Kementrian Lembaga: MK

  • Sebagai Pionir, Polrestabes Surabaya Jadi Satuan Pertama Uji Coba Terobosan Body Camera

    Sebagai Pionir, Polrestabes Surabaya Jadi Satuan Pertama Uji Coba Terobosan Body Camera

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota kepolisian mulai menggunakan body camera pada November 2023 mendatang. Sebagai pionir, anggota Satlantas yang ada di jajaran Polrestabes Surabaya akan menjadi satuan yang pertama mencoba terobosan baru ini.

    Kasatlantas Polrestabes Surabaya AKBP Arif Fazlurrahman menyampaikan saat ini pihaknya masih melakukan percobaan sebagai pilot project. Nantinya akan di evaluasi dan diresmikan pada bulan November 2023. Ada dua tipe yang sedang diujikan yaitu penggunaan secara offline dan online.

    “Ini masih uji coba, launching nanti bulan November,” ungkap Arif, Senin (16/10/2023).

    Arif menjelaskan bahwa penggunaan kamera offline ditujukan untuk anggota polisi agar bisa mendokumentasikan foto ataupun merekam video di situasi-situasi menonjol ketika harus mengambil tindakan kepolisian.

    Baca Juga: Selidiki Penyebab Kebakaran di Puskesmas Blooto Mojokerto, Labfor Polda Jatim Turun Tangan

    “Selain itu, ada lima hal yang turut diuji coba saat ini. Yakni, stabilitas jaringan, ketahanan baterai, akurasi GPS tracking, kecepatan server dalam mengolah foto dan video, serta ketahanan alat apabila jatuh/kena air/debu,” imbuh Arif.

    Nantinya bukan hanya anggota Satlantas Polrestabes Surabaya yang akan menggunakan bodycam. Satuan lainnya seperti personel Polsek dan Samapta yang tergabung dalam kegiatan Respati juga akan menggunakan body camera ketika bertugas.

    “Nanti juga akan dilatihkan personel-personel Polsek dan fungsi Samapta, saat kegiatan tim Respati,” paparnya.

    Baca Juga: Dok! MK Kabulkan Frasa ‘Berpengalaman Kepala Daerah’, Ini Kata Emil

    Perlu diketahui, terobosan penggunaan body camera sudah direncanakan sejak awal tahun 2022. Di beberapa negara Asia Tenggara, penggunaan body camera dapat mengurangi tindakan polisi serta penyimpangan yang terlalu berlebih. (ang/ian)

  • MK Kabulkan Calon Pernah Jadi Kepala Daerah Maju Pilpres

    MK Kabulkan Calon Pernah Jadi Kepala Daerah Maju Pilpres

    Jakarta (beritajatim.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru, seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (UNSA).

    Gugatan tersebut berhubungan dengan usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    Dalam sidang pembacaan putusan yang berlangsung pada hari Senin, Ketua MK, Anwar Usman, menyatakan bahwa Mahkamah telah memutuskan untuk membolehkan seseorang yang belum mencapai usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, asalkan mereka memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.

    “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan, Senin (16/10/2023).

    BACA JUGA:
    MK Kabulkan Penarikan 2 Gugatan Persyaratan Pemilu

    Putusan ini berakar pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang awalnya mengatur bahwa “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”

    Mahkamah berpendapat bahwa pembatasan usia minimal capres-cawapres pada 40 tahun dapat menghambat potensi anak muda untuk menjadi pemimpin negara, dan menyebutnya sebagai bentuk ketidakadilan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.

    BACA JUGA:
    Selain Batas Usia, MK Tolak Seluruh Gugatan Syarat Capres-Cawapres

    Gugatan ini juga terkait sosok Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, yang dianggap sebagai tokoh yang inspiratif. Pemohon berpendapat bahwa Gibran harus diizinkan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, meskipun usianya saat ini baru 35 tahun. Mereka menilai bahwa Gibran memiliki potensi besar untuk memajukan Kota Solo secara ekonomi.

    Sebelumnya, MK telah menolak tiga permohonan uji materi aturan yang sama yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan beberapa kepala daerah. [aje/beq]

  • MK Kabulkan Penarikan 2 Gugatan Persyaratan Pemilu

    MK Kabulkan Penarikan 2 Gugatan Persyaratan Pemilu

    Jakarta (beritajatim.com) – Mahmakah Konstitusi (MK) mengabulkan dua pemohon yang mengajukan penarikan gugatan terkait persyaratan Pemilu. Kedua pemohon tersebut awalnya melakukan gugatan terkait persyaratan batasan usia calon kepala negara.

