Kementrian Lembaga: MK

  • 12 Poin UU BUMN yang Baru, BP BUMN hingga Atur Wamen Dilarang Rangkap Jabatan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Oktober 2025

    12 Poin UU BUMN yang Baru, BP BUMN hingga Atur Wamen Dilarang Rangkap Jabatan Nasional 2 Oktober 2025

    12 Poin UU BUMN yang Baru, BP BUMN hingga Atur Wamen Dilarang Rangkap Jabatan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi undang-undang.
    Pengesahan revisi UU BUMN menjadi undang-undang dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-6 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026, pada Kamis (2/10/2025).
    “Kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap rancangan undang-undang tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad kepada peserta rapat.
    “Setuju,” jawab para anggota dewan yang hadir.
    UU BUMN yang baru ini memuat 12 poin utama. Pertama adalah perubahan nomenklatur dari Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN.
    Kedua, penegasan kepemilikan saham seri A dwi warna oleh negara pada BP BUMN. Ketiga, penataan komposisi saham pada perusahaan induk holding investasi dan perusahaan induk operasional pada BPI Danantara.
    Poin keempat adalah larangan bagi menteri dan wakil menteri (wamen) untuk rangkap jabatan komisaris BUMN.
    “Pengaturan terkait larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri pada direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan MK Nomor 228/PUU-XXIII/2025,” ujar Ketua Komisi VI DPR Anggia Ermarini saat membacakan laporannya dalam rapat paripurna.
    Kelima, penghapusan ketentuan anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
    Keenam, penataan posisi dewan komisaris pada holding investasi dan holding operasional yang diisi oleh kalangan profesional.
    Ketujuh, pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh BPK dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan BUMN.
    “(Kedelapan) Penambahan kewenangan BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN,” ujar Anggia.
    Kesembilan, penegasan kesetaraan gender pada karyawan BUMN yang menduduki jabatan direksi, komisaris, dan jabatan manajerial di BUMN.
    “(Ke-10) Perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi, atau pihak ketiga yang diatur dalam peraturan pemerintah,” ujar Anggia.
    Ke-11, pengaturan pengecualian penguasaan BP BUMN terhadap BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal.
    Terakhir adalah pengaturan mekanisme peralihan status kepegawaian dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN serta pengaturan substansi lainnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Siap Hadapi Sidang Praperadilan Nadiem Makarim Besok
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Oktober 2025

    Kejagung Siap Hadapi Sidang Praperadilan Nadiem Makarim Besok Nasional 2 Oktober 2025

    Kejagung Siap Hadapi Sidang Praperadilan Nadiem Makarim Besok
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan siap menghadapi sidang praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, yang dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (3/10/2025).
    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna memastikan tim jaksa dari penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) akan hadir dalam sidang tersebut.
    “Insya Allah siap hadir,” kata Anang di kantor Kejagung, Kamis (2/10/2025).
    Dalam permohonan praperadilan, salah satu yang dipersoalkan pihak Nadiem adalah terkait Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
    Pemohon menilai seharusnya SPDP juga diberikan kepada Nadiem sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
    Menanggapi hal itu, Anang menegaskan SPDP telah disampaikan sesuai aturan.
    “SPDP sudah dikasih, selama ini SPDP kan tidak kewajibannya. Kewajiban SPDP kan diberikan kepada penuntut umum,” ujar dia.
    Ketika disinggung soal dasar pemohon yang mengacu pada putusan MK, Anang menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum di pengadilan.
    “Ya silakan aja nanti, di praperadilan,” kata Anang.
    Diketahui, PN Jakarta Selatan telah menerima gugatan praperadilan Nadiem Anwar melawan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI cq Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus).
    Dilansir dari Sistem Informasi Penelurusan Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, gugatan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka ini terdaftar dengan nomor 119/Pid.Pra/2025/PN.JKT.SEL.
    “Jumat 3 Oktober 2025, pukul 13.00, sidang perdana di ruang utama,” demikian agenda sidang yang dilansir dari SIPP PN Jakarta Selatan, Selasa (23/9/2025).
    Nadiem mengajukan gugatan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan.
    Dalam gugatan ini, tim hukum Nadiem mempersoalkan proses penetapan tersangka dan penahanan oleh Korps Adhyaksa.
    Mereka menilai, Kejagung tidak sah menetapkan Nadiem sebagai tersangka.
    Salah satunya, dugaan kerugian negara yang disebut terdapat pada proyek Chromebook di era Nadiem harusnya dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
    “Penetapan tersangkanya karena tidak ada dua alat bukti permulaan yang cukup, salah satunya bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang,” kata kuasa hukum Nadiem, Hana Pertiwi di PN Jakarta Selatan, Selasa.
    “Instansi yang berwenang itu kan BPK atau BPKP, dan penahanannya kan otomatis kalau penetapan tersangka tidak sah, penahanan juga tidak sah,” ucap Hana melanjutkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 12 Poin Penting Revisi UU BUMN: Hapus Kementerian hingga Tak Boleh Rangkap Jabatan – Page 3

    12 Poin Penting Revisi UU BUMN: Hapus Kementerian hingga Tak Boleh Rangkap Jabatan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undan Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN resmi disahkan. Ada 12 penting yang setidaknya ditegaskan dalam beleid baru tersebut.

