Kementrian Lembaga: MK

  • Golkar Sebut Putusan MK soal Penghapusan Presidential Threshold Mengejutkan – Page 3

    Golkar Sebut Putusan MK soal Penghapusan Presidential Threshold Mengejutkan – Page 3

    Pemerintah sedang mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold. 

    Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan pembelajaran diperlukan lantaran MK belum menyatakan waktu pemberlakuan putusan tersebut.

    “Di lain sisi nanti pemerintah tentu juga akan berkoordinasi terkait hal tersebut, karena saya belum membaca lengkap,” kata Supratman di Jakarta, Kamis (2/1/2025).

    Kendati demikian, dirinya menegaskan bahwa pemerintah tetap berpandangan putusan MK bersifat final dan mengikat.

    Menurut dia, biasanya MK menentukan waktu berlaku putusan. Namun pada putusan mengenai presidential threshold tersebut, ia menuturkan MK belum menentukan.

    Menkum menegaskan pihaknya tidak mempersoalkan isi putusan tersebut, tetapi hanya melihat bahwa saat ini MK benar-benar menghapus presidential threshold, berbeda dengan putusan sebelumnya yang menurunkan ambang batas.

    “Tapi apa pun putusan MK karena sifatnya final dan mengikat, kami akan mengkaji, melakukan kajian kapan mulai berlakunya. Nah MK saya lihat belum memutuskan itu,” tuturnya yang dikutip dari Antara.

    Oleh karena itu, Supratman menyampaikan bahwa Kementerian Hukum (Kemenkum) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengomunikasikan putusan MK itu dengan penyelenggara pemilihan umum (pemilu).

    Selain itu, sambung dia, pemerintah dan parlemen juga akan membahas putusan tersebut dalam perubahan Undang-Undang (UU) Pemilu.

    Pasalnya, kata dia, pada akhirnya apabila putusan tersebut terkait dengan pelaksanaan pemilu maka akan ada suatu perubahan terkait UU maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), sehingga semuanya akan diselaraskan.

  • MK Larang Gunakan Foto AI pada Pilpres, Stefan Antonio: Kampanye Prabowo Gibran Terlarang Dong?

    MK Larang Gunakan Foto AI pada Pilpres, Stefan Antonio: Kampanye Prabowo Gibran Terlarang Dong?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat Medsos Stefan Antonio menyoroti keputusan terbaru soal larangan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) pada foto kampanye Pilpres.

    Ia mempertanyakan implementasi aturan tersebut, terutama terkait kampanye yang telah berlangsung sebelumnya.

    “Lah artinya kalau begitu Kampanye Prabowo Gibran kemarin itu di terlarang dong?,” ujar Stefan dalam keterangannya di aplikasi X @StefanAntonio_ (2/1/2025).

    Ia juga mempertanyakan waktu penerapan aturan tersebut dan mengapa Mahkamah Konstitusi (MK) baru membahasnya sekarang.

    “Lu kenapa baru pada ngomong sekarang MK,” sebutnya.

    Stefan mengingatkan bahaya penggunaan AI dalam kampanye, terutama jika digunakan untuk menampilkan citra kandidat yang tidak sesuai dengan kenyataan.

    “Iki loo (Menunjukkan foto Prabowo dan Gibran menggunakan AI saat kampanye Pilpres),” Stefan menuturkan.

    “Penggunaan AI untuk menampilkan Kandidat dengan citra yang tidak sesuai aslinya. Bahaya soalnya,” kuncinya.

    Sebelumnya diketahui, MK resmi melarang penggunaan kecerdasan artifisial (AI) dalam foto atau gambar kampanye Pemilu dan Pilpres.
    arangan tersebut tertuang dalam putusan amar Nomor 166/PUU-XXI/2023 yang dibacakan dalam Sidang Pleno pada Kamis (2/1).