    Meski demikian dua pemohon sepakat melakukan penarikan kembali gugatan dan ternyata penarikan gugatan ini dikabulkan oleh MK

    Dua pengajuan gugatan ini disampaikan oleh seseorang bernama Imam Hermanda dan Soefianto Sutono. Mereka mengajukan gugatan atas permohonan persyaratan batasan usia kepala negara dalam hal ini Capres dan Cawapres batasan minimalnya menjadi 30 tahun.

    Namun kemudian tak selang berapa lama permohonan gugatan ini ditarik oleh mereka. Kemudian MK saat ini Senin (16/10/2023) mengumumkan bahwa MK mengabulkan penarikan gugatan perkara yang disampaikan dua pemohon yakni Imam Hermada dan Soefianto Sutono.

    “MK Mengabulkan penarikan kembali permohonan para pemohon,” ujar Ketua MK Anwar Usman melansir YouTube Mahkamah Konstitusional.

    BACA JUGA:
    MK Juga Tolak Penyelenggara Negara Bisa Maju Capres-Cawapres

    Anwar menuturkan setelah dikabulkannya penarikan gugatan ini maka para pemohon perkara tidak dapat mengajukan kembali permohonan.

    Anwar juga menegaskan pengajuan gugatan ini diterima oleh MK pada (18/8/2023) silam kemudian tak selang berapa lama pemohon ini menarik kembali gugatannya pada (2/10/2023).

    Setelah pengajuan gugatan ini ditarik kembali oleh mereka maka MK bermaksud memanggil kaitan melakukan konfirmasi kepada yang bersangkutan namun sayangnya dua orang ini tidak hadir dalam pemanggilan tersebut.

    BACA JUGA:
    Selain Batas Usia, MK Tolak Seluruh Gugatan Syarat Capres-Cawapres

    Hingga saat ini sidang pembacaan putusan di Mahkamah Konstitusi masih terus berlangsung. Masih ada beberapa pembacaan sidang gugatan lagi.

    Sementara itu sidang sempat ditunda hingga dilanjutkan pukul 14.00 WIB nanti. [aje/beq]

  • MK Kabulkan Calon Pernah Jadi Kepala Daerah Maju Pilpres

    Selain Batas Usia, MK Tolak Seluruh Gugatan Syarat Capres-Cawapres

    Jakarta (beritajatim.com) – Gugatan terkait persyaratan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) dalam Pemilu 2024 seluruhnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusional (MK).

    Tak hanya soal batasan usia di bawah 40 tahun, MK juga menolak gugatan dari pemohon Partai Garuda.

    Partai Garuda melakukan permohonan kaitan dengan penambahan frasa persyaratan yakni dengan usia minimal dan atau pernah menjabat sebagai kepala daerah dan atau berpengalaman.

    Permohonan ini kemudian ditolak oleh MK dalam sidang pembacaan putusan MK kaitan Pemilu 2024 Senin (16/10/2023) melansir YouTube Mahkamah Konstitusi.

    Pertimbangan hukum batasan usia minimal Capres dan Cawapresdan merupakan kebijakan pembuat undang undang yakni DPR dan Presiden. Maka MK tidak menemukan pembenar atau hal yang bersifat inkonstitusional terkait hal ini.

    BACA JUGA:
    Putusan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres, 2 Hakim DO

    Selain itu pemohon yang menyatakan ada syarat alternatif sebagaimana konstruksi awal tetap dengan usia minimal 40 tahun atau ada frasa alternatif yakni seseorang tersebut sudah melakukan penyelenggaraan negara dapat dicalonkan menjadi kepala negara, kondisi ini justru menjadi kontradiktif.

    Hingga saat ini sidang pembacaan putusan di Mahkamah Konstitusi masih terus berlangsung.

    Sebelumnya beberapa gugatan kaitan dengan Pemilu 2024 tentang usia minimal 40 tahun Capres dan Cawapres ditolak.

    BACA JUGA:
    Pertimbangan MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

    “Amar Putusan, Mengadili: Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Anwar Usman Senin (16/10/2023).

    Menurut MK penentuan usia minimal capres-cawapres menjadi ranah pembentuk Undang-undang.