    Ketua Komisi VI DPR, Anggia Ermarini mengungkapkan 12 poin tersebut. Pertama, mengubah nomenklatur Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN. Kedua, kepemilikan saham Seri A Dwiwarna 1 persen negara pada BP BUMN.

    Ketiga, penantaan komposisi saham pada Perusahaan Induk Holding Investasi dan Perusahaan Induk Operasional pada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).

    “Keempat, pengaturan terkait larangan rangkap jabatan untuk Menteri dan Wakil Menteri pada Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi No. 228/PUU-XXIII/2025,” kata Anggia dalam Rapat Paripurna, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

    Kelima, UU BUMN terbaru menghapus ketentuan yang menyebut anggota direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan penyelenggara negara. Keenam, adanya penataan posisi Dewan Komisaris pada Holding Investasi dan Holding Operasional Danantara yang diisi oleh kalangan profesional.

    Ketujuh, pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam rangka meningkatkan transparansi dan akutabilitas pengelolaan keuangan BUMN. Kedelapan, penambahan kewenangan BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN.

     

  • KPU Bangka tetapkan Fery-Syahbudin pemenang Pilkada Ulang 2025

    KPU Bangka tetapkan Fery-Syahbudin pemenang Pilkada Ulang 2025

    Sungailiat (ANTARA) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menetapkan pasangan calon Fery Insani – Syahbudin sebagai pemenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Ulang Kabupaten Bangka 2025.

    Pemenang Pilkada Ulang 2025, ditetapkan dalam rapat pleno terbuka di Sungailiat, Kamis, yang dihadiri sejumlah pejabat pemerintah daerah, Ketua Legislatif Bangka, Jumadi, komisioner Bawaslu dan pejabat yang lain.

    “Penetapan pasangan calon bupati-wabup Bangka periode 2025-2030 hasil pilkada ulang 27 Agustus 2025 lalu, pasangan Fery Insani – Syahbudin berhasil mendapat dukungan 48.806 suara atau suara dukungan terbanyak dibanding pasangan calon yang lain,” jelas dia.

    Sinarto menjelaskan penetapan pasangan calon Bupati dan wakil Bupati Bangka hasil Pilkada Ulang 2025 merupakan tindak lanjut dari surat Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), No.333/PHPU.BUP-XXIII/2025.

    “Surat keputusan MK tersebut diterbitkan setelah hasil gugatan Pilkada Ulang 2025 yang ditolak,” jelas dia.

    Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan Pemohon Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati Bangka hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) tidak dapat diterima.

    Sebelumnya diketahui tiga peserta pasangan calon bupati dan wakil bupati, yakni pasangan Naziarto -Usnen, Aksan-Rustam dan Andi Kusuma – Budiyono mengajukan gugatan ke MK terkait perselisihan hasil Pilkada Ulang 2025.

    Sinarto menjelaskan, hasil pleno penetapan calon Bupati dan Wakil Bupati Bangka periode 2025-2030 akan disampaikan secara tertulis ke Pemerintah Kabupaten Bangka dan DPRD setempat untuk disahkan melalui proses pelantikan.

    Pewarta: Kasmono
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kementerian BUMN Resmi ‘Turun Kasta’ Jadi Badan

    Kementerian BUMN Resmi ‘Turun Kasta’ Jadi Badan

    Jakarta

    Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Keempat atas Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Rapat Paripurna hari ini.

    Sidang paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan diikuti oleh 426 dari 578 anggota DPR RI dari seluruh fraksi. Sementara permintaan pengesahan RUU BUMN ini disampaikan oleh Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini.

    Dalam kesempatan itu, Anggia melaporkan terdapat 13 pokok pikiran hasil revisi UU BUMN yang kini sudah disahkan DPR RI, yakni:

    (1) Pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN yang selanjutnya disebut BP BUMN
    (2) Penegasan kepemilikan saham Seri A dwiwarna 1% oleh negara pada BP BUMN
    (3) Penataan komposisi saham pada perusahaan induk Holding Investasi dan perusahaan induk Holding operasional pada Badan Pengelola Investasi Danantara
    (4) Pengaturan terkait larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri pada direksi komisaris dan dewan pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 120/PU-XXIII/2025
    (5) Menghapus ketentuan anggota direksi, anggota dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara
    (6) Penataan posisi dewan komisaris pada Holding Investasi, Holding Operasional yang diisi oleh kalangan profesional
    (7) Pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh BPK dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan BUMN
    (8) Menambah kewenangan peran BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN
    (9) Kesetaraan gender bagi karyawan BUMN menduduki jabatan direksi komisaris dan jabatan manajerial di BUMN
    (10) Perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi, atau pihak ketiga yang diatur dalam peraturan pemerintah
    (11) Mengatur pengecualian pengurusan BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP BUMN
    (12) Pengaturan mekanisme peralihan dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN

    “Seluruh detail pengaturan lainnya telah tercantum dalam penambahan serta perubahan pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Undang-Undang BUMN,” kata Anggia dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).

