Kementrian Lembaga: MK

  • Satu Terduga Pelaku Perusakan Mapolda Yogyakarta Ditangkap di Rumahnya, Ini Sosoknya

    Satu Terduga Pelaku Perusakan Mapolda Yogyakarta Ditangkap di Rumahnya, Ini Sosoknya

    Selain Perdana, seorang aktivis yang selama ini beraktivitas di Yogyakarta, Muhammad Fakhrurrozi atau Paul, juga ditangkap paksa di kediamannya pada Sabtu sore (27/9/2025) dan langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim).

    Penangkapan yang dilanjutkan dengan pemeriksaan maraton selama lebih dari 14 jam ini dinilai sarat akan pelanggaran prosedur hukum.

    Terhadap dua penangkapan ini, Marsinah menyatakan proses hukum yang dilakukan Polisi ini tidak sesuai dengan KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi. Menurut aturan yang berlaku, penetapan tersangka harus didasarkan pada minimal dua alat bukti dan didahului pemeriksaan calon tersangka.

    “Selain itu, penangkapan seharusnya menjadi langkah terakhir setelah seseorang mangkir dari dua kali pemanggilan yang sah tanpa alasan jelas,” tegasnya.

    .

  • Dasco Tegur Pimpinan Komisi IX DPR, Ada Apa?

    Dasco Tegur Pimpinan Komisi IX DPR, Ada Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Ketenagakerjaan kembali menjadi sorotan setelah Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan teguran terbuka kepada Komisi IX DPR RI. Pasalnya, hingga kini belum ada kejelasan terkait pembahasan lanjutan terhadap regulasi penting tersebut, meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah menjatuhkan putusan sejak Oktober 2024.

    “Saya minta Komisi IX saat ini menjelaskan pembahasan UU ini karena teman-teman buruh mengatakan belum dengar ada angin atau hujan terkait pembahasan,” tegas Dasco dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

    Pernyataan Dasco langsung menyorot perhatian publik, termasuk kalangan serikat buruh yang selama ini menagih komitmen DPR terhadap revisi UU Ketenagakerjaan pasca putusan MK yang membatalkan beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja.

    Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Putih Sari, menjelaskan bahwa pembahasan masih dalam tahap penjaringan aspirasi dan belum masuk ke tahapan formalisasi draf.

    “Saat ini tahap mendengarkan masukan tadi, jadi masih hearing, kita dengar dari 22 konfederasi dan pihak lain, kami agendakan juga masukan dari daerah, yang penting kita dengarkan,” ujar Putih.

    Ia juga menambahkan bahwa proses penyusunan telah berjalan meski belum sepenuhnya rampung.

    “UU ketenagakerjaan udah berproses dan berjalan tapi masih menerima masukan, sebenarnya kemarin sudah dengarkan juga jadi catatan Panja RUU Ketenagakerjaan,” jelasnya.

    Di sisi lain, kalangan buruh menyampaikan kritik tajam kepada DPR yang dinilai lamban dan tidak transparan dalam menindaklanjuti putusan MK. Jubir Partai Buruh, Said Salahudin, mempertanyakan komitmen legislatif dalam mempercepat pembahasan yang menyangkut jutaan nasib pekerja.

    “Kami punya tanggungjawab moril untuk menindaklanjuti putusan MK, sayangnya 11 bulan udah berjalan sejak MK menjatuhkan putusan di Oktober 2024, rupanya kami belum mendengar kejelasan dari DPR RI sebagai pemegang kekuasaan untuk UU, apakah sudah ada draf resmi atau naskah akademik?” ujar Said.

    Lebih lanjut, Said mengaku pihaknya mengambil langkah inisiatif dengan menyusun masukan sendiri untuk disampaikan ke DPR karena merasa tidak ada kejelasan dari parlemen.

    “Di luar kami terima, tapi tidak jelas, belum bisa dikonfirmasi, karenanya kami inisiatif untuk menuangkan dulu secara garis besar masukan dari KSP PB (Presidium Koalisi Serikat Pekerja-Partai Buruh),” katanya.