    Ketua MK Suhartoyo menyampaikan bahwa frasa “citra diri” dalam Pasal 1 Angka 35 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus dimaknai sebagai foto atau gambar yang original, tanpa manipulasi berlebihan menggunakan AI

    MK menjelaskan bahwa manipulasi gambar dengan AI dapat menciptakan citra yang tidak sesuai dengan kenyataan dan berpotensi menyesatkan pemilih.

  • Dominasi Parpol Tertentu Dalam Pengusungan Capres-Cawapres

    Dominasi Parpol Tertentu Dalam Pengusungan Capres-Cawapres

    loading…

    Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan salah satu pertimbangan putusan MK menghapus presidential threshold karena MK menemukan fakta dominasi parpol tertentu dalam mengusung capres-cawapres. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Nomor 62/PUU-XXI/2023 soal persyaratan ambang batas calon peserta Pilpres atau presidential threshold . Salah satu pertimbangan putusan itu, MK menemukan fakta dominasi partai politik (parpol) tertentu dalam mengusung pasangan capres-cawapres.

    Menurut Hakim Konstitusi Saldi Isra, persyaratan dan substansi pengaturan pengusungan paslon tidak boleh bertentangan dengan syarat-syarat yang sudah diatur dalam UUD 1945. Hal itu sebagaimana tercantum dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang mengatur pasangan capres-cawapres diusung parpol atau koalisi.

    “Artinya, sepanjang partai politik sudah dinyatakan sebagai peserta pemilihan umum pada periode yang bersangkutan atau saat penyelenggaraan pemilu berlangsung, partai politik dimaksud memiliki hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujar Saldi, Kamis (2/1/2025).

    Dia menuturkan pengusungan capres-cawapres merupakan hak parpol peserta pemilu. Pasalnya, hak tersebut menyangkut kepentingan pemenuhan hak konstitusional warga negara.

    “Terlebih secara faktual, setelah 5 kali penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung sejak tahun 2004 sudah cukup bagi Mahkamah untuk tetap menyatakan ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang,” ungkap Saldi.

    Apalagi MK telah menemukan fakta adanya dominasi parpol tertentu untuk mengusung paslon capres dan cawapres dalam beberapa pemilu terakhir.

    “Terlebih, terdapat pula fakta lain yang tidak kalah pentingnya. Dalam beberapa pemilu presiden dan wakil presiden terdapat dominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai paslon presiden dan wakil presiden,” ujarnya.

    “Karena itu, setelah mencermati secara saksama dinamika dan kebutuhan penyelenggaraan negara, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian sebelumnya,” tambah Saldi.

    (jon)

  • MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen, Fahira Idris Paparkan 4 Dampak Besarnya

    MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen, Fahira Idris Paparkan 4 Dampak Besarnya

    MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen, Fahira Idris Paparkan 4 Dampak Besarnya
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com

