Kementrian Lembaga: MK

  • Mengenal Pengertian hingga Perbedaan UMP, UMR dan UMK – Page 3

    Mengenal Pengertian hingga Perbedaan UMP, UMR dan UMK – Page 3

    Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menjawab keresahan pekerja maupun buruh terkait nasib  penetapan Upah Minimum (UM) tahun 2025 yang tak kunjung ditetapkan.

    Kepala Biro Humas Kemnaker, Sunardi Manampiar Sinaga meminta kepada seluruh pihak untuk bisa bersabar terkait penetapan Upah Minimum 2025.

    Sebab, Pemerintah akan cermat dan teliti terkait kebijakan yang ditempuh guna mengakomodir kepentingan semua pihak, baik itu para pekerja/buruh maupun para pengusaha. Namun, ia memastikan upah tahun depan mengalami kenaikan meski tidak disebutkan besarannya.

    Yang pasti bahwa UM 2025 akan naik,” kata  Sunardi di Jakarta, Jumat (22/11).

    Ia meminta para Gubernur untuk menunggu kebijakan Pemerintah Pusat terkait penetapan Upah Minimum (UM) tahun 2025. Saat ini regulasi kebijakan UM tahun 2025 masih dalam proses kajian.

    “Kemnaker meminta para Gubernur untuk menunggu regulasi terbaru,” ujarnya.

    Sunardi mengatakan, Kemnaker telah membuat surat edaran kepada para Gubernur untuk menunggu regulasi terkait penetapan UM Tahun 2025. Regulasi baru nantinya akan mempertimbangkan berbagai aspek termasuk materi pasca Putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materil Undang-Undang Cipta kerja.

    “Jadi seperti yang sudah disampaikan di berbagai kesempatan oleh Bapak Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, bahwa Pemerintah akan menghormati dan mematuhi putusan dari MK tersebut,” katanya.

    Kebijakan Upah Minimum

    Menurutnya, bahwa proses pembahasan dan kajian kebijakan UM tahun 2025 telah melibatkan seluruh pihak, baik pengusaha maupun serikat pekerja/serikat buruh dan stakeholders lainnya.

    “Kemnaker juga memastikan bahwa regulasi ini nantinya telah meaningful participation yang sebelumnya sudah dilaporkan oleh Bapak Menaker kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto,” jelasnya.

  • Ahli nilai hitungan awal kerugian negara bisa jadi bukti Tom Lembong

    Ahli nilai hitungan awal kerugian negara bisa jadi bukti Tom Lembong

    Saya berpikir bahwa konsep putusan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah bukti permulaan

    Jakarta (ANTARA) – Ahli Hukum Pidana atau Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menilai hitungan awal kerugian negara bisa menjadi bukti di sidang Tom Lembong terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

    Hibnu mengatakan dalam penetapan tersangka, dimulai dengan penyelidikan dan kemudian dilanjutkan dengan penyidikan.

    Dalam penyidikan ini ditemukan bukti permulaan yaitu tercukupinya minimal dua alat bukti, berdasarkan pasal 184 KUHAP yang didapatkan yakni dari alat bukti keterangan saksi, alat bukti keterangan ahli, alat bukti surat, dan alat bukti petunjuk maupun barang bukti elektronik berdasarkan pasal 26A UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001.

    Dia menegaskan dalam penentuan tindak pidana korupsi, penyidik tidak hanya mengandalkan BPK maupun BPKP melainkan juga dengan pihak lainnya.

    “Pada pokoknya menentukan bahwa penyidik tindak pidana korupsi, bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPK dan BPKP melainkan dapat pula berkoordinasi dengan instansi lain,” ujarnya.

    Ditambahkan, penyidik bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPK dan BPKP sepanjang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam hal perhitungan kerugian keuangan Negara tersebut.

    Dengan demikian, Kejaksaan Agung (Kejagung) masih mengandalkan empat bukti yang dimiliki namun tidak menutupi mencari bukti lainnya hingga sampai tingkat penyidikan.

    PN Jakarta Selatan (Jaksel) menggelar sidang gugatan praperadilan tahapan pembuktian menghadirkan saksi ahli dari termohon Kejaksaan Agung mulai pukul 09.30 WIB.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan lima saksi ahli dalam sidang praperadilan Tom Lembong terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.

    Kelima saksi ahli, antara lain Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Pancasila Agus Surono, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho, ahli Hukum Administrasi Negara Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur Ahmad Redi, Direktur Investigasi I Deputi Bidang Investigasi BPKP Evenri Sihombing, dan dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Taufik Rachman.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024

  • KPU Bali upayakan capai target 75 persen partisipasi pemilih pilkada

    KPU Bali upayakan capai target 75 persen partisipasi pemilih pilkada

    Arsip foto – Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan saat acara Debat Terbuka Pilkada Bali di Badung, Rabu (20/11/2024). ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari (Ni Putu Putri Muliantari)

    KPU Bali upayakan capai target 75 persen partisipasi pemilih pilkada
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Jumat, 22 November 2024 – 07:49 WIB

    Elshinta.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali terus mengupayakan agar tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2024 ini mencapai 75 persen di Pulau Dewata.

    Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan di Badung, Kamis, mengatakan saat ini jika melihat sejumlah hasil simulasi pemungutan suara, target itu masih belum tercapai.

    “Rasanya belum 75 persen, kita dorong lagi karena waktu simulasi masih berada di kisaran 70-an persen, dari simulasi kemarin hampir (seluruh kabupaten/kota) 75 persen hadir, kecuali Denpasar yang jeblok hampir di bawah 50 persen,” kata dia.

    Lidartawan memperkirakan sebab belum tercapainya target partisipasi saat simulasi pemungutan suara itu karena banyak pemilih  yang tak hadir di TPS akibat punya kesibukan masing-masing, serta kurangnya sosialisasi kegiatan tersebut.

    Untuk itu di sisa waktu hari jelang Pilkada Serentak 27 November 2024, KPU Bali memaksimalkan peran badan adhoc seperti panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) yang akan dikumpulkan pada 22 dan 23 November untuk bimbingan sekaligus diminta sosialisasi berbasis banjar atau melalui sosial media.

    “Mudah-mudahan akan meningkat saat nanti kita melakukan pemilu, targetnya 75 persen dan tidak ada lagi sengketa ke MK,” ujar Lidartawan.

