tetapi juga Tenaga Kerja Asing (TKA). 

    “Setiap pekerja berhak atas perlindungan sosial, tanpa terkecuali,” tutupnya.

  • Sufmi Dasco Membantah Keras Dugaan Keterlibatan dalam Pusaran Tambang Nikel di Sultra

    Sufmi Dasco Membantah Keras Dugaan Keterlibatan dalam Pusaran Tambang Nikel di Sultra

    GELORA.CO – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, membantah adanya dugaan keterlibatannya dalam pusaran tambang nikel di Sulawesi Tenggara (Sultra).

    “Memang nggak main, tambangnya di mana kita nggak tahu,” tegas Dasco, Minggu (14/9/2025).

    Sebelumnya, Koordinator Aliansi Suara Rakyat (ASR) Sultra, La Ode Hidayat, mengungkap adanya dugaan keterlibatan Dasco dalam aktivitas pertambangan PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS).

    Pernyataan tersebut disampaikan dalam audiensi bersama Ketua DPRD Sultra, sejumlah anggota DPRD Sultra, Wakil Gubernur Sultra, Kapolda Sultra, dan Danrem 143/HO usai aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Sultra pada Selasa (2/9/2025).

    “Laiknya ada anggota DPRD Gerindra, lima orang. Cobalah bersihkan dulu tambang ilegal di Kabaena. Harapan kami teman-teman Gerindra bisa bersikap, karena ujung-ujungnya nanti yang kena Presiden Prabowo. Kita sama-sama cinta dengan Prabowo,” kata La Ode.

    Ia menambahkan, informasi aktivitas tambang PT TMS justru mengemuka di tengah gejolak sosial yang sedang berlangsung di Sultra.

    “Beberapa hari ini ada aksi demonstrasi. Tiba-tiba ada kabar soal pengapalan nikel dari TMS. Saya bukan menuduh, tapi saya ingin mengungkapkan ini,” ujarnya.

    Lebih lanjut, La Ode menyebut ada dugaan nama Wakil Ketua DPR RI turut dikaitkan dengan aktivitas pertambangan tersebut.

    “Informasi ini bahkan hampir sama dengan data intelijen. Kuota PT TMS disebut mencapai 2,150.000 metrik ton pada 2025,” bebernya.

    ASR Sultra berencana mengawal persoalan ini hingga ke tingkat pusat dengan melayangkan surat kepada DPP Partai Gerindra. “Sampaikan kepada Sufmi Dasco, jangan main-main soal tambang ilegal di Sultra.

    Pulau Kabaena ini punya perlindungan hukum, sudah ada UU Nomor 1 Tahun 2014 yang melarang eksploitasi tambang di pulau kecil, diperkuat putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023,” tegas La Ode.

    Ia juga menyoroti putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 580/PK/PDT/2023 yang menyatakan PT TMS dan PT Bintang Delapan Tujuh Abadi terbukti menambang tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sejak 2019 di kawasan hutan lindung seluas 147 hektar.

    Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI turut menguatkan adanya aktivitas pertambangan di luar izin yang diberikan.

    “Dalam waktu dekat, kami akan membentuk pansus rakyat dan meninjau langsung lokasi tambang di Kabaena. Kami juga meminta dukungan keamanan dari Danrem dan Kapolda,” tutup La Ode.