Popularitas Vs Kapasitas, Mengapa Kualitas DPR Terus Dipertanyakan?
Dosen Komunikasi Politik FIKOM Universitas Pancasila dan Pengurus Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM) Korwil Jabodetabek.
YUSRIL
Ihza Mahendra baru-baru ini, melontarkan kritik tajam terhadap sistem pemilu saat ini. Menurut Yusril, sistem pemilu membuat politisi berbakat sulit muncul ke permukaan, sementara banyak kursi DPR justru diisi selebritas atau pesohor.
Kondisi ini dianggap sebagai salah satu penyebab menurunnya kualitas DPR yang terus dipertanyakan.
Saat ini tercatat ada 24 anggota DPR dan DPD periode tahun 2024-2029, yang berasal dari kalangan selebriti (Cnbcindonesia.com). Fenomena politik yang menegaskan betapa kuatnya pengaruh popularitas dalam proses rekrutmen politik.
Jumlah ini menjelaskan bahwa partai politik cenderung mengandalkan modal sosial berupa popularitas untuk mendulang suara, ketimbang menjalankan proses kaderisasi politik yang berbasiskan kapasitas dan kompetensi.
Fenomena politisi yang berasal dari kalangan artis memang bukan satu-satunya faktor, karena akar persoalannya terletak pada struktur pemilu dan input partai politik.
Dengan biaya kampanye yang sangat besar dengan sistem berbasis suara terbanyak (proporsional terbuka), partai politik cenderung mengusung kandidat dari kalangan artis yang memiliki modal popularitas untuk mendongkrak elektabilitas.
Akibatnya, kandidat dengan kapabilitas memadai, tetapi kurang dikenal publik menjadi sulit bersaing.
Persoalan ini juga diperparah oleh peran media sosial yang sering kali mengonstruksi citra dan sensasi dibandingkan dengan menawarkan substansi kontestasi.
Seorang calon yang mudah “viral” lebih diuntungkan daripada seorang calon yang hanya menawarkan program kerja dan solusi atas ragam masalah rakyat, tapi tidak dikenal baik oleh publik.
Akibatnya, kualitas DPR akhirnya menjadi lemah dalam fungsi legislasi dan pengawasan.
Menyalahkan politisi selebriti semata tidak akan menemukan keseluruhan jawaban. Akar masalahnya pada desain institusi politik.
Oleh karena itu, revisi Undang-undang Pemilu semestinya fokus untuk memperbaiki proses rekrutmen partai, transparansi anggaran dan mendorong literasi politik bagi pemilih.
Selama ini, proses rekrutmen partai tidak dijalankan secara berjenjang dan tidak berdasarkan kapabilitas kader, melainkan lebih menekankan popularitas dan ketokohan.
Partai politik bertumpu pada kandidat yang bisa menjadi pendulang suara (
vote getter
), yakni para selebriti dan tokoh besar. Padahal mereka belum tentu memiliki kapabilitas sebagai wakil rakyat.
Pernyataan Yusril berkorelasi saat putusan Mahkamah Konstitusi mengubah ketentuan penting dalam pemilu, yakni penghapusan ambang batas pencalonan presiden (
presidential Threshold
).
Putusan MK ini dalam praktiknya akan memperlebar pencalonan politik, yang bisa menjadi alasan bagi pemerintah untuk meninjau UU Pemilu serta UU partai politik.
Oleh karena itu, perlu dicatat bahwa perubahan aturan tanpa perencanaan institusional yang matang bisa memunculkan konsekuensi besar, yakni selesai dengan persoalan satu maka muncul persoalan baru.
Misalnya, kebijakan menaikan standar pendidikan minimum calon anggota legislatif barangkali akan efektif untuk menyeleksi figur selebriti.
Namun, di sisi lain akan mengecualikan individu yang memiliki kapasitas pada bidang tertentu atau malah mengurangi keragaman perwakilan politik.
Dalam sistem politik demokrasi kerapkali dibenturkan dengan dilema antara inklusivitas dan kualitas. Inklusivitas menegaskan transparansi agar publik bisa terlibat seluas-luasnya.
Namun, inklusivitas tanpa alat ukur yang jelas akan berdampak menurunkan kualitas wakil rakyat.