    Melalui penetapan ini, status Kementerian BUMN kini berubah menjadi badan. Selain itu dalam Undang-Undang baru ini seluruh Menteri dan Wakil Menteri dilarang rangkap jabatan di badan usaha pelat merah.

    Berdasarkan catatan detikcom, sebelumnya Komisi VI DPR dan pemerintah menggelar rapat pengambilan tingkat I terhadap RUU BUMN. Seluruh fraksi di Komisi VI DPR RI menyatakan sepakat RUU BUMN untuk dilanjutkan ke paripurna, yang berlangsung hari ini.

    Dalam sesi pembahasan, Wakil Ketua Komisi VI DPR sekaligus Ketua Panja RUU BUMN Andre Rosiade mengatakan, secara substansi, telah dilakukan perubahan terhadap 84 pasal dalam RUU tersebut. Juga telah dilakukan sinkronisasi atas materi pengaturan dalam RUU tersebut.

    (fdl/fdl)

  • Pernah Ada Larangan Politik Dinasti di Pilkada, tapi Gugur di MK
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Oktober 2025

    Pernah Ada Larangan Politik Dinasti di Pilkada, tapi Gugur di MK Nasional 2 Oktober 2025

    Pernah Ada Larangan Politik Dinasti di Pilkada, tapi Gugur di MK
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Suami menjabat kepala daerah, istri duduk di bangku parlemen Senayan.
    Anak menjadi wakil wali kota, ipar memerintah di daerah tetangga.
    Penguasaan politik di daerah oleh satu garis keturunan atau keluarga tertentu semakin lazim ditemukan di khazanah politik Indonesia.
    Mirisnya, pemandangan ini bukan hanya terjadi dalam satu atau dua periode kepemimpinan.
    Namun, sudah muncul ketika rakyat diberikan kedaulatan untuk memilih pemimpinnya sendiri pasca Orde Baru tumbang pada tahun 1998.
    Politik dinasti yang begitu kental di beberapa daerah membuat sejumlah pihak cemas dan gerah.
    Indonesia pernah memiliki aturan untuk melarang merebaknya politik dinasti.
    Namun, larangan ini tumbang sebelum bisa memberikan jalan bagi rakyat untuk berpolitik dengan lebih sehat.
    Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) periode 2010–2014, Djohermansyah Djohan, merupakan salah satu tokoh yang menggagas larangan politik dinasti.
    Prof Djo, panggilan akrabnya, menceritakan bahwa aturan ini berangkat dari kecemasan akan situasi di Indonesia pada tahun 2011.
    Saat itu, Djo yang masih menjabat sebagai Dirjen Otda Kemendagri mendapatkan paparan data sebaran politik dinasti di Indonesia.
    “Ketika pada tahun 2011, kita ingin menyusun UU Pilkada, maka kita menemukan data lapangan, 61 orang kepala daerah dari 524 kepala daerah atau sama dengan 11 persen itu terindikasi menerapkan politik dinasti yang tidak sehat,” kata Djo, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/9/2025).
    Berdasarkan data yang dimilikinya, Djo menemukan banyak daerah yang pemimpinnya berputar di satu keluarga.
    Misalnya, setelah suami menjabat kepala daerah selama dua periode, istrinya naik untuk mengisi posisi kepala daerah.
    Hal ini menjadi bermasalah ketika kepala daerah yang naik tidak memiliki latar belakang pendidikan dan kemampuan yang cukup.
     
    Dalam contoh yang disebutkan Djo, istri mantan kepala daerah ini hanya lulusan SLTA dan tidak memiliki pengalaman berorganisasi atau berpolitik.
    “Suaminya dua periode, kemudian (digantikan), istrinya itu cuma Ketua Tim Penggerak PKK, pendidikannya juga terbatas, cuma SLTA. Nah, banyak kasus itu banyak Ketua PKK jadi wali kota,” imbuh Djo.
    Jika bukan sang istri, justru anak kepala daerah yang baru lulus kuliah yang diatur untuk maju pilkada dan menggantikan ayahnya.
    Anak-anak ‘
    fresh graduate
    ’ ini kebanyakan tidak memahami birokrasi dan tata kelola pemerintahan.
    Akhirnya, ayahnya yang sudah menjabat dua periode ikut campur lagi dan menggerakkan roda kemudi di balik nama anaknya.
    Djo mengatakan, politik dinasti ini menjadi ladang subur untuk praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
    Sebab, ketika tidak ada pergantian kekuasaan, pihak-pihak penyokong dan yang dekat dengan pemerintah juga tidak berubah.
    “Semua pejabat itu yang diangkat bapaknya tetap bertahan, hubungan kontraktor bapaknya tetap bertahan. Jadi, anaknya itu hanya namanya saja sebagai kepala daerah, tapi yang menjalankan pemerintahan tetap bapaknya,” kata Djo.
    Atas temuan yang ada, Djo dan sejumlah tokoh berusaha untuk menyusun pembatasan politik dinasti saat merancang undang-undang Pilkada.
    RUU Pilkada ini melarang anggota keluarga aktif untuk estafet tongkat kepemimpinan.
    Mereka boleh kembali mencalonkan diri, tetapi perlu ada jeda satu periode setelah kerabatnya aktif di pemerintahan.
    “Larangan bahwa kalau mau maju pilkada, (kandidat) dari kerabat kepala daerah yang sedang menjabat itu harus dijeda dulu satu periode. Jadi, ketika bapaknya tidak lagi menjadi kepala daerah, boleh silakan maju,” kata Djo.
    Ia menegaskan, jika ada kerabat yang maju Pilkada ketika saudaranya masih memerintah, dapat dipastikan akan terjadi keberpihakan.
    “(Kalau) anaknya maju, bapaknya (yang masih menjabat) kan tolongin anaknya. Mana ada bapak yang enggak nolong anak sama istri di dunia, kecuali hari kiamat,” kata Djo.
    Larangan ini sempat masuk dalam tatanan hukum Indonesia lewat Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU.
    Disebutkan pada Pasal 7 huruf r, calon pemimpin daerah dapat mengikuti suatu pemilihan apabila tidak mempunyai konflik kepentingan dengan petahana.
    Aturan yang sudah dirancang sejak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat presiden, akhirnya diteken oleh Joko Widodo (Jokowi) di periode pertamanya menduduki kursi RI 1, tepatnya tanggal 18 Maret 2015.
     