    Selain itu penyebaran formulir C6 pemberitahuan pemilih juga ditargetkan sampai ke pemilih setidaknya lima hari jelang pemungutan suara.

    Melalui undangan memilih itu, KPU Bali meyakini tingkat partisipasi akan meningkat, sehingga ditekankan kepada kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) agar tidak memanfaatkan formulir tersebut untuk kecurangan.

    “Harus dikawal oleh pengawas TPS supaya mereka (KPPS) menyebarkan, jangan lagi ada indikasi KPPS menyalahgunakan C6 diberikan kepada yang tidak berhak, kalau itu ketahuan sudah diberhentikan tidak hormat, tidak boleh jadi penyelenggara lagi,” ujarnya.

    Adapun jumlah daftar pemilih tetap pada Pilkada Serentak 2024 di Provinsi Bali adalah 3.283.893 pemilih yang tersebar di sembilan kabupaten/kota dengan terbesar di Kabupaten Buleleng dan terkecil jumlahnya di Kabupaten Klungkung.

    Sumber : Antara

  • Titi mendorong penyatuan UU Pemilu dan UU Pilkada dalam satu naskah

    Titi mendorong penyatuan UU Pemilu dan UU Pilkada dalam satu naskah

    Semarang (ANTARA) – ​​​Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mendorong penyatuan Undang-Undang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dalam satu naskah undang-undang meski putusan Mahkamah Konstitusi tidak secara eksplisit menyebutkan hal itu.

    “Namun, dalam banyak putusan MK, Mahkamah tidak lagi membedakan antara norma pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada),” kata dosen Fakultas Hukum UI Titi Anggraini menjawab pertanyaan ANTARA dari Semarang, Jumat.

    Apakah Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 terkait dengan keserentakan pemilu dan pilkada bisa menjadi konsiderans penyatuan UU Pemilu dan UU Pilkada dalam satu naskah UU, Titi menjawab bahwa penyatuan dasarnya merujuk pada Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK No. 85/PUU-XX/2022 meski tidak secara gamblang.

    Karena tidak membedakan antara norma pemilu dan pilkada, menurut dia, untuk koherensi dan harmonisasi serta sinkronisasi pengaturan sudah semestinya pemilu dan pilkada diatur dalam satu naskah undang-undang yang sama, yaitu UU Pemilu.

    “Khususnya karena Putusan MK No.85/PUU-XX/2022 tidak lagi membedakan rezim pilkada dan pemilu, MK menegaskan bahwa pilkada adalah pemilu,” kata pegiat kepemiluan ini.

    Penegasan tentang urgensi kodifikasi, kata Titi, juga secara eksplisit disampaikan Wakil Ketua MK Saldi Isra saat persidangan Perkara No. 101/PUU-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi pada tanggal 30 Oktober 2024.

    Disebutkan bahwa MK sudah secara eksplisit menyatakan bahwa tidak ada perbedaan rezim antara pemilu dan pilkada, artinya ke depan DPR harus menyatukannya dalam satu undang-undang.

    Selain itu, penataan aturan juga diperlukan sebab beberapa putusan MK telah mengamanatkan untuk melakukan perbaikan atau perubahan di dalam undang-undang atau yang sering disebut sebagai judicial order (perintah pengadilan).

    Saldi Isra juga berharap semua yang terkait dengan pengaturan pemilu sudah selesai dibahas DPR sebelum tahapan dimulai.

    “Disebutkan pula mengapa itu penting? Karena setelah tahapan dimulai, hal-hal yang prinsipil semestinya tidak lagi diutak-atik, baik oleh DPR maupun MK, misalnya soal persyaratan dan sebagainya,” kata dia.

    Sebelumnya, pembentuk undang-undang, dalam hal ini DPR RI dan pemerintah, telah menyiapkan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu), yang menyatukan UU Pemilu dan UU Pilkada.

    Salah satu pertimbangan dalam draf RUU Pemilu pemutakhiran pada tanggal 26 November 2020, antara lain, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 (UU Pilkada) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum perlu disatukan, disederhanakan, dan disesuaikan dengan perkembangan demokrasi dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Sesuai dengan pertimbangan Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019, alternatif ke-4: “Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, pemilihan gubernur, dan bupati/wali kota.”

    Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2024

  • Jangan Biarkan KPK Kehilangan Gigi

    Jangan Biarkan KPK Kehilangan Gigi

    TEPUK tangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat bergemuruh ketika Johanis Tanak berjanji menghapus operasi tangkap tangan (OTT) di Komisi Pemberantasan Korupsi apabila dirinya terpilih untuk melanjutkan jabatan sebagai pimpinan lima tahun mendatang.

    Tanak yang menyampaikan janji itu saat mengikut uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), kini telah terpilih kembali menjadi salah satu komisioner KPK periode 2024-2029. Tanak berhasil mendapatkan dukungan dari 48 anggota Komisi III DPR.

    Terpilihnya Tanak jelas membuat publik cemas. Pasalnya, janji penghapusan OTT jelas berbahaya buat masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia kalau benar-benar diterapkan. Selama ini, OTT justru menjadi salah satu instrumen hukum yang dinilai ampuh untuk melakukan penindakan terhadap kasus korupsi.

    Tidak hanya mampu untuk melakukan penegakan hukum secara cepat, OTT juga memberikan efek jera yang luar biasa terhadap para koruptor. OTT merupakan metode penegakan hukum yang digunakan KPK untuk menangkap pelaku tindak pidana korupsi di saat mereka melakukan tindakan koruptif tersebut, ketika melakukan transaksi rasuah.
     

    Kegiatan OTT dimulai dengan proses pengumpulan informasi dan bukti awal mengenai dugaan tindak pidana korupsi. OTT selalu didahului oleh proses perencanaan, dimulai dari penyadapan yang kemudian diikuti pengintaian terhadap terduga pelaku. Lalu, setelah terduga beraksi, KPK langsung melakukan penangkapan.

    Penyadapan inilah yang membuat banyak koruptor keder, lebih waspada, dan bersiasat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan, banyak dari mereka yang terpaksa memakai sandi-sandi khusus saat berkomunikasi untuk melakukan rasuah.