Sebaliknya, jika hanya memilih kualitas dengan seleksi yang ketat, demokrasi dianggap elitis dan kehilangan sifat partisipasi masyarakat. Hal itu bertentangan dengan jargon demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Oleh karena itu, tantangan utama dalam menemukan keseimbangan tersebut dengan menjaga keterbukaan demokrasi dan sekaligus memastikan kapabilitas dan integritas wakil rakyat.
Jika tujuan reformasi untuk memperbaiki kualitas wakil rakyat (DPR), ada beberapa faktor penting yang lebih tepat daripada sekadar membidik politisi selebriti.
Pertama, perkuat internal partai politik. Partai harus menjalankan mekanisme penjaringan yang menekankan pada kompetensi dan rekam jejak kader.
Mempertimbangkan popularitas dan elektabilitas tentu tidak sepenuhnya salah, tetapi harus berpijak pada kapasitas dan rekam jejak.
Dalam demokrasi elektoral, popularitas dan elektabilitas memang menjadi faktor penting dalam menentukan peluang kemenangan seorang kandidat dalam kontestasi pemilu.
Namun, partai politik tidak boleh semata-mata terpaku pada aspek tersebut, partai mempunyai tanggung jawab besar untuk menjalankan tahapan rekrutmen yang berdasarkan pada kompetensi, integritas serta kualitas kader internal.
Dengan demikian, partai politik semestinya tidak sekadar berorientasi pada kemenangan jangka pendek yang selama ini menjadi prioritas dalam setiap kontestasi demokrasi, tetapi juga harus memastikan hadirnya wakil rakyat yang benar-benar mampu menjawab setiap persoalan publik yang semakin rumit.
Kemudian, partai politik mempunyai tanggang jawab untuk menciptakan kaderisasi yang berkelanjutan, menanamkan nilai-nilai integritas kepada kader, serta mengutamakan kepentingan publik di atas matematika elektoral semata.
Dengan cara seperti itu, partai diharapkan tidak hanya menjadi mesin politik dalam pemilu langsung, tetapi juga menjadi lembaga politik yang berkomitmen dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat dan memperkokoh kualitas demokrasi.
Kedua, terkait dengan pendanaan dan batasan pengeluaran kampanye. Salah satu instrumen penting bagaimana pendanaan dan pengeluaran kampanye bisa menciptakan titik keseimbangan antara ketenaran dengan daya tarik personal dengan seorang calon yang menawarkan program substansial.
Dengan demikian, maka kontestasi tidak hanya dimenangkan bagi mereka yang mempunyai kekuatan finansial dan ketenaran, melainkan juga memberikan ruang bagi kandidat dengan berbasiskan kapasitas, visi dan misi yang jelas.
Kebijakan ini satu sisi juga mendorong partai politik untuk lebih memprioritaskan dalam menyeleksi kandidat serta mendorong untuk lebih fokus pada penyusunan program kerja yang sesuai dengan akar masalah di masyarakat.
Ketiga, literasi politik bagi publik. Literasi politik bagi publik menjadi faktor penting untuk memperkuat kualitas demokrasi.
Melalui pendidikan pemilih (
voter education
), pemilih tidak hanya terlibat untuk memahami tahapan pemilu, tetapi juga dibekali kemampuan membaca pesan politik secara kritis dan holistik.
Dengan demikian, mereka tidak akan terjebak pada pencitraan semu yang dikonstruksi melalui popularitas, kampanye berbiaya fantastis atau memanipulasi media.
Pemilih yang melek politik akan lebih rasional dan kritis dalam menentukan pilihannya, sehingga keputusan politik tidak hanya sekadar faktor emosional atau popularitas kandidat semata.
Selain itu, literasi politik juga mendorong publik untuk menilai kapasitas, rekam jejak, serta integritas calon secara obyektif.
Hal ini bisa menciptakan ekosistem politik yang produktif, karena partai politik akan terdorong untuk mencalonkan sosok yang berkualitas dan mempunyai visi jangka panjang yang berkelanjutan.
Dengan meningkatnya kesadaran kritis pemilih, diharapkan arah demokrasi bergerak menuju representasi dan tidak terjebak lagi dalam politik pencitraan.