    Anwar menyebut, pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. [aje/beq]

  • Putusan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres, 2 Hakim DO

    Putusan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres, 2 Hakim DO

    Jakarta (beritajatim.com) – Meski gugatan mengenai batas usia minimal Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) telah ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), putusan tersebut tidak bulat. Ada 2 hakim yang menyatakan Dissenting Opinion (DO) alias berbeda pendapat.

    Dua hakim yang menyatakan DO yakni Suhartoyo dan M Guntur Hamzah.

    Melansir YouTube Mahkamah Konstitusi Senin (16/10/2023) untuk hakim Suhartoyo menyatakan bahwa hakikatnya persyaratan capres dan cawapres ini melekat dan seharusnya tidak berkaitan dengan batasan usia sebenarnya.

    Sementara dari Hakim Guntur Hamzah menyatakan bahwa sebaiknya gugatan dikabulkan sebagian. Menurutnya maka hal ini menjadi semacam diskriminasi tersendiri.

    BACA JUGA:
    Pertimbangan MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

    Selain dari PSI dan Partai Garuda penggugat juga berasal dari berbagai kalangan.

    Dari sekian banyak para pemohon atau penggugat dengan berbagai perkara ini meminta MK untuk mengubah batas minimal capres cawapres menjadi 21 tahun, menjadi 25 tahun, menjadi 30 tahun, hingga menjadi 35 tahun, atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.

    Hingga saat ini sidang pembacaan putusan di Mahkamah Konstitusi masih terus berlangsung.

    BACA JUGA:
    MK Tolak Gugatan Batas Usia Minimal Capres dan Cawapres

    Sebelumnya beberapa gugatan kaitan dengan Pemilu 2024 tentang usia minimal 40 tahun Capres dan Cawapres ditolak.

    “Amar Putusan, Mengadili: Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Anwar Usman Senin (16/10/2023).

    Menurut MK penentuan usia minimal capres-cawapres menjadi ranah pembentuk Undang-undang.

    Anwar menyebut, pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. [aje/beq]

  • Pertimbangan MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

    Pertimbangan MK Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

    Jakarta (beritajatim.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

    “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Senin (15/10/2023).

    Dalam pertimbangannya, anggota Hakim Konstitusi Saldi Isra menyampaikan, pengaturan persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, termasuk mengenai batas usia minimal sebagaimana telah diuraikan risalah pembahasan persyaratan Presiden, di mana telah disepakati oleh pengubah UUD bahwa ihwal persyaratan dimasukkan dalam bagian materi yang akan diatur dengan Undang-undang.

    Sehingga, norma Pasal 169 huruf g UU 7/2017 merupakan materi undang-undang yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 6 ayat (2) UUD 1945.

    “Dengan demikian, pilihan pengaturan norma Pasal 169 huruf g UU 7/2017 tidak melampaui kewenangan pembuat undang-undang dan tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan, serta tidak nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan dalam UUD 1945,” ujarnya.

    BACA JUGA:
    MK Tolak Gugatan Batas Usia Minimal Capres dan Cawapres

    Kemudian, jika norma Pasal 169 huruf g UU 7/2017 didalilkan para Pemohon bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang infolerable sebab diskriminatif terhadap warga negara Indonesia yang berusia kurang dari 40 (empat puluh) tahun maka dengan menggunakan logika yang sama, dalam batas penalaran yang wajar, menurunkannya menjadi 35 (tiga puluh lima) tahun tentu dapat juga dinilai merupakan bentuk pelanggaran moral, ketidakadilan, dan diskriminasi bagi yang berusia di bawah 35 (tiga puluh lima) tahun atau batasan batasan usia tertentu di bawah 35 (tiga puluh lima) tahun.

    Terutama bagi warga negara yang sudah memiliki hak untuk memilih, yaitu warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pemah kawin.

    Oleh karena itu, lanjut Saldi, dalam hal ini, Mahkamah tidak dapat menentukan batas usia minimal bagi calon Presiden dan calon Wakil Presiden karena dimungkinkan adanya dinamika di kemudian hari.

    “Selain itu, jika Mahkamah menentukannya maka fleksibilitasnya menjadi hilang dan dapat memicu munculnya berbagai permohonan yang terkait dengan persyaratan batas minimal usia jabatan publik lainnya ke Mahkamah Konstitusi (MK),” tegas Saldi.