    Mahkamah Konstitusi
    (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau
    presidential threshold
    (PT) 20 persen, Kamis (2/1/2025). 
    Putusan itu dinilai baik karena semua partai politik bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden sendiri.
    Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Daerah Pemilihan (Dapil) Daerah Khusus Jakarta (DKJ)
    Fahira Idris
    mengungkapkan, putusan MK yang mengubah pandangannya setelah menolak puluhan kali pengajuan uji materi menunjukkan integritas dan kematangan lembaga ini. 
    Dia menilai, dengan membebaskan semua partai politik peserta pemilu untuk mengajukan calon presiden, MK memastikan prinsip demokrasi yang sejati dapat diimplementasikan.
    “Apresiasi kepada MK atas putusan bersejarah ini. Terima kasih kepada empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta atas kegigihannya menggugat
    presidential threshold,
    ” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (3/1/2025). 
    Fahira memaparkan, putusan MK itu akan membawa, setidaknya empat dampak besar bagi demokrasi Indonesia.
    Pertama
    , meningkatkan partisipasi publik. Dengan dihapusnya
    presidential threshold,
    setiap partai politik memiliki hak yang sama untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden. 
    Senator Jakarta itu menyebutkan, hal tersebut memperluas peluang munculnya lebih banyak calon pemimpin yang merepresentasikan berbagai kelompok masyarakat. 
    Kedua
    , efektif mengurangi polarisasi karena ketentuan
    presidential threshold
    20 persen sering sekali menghasilkan hanya dua pasangan calon, yang cenderung memicu tingginya polarisasi masyarakat. 
    “Dengan lebih banyak kandidat, diharapkan pilihan rakyat lebih beragam dan mengurangi ketegangan politik,” katanya.
    Untuk diketahui,
    presidential threshold
    sebelumnya hanya membolehkan partai politik pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah pemilu legislatif periode sebelumnya untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.
    Ketiga
    , mendorong demokrasi substantif karena semua partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon presiden.
    Fahira menilai, keputusan itu memungkinkan rakyat Indonesia memiliki lebih banyak pilihan yang sesuai dengan aspirasi sehingga pemilu menjadi lebih bermakna.
    Keempat
    , memberi ruang untuk menumbuhkan lebih banyak calon pemimpin-pemimpin bangsa masa depan yang berkomitmen pada kepentingan rakyat.
    “Ke depan di tiap gelaran pemilihan presiden (pilpres), rakyat akan disuguhkan berbagai kandidat sehingga mendorong debat publik yang lebih substansial,” ujarnya yang pernah menggugat
    presidential threshold
    ke MK bersama beberapa Anggota DPD RI lain.
    Fahira menyebutkan, para kandidat akan berlomba menawarkan solusi konkret atas berbagai permasalahan bangsa.
    “Putusan MK ini adalah tonggak penting dalam memperkuat demokrasi di Indonesia sekaligus menegaskan bahwa suara rakyat adalah elemen utama dalam sistem demokrasi,” ucapnya.
    Sebagai informasi, MK menghapus ketentuan
    presidential threshold
    dengan menyatakan Pasal 222 Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 
    Putusan tersebut merupakan permohonan dari empat mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta dengan nomor perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. 
    Empat mahasiswa tersebut adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
    Sebelumnya, MK telah 32 kali menolak pengajuan uji materi. Namun, kini MK menyatakan
    presidential threshold
    20 persen bertentangan dengan konstitusi sehingga membuka lembaran baru dalam pemilihan presiden yang lebih inklusif.
     
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anwar Usman dan Daniel Yusmic, Hakim MK yang Ajukan Dissenting Opinion Penghapusan Presidential Threshold

    Anwar Usman dan Daniel Yusmic, Hakim MK yang Ajukan Dissenting Opinion Penghapusan Presidential Threshold

    loading…

    Ketua MK Suhartoyo bertindak sebagai pimpinan sidang putusan perkara Nomor 62/PUU-XXI/2023 yang menghapus presidential threshold di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). Foto: SINDOnews/Achmad Al Fiqri

    JAKARTA – Dua Hakim Konstitusi melayangkan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam putusan perkara Nomor 62/PUU-XXI/2023 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold. Dua hakim itu yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh.

    Hal itu disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo yang bertindak selaku pimpinan sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    “Terhadap putusan terdapat dua hakim yang berpendapat berbeda yaitu Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh,” ujar Suhartoyo.

    Dia mengatakan, perbedaan pendapat itu dianggap dibacakan. Namun, pokok dissenting opinion itu para pemohon dinilai tak memiliki kedudukan hukun.

    “Bahwa dissenting dimaksud, dianggap diucapkan. Namun, pada pokoknya dua hakim tersebut berpendapat bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing, sehingga statusnya Mahkamah tidak melanjutkan pemeriksaan pada pokok permohonan,” katanya.

    Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan nomor 62/PUU-XXI/2023 soal persyaratan ambang batas calon peserta Pilpres. Putusan dilaksanakan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

    “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo.