    (fys/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pimpinan DPR terima audiensi serikat pekerja soal RUU Ketenagakerjaan

    Pimpinan DPR terima audiensi serikat pekerja soal RUU Ketenagakerjaan

    Jakarta (ANTARA) – Pimpinan DPR RI menerima audiensi dari Presidium Koalisi Serikat Pekerja-Partai Buruh (KSP-PB) guna mendengar masukan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengapresiasi inisiatif dan partisipasi aktif dari KSP-PB dalam menyuarakan aspirasi pekerja Indonesia. Dia pun berkomitmen bahwa DPR RI akan terbuka dalam menerima masukan.

    “DPR RI terbuka terhadap masukan konstruktif demi terciptanya undang-undang yang melindungi hak-hak pekerja,” kata Dasco di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Menurut dia, DPR RI berupaya merumuskan regulasi ketenagakerjaan yang berkeadilan.

    Selain melindungi hak-hak pekerja, menurut dia, RUU itu juga disusun untuk mendukung iklim investasi yang kondusif bagi kemajuan bangsa.

    “Dan komitmen kami juga adalah mendengarkan bersama-sama, mencari solusi yang terbaik bagi rakyat,” katanya.

    Dalam rapat audiensi itu, hadir juga Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Mukhtaruddin.

    Sementara itu, petinggi Partai Buruh Said Salahudin menjelaskan bahwa Partai Buruh bersama sejumlah serikat pekerja merasa punya tanggung jawab moril untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2024 soal UU Ketenagakerjaan harus dipisah dari UU Cipta Kerja.

    Dia pun menyayangkan bahwa sudah 11 bulan lamanya belum kunjung mendapat kejelasan dari DPR RI soal RUU Ketenagakerjaan.

    Untuk itu, pihaknya pun mengambil inisiatif untuk menyusun masukan secara garis besar dari koalisi serikat pekerja yang dibuat menjadi satu naskah.

    Menurut dia, naskah itu berisi prinsip-prinsip pembentukan UU Ketenagakerjaan hingga pokok-pokok pikiran yang penting untuk diatur dalam UU.

    “MK itu meminta untuk membentuk undang-undang baru, bukan undang-undang revisi,” kata Said.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Demo 30 September di Depan DPR, Warga Diminta Waspada Gangguan Lalu Lintas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        29 September 2025

    Demo 30 September di Depan DPR, Warga Diminta Waspada Gangguan Lalu Lintas Megapolitan 29 September 2025

    Demo 30 September di Depan DPR, Warga Diminta Waspada Gangguan Lalu Lintas
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengguna jalan di Jakarta diminta untuk waspada dan menghindari area depan Gedung DPR/MPR RI pada Selasa (30/9/2025), menyusul rencana aksi penyampaian pendapat oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
    Dikutip dari akun Instagram resmi
    @tmcpoldametro
    , aksi ini diperkirakan berlangsung mulai pukul 08.00 WIB hingga selesai.
    Masyarakat diminta mematuhi arahan petugas di lapangan demi kelancaran dan ketertiban bersama.
    “Pantau terus IG Story kami untuk melihat update terkini seputar kondisi lalu lintas di lapangan,” tulis TMCPoldaMetro.
    Pengguna jalan juga dianjurkan untuk memilih jalur alternatif dan mengikuti petunjuk petugas agar terhindar dari kemacetan.
    Aksi demo KSPI ini berpotensi menimbulkan penyempitan arus lalu lintas di sekitar kawasan Senayan, khususnya bagi pengendara yang melintas di Jalan Gatot Subroto dan sekitarnya.
    Aksi damai KSPI pada 30 September digelar untuk menuntut kenaikan upah minimum 2026 sebesar maksimal 10,5 persen.
    Presiden KSPI, Said Iqbal, menyebut tuntutan tersebut mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2023 terkait uji materi beberapa pasal Undang-Undang Cipta Kerja.
    “Yang pertama KSPI dan Buruh Indonesia meminta agar pemerintah menaikkan upah minimum tahun 2026 sebesar 8,5 persen sampai 10,5 persen. Memakai dasar keputusan MK Nomor 168, yang sudah dimenangkan gugatannya oleh Pantai Buruh, KSPI, KSPSI Andi Gani, dan FSPMI. Kita menang di Mahkamah Konstitusi,” ujar Iqbal dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Rabu (24/9/2025).
    Iqbal menjelaskan formula kenaikan upah berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
    “Inflasi dalam hitungan kami sekitar 3,26 persen, pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, indeks tertentu kami pakai 1,0. Maka ketemu angka 8,46 persen atau dibulatkan 8,5 persen,” katanya.
    Selain tuntutan upah, KSPI juga akan menyuarakan pencabutan aturan pekerja alih daya (outsourcing) yang tertuang dalam PP Nomor 35 Tahun 2021.
    KSPI mendorong lahirnya undang-undang baru tentang ketenagakerjaan, bukan revisi dari aturan yang ada.
    “Menurut (putusan) MK yang kita menangkan tersebut, paling lama dua tahun semenjak keputusan itu, sudah ada UU Ketenagakerjaan yang baru, yang bukan omnibus law, without omnibus law,” lanjut Iqbal.
    Iqbal menilai panitia kerja (panja) revisi UU Ketenagakerjaan di DPR belum bekerja maksimal.
    Panja baru memanggil perwakilan serikat buruh untuk memberi masukan pada Selasa (23/9/2025), namun KSPI memilih tidak hadir.
    “Kami menolak hadir, karena itu banyak bener serikat buruh, apa yang mau didengar? Artinya, yang mau memberikan konsep, yang mempersiapkan gagasan, yang bisa diundang atau meminta diundang ke DPR,” kata Iqbal.
    KSPI akan mengajukan audiensi tersendiri ke DPR bertepatan dengan aksi 30 September.
    “Bisa diskusinya lebih tajam. Nah, kami akan lakukan itu dalam RUU Ketenaga Kerjaan, tanggal 30 September. Surat sudah disampaikan,” ujarnya.
    Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi pada 22 September 2025, dan serupa juga akan digelar serentak di berbagai daerah di Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MK Kembali Tolak Gugatan Syarat Pendidikan Capres-cawapres Minimal S1
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 September 2025