Sejalan dengan pernyataan Yusril yang menilai sistem pemilu sekarang ini membuat kualitas DPR menurun karena banyaknya kursi diisi oleh selebriti atau pesohor, literasi politik menjadi relevan untuk memperkokoh posisi pemilih agar lebih kritis terhadap manipulasi dan pencitraan.
Jika publik mampu menilai kapabilitas dan integritas calon secara obyektif, maka insentif partai politik untuk mengusung figur popular akan semakin berkurang.
Dengan demikian, perubahan sistem pemilu yang diusulkan Yusril bisa berjalan seiring dengan peningkatan kualitas kesadaran politik warga.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: MK
-
/data/photo/2025/02/06/67a45a2ba11d0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Popularitas Vs Kapasitas, Mengapa Kualitas DPR Terus Dipertanyakan? Nasional 17 September 2025
-
/data/photo/2025/07/18/687976884c5ad.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Wamen Ditunjuk Jadi Komisaris Telkom, Ada Angga Raka, Ossy, dan Silmy Nasional 16 September 2025
3 Wamen Ditunjuk Jadi Komisaris Telkom, Ada Angga Raka, Ossy, dan Silmy
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Tiga wakil menteri di Kabinet Merah Putih pimpinan Presiden Prabowo Subianto ditunjuk menjadi Dewan Komisaris PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk.
Pertama ada Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Angga Raka Prabowo yang ditunjuk sebagai Komisaris Utama (Komut) Telkom.
Selain Angga Raka Prabowo, nama Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Silmy Karim dan Wamen ATR/Wakil Ketua BPN Ossy Dermawan ditunjuk menjadi Komisaris Telkom.
Hal tersebut diputuskan saat Telkom menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Jakarta, Selasa (16/9/2025).
“Sebagai hasil keputusan rapat, pemegang saham menyetujui perubahan susunan pengurus perseroan yang diharapkan memperkuat arah strategis Telkom Group dalam mengakselerasi transformasi digital,” ujar SVP Group Sustainability & Corporate Communication TLKM Ahmad Reza dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/9/2025).
Adapun susunan Dewan Komisaris dan Jajaran Direksi hasil RUPSLB Telkom 2025 adalah sebagai berikut:
Dewan Komisaris
Dewan Direksi
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melarang rangkap jabatan untuk para wakil menteri melalui putusan nomor 128/PUU-XXIII/2025.
Hakim MK Enny Nurbaningsih menyebutkan, dalil pemohon yang meminta agar para wakil menteri fokus mengurus kementerian dinilai sejalan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Atas hal tersebut, MK menilai perlu agar para wakil menteri dilarang merangkap jabatan agar fokus mengurus kementerian.
“Dalam batas penalaran yang wajar, peraturan perundang-undangan dimaksud salah satunya adalah UU 39/2008. Oleh karena itu, penting bagi Mahkamah menegaskan dalam amar Putusan a quo mengenai larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri termasuk sebagai komisaris, sebagaimana halnya menteri agar fokus pada penanganan urusan kementerian,” kata Enny dalam sidang, Kamis (28/8/2025).
Selain itu, Mahkamah berpendapat, wakil menteri juga memerlukan konsentrasi waktu untuk menjalankan jabatannya sebagai komisaris.
Atas dasar hal tersebut, MK memutuskan untuk mengabulkan permohonan pemohon dan melarang wamen rangkap jabatan.
“Mengabulkan permohonan pemohon satu untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Polres Barito Utara pastikan pengamanan maksimal jelang putusan MK
Muara Teweh (ANTARA) – Kepolisian Resort Barito Utara, Kalimantan Tengah pastikan kesiapan penuh dalam menghadapi potensi gangguan keamanan menjelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Barito Utara pada Rabu (17/9).
“Kami siap menjaga keamanan kampung halaman kita. Apapun kondisi di lapangan, hujan, badai, bahkan potensi gangguan keamanan, kami sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi sesuai aturan kepolisian,” kata Kapolres Barito Utara Singgih Febiyanto di Muara Teweh, Selasa.
Menurut dia, seluruh personel telah melaksanakan latihan tactical floor game (TFG) dan simulasi sistem pengamanan kota (sispamkota) termasuk penanganan potensi kerusuhan, ancaman bom, hingga tindakan tegas terukur apabila diperlukan.