    Norma yang diujikan oleh para pemohon yakni Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menyatakan pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

    Namun, karena gugatan itu dikabulkan, MK menyatakan Pasal 222 bertentangan dengan UUD 1945. “Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo.

    “Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” tambahnya.

    Diketahui, perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 diajukan Enika Maya Oktavia. Dalam petitumnya, Pemohon menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum melanggar batas open legal policy dan bertentangan dengan UUD 1945.

    Pemohon juga menyatakan presidential threshold pada Pasal 222 bertentangan dengan moralitas demokrasi.

    (jon)

  • Waketum PAN harapkan pembangunan ekonomi Prabowo pacu UMKM

    Waketum PAN harapkan pembangunan ekonomi Prabowo pacu UMKM

    Bila dicermati secara sepintas, barang-barang yang beredar di Indonesia kebanyakan bukanlah produk dalam negeri. Barang-barang dari negara lain justru merajai dan harga produknya pun sangat murah, di bawah harga dalam negeri. Kalau begini, Indonesia

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP PAN Saleh Partaonan Daulay mengharapkan pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan oleh Presiden Prabowo Subianto juga memacu pembangunan UMKM dan ekonomi kreatif.

    Menurut dia, perhatian dan penanganan khusus sangat diperlukan di bidang tersebut, apalagi persaingan di bidang ekonomi ini semakin terasa di tingkat nasional nasional, dan regional, tak hanya di tingkat lokal.

    “Seiring dengan putusan MK terkait presidential threshold, sistem politik di Indonesia diyakini akan ditata dan dikontekstualisasi sesuai dengan kebutuhan dan dinamika terkini, namun demikian Indonesia tidak semestinya hanya fokus dalam menata sistem politik tersebut,” kata Saleh dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, perkembangan teknologi perdagangan dengan adanya e-commerce membuat nilai kompetisi semakin ketat karena menyebabkan tidak ada lagi batas ruang dan waktu dalam berdagang.

    Sebuah barang yang hendak diperdagangkan, menurut dia, tidak perlu dibawa ke pasar dan cukup disusun dan ditumpuk di gudang. Para pembeli ditawari secara online lalu barangnya diantar langsung ke alamat pembeli masing-masing.

    Baca juga: PAN: Putusan MK beri kesempatan seluruh anak bangsa maju pilpres

    Bila dicermati secara sepintas, dia mengatakan barang-barang yang beredar di Indonesia kebanyakan bukanlah produk dalam negeri. Barang-barang dari negara lain justru merajai dan harga produknya pun sangat murah, di bawah harga dalam negeri.

    “Kalau begini, Indonesia jelas akan jadi pasar bagi orang lain. Basis pengembangan ekonomi kerakyatan akan terkendala. Uang yang ada di masyarakat justru dikumpul dan diakumulasi oleh para pedagang asing,” kata dia.

    Untuk itu, dia meminta Presiden Prabowo untuk meningkatkan daya saing produk UMKM dan ekonomi kreatif Indonesia, karena saat ini banyak potensi yang dimiliki oleh anak-anak muda, namun belum dibina dan diarahkan secara baik.

    “Tidak jarang, mereka yang ahli dan berpotensi justru bekerja dan dimanfaatkan orang lain,” kata Ketua Komisi VII DPR RI itu.

    Dia pun menilai pengembangan ekonomi kreatif tidak hanya dapat dilakukan di dalam negeri. Justru bidang tersebut akan lebih cepat berkembang jika ada bangunan kerjasama dengan negara lain.

    “Dalam hal ini, pembinaan dan sentuhan pemerintah sangat diperlukan,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

  • MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, Kubu Anies: Meminimalisir Cengkraman Oligarki – Page 3

    MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, Kubu Anies: Meminimalisir Cengkraman Oligarki – Page 3

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk seluruhnya.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 2 Desember 2024.

    Menurut MK, kata dia, Pasal 222 yang mengatur terkait persyaratan ambang batas pencalonan capres-cawapres hanya dapat dicalonkan oleh parpol dengan minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    “Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tegas Suhartoyo.