    BACA JUGA:
    Agak Molor, MK Bacakan Putusan Batas Usia Capres Cawapres

    Dia juga menyebut, norma pengaturan persyaratan batas minimal usia calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam perkembangannya sebagaimana telah diuraikan berbeda-beda pengaturannya dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dari waktu ke waktu terutama sejak dilakukan pemilihan secara langsung oleh rakyat.

    “Tidak ada ketentuan mengenai persyaratan usia yang dapat dipersamakan atau disetarakan dengan persyaratan usia calon Presiden dan calon Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam norma Pasal 169 huruf g UU 7/2017,” kata Saldi. [hen/beq]

  • MK Kabulkan Penarikan 2 Gugatan Persyaratan Pemilu

    MK Tolak Gugatan Batas Usia Minimal Capres dan Cawapres

    Jakarta (beritajatim.com) – Mahkamah Konstitusional MK menolak gugatan Partai Solidaritas Indonesia PSI dan beberapa gugatan lain terkait batas usia minimal Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres).

    Beberapa gugatan kaitan dengan Pemilu 2024 tentang usia minimal 35 Capres dan Cawapres seluruhnya ditolak dan tidak ada yang diterima.

    “Amar Putusan, Mengadili: Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Anwar Usman Senin (16/10/2023) disiarkan melalui akun YouTube Mahkamah Konstitusional.

    Tak hanya PSI saja yang melakukan gugatan ada parpol lain seperti Garuda juga melakukan penolakan.

    Menurut MK penentuan usia minimal capres-cawapres menjadi ranah pembentuk undang-undang.

    BACA JUGA:
    Agak Molor, MK Bacakan Putusan Batas Usia Capres Cawapres

    Anwar menyebut, pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya

    “Mahkamah tidak dapat menentukan batas usia minimal bagi calon presiden dan calon wakil presiden karena dimungkinkan adanya dinamika di kemudian hari,” ujar hakim Saldi Isra.

    Saldi Isra menegaskan jika MK mengabulkan penurunan usia 35 tahun maka dikemudian hari dikhawatirkan akan terjadi gejolak juga bagi yang merasa di bawah 35 tahun.

    BACA JUGA:
    Almisbat Kritik Judicial Review Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

    Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sendiri berbunyi:

    “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” ujarnya.

    MK memutuskan keputusan ini tepat pukul 12.10 WIB. Dari 9 hakim 2 di antaranya menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda. [aje/beq]

  • MK Kabulkan Calon Pernah Jadi Kepala Daerah Maju Pilpres

    Agak Molor, MK Bacakan Putusan Batas Usia Capres Cawapres

    Jakarta (beritajatim.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan terkait permohonan uji materi batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) hari ini, Senin (16/10/2023). Sidang putusan dimulai pukul 10.00 WIB.

    Meski agak molor namun semuanya sudah berkumpul di ruangan. Sementara pantauan di luar gedung Mahkamah Konstitusi, massa sudah berkumpul di seputaran area gedung MK. Maka diimbau bagi mereka yang akan melewati Jalan Medan Merdeka Barat untuk mencari alternatif lantaran ada penutupan.

    Pantauan dari laman resmi dan YouTube MK agenda yang sedianya mulai pukul 10.00 WIB agak molor lebih dari 20 menit.

    Rencananya, MK bakal memutus sebanyak tujuh perkara yang berkaitan dengan batas usia capres dan cawapres tersebut.

    Dalam perkara ini pemohon meminta Majelis Hakim untuk menurunkan batas usia capres-cawapres menjadi 35 tahun dari sebelumnya 40 tahun.

    BACA JUGA:
    Aliansi Pengacara Ajukan Gugatan Judicial Review UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi

    Sementara itu, sebanyak 1.992 aparat gabungan bakal dikerahkan di kawasan MK. Personel tersebut merupakan gabungan dari elemen TNI, Polri, dan Pemprov DKI Jakarta.

    Berikut daftar gugatan batas usia capres-cawapres yang akan dibacakan putusannya:

    1. Perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun.

    2. Perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Partai Garuda. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.

    3. Perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa sebagai pemohon. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.

    BACA JUGA:
    Siapkan Buku 20 Tahun Mahkamah Konstitusi

    4. Perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.

    5. Perkara nomor 91/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Arkaan Wahyu Re A sebagai pemohon. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 21 tahun.

    6. Perkara nomor 92/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Melisa Mylitiachristi Tarandung sebagai pemohon. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 25 tahun.