Tim khusus juga disiagakan untuk memastikan keamanan masyarakat di seluruh wilayah Barito Utara.
Mohon dukungan semua pihak, katanya, baik pemerintah daerah, DPRD, maupun masyarakat agar tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab menjelang putusan MK.
“Tugas kami selain menegakkan hukum adalah menjaga keamanan dan ketertiban agar situasi tetap kondusif,” kata dia.
Kapolres berharap pelaksanaan putusan MK dapat berlangsung aman, lancar, dan damai. Ia juga menegaskan bahwa koordinasi terus dilakukan bersama seluruh unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Barito Utara untuk memastikan situasi terkendali hingga tahap akhir.
Sekretaris Daerah Barito Utara Muhlis mengatakan pemerintah daerah mengapresiasi kegiatan ini dan seluruh unsur pengamanan dapat memahami alur tugas, peran, dan tanggung jawab masing-masing dalam menghadapi berbagai situasi tidak terduga atau darurat.
“Persiapan yang matang, koordinasi yang baik, dan latihan yang berkesinambungan, setiap tantangan dapat kita hadapi dengan optimal,” katanya.
Dia mengharapkan bersama masyarakat dapat merasakan langsung kehadiran negara melalui jaminan keamanan sehingga aktivitas sosial, ekonomi, maupun politik dapat berlangsung dengan tertib, aman, dan damai.
Atas nama masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Barito Utara, Muhlis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah mendukung dan melaksanakan kegiatan ini sehingga terlaksana dengan baik dan lancar.
“Kita harapkan momentum kegiatan ini dapat memperkokoh koordinasi dan soliditas seluruh pihak demi keamanan dan ketertiban wilayah Barito Utara,” ujar Muhlis.
PSU Pilkada Barito Utara yang berlangsung pada Rabu (6/8) di sembilan kecamatan sebagaimana tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 313/PHPU.BUP-XXII/2025 diikuti dua pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara yakni calon nomor urut 1 Shalahuddin dan Felix S Tingan serta calon nomor urut 2 Jimmy Carter dan Inriaty Karawaheni.
Namun hasil PSU yang dimenangkan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara nomor urut 1 Shalahuddin dan Felix S Tingan itu kembali digugat pasangan Jimmy Carter dan Inriaty Karawaheni dan rencananya diputuskan MK pada Rabu (17/9).
Pewarta: Kasriadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2285814/original/023075600_1532022456-IMG_20180719_224813.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Fakta Terkait Kasus Penelantaran dan Penyiksaan Anak di Kebayoran Lama – Page 3
EF alias YA kerap melayangkan pukulan, tendangan, bahkan tega menyiram bensin lalu membakar wajah si bocah di sawah.
EF juga pernah memukul dengan kayu hingga tulang MK patah. Tak juga puas, EF pernah membacok pakai golok, dan menyiramkan air panas ke tubuh mungil korban.
Yang lebih memilukan, sang ibu kandung, SNK (42), disebut mengetahui semua penyiksaan itu. Bahkan ia mengiyakan saat anaknya ditinggalkan begitu saja di Jakarta. Dalam kesaksiannya, AMK sempat berucap tak ingin lagi berjumpa dengan pria yang dipanggil ayah tirinya itu.
Keterangan korban diperkuat oleh saudara kembarnya, SF, yang menjadi saksi kunci. Dari hasil pemeriksaan, EF alias YA pun akhirnya mengakui perbuatannya. Begitupun sang ibu yang tak bisa mengelak.
“Kesaksian MK diperkuat oleh saudara kembarnya, SF, yang menjadi saksi kunci. Selain itu, tersangka EF alias YA telah mengakui perbuatannya, sementara SNK juga mengakui perannya dalam penelantaran korban,” kata Direktur Tindak Pidana PPA & PPO Bareskrim, Brigjen Pol Nurul Azizah, dalam keterangan tertulis, Kamis 11 September 2025.
Nurul mengatakan, kini kedua pelaku telah menyandang status sebagai tersangka. Penetapan tersangka didukung keterangan saksi, visum et repertum, keterangan ahli, serta barang bukti.