    Jika kegiatan OTT tidak lagi digunakan, proses penyadapan mungkin saja tidak akan dijalankan lagi. Padahal, KPK masih memiliki kewenangan itu meski saat ini penyadapan membutuhkan persetujuan dari Dewan Pengawas KPK.

    Memang sial nasib pemberantasan korupsi di negeri ini. Wisnu Baroto yang juga satu pemikiran dengan Tanak terpilih sebagai anggota Dewas KPK. Saat uji kelayakan dan kepatutan, ia berujar OTT yang selama ini dilakukan KPK tak lagi relevan dengan pemberantasan korupsi.

    Maka, terpilihnya Tanak dan Wisnu semakin memperjelas bahwa upaya pemberantasan korupsi masih terus digerogoti. Upaya pelemahan ini diprediksi terus berlanjut hingga lima tahun mendatang. Kalau OTT dihilangkan, kekuatan KPK semakin berkurang, dan para koruptor pun pasti senang.

    Upaya penggembosan KPK itu jelas menjadi ironi di tengah kian masifnya tindak pidana korupsi. Mafia peradilan semakin bertumbuh subur. Begitu juga pejabat yang semakin tidak punya rasa takut mencuri uang rakyat. Bahkan, rasuah pun terjadi di dalam tubuh KPK sendiri.

    Fakta-fakta itu menegaskan bahwa KPK, yang seharusnya menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi di Tanah Air, telah kehilangan nyali. Pimpinan KPK selama ini tidak punya keberanian untuk menolak intervensi dari berbagai kepentingan, yang ujungnya berimbas pada independensi lembaga.

    Setelah hilang nyali, KPK kini juga berpotensi kehilangan gigi jika OTT benar-benar dihapuskan. KPK akan semakin tidak menjadi andalan dalam memberangus korupsi. Lembaga yang merupakan anak kandung reformasi itu sangat mungkin bakal meneruskan keterpurukan selama lima tahun terakhir, sejak sebagian kekuatannya lenyap akibat revisi Undang-Undang (UU) KPK Tahun 2019 yang mengamputasi independensi mereka.

    Sekarang saja, berdasarkan survei tingkat kepercayaan publik terhadap penegak hukum, KPK berada di urutan terbawah. KPK hanya dipercaya 65% responden, di bawah Kejaksaan Agung (75%), pengadilan (73%), Polri (69%), dan Mahkamah Konstitusi (68%).

    Korupsi telah lama menjadi salah satu persoalan utama yang menghambat kemajuan bangsa ini. Upaya menihilkan KPK ini jelas akan semakin memperlemah upaya pemberantasan korupsi.

    TEPUK tangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat bergemuruh ketika Johanis Tanak berjanji menghapus operasi tangkap tangan (OTT) di Komisi Pemberantasan Korupsi apabila dirinya terpilih untuk melanjutkan jabatan sebagai pimpinan lima tahun mendatang.
     
    Tanak yang menyampaikan janji itu saat mengikut uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), kini telah terpilih kembali menjadi salah satu komisioner KPK periode 2024-2029. Tanak berhasil mendapatkan dukungan dari 48 anggota Komisi III DPR.
     
    Terpilihnya Tanak jelas membuat publik cemas. Pasalnya, janji penghapusan OTT jelas berbahaya buat masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia kalau benar-benar diterapkan. Selama ini, OTT justru menjadi salah satu instrumen hukum yang dinilai ampuh untuk melakukan penindakan terhadap kasus korupsi.
    Tidak hanya mampu untuk melakukan penegakan hukum secara cepat, OTT juga memberikan efek jera yang luar biasa terhadap para koruptor. OTT merupakan metode penegakan hukum yang digunakan KPK untuk menangkap pelaku tindak pidana korupsi di saat mereka melakukan tindakan koruptif tersebut, ketika melakukan transaksi rasuah.
     

    Kegiatan OTT dimulai dengan proses pengumpulan informasi dan bukti awal mengenai dugaan tindak pidana korupsi. OTT selalu didahului oleh proses perencanaan, dimulai dari penyadapan yang kemudian diikuti pengintaian terhadap terduga pelaku. Lalu, setelah terduga beraksi, KPK langsung melakukan penangkapan.
     
    Penyadapan inilah yang membuat banyak koruptor keder, lebih waspada, dan bersiasat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan, banyak dari mereka yang terpaksa memakai sandi-sandi khusus saat berkomunikasi untuk melakukan rasuah.
     
    Jika kegiatan OTT tidak lagi digunakan, proses penyadapan mungkin saja tidak akan dijalankan lagi. Padahal, KPK masih memiliki kewenangan itu meski saat ini penyadapan membutuhkan persetujuan dari Dewan Pengawas KPK.
     
    Memang sial nasib pemberantasan korupsi di negeri ini. Wisnu Baroto yang juga satu pemikiran dengan Tanak terpilih sebagai anggota Dewas KPK. Saat uji kelayakan dan kepatutan, ia berujar OTT yang selama ini dilakukan KPK tak lagi relevan dengan pemberantasan korupsi.
     
    Maka, terpilihnya Tanak dan Wisnu semakin memperjelas bahwa upaya pemberantasan korupsi masih terus digerogoti. Upaya pelemahan ini diprediksi terus berlanjut hingga lima tahun mendatang. Kalau OTT dihilangkan, kekuatan KPK semakin berkurang, dan para koruptor pun pasti senang.
     
    Upaya penggembosan KPK itu jelas menjadi ironi di tengah kian masifnya tindak pidana korupsi. Mafia peradilan semakin bertumbuh subur. Begitu juga pejabat yang semakin tidak punya rasa takut mencuri uang rakyat. Bahkan, rasuah pun terjadi di dalam tubuh KPK sendiri.
     
    Fakta-fakta itu menegaskan bahwa KPK, yang seharusnya menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi di Tanah Air, telah kehilangan nyali. Pimpinan KPK selama ini tidak punya keberanian untuk menolak intervensi dari berbagai kepentingan, yang ujungnya berimbas pada independensi lembaga.
     
    Setelah hilang nyali, KPK kini juga berpotensi kehilangan gigi jika OTT benar-benar dihapuskan. KPK akan semakin tidak menjadi andalan dalam memberangus korupsi. Lembaga yang merupakan anak kandung reformasi itu sangat mungkin bakal meneruskan keterpurukan selama lima tahun terakhir, sejak sebagian kekuatannya lenyap akibat revisi Undang-Undang (UU) KPK Tahun 2019 yang mengamputasi independensi mereka.
     