    MK Kembali Tolak Gugatan Syarat Pendidikan Capres-cawapres Minimal S1 Nasional 29 September 2025

    MK Kembali Tolak Gugatan Syarat Pendidikan Capres-cawapres Minimal S1
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) minimal berpendidikan sarjana atau S-1 dengan nomor perkara 154/PUU-XXIII/2025.
    “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
    Dalam pertimbangan hukum Mahkamah yang dibacakan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, Mahkamah menilai syarat capres-cawapres minimal S-1 dikategorikan sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang yang tetap dinilai konstitusional.
    Hal ini dapat berlaku sepanjang tidak melanggar moralitas; tidak melanggar rasionalitas; bukan ketidakadilan yang intolerable; dan tidak melampaui kewenangan pembentuk undang-undang.
    “Menurut Mahkamah, persyaratan yang demikian dapat diatur, sepanjang tidak mengandung unsur diskriminatif,” kata Ridwan.
    Demikian juga norma persyaratan calon anggota DPD dan DPR, serta calon kepala daerah.
    Ridwan mengatakan UUD 1945 tidak mengatur syarat calon secara detail.
    Pendelegasian yang terdapat dalam Pasal 22E ayat (6) UUD NRI Tahun 1945 hanya menyatakan, “Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang”.
    Oleh karenanya, persyaratan tersebut menjadi kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang.
    Untuk diketahui, gugatan ini merupakan kali kedua diajukan oleh Hanter Oriko Siregar dan dua kali pula ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.
    Sebelumnya, ia menggugat syarat capres-cawapres minimal berpendidikan S-1 yang juga ditolak MK dengan putusan nomor 87/PUU-XXIII/2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MK Tolak Permohonan Uji Materi Penghapusan Kolom Agama di KTP dan KK – Page 3

    MK Tolak Permohonan Uji Materi Penghapusan Kolom Agama di KTP dan KK – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan uji materi soal penghapusan kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) tidak dapat diterima, karena permohonan tersebut tidak jelas atau kabur.

    Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan Perkara Nomor 155/PUU-XXIII/2025 di Jakarta, Senin, mengatakan poin-poin petitum yang diajukan pemohon, Taufik Umar, tidak lazim dan tidak pula memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat.