    Di hari pengesahannya, pasal ini langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Adnan Purictha Ishan, anak kandung dari Ichsan Yasin Limpo yang saat itu menjabat sebagai Bupati Gowa, Sulawesi Selatan.
    Ketika mengajukan gugatan ke MK, Adnan tengah menjabat sebagai Anggota DPRD Sulawesi Selatan.
    Adnan berdalih, Pasal 7 huruf r ini melanggar hak asasi manusia (HAM).
    Pandangan ini pun diperkuat hakim MK yang mengabulkan permohonan Adnan.
    Menurut Hakim MK Arief Hidayat, Pasal 7 huruf r bertentangan dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
    Tak hanya itu, Arief juga menyebutkan, pasal tersebut menimbulkan rumusan norma baru yang tidak dapat digunakan karena tidak memiliki kepastian hukum.
    “Pasal 7 huruf r soal syarat pencalonan bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 yang bebas diskriminatif serta bertentangan dengan hak konstitusional dan hak untuk dipilih dalam pemerintahan,” ujar dia, dikutip dari laman resmi MK.
    Hakim MK lainnya, Patrialis Akbar, berpendapat, pembatasan terhadap anggota keluarga untuk menggunakan hak konstitusionalnya untuk dipilih atau mencalonkan diri merupakan bentuk nyata untuk membatasi kelompok orang tertentu.
    MK menyadari, dengan dilegalkannya calon kepala daerah maju dalam Pilkada tanpa adanya larangan memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan petahana, berpotensi melahirkan dinasti politik.
    Namun, hal ini dinilai tidak dapat digunakan sebagai alasan karena UUD mengatur agar tidak terjadi diskriminasi dan menjadi inkonstitusional bila dipaksakan.
    Usai dikabulkannya gugatan Adnan, aturan larangan politik dinasti resmi tidak bisa digunakan.
    Adnan selaku penggugat berhasil memenangkan Pilkada 2016 dan menggantikan ayahnya untuk menjadi Bupati Gowa.
     
    Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman mengatakan, politik dinasti marak terjadi karena lahir dari fenomena yang ada.
    Ia menilai, orang yang mau maju dan eksis di dunia politik di Indonesia perlu dua modal, yaitu modal politik dan modal ekonomi.
    “Kalau kita bicara dinasti, dia itu punya dua modalitas itu, modalitas politik dan juga modalitas ekonomi,” ujar Armand, saat dihubungi, Selasa (30/9/2025).
    Modal politik adalah relasi atau jaringan yang dimiliki seseorang agar bisa mulus masuk ke dunia politik.
    Sementara, modal ekonomi merujuk pada kemampuan untuk membayar biaya politik.
    “Yang maju sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah itu adalah kalau dia enggak punya relasi politik, pasti dia juga punya modal ekonomi yang cukup,” kata Armand.
    Masih maraknya politik dinasti, menurut Armand, akan membatasi akses bagi orang di luar dinasti untuk masuk dan terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan.
    Armand mengatakan, politik dinasti itu seperti membangun sebuah tembok dan hanya sebagian kalangan yang bisa masuk ke dalam.
    “Dinasti politik kan sebetulnya itu dia membangun tembok ya. Membangun tembok terhadap partisipasi non-dinasti terhadap proses perencanaan, proses penganggaran, bahkan dalam proses penyusunan kebijakan di daerah gitu,” ujar dia.
    Armand menegaskan, meski secara aturan politik dinasti sudah tidak dilarang, keberadaannya kontraproduktif dengan apa yang hendak dicapai Indonesia.
    Terutama, dalam upaya penguatan demokrasi lokal dan upaya peningkatan efektivitas serta efisiensi pelayanan publik.
    Keberadaan politik dinasti juga dinilai dapat menghilangkan fungsi pengawasan atau
    check and balance
    antar lembaga.
    “(Misalnya), salah satu pasangan di (lembaga) eksekutif, pasangannya yang lainnya di DPRD. Itu akan menghambat
    check and balance
    di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan itu,” kata dia.
    Armand menilai, akan lebih efektif untuk meningkatkan literasi politik masyarakat demi meminimalkan dampak politik dinasti.
    “Sekarang, dengan diberi peluangnya dinasti itu, sebetulnya yang jadi alat kontrol kita sekarang itu adalah literasi ke publik,” kata Armand.
    Semakin masyarakat lebih mengenal calon pemimpinnya, peluang untuk memperbaiki kualitas politik juga akan meningkat.
    Di sisi lain, Armand mendorong adanya reformasi di internal partai politik, yaitu melalui perbaikan sistem kaderisasi.
    “Bagaimanapun, kalau misalnya sistem kaderisasi atau rekrutmen di politik itu juga berbasis pada kepentingan keluarga tertentu, itu juga kan menyuburkan politik dinasti,” ujar dia.
    Armand menegaskan, jika orientasi partai masih sebatas mendorong sanak keluarga atau kerabatnya untuk terpilih, sebatas untuk melanjutkan kekuasaan, politik dinasti tak ayal akan terus ada.
    Namun, jika yang diprioritaskan adalah kualitas individu, mau berasal dari dinasti atau tidak, semisal ia terpilih, tentu tidak dipersoalkan.
    “Kemudian, yang ketiga (yang perlu diperbaiki) ya terkait dengan pembiayaan politik,” kata Armand.
     