    7. Perkara Nomor 105/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Soefianto Soetono dan Imam Hermanda. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 30 tahun. [aje/beq]

  • PN Surabaya Masih Telusuri Gugatan Kasus Suami Ida Susanti, Ternyata Perempuan

    PN Surabaya Masih Telusuri Gugatan Kasus Suami Ida Susanti, Ternyata Perempuan

    Surabaya (beritajatim.com) – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sampai saat ini masih menelusuri pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Ida Susanti (59) perempuan yang menikah dengan Nardinata Marshioni (terlapor) yang ternyata adalah perempuan.

    “Masih kita telusuri dan butuh waktu. Karena perkaranya sudah lama,” ujar Humas PN Surabaya, Gede Agung Pranata, Selasa (3/10/2023).

    Sementara laporan dugaan pemalsuan identitas yang dilaporkan ke polisi saat ini masih didalami Polda Jatim. Meski laporan tersebut sudah terjadi sejak 2002 lalu.

    Baca Juga: Gubernur Khofifah Beri Motivasi Generasi Muda di Jambore Daerah Jatim

    Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto mengatakan kasus tersebut merupakan kasus lama dan kini sedang didalami oleh penyidik.

    “Kasus lama, saling lapor, masih didalami sama penyidik,” ungkap Dirmanto, Senin (2/10/2023).

    Dirmanto menjelaskan, kasus tersebut merupakan kasus rumah tangga yang berujung saling lapor antara Ida Susanti dan Nardinata alias Oni Yusuf. Laporan Ida tersebut atas pemalsuan identitas.

    “Kejadian sekitar pelaporan 8 Agustus 2002 dilaporkan di Polda, pelapor Ida Susanti terlapor Nardinata MS,” ujar Dirmanto.

    Baca Juga: Aktivis Mahasiswa Pertanyakan MK, Uji Materi Listsus Rekam Jejak Capres Belum Ditindaklanjuti

    Di tahun 2003, Nardinata melaporkan Ida Susanti di Polrestabes Surabaya atas perusakan barang atau properti dan divonis percobaan 6 bulan.

    “Ida melakukan gugatan perdata di PN 6 Juni 2023,”

    Dirmanto menjelaskan, bahwa Ida juga telah dipanggil Polda Jatim pada 30 Agustus 2023 untuk dimintai keterangan tentang postingan di media sosial.

    “Penyidik Polda Jatim sudah melakukan panggilan Ida Susanti di Polda Jatim 30 Agustus 2023, yang intinya yang bersangkutan memviralkan konten di Medsos dengan harapan agar PN Surabaya mengabulkan gugatan perdata yang diajukan,” ungkap Dirmanto.

    Baca Juga: Gerai Mie Gacoan Jalan Urip Sumoharjo Kediri Ditutup

    Dirmanto pun memberi catatan dan mempertahankan, tentang pelaporan ini, sebab keduanya menikah pada 2000 dan baru melaporkan kejadian itu kepada Polda Jatim pada 2002.

    “Catatan dan tanda tanya, nikahnya tahun 2000 sekitar bulan Juli, lalu kok baru lapor 2002, tahun itu waktu yang lama,” pungkas dia

    Perlu diketahui, Ida mengatakan di sejumlah media bahwa telah melaporkan Nardinata dengan dugaan penipuan pemalsusan identitas dengan nomor laporan LP/323/VIII/2002/Puskodalops tanggal 8 Agustus 2023.

    Saat itu Ida membawa barang bukti berupa tiga KTP milik Nardinata dengan nama Oni Yusuf, Nardinata Marshioni Suhaimi, dan Nera Maria Suhaimi Joseph yang merupakan jenis kelamin perempuan.

    Baca Juga: Pelemparan Bondet di Rumah Panitia Pilkades, Kapolres Pasuruan : CCTV Buram

    “Laporan itu tidak diterima, karena surat kawin tidak ada,” ucap Ida Jumat (29/9/2023).

    Ida kemudian mencari cara agar laporan itu diproses. Setelah Ida mencari tau, ternyata Nardinata juga menikahi seorang perempuan dari Blitar bernama Nurul.

    “Akhirnya kakakku ke Blitar untuk dapat surat nikah (Nardinata dengan Nurul) tak selipin baru kemudian diproses Polda. Jadi pakai surat nikahnya Nurul itu,” jelasnya.

    Di waktu yang sama, Nardinata melapor ke Polrestabes Surabaya yang saat itu bernama Polwil Surabaya atas penyerobotan rumah oleh Ida. Padahal saat itu, sertifikat rumah ada di tangan Ida.