    “Pemohon pada petitum angka 4 dan angka 5 membuat rumusan petitum yang tidak lazim, tidak konsisten, dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat karena tidak terdapat uraian maupun argumentasi hukum yang mendukung dalam rangkaian uraian dalam posita (landasan permohonan),” ucap Suhartoyo.

    Selain itu, petitum tidak jelas karena pemohon tidak menjelaskan peraturan perundang-undangan mana yang perlu dilakukan perubahan oleh pembentuk undang-undang.

    Menurut MK, tidak semua peraturan perundangan-undangan menjadi kewenangan DPR dan pemerintah.

    Oleh karena itu, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan tersebut, lantaran permohonan pemohon tidak jelas atau kabur maka pokok permohonan dan hal-hal lainnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena tidak ada relevansinya.

    “Menyatakan permohonan pemohon Nomor 155 tidak dapat diterima,” ucap Suhartoyo.

     

    Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengklaim tengah menyiapkan aturan baru untuk mempermudah pembayaran pajak kendaraan. Nantinya, perpanjang STNK tidak memerlukan KTP dari pemilik pertama kendaraan.

  • Petani di Bojonegoro Tewas Tersengat Listrik Jebakan Tikus di Sawah

    Petani di Bojonegoro Tewas Tersengat Listrik Jebakan Tikus di Sawah

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Seorang petani berinisial RR (33), warga Desa Katur, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, ditemukan tewas diduga akibat tersengat aliran listrik dari jebakan tikus di area persawahan. Insiden tragis ini terjadi pada Senin (29/9/2025) pagi sekitar pukul 07.00 WIB.

    Kapolsek Gayam, AKP Moch Syafii, membenarkan peristiwa tersebut. Korban pertama kali ditemukan oleh pamannya, MK (39), yang juga pemilik sawah, dalam kondisi sudah tak bernyawa sekitar pukul 05.00 WIB.

    “Setelah didekati dan dilihat, ternyata orang tersebut telah meninggal dunia dan ternyata adalah keponakannya sendiri, RR,” jelas AKP Moch Syafii.

    Mendapati hal itu, MK segera melapor kepada Kepala Desa setempat, yang kemudian diteruskan ke Polsek Gayam. Tak lama, tim dari Polsek Gayam bersama petugas medis Puskesmas Gayam datang ke lokasi untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).

    Hasil pemeriksaan medis menyatakan tidak ditemukan tanda kekerasan atau penganiayaan pada tubuh korban. “Korban diduga meninggal dunia akibat tersengat arus listrik dari jebakan tikus di persawahan itu,” papar Kapolsek lebih lanjut.

    Jenazah RR kemudian dievakuasi ke rumah duka untuk disemayamkan. Pihak keluarga telah menerima musibah ini, dan jenazah diserahkan kepada ahli waris untuk dimakamkan.

    Merespons kejadian tersebut, Kapolsek Gayam mengimbau para petani agar tidak lagi menggunakan jebakan tikus beraliran listrik. “Praktik ini sangat membahayakan, tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga orang lain di sekitar,” pungkas AKP Moch Syafii. [lus/beq]

  • Tok! MK Kabulkan Uji Materiil UU Tapera, Pekerja Tak Wajib jadi Peserta

    Tok! MK Kabulkan Uji Materiil UU Tapera, Pekerja Tak Wajib jadi Peserta

    Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan uji materiil 134/PUU-XXII/2024 terkait Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau UU Tapera.

    Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo dalam sidang yang digelar pada Senin (29/9/2025).

    “Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo di ruang sidang.

    Dalam putusannya, Suhartoyo juga menetapkan penataan ulang terkait UU Tapera dilakukan secara maksimal dalam dua tahun setelah putusan dibacakan.

    “Menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dinyatakan tetap berlaku dan harus dilakukan penataan ulang dalam waktu paling lama 2 tahun,” pungkas Suhartoyo.

    Adapun dalam salah satu poin pertimbangannya, Hakim MK Saldi Isra menyatakan norma wajib dalam UU Tapera serta dilengkapi dengan sanksi bisa berpotensi menambahkan beban kelas pekerja.

    Padahal, menurut Saldi, kelompok pekerja ini sudah berkontribusi dalam skema jaminan sosial yang ada.