    Sekarang saja, berdasarkan survei tingkat kepercayaan publik terhadap penegak hukum, KPK berada di urutan terbawah. KPK hanya dipercaya 65% responden, di bawah Kejaksaan Agung (75%), pengadilan (73%), Polri (69%), dan Mahkamah Konstitusi (68%).
     
    Korupsi telah lama menjadi salah satu persoalan utama yang menghambat kemajuan bangsa ini. Upaya menihilkan KPK ini jelas akan semakin memperlemah upaya pemberantasan korupsi.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ADN)

  • Kolaborasi Daerah dan BKKBN, Kunci Cegah Kasus Stunting Baru

    Kolaborasi Daerah dan BKKBN, Kunci Cegah Kasus Stunting Baru

    Jakarta: Audit Kasus Stunting (AKS) terus menjadi andalan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam upaya menurunkan angka stunting di Indonesia. BKKBN mendorong kabupaten/kota untuk berbagi inovasi dan strategi nyata, termasuk pendampingan keluarga, intervensi gizi, hingga pencegahan pernikahan dini.

    Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Kemendukbangga/BKKBN Irma Ardiana mengatakan melalui AKS dapat belajar dari pemerintah kabupaten/kota untuk bisa menggalang komitmen dari berbagai pemangku kepentingan.

    Menurut Irma, banyak kisah dan pembelajaran menarik lain di daerah, di mana masyarakat kabupaten/kota sampai mendaftarkan keluarga tim audit sebagai penerima bantuan iuran jaminan kesehatan, memfasilitasi akte lahir, isbat nikah.

    “Serta memastikan penerimaan bantuan sosial, hingga akses pelatihan kerja bagi orang tua tim audit,” kata Irma.

    Sementara itu Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) Wihaji diwakiliDeputi Keluarga Sejahtera-Pemberdayaan Keluarga (KSPK), Nopian Andusti  menyampaikan apresiasinya kepada dua kabupaten.

    Kabupaten itu Bener Meriah di Provinsi Aceh dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) di Provinsi Sumatera Selatan. Apresiasi diberikan karena kedua kabupaten tersebut  terpilih untuk menyampaikan Praktik Baik Audit Kasus Stunting Indonesia untuk 5 PASTI (AKSI PASTI) Seri 4 Tahun 2024. 

    Kegiatan ini merupakan tahun ketiga pelaksanaan AKS dan tahun terakhir masa berlakunya Perpres 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

    Nopian mendorong agar seluruh kabupaten/kota  melakukan percepatan realisasi anggaran dan tahapan pelaksanaan AKS Siklus II, sehingga dapat mencapai target yang telah ditetapkan. 

    Nopian mendorong percepatan realisasi anggaran dan pelaksanaan AKS siklus kedua. Berdasarkan aplikasi Morena per 19 November 2024, realisasi anggaran Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) AKS baru mencapai 45,48% dengan realisasi anggaran Rp 18.842.612.947 dari total anggaran  Rp 41.433.995.740.

    “AKS tidak hanya untuk diagnosis kasus, tetapi juga memperkuat pendampingan keluarga. Kita harus mencegah kasus baru dengan mendampingi keluarga berisiko stunting,” jelas Nopian.

    Nopian mengatakan, Kemendukbangga/BKKBN memiliki peran untuk dapat menyosialisasikan dan memotivasi agar terbangun kesadaran para pihak dari tingkat desa/kelurahan dan kecamatan untuk membawa kasus-kasus yang sulit kepada ahlinya.

    Nopian berharap TPPS daerah memperkuat mekanisme operasional pendampingan keluarga berisiko stunting di lapangan melalui AKS. Selain menentukan diagnosis kasus, AKS juga bertujuan memperkuat manajemen pendampingan keluarga. 

    Pendekatan yang dibangun memungkinkan para tim teknis, termasuk Tim Pendamping Keluarga (TPK), memiliki kemampuan literasi dan berbagi memakai data, memahami bentuk pendampingan yang diperlukan sesuai rekomendasi pakar/petunjuk tata laksana dan memperbaiki serta meningkatkan kualitas data. 

    Nopian sangat mengharapkan AKS dapat memberikan dampak  nyata bagi penurunan prevalensi stunting dengan mencegah terjadinya kasus serupa. Termasuk penurunan prevalensi stunting dapat dicapai dengan mencegah adanya kasus stunting baru. 

    “Oleh karena itu sasaran pada keluarga berisiko stunting menjadi sangat penting untuk memastikan terjadinya perbaikan status risiko auditee pasca intervensi,” ucap Nopian.
    Praktik Baik AKS
    Melalui kegiatan Praktik Baik Audit Kasus Stunting Indonesia Untuk 5 PASTI (AKSI PASTI) Seri 4 Tahun 2024 ini Pj. Bupati Bener Meriah, Mohammad Tunwier bersama tim pakar menyampaikan ditemukan faktor risiko pada calon pengantin (Catin) inisial AF dengan kasus depresi, usia masih terlalu muda, dan kesulitan ekonomi. Ditemukan juga kasus ibu hamil dengan ‘skizofrenia’.

    Kasus catin AF telah direkomendasi pakar agar dilakukan tes psikologi untuk mengukur kapasitas intelegensia, kemampuan
    menyesuaikan diri, menyelesaikan masalah, simpati dan empati, kemampuan sosial dan motivasi diri (pakar psikolog). 

    Kemudian memeriksakan kesehatan secara periodik di puskesmas, pemberian terapi zat besi, asam folat, KIE kespro dan kontrasepsi, pendampingan rutin oleh TPK, peningkatan asupan gizi (PPG), usulan PPG dari Dana Desa & dinas kesehatan.

    Untuk kasus ibu hamil dengan skizofrenia, para tim pakar merekomendasikan agar ibu hamil tersebut perlu rawat inap di RSU MK, pemberian rasa aman dan nyaman, motivasi keluarga (KIE Keluarga tentang bahaya merokok), pemantauan vital sign, dilakukan pendekatan secara psikoterapi supportif terkait kehamilannya, pemantauan gejala, psikososial dan masa depan pasien.