    Ia menilai, salah satu alasan politik dinasti muncul karena mahalnya biaya politik di Indonesia.
    Jika politik dinasti ingin dikurangi, biaya politik ini juga harus turun.
    Mahalanya biaya politik di Indonesia juga menjadi sorotan dari Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati.
    Neni menilai, tingginya biaya politik membuat aksesibilitas politik menjadi sangat terbatas.
    “Politik mahal hanya dapat diakses oleh mereka yang sedang berkuasa. Ini sangat bertentangan dengan nilai demokrasi yang sejatinya mendorong aspek inklusivitas,” ujar Neni, saat dihubungi, Selasa (30/9/2025).
    Selain memperkuat literasi publik hingga menurunkan biaya politik, Neni berharap aturan untuk membatasi politik dinasti bisa dibahas lagi oleh pemerintah.
    “Sebetulnya, saya punya harapan besar RUU Partai Politik masuk juga di prolegnas 2026 bersama dengan RUU Pemilu dan Pilkada,” kata dia.
    Ia menilai, politik dinasti bisa dikurangi jika ada syarat dan ketentuan pencalonan yang diperketat.
    Misalnya, seseorang baru bisa maju setelah tiga tahun menjalani kaderisasi dalam sebuah partai politik.
    Menurut dia, butuh pembekalan yang cukup agar kepala daerah memiliki kapasitas yang baik agar tidak dipertanyakan di muka publik.
    Lebih lanjut, pembatasan masa jabatan di lembaga legislatif juga perlu diatur.
    Terlebih, karena jabatan di lembaga eksekutif juga telah dibatasi hanya bisa dua periode.
    Pembatasan masa jabatan ini dinilai dapat mendorong regenerasi di tubuh partai.
    Sebab, selama ini, tokoh yang masuk ke DPR atau DPRD bisa menjabat hingga 20-30 tahun.
    “Selama ini, batasan periodisasi itu tidak ada sehingga partai menjadi institusi bisnis yang menumbuhsuburkan lahirnya politisi, tapi defisit negarawan,” tegas Neni.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketika Pembayar Pajak Gugat Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR…
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Oktober 2025

    Ketika Pembayar Pajak Gugat Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR… Nasional 2 Oktober 2025

    Ketika Pembayar Pajak Gugat Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mahkamah Konstitusi (MK) diminta mencoret anggota DPR RI dari kategori daftar penerima pensiun yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara.
    Permohonan uji materi ini diajukan oleh seorang psikiater, Lita Linggayani, bersama mahasiswa Syamsul Jahidin, dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 yang teregistrasi pada 30 September 2025.
    Dalam gugatannya, Lita menilai, pemberian uang pensiun seumur hidup bagi anggota DPR yang hanya menjabat selama lima tahun adalah bentuk ketidakadilan.
    “Bahwa, di samping kedudukannya sebagai warga negara, Pemohon I yang juga berprofesi sebagai Akademisi/Praktisi/pengamat Kebijakan Publik dan juga pembayar pajak, tidak rela pajaknya digunakan untuk membayar anggota DPR-RI yang hanya menempati jabatan selama 5 tahun mendapatkan tunjangan pensiun seumur hidup dan dapat diwariskan,” demikian bunyi permohonan itu, dikutip dari laman resmi MK, Rabu (1/10/2025).
    Atas dasar itu, pemohon meminta MK mencoret DPR dari kategori lembaga tinggi negara yang berhak atas pensiun.
    Misalnya, Pasal 1 Huruf A UU 12/1980 hanya memasukkan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga tinggi negara.
    Kemudian Pasal 1 Huruf F menguraikan bahwa anggota lembaga tinggi negara hanya terdiri dari anggota DPA, BPK, dan hakim MA.
    Terakhir, Pasal 12 ayat 1 mengenai anggota lembaga tinggi negara yang mendapatkan pensiun.
    Pemohon pun membandingkan sistem pensiun parlemen di sejumlah negara.
    Anggota Kongres Amerika Serikat, misalnya, baru bisa mengeklaim pensiun pada usia 62 tahun dengan besaran dihitung dari rata-rata gaji selama masa jabatan.
    “Tidak ada pensiun seumur hidup otomatis jika hanya menjabat sebentar,” tulis permohonan tersebut.
    Sementara di Inggris dan Australia, sistemnya serupa dengan pekerja pada umumnya, yakni berbasis tabungan pensiun.
    Hanya India yang cukup mirip dengan Indonesia, yakni memberikan pensiun tetap seumur hidup meski hanya menjabat satu periode.
     