    “Mahkamah menilai bahwa keberadaan Tapera sebagai kewajiban, terlebih yang disertai dengan sanksi, tidak hanya bersifat tumpang tindih, tetapi juga berpotensi menimbulkan beban ganda,” tutur Saldi.

    Sekadar informasi, pengujian materiil ini dilayangkan oleh sejumlah pihak. Salah satunya teregister dalam nomor perkara 134/PUU-XXII/2024.

    Perkara No.134 itu diajukan oleh federasi serikat pekerja, termasuk Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional untuk menguji Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) UU Tapera.

    Secara terperinci Pasal 7 ayat (1) mengatur setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera. 

    Kemudian, Pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) wajib didaftarkan oleh pemberi kerja.

    Berkaitan dengan itu, pemohon mempersoalkan norma “wajib” dalam pasal ini. Pasalnya, menurut salah satu buruh, Rahmat Saputra menyatakan bahwa iuran ini dapat menambah beban pekerja. 

    “Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat mewajibkan iuran kepada seluruh pekerja untuk didaftarkan sebagai peserta Tabungan Perumahan Rakyat tentunya akan menambah beban dan sangat membebankan bagi saya,” ujar Rahmat di MK pada Rabu (21/5/2025).

    Oleh sebab itu, para pemohon meminta agar MK bisa mengabulkan norma wajib itu menjadi bersifat pilihan alias bukan kewajiban.

  • Ramai-ramai Ekonom Datangi Kantor Menko Airlangga, Ada Apa?

    Ramai-ramai Ekonom Datangi Kantor Menko Airlangga, Ada Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menggelar rapat bersama Aliansi Ekonom Indonesia pada Senin (29/9/2025).

    Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia, sejumlah ekonom terlihat mendatangi kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada pukul 13.30 WIB.

    Diantaranya tampak ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin dan Ekonom Universitas Indonesia Vid Adrison.

    Sebelumnya, Aliansi Ekonom Indonesia, yang terdiri dari individu-individu ekonom dan akademisi di bidang ekonomi menyampaikan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi.

    Pernyataan bersama ini ditandatangani oleh 383 ekonom dan akademisi di bidang ekonomi dan 283 pendukung dari berbagai latar belakang.

    Penyampaian pernyataan bersama dari Aliansi Ekonom Indonesia ini diwakili oleh beberapa ekonom dan akademisi, di antaranya: Lili Yan Ing, Vivi Alatas, Elan Satriawan, Teuku Riefky, Rizki Nauli Siregar, Rimawan Pradiptyo, Jahen Fachrul Rezki, Gumilang Aryo Sahadewo, Yose Rizal Damuri, Titik Anas, Vid Adrison, Riswandi, Wisnu Setiadi Nugroho, Mervin Goklas Hamonangan.

    Tujuh Desakan Darurat Ekonomi

    Desakan 1: Perbaiki secara menyeluruh misalokasi anggaran yang terjadi dan tempatkan anggaran pada kebijakan dan program secara wajar dan proporsional.

    Desakan 2: Kembalikan independensi, transparansi, dan pastikan tidak ada intervensi berdasarkan kepentingan pihak tertentu pada berbagai institusi penyelenggara negara (Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, Kejaksaan), serta kembalikan penyelenggara negara pada marwah dan fungsi seperti seharusnya.

    Desakan 3: Hentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal, termasuk pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri sebagai penyelenggara yang dominan sehingga membuat pasar tidak kompetitif dan dapat menyingkirkan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, sektor swasta, serta modal sosial masyarakat.

    Desakan 4: Deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi dan penyederhanaan birokrasi yang menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif.

    Desakan 5: Prioritaskan kebijakan yang menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi.

    Desakan 6: Kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis dalam pengambilan kebijakan serta berantas program populis yang mengganggu kestabilan dan prudensi fiskal (seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, sekolah rakyat, hilirisasi, subsidi dan kompensasi energi, dan Danantara).

    Desakan 7: Tingkatkan kualitas institusi, bangun kepercayaan publik, dan sehatkan tata kelola penyelenggara negara serta demokrasi, termasuk memberantas konflik kepentingan maupun perburuan rente.