    Kabupaten Bener Meriah telah melakukan inovasi-inovasi atau praktik baik AKS melalui sosialisasi pencegahan pernikahan dini di sekolah, edukasi oleh Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dalam menjemput bola bagi catin, dan PPKS di kantor balai, bimbingan perkawinan bagi catin di Kemenag, konseling DP3AKB.

    Selain itu, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan balita selama 90 hari dari anggaran Dana Desa, ketahanan pangan, budidaya ikan dan ternak, pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri dan ibu hamil, kegiatan posyandu, PAUD, Bina Keluarga Balita (BKB), Antenatal Care (ANC), pemberian bansos bagi sasaran.

    Sementara itu Bupati Penukal Abab Lematang Ilir, Heri Amalindo bersama tim pakar menyampaikan, AKS di Kabupaten PALI telah dilaksanakan di 65 desa dan enam kelurahan dengan sasaran keluarga berisiko stunting (catin, ibu hamil, ibu nifas dan balita) yang berpedoman pada 5 PASTI. Dilakukan secara konvergensi dan kolaborasi dari berbagai pihak.

    Pada seluruh sasaran auditi telah dilakukan intervensi spesifik dan sensitif sesuai faktor risiko masing-masing, sehingga terjadi perubahan ke arah perbaikan pada tiap sasaran. Faktor risiko yang ditemukan pada ibu hamil adalah 4T (Terlalu muda, Terlalu dekat, Terlalu sering dan Terlalu tua hamil dan melahirkan) dan kondisi sosial ekonomi miskin (kurang mampu).

    Faktor risiko baduta ditemukan kurangnya pemenuhan gizi pada anak, ada infeksi penyerta seperti TB Paru, anemia dan imunisasi yang tidak lengkap. Sanitasi yang buruk dapat menimbulkan infeksi kronis yang menjadi penyebab timbulnya stunting.

    “Pendampingan keluarga berisiko stunting melalui TPK sangat berpengaruh baik pada perubahan perilaku dan pola asuh dari orang tua baduta dan balita,” kata Heri.

    Kabupaten PALI telah melakukan praktik baik melalui inovasi Kursi Biru Asik (Kursus Singkat kepada Ibu Menyusui Baru Asi Ekslusif). Ini sebagai upaya bersama lintas sektor  meningkatkan motivasi para ibu untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayi sehingga dapat menurunkan angka stunting.

    Pada kegiatan AKS ada beberapa faktor penyebab baduta berisiko stunting. Salah satunya  baduta tidak mendapatkan ASI eksklusif.

    Selain itu, inovasi program Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS) juga dilakukan sebagai gerakan gotong royong. Program ini  diharapkan dapat mencegah peningkatan jumlah kasus stunting di Kabupaten Pali melalui bantuan pemenuhan gizi dan nutrisi bagi anak dan keluarga berisiko stunting kategori kurang mampu.

    Ada sebanyak lima perusahaan di Kabupaten Pali turut berpartisipasi dalam PPS dengan memberikan bantuan makanan siap santap tiga kali sehari selama enam bulan kepada 15 anak berisiko stunting.

    Sedangkan bantuan berupa uang diberikan langsung kepada kepala desa sebagai penanggung jawab kegiatan. Selanjutnya dikelola oleh kader TPK bersama ahli gizi puskemas yang menyusun menu makanan setiap hari.  

    Berikutnya, makanan siap santap diantarkan langsung oleh kader TPK secara bergantian untuk memastikan makanan tersebut benar-benar di makan oleh balita penerima bantuan.

    Bantuan juga berbentuk bibit lele, diberikan kepada keluarga balita berisiko stunting. Ada pula kegiatan pelatihan parenting, bertujuan  memberikan pola asuh yang baik terhadap orang tua yang memiliki balita untuk pencegahan stunting.

    Dilakukan pula sosialisasi pencegahan pernikahan usia dini dengan memberikan edukasi kepada remaja tentang bahaya pemikahan dini dan pentingnya kesiapan fisik, mental dan finansial sebelum menikah.

    Jakarta: Audit Kasus Stunting (AKS) terus menjadi andalan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam upaya menurunkan angka stunting di Indonesia. BKKBN mendorong kabupaten/kota untuk berbagi inovasi dan strategi nyata, termasuk pendampingan keluarga, intervensi gizi, hingga pencegahan pernikahan dini.
     
    Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Kemendukbangga/BKKBN Irma Ardiana mengatakan melalui AKS dapat belajar dari pemerintah kabupaten/kota untuk bisa menggalang komitmen dari berbagai pemangku kepentingan.
     
    Menurut Irma, banyak kisah dan pembelajaran menarik lain di daerah, di mana masyarakat kabupaten/kota sampai mendaftarkan keluarga tim audit sebagai penerima bantuan iuran jaminan kesehatan, memfasilitasi akte lahir, isbat nikah.
    “Serta memastikan penerimaan bantuan sosial, hingga akses pelatihan kerja bagi orang tua tim audit,” kata Irma.
     
    Sementara itu Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) Wihaji diwakiliDeputi Keluarga Sejahtera-Pemberdayaan Keluarga (KSPK), Nopian Andusti  menyampaikan apresiasinya kepada dua kabupaten.
     
    Kabupaten itu Bener Meriah di Provinsi Aceh dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) di Provinsi Sumatera Selatan. Apresiasi diberikan karena kedua kabupaten tersebut  terpilih untuk menyampaikan Praktik Baik Audit Kasus Stunting Indonesia untuk 5 PASTI (AKSI PASTI) Seri 4 Tahun 2024. 
     
    Kegiatan ini merupakan tahun ketiga pelaksanaan AKS dan tahun terakhir masa berlakunya Perpres 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
     
    Nopian mendorong agar seluruh kabupaten/kota  melakukan percepatan realisasi anggaran dan tahapan pelaksanaan AKS Siklus II, sehingga dapat mencapai target yang telah ditetapkan. 
     
    Nopian mendorong percepatan realisasi anggaran dan pelaksanaan AKS siklus kedua. Berdasarkan aplikasi Morena per 19 November 2024, realisasi anggaran Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) AKS baru mencapai 45,48% dengan realisasi anggaran Rp 18.842.612.947 dari total anggaran  Rp 41.433.995.740.
     