“Kami sangat prihatin atas penderitaan yang dialami korban. Ini adalah bentuk kekerasan yang sangat keji dan tidak berperikemanusiaan. Polri akan memproses kasus ini secara tegas tanpa kompromi terhadap para pelaku,” ujar dia.
Atas tindakannya, keduanya tersangka dijerat Pasal 76B jo 77B dan Pasal 76C jo 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 354 KUHP tentang penganiayaan berat.
“Ancaman hukuman maksimal adalah 8 tahun penjara dan denda hingga Rp100 juta,” tandas dia.
-

Banggar DPR Tolak Tambahan Anggaran OIKN Rp14,92 Triliun, Bagaimana Nasib Proyek IKN 2026?
JAKARTA – Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menolak usulan tambahan anggaran seluruh kementerian yang menjadi mitra kerja Komisi II DPR RI. Termasuk, menolak usulan tambahan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) sebesar Rp14,92 triliun untuk 2026.
Hal itu dipastikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar Zulfikar Arse Sadikin usai menerima langsung Surat Putusan Banggar tertanggal 11 September 2025.
“Ini kami dapat surat dari Banggar per tanggal 11 September 2025 terkait penyampaian hasil pembahasan RUU APBN Tahun Anggaran 2026, delapan mitra kerja kami berdasarkan surat yang ditandatangani oleh Ketua Banggar ini tidak mendapatkan tambahan apapun dari usulan tambahan yang diajukan,” ujar Zulfikar dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama seluruh mitra di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15 September.
Lantas, bagaimana kelanjutan proyek IKN pada tahun depan?
Ditemui awak media usai menghadiri Raker bersama Komisi II DPR RI, Kepala OIKN Basuki Hadimuljono menyampaikan, apabila usulan tambahan OIKN tidak disetujui, dikhawatirkan hal itu akan berdampak pada melambatnya progres konstruksi calon ibu kota baru RI.
Untuk itu, Basuki berharap, agar Komisi II DPR RI dapat mencatat usulan tersebut guna memastikan pembangunan IKN tetap terlaksana.
“Ya pastinya akan memengaruhi (kalau tak disetujui), progresnya bisa mundur lagi,” ucapnya.
Sebelumnya, berdasarkan Surat Bersama Pagu Indikatif (SBPI) Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor S-356/MK.02/2025 dan Nomor B-383/D.9/PP.04.03/05/2025 yang dikeluarkan tanggal 15 Mei 2025, pagu indikatif OIKN ditetapkan sebesar Rp5,05 triliun.
Meski begitu, pagu indikatif tersebut dinilai masih jauh untuk mencukupi pembangunan pada 2026. Pasalnya, OIKN membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp16,13 triliun untuk melanjutkan proyek baru di IKN.
Basuki menegaskan, pihaknya telah menyampaikan usulan tambahan anggaran tersebut kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 4 Juli 2025 melalui Surat Kepala OIKN Nomor B.132/Kepala/Otorita IKN/VII/2025.
“Kami membutuhkan anggaran dari Rp5,05 triliun, ditambah Rp16,13 triliun,” terangnya.
Akan tetapi, usai melakukan sejumlah rapat, Komisi II DPR RI menyetujui usulan tambahan anggaran OIKN TA 2026 sebesar Rp14,92 triliun untuk dibahas lebih lanjut ke Banggar DPR RI.
Namun demikian, per hari ini, usulan tambahan anggaran tersebut ditolak oleh Banggar DPR RI dan OIKN tetap mendapatkan pagu anggaran definitif sebesar Rp6,26 triliun pada 2026.
-
/data/photo/2025/01/13/6784ea212e2e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Anggota DPR Sebut Polisi Duduki Jabatan Sipil untuk Dukung Transformasi ASN agar Kompeten Nasional 15 September 2025
Anggota DPR Sebut Polisi Duduki Jabatan Sipil untuk Dukung Transformasi ASN agar Kompeten
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Salah satu alasan polisi boleh menduduki jabatan sipil dikaitkan dengan transformasi aparatur sipil negara (ASN) agar lebih akuntabel dan kompeten.
Hal ini disampaikan perwakilan DPR I Wayan Sudirta dalam sidang uji materi terkait polisi merangkap jabatan sipil, yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), pada Senin (15/9/2025).