    Hak pensiun anggota DPR diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1980 Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1).
    Aturan itu menyebutkan, pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara yang berhenti dengan hormat berhak memperoleh pensiun berdasarkan lama masa jabatan.
    Besaran uang pensiun diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000.
    Anggota DPR yang menjabat dua periode berhak atas pensiun paling tinggi Rp 3,6 juta per bulan.
    Bagi yang menjabat satu periode, nominalnya maksimal Rp 2,9 juta.
    Sementara yang hanya menjabat 1-6 bulan, pensiunnya sekitar Rp 401.000 per bulan.
    Pimpinan DPR RI menegaskan tidak keberatan apabila MK mengabulkan gugatan tersebut.
    Wakil Ketua DPR RI dari fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, pimpinan dan anggota DPR akan tunduk pada apa pun putusan MK.
    “Ya sebenarnya kalau anggota DPR itu kan hanya mengikuti karena itu produk undang-undang yang sudah ada sejak beberapa waktu yang lalu. Nah, apa pun itu kami akan tunduk dan patuh pada putusan Mahkamah Konstitusi. Apa pun yang diputuskan, kita akan ikut,” ujar Dasco, di Kompleks Parlemen, Rabu (1/10/2025).
    Wakil Ketua DPR lainnya, Saan Mustofa dari Fraksi Nasdem, juga menegaskan pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan.
    Menurut dia, para pemohon uji materi memiliki hak konstitusional untuk mengajukan gugatan ke MK.
    “Menurut saya, itu hak mereka yang punya
    legal standing
    untuk melakukan uji materi gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Jadi, kita di DPR posisi menghormati apa pun dan apa pun nanti hasilnya putusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan soal uang pensiun, kita pasti akan ikuti,” ujar Saan.
    Saan memastikan, DPR tidak merasa keberatan jika putusan MK nanti menghapus tunjangan pensiun anggota dewan.
    “Enggak, enggak ada keberatan,” tegas dia.
     
    Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai, pemberian pensiun seumur hidup kepada anggota DPR mencederai rasa keadilan masyarakat.
    “Masa cuma menjabat lima tahun, seorang anggota diberikan pensiun seumur hidup. Bayangkan kalau seseorang yang menjabat itu selesai di usia 25 tahun. Enak benar dia sejak usia belia sudah dikasih jatah pensiun, walaupun setelah tak lagi menjadi anggota DPR, dia bekerja aktif di tempat lain,” kata Lucius, kepada Kompas.com, Rabu.
    Lucius menilai, aturan soal pensiun anggota DPR yang berasal dari UU 12/1980 sudah ketinggalan zaman.
    “Dasar hukum terkait dana pensiun anggota DPR adalah UU produk rezim Orde Baru. Dari sisi waktu berlakunya, UU ini sudah sangat layak diubah karena ada banyak perkembangan yang perlu disesuaikan. Aneh saja DPR melupakan UU ini untuk direvisi. Giliran UU lain saja, belum setahun dibikin, DPR sudah merevisinya lagi,” ujar dia.
    Dia menegaskan, uang pensiun seharusnya diberikan kepada orang yang sudah tidak mampu bekerja karena faktor usia.
    Sementara anggota DPR umumnya masih segar dan bisa kembali bekerja setelah tidak terpilih lagi.
    “Yang hanya karena gagal memenangi pemilu selanjutnya, masa secara otomatis mendapatkan dana pensiun walaupun usia masih sangat muda? Belum lagi kalau bicara terkait kinerja anggota DPR yang sampai sekarang sulit dikatakan layak diganjar apresiasi,” tutur Lucius.
    Dengan demikian, menurut Lucius, sudah tepat jika kebijakan uang pensiun seumur hidup anggota DPR dievaluasi, apalagi di tengah keterbatasan anggaran pemerintah.
    “Kita jadi sadar bahwa keterbatasan anggaran untuk program pemerintah salah satunya karena pemborosan anggaran untuk hal yang tidak tepat, seperti dana pensiun untuk anggota DPR ini. Jadi sudah tepat jika dievaluasi untuk dihapus,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketika Pembayar Pajak Gugat Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR…
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Oktober 2025