    “AKS tidak hanya untuk diagnosis kasus, tetapi juga memperkuat pendampingan keluarga. Kita harus mencegah kasus baru dengan mendampingi keluarga berisiko stunting,” jelas Nopian.
     
    Nopian mengatakan, Kemendukbangga/BKKBN memiliki peran untuk dapat menyosialisasikan dan memotivasi agar terbangun kesadaran para pihak dari tingkat desa/kelurahan dan kecamatan untuk membawa kasus-kasus yang sulit kepada ahlinya.
     
    Nopian berharap TPPS daerah memperkuat mekanisme operasional pendampingan keluarga berisiko stunting di lapangan melalui AKS. Selain menentukan diagnosis kasus, AKS juga bertujuan memperkuat manajemen pendampingan keluarga. 
     
    Pendekatan yang dibangun memungkinkan para tim teknis, termasuk Tim Pendamping Keluarga (TPK), memiliki kemampuan literasi dan berbagi memakai data, memahami bentuk pendampingan yang diperlukan sesuai rekomendasi pakar/petunjuk tata laksana dan memperbaiki serta meningkatkan kualitas data. 
     
    Nopian sangat mengharapkan AKS dapat memberikan dampak  nyata bagi penurunan prevalensi stunting dengan mencegah terjadinya kasus serupa. Termasuk penurunan prevalensi stunting dapat dicapai dengan mencegah adanya kasus stunting baru. 
     
    “Oleh karena itu sasaran pada keluarga berisiko stunting menjadi sangat penting untuk memastikan terjadinya perbaikan status risiko auditee pasca intervensi,” ucap Nopian.
    Praktik Baik AKS
    Melalui kegiatan Praktik Baik Audit Kasus Stunting Indonesia Untuk 5 PASTI (AKSI PASTI) Seri 4 Tahun 2024 ini Pj. Bupati Bener Meriah, Mohammad Tunwier bersama tim pakar menyampaikan ditemukan faktor risiko pada calon pengantin (Catin) inisial AF dengan kasus depresi, usia masih terlalu muda, dan kesulitan ekonomi. Ditemukan juga kasus ibu hamil dengan ‘skizofrenia’.
     
    Kasus catin AF telah direkomendasi pakar agar dilakukan tes psikologi untuk mengukur kapasitas intelegensia, kemampuan
    menyesuaikan diri, menyelesaikan masalah, simpati dan empati, kemampuan sosial dan motivasi diri (pakar psikolog). 
     
    Kemudian memeriksakan kesehatan secara periodik di puskesmas, pemberian terapi zat besi, asam folat, KIE kespro dan kontrasepsi, pendampingan rutin oleh TPK, peningkatan asupan gizi (PPG), usulan PPG dari Dana Desa & dinas kesehatan.
     
    Untuk kasus ibu hamil dengan skizofrenia, para tim pakar merekomendasikan agar ibu hamil tersebut perlu rawat inap di RSU MK, pemberian rasa aman dan nyaman, motivasi keluarga (KIE Keluarga tentang bahaya merokok), pemantauan vital sign, dilakukan pendekatan secara psikoterapi supportif terkait kehamilannya, pemantauan gejala, psikososial dan masa depan pasien.
     
    Kabupaten Bener Meriah telah melakukan inovasi-inovasi atau praktik baik AKS melalui sosialisasi pencegahan pernikahan dini di sekolah, edukasi oleh Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dalam menjemput bola bagi catin, dan PPKS di kantor balai, bimbingan perkawinan bagi catin di Kemenag, konseling DP3AKB.
     
    Selain itu, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan balita selama 90 hari dari anggaran Dana Desa, ketahanan pangan, budidaya ikan dan ternak, pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri dan ibu hamil, kegiatan posyandu, PAUD, Bina Keluarga Balita (BKB), Antenatal Care (ANC), pemberian bansos bagi sasaran.
     
    Sementara itu Bupati Penukal Abab Lematang Ilir, Heri Amalindo bersama tim pakar menyampaikan, AKS di Kabupaten PALI telah dilaksanakan di 65 desa dan enam kelurahan dengan sasaran keluarga berisiko stunting (catin, ibu hamil, ibu nifas dan balita) yang berpedoman pada 5 PASTI. Dilakukan secara konvergensi dan kolaborasi dari berbagai pihak.
     
    Pada seluruh sasaran auditi telah dilakukan intervensi spesifik dan sensitif sesuai faktor risiko masing-masing, sehingga terjadi perubahan ke arah perbaikan pada tiap sasaran. Faktor risiko yang ditemukan pada ibu hamil adalah 4T (Terlalu muda, Terlalu dekat, Terlalu sering dan Terlalu tua hamil dan melahirkan) dan kondisi sosial ekonomi miskin (kurang mampu).
     
    Faktor risiko baduta ditemukan kurangnya pemenuhan gizi pada anak, ada infeksi penyerta seperti TB Paru, anemia dan imunisasi yang tidak lengkap. Sanitasi yang buruk dapat menimbulkan infeksi kronis yang menjadi penyebab timbulnya stunting.
     
    “Pendampingan keluarga berisiko stunting melalui TPK sangat berpengaruh baik pada perubahan perilaku dan pola asuh dari orang tua baduta dan balita,” kata Heri.
     
    Kabupaten PALI telah melakukan praktik baik melalui inovasi Kursi Biru Asik (Kursus Singkat kepada Ibu Menyusui Baru Asi Ekslusif). Ini sebagai upaya bersama lintas sektor  meningkatkan motivasi para ibu untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayi sehingga dapat menurunkan angka stunting.
     
    Pada kegiatan AKS ada beberapa faktor penyebab baduta berisiko stunting. Salah satunya  baduta tidak mendapatkan ASI eksklusif.
     
    Selain itu, inovasi program Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS) juga dilakukan sebagai gerakan gotong royong. Program ini  diharapkan dapat mencegah peningkatan jumlah kasus stunting di Kabupaten Pali melalui bantuan pemenuhan gizi dan nutrisi bagi anak dan keluarga berisiko stunting kategori kurang mampu.
     
    Ada sebanyak lima perusahaan di Kabupaten Pali turut berpartisipasi dalam PPS dengan memberikan bantuan makanan siap santap tiga kali sehari selama enam bulan kepada 15 anak berisiko stunting.
     