Dalam sidang, Sudirta mengatakan, jika dikaitkan dengan arah pengaturan ASN pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, semangat polisi masuk jabatan sipil adalah untuk mendukung transformasi ASN yang akuntabel dan kompeten.
“Apabila dikaitkan dengan politik hukum arah pengaturan Undang-Undang Nomor 20/2023 yang menjadi payung hukum ASN saat ini, maka semangat yang ingin diwujudkan adalah pelaksanaan transformasi ASN dengan hasil kerja tinggi dan perilaku yang berorientasi pelayanan akuntabel, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif,” kata Sudirta, dalam sidang, Senin.
“Untuk mendukung upaya transformasi ASN, pengaturan pengisian jabatan ASN oleh anggota Polri juga sejalan dengan pengimplementasian asas resiprokal (timbal balik),” sambung dia.
Sudirta mengatakan, asas resiprokal sendiri merupakan prinsip timbal balik atas legalitas pengisian jabatan oleh anggota Polri atau TNI di lingkup jabatan ASN.
Materi terkait resiprokal ini, kata Sudirta, diatur dalam ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
“Bahwa ketentuan pasal tersebut dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan dan kesinambungan dalam pengisian jabatan sesuai dengan tujuan transformasi ASN,” ucap dia.
Dalil resiprokal ini pernah diungkapkan oleh Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, pada sidang sebelumnya, Senin (8/9/2025).
Eddy mengatakan, permintaan resiprokal ini adalah keinginan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) saat masih menjabat.
“Saya ingat persis, Yang Mulia, ketika poin ini dibahas dalam ratas di Istana, waktu itu Presiden (ke-7 RI) Joko Widodo meminta untuk ada resiprokal (timbal balik),” tutur dia.
Atas dasar itu juga, kata Eddy, ketentuan Pasal 20 Undang-Undang ASN yang baru memungkinkan aparatur sipil negara menduduki jabatan di kepolisian.
“Nah, itu mengapa sampai ada prinsip resiprokal dalam undang-undang yang terbaru, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023, dan itu ditulis secara ekspresif verbis dalam Pasal 20,” imbuh dia.
Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh Syamsul Jahidin yang menggugat Pasal 28 Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Alasan mereka menggugat adalah karena saat ini banyak anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, dan Kepala BNPT.
Para anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun.
Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik, serta merugikan hak konstitusional pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
Pemohon juga menilai, norma pasal tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

DPR Sepakati Anggaran Kemendag Rp1,4 Triliun untuk 2026
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi VI DPR menyetujui pagu anggaran Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebesar Rp1,4 triliun untuk tahun anggaran 2026. Anggaran tersebut digunakan untuk mengoptimalkan perdagangan dalam dan luar negeri.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Nurdin Halid mengatakan pagu anggaran Kemendag terdiri dari tiga program, yakni program perdagangan dalam negeri, program perdagangan luar negeri, dan program dukungan manajemen.
“Komisi VI DPR RI menyetujui Pagu Anggaran Kementerian Perdagangan RI Tahun Anggaran 2026 berdasarkan Surat Bersama Pagu Anggaran T.A 2026 nomor S-505/MK.03/2025 dan B-621/D.9/PP.04.03/07/2025 tanggal 24 Juli 2025 perihal Pagu Anggaran Belanja K/L dan DAK Khusus TA 2026, sebesar Rp1.400.364.230.000,” kata Nurdin dalam Rapat Kerja Komisi VI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/9/2025).
Perinciannya, program perdagangan dalam negeri sebesar Rp34,45 miliar, program perdagangan luar negeri sebesar Rp88,89 miliar, dan program dukungan manajemen sebesar Rp1,27 triliun.
Nurdin menuturkan bahwa pagu Kemendag untuk tahun anggaran 2026 tidak mengalami perubahan, sehingga tidak diperlukan pembahasan lebih lanjut.
“Di mana keputusan tersebut Kementerian Perdagangan itu tidak ada penyesuaian anggarannya tetap Rp1,4 triliun, tidak ada penyesuaian maka tidak perlu adanya pembahasan,” tuturnya.
Meski tidak ada penyesuaian, Komisi VI mengusulkan agar Kemendag mendapatkan penambahan anggaran untuk Kemendag.