    (mij/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • LBH Surabaya Ungkap Kronologi Penangkapan Aktivis Yogyakarta Paul
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        29 September 2025

    LBH Surabaya Ungkap Kronologi Penangkapan Aktivis Yogyakarta Paul Surabaya 29 September 2025

    LBH Surabaya Ungkap Kronologi Penangkapan Aktivis Yogyakarta Paul
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengungkap kronologi penangkapan aktivis sosial asal Yogyakarta, Muhammad Fatkhurrozi atau Paul, oleh Polda Jatim.
    Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin mengatakan bahwa Paul ditangkap di rumahnya, Yogyakarta, pada Sabtu (27/9/2025) sekitar pukul 14.30 WIB.
    “Diketahui polisi juga melakukan penyitaan terhadap puluhan buku hingga perangkat elektronik,” kata Habibus, Minggu (28/9/2025).
    Setelah ditangkap di rumahnya, Paul langsung dibawa ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk menjalani pemeriksaan.
    Sekitar tiga jam berselang, ia diboyong ke Polda Jatim, Surabaya.
    “Tanda ada pendampingan baik dari pihak keluarga maupun pendampingan hukum. Penangkapan ini jelas tidak sesuai dengan Pasal 17 KUHP,” ucap dia. 
    Paul kemudian tiba di Markas Polda Jatim sekitar pukul 22.10 WIB di hari yang sama penangkapan.
    Ia menunggu pendampingan hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
    “Tim LBH Surabaya bersama keluarga Paul kemudian tiba di Polda Jatim sekitar pukul 23.05 WIB. Setiba di Polda Jatim, Paul tidak langsung diperiksa,” ujar Habibus.
    Namun, LBH Surabaya mendapat informasi awal dari penyidik bahwa Paul ditangkap atas pengembangan kasus penangkapan sejumlah aktivis yang ada di Kediri.
    Hal itu sesuai dengan Laporan Polisi Nomor: LP/A/17/IX/2025/SPKT.SATRESKRIM/Polres Kediri Kota/Polda Jawa Timur, tanggal 1 September 2025.
    Ia dijerat Pasal 160 KUHP juncto Pasal 187 KUHP juncto Pasal 170 KUHP juncto Pasal 55 KUHP.
    Paul baru diperiksa tim penyidik pada Minggu (28/9/2025) pukul 00.30 WIB dipimpin oleh Kanit IV Subdit I Ditreskrimum Polda Jatim.
    “Di akhir pemeriksaan, penahanan terhadap Paul langsung dilakukan,” ucap dia. 
    LBH Surabaya menilai, penangkapan terhadap Paul tak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan sebagaimana tertera dalam KUHP dan disempurnakan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No 2/PUU-XII/2014.
    “Di mana putusan tersebut menjelaskan penetapan tersangka harus berdasarkan minimal dua alat bukti sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya,” ujar dia. 
    Oleh sebab itu, Tim Hukum LBH Surabaya mendesak agar Polda Jatim membebaskan Paul atas dugaan penangkapan sewenang-wenang.
    “Kemudian mendorong Komnas HAM untuk melakukan pengawasan dan investigasi atas kriminalisasi terhadap sejumlah aktivis pro-demokrasi,” kata dia.
    Lalu, mendorong Ombudsman RI untuk melakukan pengawasan terhadap dugaan malaadministrasi dan penangkapan sewenang-wenang yang diduga dilakukan oleh Polda Jatim.
    “Terakhir, kami mendesak Kompolnas melakukan pengawasan terhadap Polda Jatim,” katanya. 
    LBH Surabaya juga mengunggah pesan yang disampaikan Paul melalui tulisan tangannya usai ditangkap.
    “Dear TemanTaman Seperjuangan, penangkapan & penetapan terhadap saya telah direncanakan sejak 1 September 2025. Ironi dan sedih sebab skenario ini disusun dengan cermat oleh rezim agar rakyat tak lagi berani menyuarakan keresahannya,”
    tulisnya.
    “Tetapi ini juga membuktikan kita ada di jalan yang benar, mereka takut melihat anak muda berani menyuarakan kebenaran. Saya harap kita tak surut dalam bersuara, mempertebal solidaritas serta memperkuat keyakinan atas apa yang telah kita pilih. Waktunya gerakan rakyat bersatu dan membangun garis batas terhadap mereka yang kompromi dengan rezim hari ini. Terima kasih,”
     tulis Paul. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.