    Sedangkan bantuan berupa uang diberikan langsung kepada kepala desa sebagai penanggung jawab kegiatan. Selanjutnya dikelola oleh kader TPK bersama ahli gizi puskemas yang menyusun menu makanan setiap hari.  
     
    Berikutnya, makanan siap santap diantarkan langsung oleh kader TPK secara bergantian untuk memastikan makanan tersebut benar-benar di makan oleh balita penerima bantuan.
     
    Bantuan juga berbentuk bibit lele, diberikan kepada keluarga balita berisiko stunting. Ada pula kegiatan pelatihan parenting, bertujuan  memberikan pola asuh yang baik terhadap orang tua yang memiliki balita untuk pencegahan stunting.
     
    Dilakukan pula sosialisasi pencegahan pernikahan usia dini dengan memberikan edukasi kepada remaja tentang bahaya pemikahan dini dan pentingnya kesiapan fisik, mental dan finansial sebelum menikah.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ALB)

  • Video Penetapan UMK 2025 di Jateng Dipastikan Molor, Ini Penyebabnya

    Video Penetapan UMK 2025 di Jateng Dipastikan Molor, Ini Penyebabnya

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Berikut ini video Penetapan UMK 2025 di Jateng Dipastikan Molor, Ini Penyebabnya.

    Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)  2025 di Jateng dipastikan mundur.

    Pasalnya hingga detik ini belum ada keputusan dari pusat tentang penetapan UMK.

    Pemprov Jateng juga menunggu instruksi ataupun pernyataan resmi dari Kemenaker RI.

    Menurutnya Kepala Disnakertrans Provinsi Jateng, Ahmad Aziz, Kemenaker masih menindaklanjuti putusan MK.

    Ia mengatakan, sampai sekarang penetapan UMK masih dibahas ditingkatkan pusat oleh tripartite.

    Dijelaskannya, tripartit berisi serikat buruh, pengusaha perwakilan pemerintah hingga akademisi.

    “Sampai sekarang belum ada keputusan dari pembahasan tersebut,” katanya saat ditemui Tribunjateng.com di Kantor Disnakertrans Provinsi Jateng, Kamis (21/11/2024).

    Aziz menerangkan, pembahasan yang tengah dilakukan memunculkan beberapa skema.

    Namun belum ada kejelasan skema yang akan digunakan untuk penetapan UMK.

    “Kami juga menunggu peraturan yang akan dikeluarkan dari pusat,” tuturnya.

    Setelah Kemenaker mengeluarkan edaran resmi, Aziz menerangkan Disnakertrans Jateng akan menyampaikan ke khalayak umum.

    Ditambahkannya dulu penetapan UMK berdasarkan PP 51 dan ditetapkan pada 21 November.

    Namun karena ada putusan MK penetapan UMK berbeda.

    “Beberapa waktu lalu kami melakukan koordinasi dengan dewan pengupahan terkait kebijakan pengupahan. Hasil rapat akan disampaikan ke pemerintah pusat,” tambahnya. (*)

     

     

  • Kejagung Jerat Tom Lembong di Kasus Gula Impor, Hamdan Zoelva: Jangan Sampai Mengotori Kinerja Positif yang Sudah Dibangun

    Kejagung Jerat Tom Lembong di Kasus Gula Impor, Hamdan Zoelva: Jangan Sampai Mengotori Kinerja Positif yang Sudah Dibangun

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kasus hukum yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Lembong semakin ramai jadi perbincangan publik. Apalagi saat ini, kasus tersebut masuk proses sidang praperadilan yang diajukan tersangka.

    Atas proses hukum itu di pengadilan, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva berharap Hakim Tumpanuli Marbun yang mengadili sidang pra peradilan Tom Lembong bisa independen dan imparsial.

    Menurutnya, kasus ini jadi pertaruhan tegak atau tidaknya hukum di Indonesia. “Jangan sampai ada intervensi. Saya percaya hakim Tumpanuli professional, independen dan imparsial,” kata Hamdan saat dihubungi, Kamis (21/11).

    Hamdan berharap hakim secara adil menilai perkara ini berdasarkan fakta dan bukti yang ada. Hamdan berpendapat ada beberapa alasan yang membuat Tom Lembong tidak pantas dijadikan tersangka.

    Pertama, kalau dilihat bukti-bukti yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada saat itu.

    “Antara lain tentang stok gula nasional yang disebut Kejaksaan Agung surplus. Nyatanya itu defisit sehingga harus impor,” lanjutnya.

    Kedua, menurutnya, kebijakan impor itu telah dikordinasikan dengan kementerian dan instansi terkait lainnya.

    “Jadi, aspek pengambilan keputusannya tidak ada yang salah dari sisi prosedur. Apalagi jika dilihat dari kerugian negara yang tidak jelas,” ujar Hamdan.

    Terkait tuduhan adanya kerugian negara sebasar Rp 400 Miliar akibat importasi gula itu, Hamdan menilai tuduhan itu mengada-ada. “Jadi, penetapan tersangka itu terlalu tergesa-gesa. Lalu ada apa?” Tanya Hamdan.

  • Wamendagri: Masyarakat harus ikut laporkan ASN tidak netral

    Wamendagri: Masyarakat harus ikut laporkan ASN tidak netral

    Jadi, tidak bisa langsung menindak sebab ada hierarkinya.

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto meminta kepada masyarakat agar terus menyuarakan apabila mendapati aparatur sipil negara (ASN) tidak netral supaya dapat menekan pelanggaran.

    “Yang paling penting itu adalah bagaimana warga bisa ikut melaporkan, diangkat saja semua, karena akan menekan indikasi-indikasi pelanggaran,” kata Wamendagri Bima Arya di Jakarta, Kamis.

    Bima Arya mengatakan bahwa netralitas ASN memang sudah ada dalam aturan. Oleh karena itu, ketika masyarakat yang mengetahui dan menemukan ASN tidak netral, harus melaporkannya. Apalagi, Kemendagri sudah membuka ruang untuk itu.

    Dikatakan bahwa laporan tersebut akan disalurkan ke Bawaslu yang mempunyai kewenangan. Apabila ada unsur pidana, dapat ditangani oleh gakkumdu.