    Anomali Gugatan Hasto soal UU Tipikor: DPR Setuju Revisi tapi Pilih Jalur MK Nasional 2 Oktober 2025

    Anomali Gugatan Hasto soal UU Tipikor: DPR Setuju Revisi tapi Pilih Jalur MK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sidang uji materi Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atau pasal perintangan penyidikan bergulir dengan agenda mendengar keterangan Presiden atau Pemerintah, dan DPR.
    Sidang ketiga perkara 136/PUU-XXIII/2025 yang diajukan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto itu digelar di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
    Keterangan pertama yang didengarkan adalah dari DPR yang saat itu diwakili oleh Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta.
    Wayan Sudirta hadir secara daring, membacakan alasan DPR bernada dukungan atas gugatan Hasto yang meminta agar ancaman hukuman penjara pelaku perintangan penyidikan kasus korupsi lebih ringan daripada yang diatur saat ini.
    Dalam Pasal 21 UU Tipikor dijelaskan, ancaman hukuman maksimal pelaku
    obstruction of justice
    kasus korupsi adalah 12 tahun.
    Hal ini dinilai kontradiktif dengan ancaman hukuman pidana pokok yang bisa lebih ringan, seperti kasus suap misalnya.
    Sudirta menilai, akan terjadi disparitas antara ancaman hukuman perintangan penyidikan dengan pidana pokok.
    Kader PDI-P ini kemudian merujuk beberapa negara lain, di mana ancaman pidana perintangan penyidikan harus lebih kecil dari pidana pokoknya.
    “Dengan merujuk Jerman, Belanda, Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat, ancaman hukuman
    obstruction of justice
    secara spesifik merujuk pada dan kurang dari bahkan hingga seperempat ancaman pidana tindak pidana awal atau pokok,” kata dia.
     
    Alasan lain, politikus PDI-P ini mengatakan Pasal 21 ini harus dimaknai bukan merupakan bagian tindak pidana korupsi.
    Karena itu, dia khawatir pasal tersebut justru digunakan untuk mengancam pihak lain yang bukan merupakan pelaku tindak pidana korupsi.
    “Pasal ini akan digunakan untuk mengancam pihak lain yang tidak merupakan bagian dari pelaku tindak pidana korupsi,” ucap Sudirta.
    Setelah memperkuat argumennya, Sudirta tiba pada permohonan agar Mahkamah Konstitusi menuruti keinginan Hasto agar ancaman maksimal pidana perintangan kasus korupsi dikurangi jadi tiga tahun.
    “Menyatakan bahwa Pasal 21 UU RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan sengaja secara melawan hukum mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung, penyidikan penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi melalui penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi,” kata Sudirta.
    “Dan atau janji untuk memberikan keuntungan yang tidak semestinya dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta, dan paling banyak Rp 600 juta,” sambung dia.
    Tak seperti DPR, pemerintah sebagai pembentuk undang-undang mempertahankan argumennya atas pembuatan Pasal 21 UU Tipikor tersebut.
    Mereka tetap bertahan dan meminta agar permohonan Hasto ditolak, bukan hanya dari sisi permohonan, tetapi juga kedudukan hukumnya.
    Sikap pemerintah ini disampaikan Kuasa Presiden yang diwakili Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
    “Menyatakan bahwa pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau
    legal standing
    ,” kata Leonard.
    “Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian pemohon tidak dapat diterima,” tutur Leonard.
    Selain meminta MK menolak permohonan Hasto, Leonard juga meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 21 yang digugat Hasto telah sesuai dengan konstitusi.
    “Menyatakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak bertentangan dengan pasal 1 ayat 3, pasal 24 ayat 1, pasal 28D ayat 1, dan pasal 28E UUD 1945,” kata dia.
     
    Mendengar sikap dua lembaga pembentuk undang-undang yang berbeda yakni antara pemerintah dan DPR, Hakim Konstitusi Saldi Isra angkat bicara.
    Dia menyebut, tak biasanya DPR yang dikenal galak mempertahankan produk legislasi mereka tiba-tiba menyetujui revisi undang-undang lewat jalur gugatan di MK.
    Karena pembentuk undang-undang seyogianya memiliki kewenangan merevisi kapan pun undang-undang yang dianggap tidak sesuai.
    Tapi kali ini berbeda, DPR menyetujui permintaan Hasto agar Pasal 21 UU Tipikor direvisi normanya untuk mengurangi ancaman pidana pelaku kejahatan perintangan penyidikan kasus korupsi.
    “Ini memang agak jarang-jarang suasananya terjadi ada pemberi keterangan (dari DPR-RI) yang setuju dengan permohonan pemohon,” kata Saldi Isra.
    Dia juga langsung menyindir kuasa hukum Hasto yang hadir dalam sidang tersebut, jika cerdas maka tak perlu ada lagi sidang lanjutan uji materi Pasal 21 UU Tipikor tersebut.
    Karena, DPR sudah menyatakan dukungan untuk mengubah Pasal 21 UU Tipikor sesuai keinginan Hasto.
    Pihak Hasto seharusnya langsung tancap gas ke Senayan, membawa proposal revisi UU Tipikor.
    “Sebetulnya kalau kuasa hukum pemohon cerdas, sudah saatnya ini datang ke DPR, biar DPR saja yang mengubahnya, tidak perlu melalui Mahkamah Konstitusi, biar komprehensif sekalian,” ucap Saldi.
    Di akhir kata, Saldi meminta agar DPR segera mengirimkan pernyataan tertulis agar menjadi pertimbangan hakim dalam uji materi UU Tipikor tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fraksi Golkar DPR Dorong UU Sisdiknas Direvisi, Ini Alasannya