“Tidak ada penyesuaian, namun kami berupaya untuk mengusulkan agar supaya ada penambahan untuk Kementerian Perdagangan,” ujarnya.
Nurdin menyampaikan, Komisi VI DPR mengusulkan akan adanya penambahan anggaran Kemendag untuk memperkuat program strategis nasional di sektor perdagangan, termasuk revitalisasi pasar rakyat. Serta, mendorong peningkatan daya saing produk dalam negeri di pasar nasional dan global.
-

Praperadilan Notaris Nafiaturrohmah: Kejari Ngawi Mangkir, Sidang Ditunda
Ngawi (beritajatim.com) – Sidang praperadilan terkait penetapan tersangka Notaris Nafiaturrohmah, S.H., M.Kn. kembali menjadi sorotan. Kuasa hukum pemohon, D. Heru Nugroho, S.H., M.H., CPL., CPCLE, menyatakan keprihatinannya setelah pihak termohon, Kejaksaan Negeri Ngawi, tidak hadir dalam sidang awal dengan alasan sedang menjalankan tugas.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Ngawi kemudian menyatakan bahwa sidang ditunda. Sidang kemudian akan dilakukan pada Selasa (16/9/2025).
“Kami prihatin ya. Kalau tadi majelis menyampaikan bahwa ternyata termohon ini tidak bisa hadir karena sedang ada tugas. Ini kan ironis sekali. Beliau termohon ini sebagai penegak hukum, harusnya beliau paham untuk taat hukum,” kata Heru Nugroho, Senin (15/9/2025).
Heru menilai ketidakhadiran pihak Kejaksaan menunjukkan tidak adanya itikad baik untuk menghormati proses hukum.
“Jangan kemudian kemarin melakukan proses-proses hukum terhadap klien kami dengan cara melanggar hukum, dengan tidak memenuhi hukum acara yang ada. Dan hari ini menunjukkan benar-benar termohon ini tidak ada etikat baik untuk hadir. Ini menyangkut nasib seseorang, ini hak asasi manusia,” ujarnya.
Dalam keterangannya, Heru menegaskan penetapan tersangka dan penahanan terhadap kliennya cacat hukum. Ia menyoroti tidak adanya izin pemeriksaan dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN), sebagaimana diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris.
“Pemeriksaan hari ini kami menolak. Kami menolak tidak tanda tangan dan tidak memberi keterangan bersama klien kami. Karena sampai detik ini MKN belum pernah mengeluarkan izin untuk klien kami,” jelasnya.
Selain itu, ia mengungkap adanya kejanggalan berupa dua Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan dua surat perintah penyidikan (Sprindik). “Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 130 jelas mengatur SPDP wajib diberikan kepada tersangka maksimal tujuh hari. Sampai sekarang klien kami tidak pernah menerimanya,” tambah Heru.
Heru juga mempertanyakan dasar tuduhan gratifikasi yang ditujukan kepada kliennya. Menurutnya, hingga kini Kejaksaan belum mengungkap siapa pemberi, siapa penerima, maupun jumlah nominal gratifikasi yang disebut merugikan negara hingga Rp400 juta.
“Kalau bicara gratifikasi, pasti ada pemberi dan penerima. Pertanyaan saya, siapa yang memberi, siapa yang menerima, berapa nominalnya, dan mengakibatkan apa? Sampai sekarang tidak ada jawabannya. Kenapa justru klien kami yang dikriminalisasi?” tegasnya.
Heru mengingatkan, kliennya sebagai notaris hanyalah pejabat umum yang berperan memfasilitasi pembuatan akta dalam transaksi jual beli tanah. “Klien kami hanya menjalankan kewajiban, membuat akta sesuai permintaan para pihak. Tugas kejaksaan seharusnya mengungkap perkara ini dengan sebenar-benarnya, jangan ada yang ditutup-tutupi,” ucapnya.
Menutup pernyataannya, Heru meminta pihak Kejaksaan Negeri Ngawi untuk hadir dalam persidangan berikutnya. “Kami minta termohon besok hadir. Karena ini persoalan serius, menyangkut hak asasi manusia, dan proses hukum yang harus dijalankan dengan benar,” pungkasnya. [fiq/suf]