    Ditegaskan pula bahwa ASN yang tidak netral ini akan ditindak oleh pejabat pembina kepegawaian. Misalnya, bupati menindak di bawahnya, gubernur menindak di bawahnya, dan untuk kementerian menindak gubernur.

    “Silakan saja, nanti diproses di Bawaslu karena aturan semuanya ada pada penyelenggara pemilu ini. Jadi, tidak bisa langsung menindak sebab ada hierarkinya,” tutur Bima.

    Dengan banyaknya laporan dari masyarakat, dia berharap dapat menekan indikasi ketidaknetralan ASN pada Pilkada 2024. Pasalnya, ketika terus digaungkan, daerah yang ada niatan tidak netral dapat diminimalkan.

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait dengan sanksi bagi ASN, pejabat desa, pejabat daerah, pejabat negara, serta anggota TNI/Polri yang melanggar netralitas dalam proses pilkada.

    Putusan MK memungkinkan sanksi kepada pelanggar berupa pidana penjara dan denda hingga Rp6 juta sesuai dengan Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015.

    Sebelumnya, pasal tersebut tidak menyebutkan secara jelas bahwa pejabat daerah dan aparat TNI/Polri. Namun, setelah putusan MK terbaru, keduanya termasuk dalam pasal tersebut.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2024

  • Elemen Masyarakat Jawa Timur Desak Netralitas ASN dan Aparat Kepolisian dalam Pilkada Serentak 2024

    Elemen Masyarakat Jawa Timur Desak Netralitas ASN dan Aparat Kepolisian dalam Pilkada Serentak 2024

    TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Elemen Masyarakat Jawa Timur mendukung putusan Mahkamah Konstitusi nomor 136/PUU-XII/2024 soal netralitas ASN dan aparat kepolisian dalam Pilkada Serentak 2024. Mereka menyebut putusan itu adalah bentuk perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia.

    Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Nomor 136/PUU-XII/2024 yang dibacakan pada Kamis, 14 November 2024, mengatur sanksi pidana bagi pejabat daerah, anggota TNI, dan Polri yang terbukti tidak netral dalam pilkada.

    Salah satu deklarator yakni Ketua Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) Jawa Timur, Dr.Ir. Daniel Rohi mengatakan, Keputusan MK menegaskan pentingnya netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan aparat kepolisian dalam penyelenggaraan Pilkada. 

    “Keputusan ini lahir sebagai respons atas berbagai laporan dan temuan terkait keterlibatan oknum pejabat daerah,ASN dan aparat kepolisian dalam mendukung kandidat tertentu, yang berpotensi  mencederai asas keadilan,integritas demokrasi, dan netralitas pemilu,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (20/11/2024).

    Dia menilai bahwa keputusan itu menunjukan bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pilar demokrasi adalah lembaga Negara yang bermartabat dan berwibawa dalam menjaga tegaknya konstitusi, memastikan keadilan, serta melindungi hak-hak konstitusional warga negara.

    “Kami menilai bahwa keputusan MK sangat relevan dan kontekstual serta mendapatkan momentum yang sangat tepat, sebagai upaya nyata memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia,” imbuhnya.

    Sementara itu, Guru Besar Unair Prof. Dr. Hotman Siahaan menegaskan, langkah ini menunjukkan komitmen negara dalam menciptakan proses demokrasi yang berkualitas yakni, bersih, transparan, dan berkeadilan.

    “Berpijak dari dasar pemikiran tersebut, maka Kami selaku perwakilan dari berbagai elemen masyarakat sipil, dengan ini menyatakan sikap dan komitmen mendukung putusan MK tersebut,” tegasnya.

    Dekalarasi diikuti oleh  puluhan orang dari kalangan seperti para guru besar, tokoh agama, akademisi, politisi, aktivis, budayawan dan pimpinan elemen relawan, beberapa tohkoh yang ikut hadir dan memberikan dukungan.

    Diantaranya nampak Prof. Dr. Hotman Siahaan Guru besar emeritus dari FISIP UNAIR,Prof. Dr. Daniel M. Roshid, Prof. Ir. Johan Silas, selaim itu ada aktivis dan pelaku usaha yakni Dr. Alim Basa Tualeka, wartawan senior Dr. Dhiman Abror, tokoh agama K.H Zainudin Husni (Pesantren Tarbiyatul Qulub), Ketua DPD Hanura Jatim Yunianto Wahyudi, Ronny Mustamu Sekretaris Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) Jawa Timur,   serta  beberapa wakil pimpinan elemen relawan seperti Heru Purnomo dan Ibu Megawati

    Deklarasi dukungan dibacakan secara tegas oleh tokoh agama K.H Zainudin Husni (Pesantren Tarbiyatul Qulub, Surabaya). Beberapa point tuntutan juga disampaikan dalam dukungan tersebut yakni ; 

    1. Mengapresiasi MK sebagai lembaga negara yang responsif,bermartabat dan berintegritas dalam menjaga konstitusi dan memajukan demokrasi yang adil dan berintegritas.

    2. Mendukung sepenuhnya Putusan MK Nomor 15/PUU-XXI/2023 yang menegaskan pentingnya netralitas ASN dan aparat kepolisian dalam pelaksanaan Pilkada. Hal ini menegaskan komitmen negara dalam menciptakan proses demokrasi yang bersih, transparan, dan berkeadilan

    3. Mendesak agar seluruh pihak untuk mematuhi dan melaksanakan keputusan MK sebagai wujud penghormatan terhadap hukum dan demokrasi di Indonesia.

    4. Berkomitmen menjaga integritas demokrasi, dengan menolak segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau keterlibatan ASN dan aparat dalam aktivitas politik praktis yang dapat mencederai asas keadilan dan kesetaraan dalam kontestasi politik.

    5. Mendorong pengawasan yang lebih kuat dari masyarakat dan lembaga terkait untuk memastikan implementasi keputusan MK di tingkat pusat hingga daerah.

    6. Mengajak seluruh komponen masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam menciptakan Pilkada yang damai, jujur, adil, dan bebas dari tekanan atau intimidasi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

    7. Mendesak adanya tindakan tegas dengan memproses secara hukum dari pihak yang berwewenang, terhadap setiap pelanggaran yang melibatkan ASN dan aparat, guna memastikan netralitas tetap terjaga dan demokrasi berjalan sesuai konstitusi.