    Fraksi Golkar DPR Dorong UU Sisdiknas Direvisi, Ini Alasannya

    Jakarta

    Ketua Fraksi Golkar DPR RI, Sarmuji, mendorong Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) direvisi usai diterapkan selama 22 tahun. Sarmuji mempertanyakan nasib pendidikan di Indonesia saat ini.

    Hal itu disampaikan Sarmuji dalam Focus Group Discussion (FGD) Revisi UU Sisdiknas, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025). Ia menyebut sistem pendidikan di Tanah Air harus direvisi ulang demi kebaikan generasi ke depan.

    “UU Sisdiknas ini sudah berusia 22 tahun, bisa dikatakan satu generasi. Saatnya kita bertanya, bagaimana hasilnya? Apa kabar pendidikan kita hari ini? Kita perlu melakukan review menyeluruh agar sistem pendidikan benar-benar menjadi motor kemajuan bangsa,” kata Sarmuji.

    Dia mencontohkan negara seperti Korea Selatan dan China yang dahulu sama-sama negara berkembang, tetapi kini telah melesat menjadi negara maju. Menurutnya, pendidikan di Indonesia terbuka peluang bernasib yang sama.

    “Ada satu faktor penting yang membuat mereka bisa melakukan lompatan vertikal peradaban, yaitu pendidikan. Kita pun bisa melakukan lompatan serupa asalkan ada perubahan fundamental dalam sistem pendidikan kita,” ujar Sarmuji.

    Lebih lanjut, Sekjen Partai Golkar ini menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang mewajibkan negara menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa biaya dan tanpa diskriminasi. Menurutnya, putusan MK itu jangan sampai mematikan partisipasi masyarakat.

    “Lembaga pendidikan yang dikelola swasta banyak yang terbukti lebih maju. Putusan MK jangan sampai mematikan partisipasi masyarakat, sebaliknya harus memperkuatnya sebagai komplemen peran negara,” ucapnya.

    Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi UU Sisdiknas, Hetifah Sjaifudian, hari ini resmi menerima Draft RUU Sisdiknas beserta Naskah Akademik (NA) dari Badan Keahlian DPR RI.

    Penyerahan ini menandai langkah penting dalam proses legislasi yang akan menjadi dasar pembahasan lanjutan, mulai dari konsultasi publik, harmonisasi di Badan Legislasi DPR RI, hingga nantinya dibawa ke Rapat Paripurna untuk disetujui sebagai RUU Inisiatif DPR RI.

    Hetifah menegaskan bahwa penerimaan draf ini merupakan tahap awal dari proses panjang penyusunan revisi UU Sisdiknas.

    “Kami berkomitmen untuk membuka ruang seluas-luasnya bagi partisipasi publik, sehingga RUU ini benar-benar menjawab kebutuhan bangsa dan memajukan pendidikan nasional,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (1/10/2025).

    (dwr/fas)

  • Kapan UMP 2026 ditetapkan? Ini kata Kemnaker – Page 3

    Kapan UMP 2026 ditetapkan? Ini kata Kemnaker – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan jadwal penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 tidak mengalami perubahan. Penetapan tetap dilakukan pada 21 November sebagaimana yang telah diatur dalam regulasi.

    “Oh tetap 21 (November). Nggak, nggak ada yang berubah. Kan itu ada di aturan, ya kan kita ngomong aturan dulu,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, di Jakarta, Rabu (1/10/2025).

    Meski begitu, Indah belum merinci secara detail skema regulasi teknis yang akan digunakan dalam proses penetapan tersebut. Ia hanya memastikan bahwa mekanisme tetap berpijak pada aturan hukum yang berlaku.

    “Nggak tahu itu atau PP atau Permenaker, kita nggak tau, tergantung sikon (situasi dan kondisi) dan perkembangan diskusinya,” ujarnya.

    Indah menepis anggapan bahwa pembahasan UMP 2026 berjalan alot. Menurutnya, proses komunikasi antara pemerintah, buruh, dan pengusaha masih berlangsung positif.

    Ia menekankan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru menjadi salah satu dasar penting dalam penyusunan aturan teknis penetapan UMP. Pemerintah, kata Indah, akan tetap membuka ruang dialog dengan seluruh pemangku kepentingan.

    “Ya, harus selalu positif. Kan kita menindaklanjuti Putusan MK,” ujarnya.