    Baca Juga: Awas! Ini Tanda WhatsApp Diretas, Cek Cara Mengatasinya

    “Tapi 2003-2004 pelaporanku gak diproses. Yang diproses penyerobotan atas nama Aulia Suhaimin aku dianggap nyerobot rumah. Aku menyerahkan sertifikat asliku untuk barang bukti di Polrestabes,” terang dia.

    Pada 2007, keluarlah surat DPO Nardinata. Namun, Nardinata tak kunjung ditangkap Polda Jatim.

    Lalu, pada 2013 Ida menemukan surat nikahnya yang telah hilang. Akhirnya, ia pun melakukan peninjauan kembali atas laporannya pada 2002 silam.

    Baca Juga: BPBD Ponorogo Selamatkan Kambing yang Tercebur Sumur

    “Tapi ujung-ujungnya tahun 2022 saya dikirimi surat eksekusi. Mei 2023 dapat surat, Juni rumahku dieksekusi,” jelasnya.

    Karena merasa tak mendapatkan keadilan, Ida pun memviralkan apa yang ia alami ke media sosial. Baru kemudian Ida kembali dipanggil Polda Jatim pada Agustus 2023. [uci/ian]

  • PSI Gugat Usia Minimum Capres Cawapres ke MK, I Dewa Gede Palguna: Salah Alamat

    PSI Gugat Usia Minimum Capres Cawapres ke MK, I Dewa Gede Palguna: Salah Alamat

    Surabaya (beritajatim.com) – Eks Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), I Dewa Gede Palguna menegaskan bahwa gugatan batas usia minimal capres cawapres ke MK salah alamat. Ia meminta semua pihak tidak memaksakan kehendak terkait hal itu.

    “Saya tegaskan, urusan umur itu nggak ada urusan dengan konstitusi. Itu bukan isu pengujian konstitusionalitas. Itu wilayahnya legislative review. Itu legal policy pembuat undang-undang,” kata Dewa dalam keterangan tertulis yang diterima beritajatim.com, Selasa (26/9/2023).

    Menurutnya, soal berapa usia yang akan ditetapkan bagi presiden dan calon wakil presiden, merupakan kewenangan pembentuk undang-undang. Tidak ada dasar yang mengatakan, bahwa penetapan umur pada seseorang untuk menempati jabatan tertentu, baik jabatan politik maupun non politik bukan urusan konstitusional.

    Baca Juga: Tak Hanya Yogurt, Yakult Merah Juga Haram dan Najis, KH Marzuqi Mustamar: Mohon Jangan Dibeli

    “Bagaimana kita mengatakan 40 tahun, 30 tahun atau berapapun itu konstitusional? Nggak ada kan? Terus bagaimana kita mengukur konstitusional atau tidak. Argumentasi bahwa usia minimal capres cawapres adalah 40 tahun adalah inkonstitusional apa, kan nggak ada dasarnya,” tegasnya.

    Untuk itu, pihaknya meminta semua pihak tidak memaksakan kehendak. Sebab, tidak semua persoalan dibawa ke MK untuk penyelesaian.

    “Yang dibawa ke MK itu apabila terdapat norma undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Posisi dasarnya kan itu,” ucapnya.

    Baca Juga: Belum Genap Sebulan Bertugas, Kasatlantas Polres Gresik Dimutasi Lagi

    Maka, dia sepakat bahwa MK tidak memproses gugatan batas usia minimal capres cawapres. Sebab jika gugatan itu diproses, maka MK bisa dianggap menyerobot kewenangan pembuat undang-undang.

    “Saya tegaskan itu (gugatan batas usia minimal capres cawapres) bukan ranahnya MK. Itu sepenuhnya ranah pembuat undang-undang. Itu ranah positif legislator, bukan negative legislator seperti MK,” pungkasnya.

    Diketahui, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggugat aturan perundangan soal pembatasan usia minimal capres – cawapres ke MK.

    Baca Juga: Proyek Revitalisasi Pasar Suko TPKD Pasar Suko Spesifikasikan Bangunan Non Komersial

    PSI Ingin agar aturan batasan usia minimal capres – cawapres diubah dari 40 tahun menjadi 35 tahun. Selain PSI, ada juga Partai Garuda yang kemudian ikut menggugat atau mengajukan uji materi atas aturan ini.

    Aturan pembatasan usia minimal capres – cawapres ini tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi: “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”. [asg/ian]