    Sebagai informasi, putusan tersebut dibacakan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. Diketahui, uji materi itu akhirnya dikabulkan MK setelah diuji sebanyak 27 kali dengan lima amar putusan ditolak dan sisanya tidak dapat diterima.

  • Beda Sikap Anwar Usman di Perkara Presidential Threshold vs Batas Usia Capres-Cawapres

    Beda Sikap Anwar Usman di Perkara Presidential Threshold vs Batas Usia Capres-Cawapres

    Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan aturan soal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20% inkonstitusional. Dari sembilan hakim konstitusi, dua hakim berbeda pendapat atau dissenting opinion. 

    Dua orang hakim konstitusi yang berbeda pendapat dengan tujuh orang lainnya adalah Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh. Keduanya menyoroti soal kedudukan hukum para pemohon. 

    Untuk diketahui, pemohon perkara No.62/PUU-XXII/2024 adalah empat orang anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Komunitas Pemerhati Konstitusi, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoirul Fatna. 

    Sementara itu, pokok perkara yang dimohonkan uji materi oleh pemohon adalah pasal 222 Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

    Pasal itu mengatur bahwa “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”

    Dalam amar putusan yang dibacakan pada perkara No.62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. 

    “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025). 

    Berbeda dengan mayoritas hakim konstitusi, Anwar Usman dan Daniel Yusmic menilai para pemohon harus menjelaskan kualifikasi dan kerugian konstitusional yang dialami oleh berlakunya suatu UU agar dianggap memiliki kedudukan hukum (legal standing). Hal itu sebagaimana tertuang dalam pasal 51 ayat (1) UU MK. 

    Menurut kedua hakim konstitusi itu, mahkamah telah menegaskan pendiriannya bahwa pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan uji materi pasal tersebut adalah partai politik atau gabungannya, serta perseroangan warga negara dengan hak untuk dipilih atau didukung partai politik. 

    Adapun, untuk perkara No.62/PUU-XXII/2024, empat orang pemohon itu dinilai tidak memiliki kerugian konstitusional terkait dengan perkara yang diajukan. 

    “Bahwa pembatasan pihak yang dapat memohonkan pengujian norma Pasal 222 UU 7/2017 bukan berarti bahwa norma a quo ‘kebal’ (immune) untuk diuji, melainkan karena tiadanya kerugian konstitusional pemohon perseorangan warga negara Indonesia in casu para Pemohon a quo dan/atau badan hukum selain pihak-pihak sebagaimana telah disebutkan pada angka 3 di atas oleh berlakunya norma a quo,” demikian bunyi dissenting opinion Anwar dan Daniel, yang dibacakan pada sidang pembacaan putusan MK, Kamis (2/1/2025). 

    Oleh sebab itu, kedua hakim berpendapat bahwa Mahkamah seharusnya menyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan permohonannya tidak dapat diterima. 

    Perbesar

    Putusan MK Batas Usia Capres-Cawapres 

    Sebelumnya atau pada 2023 lalu, Anwar Usman dan para hakim MK dihadapkan dengan perkara uji materi serupa. Pemohon dari kalangan mahasiswa menggugat suatu pasal yang berada di UU Pemilu. 

    Saat itu, perkara No.90/PUU-XXI/2023 dikabulkan oleh MK terkait dengan batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres). 

    Perkara itu diajukan oleh pemohon yang juga berstatus mahasiswa, yakni Almas Tsaqibbirru Re A. Dia mengajukan permohonan uji materi terhadap pasal 169 huruf (q) UU Pemilu yang berbunyi “Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah:….. q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”

    Dalam pertimbangannya, MK menilai pemohon telah menjelaskan perihal hak konstitusionalnya dalam mengajukan uji materi pasal 169 huruf (q) UU Pemilu. Beberapa kedudukan hukum yang diajukan Almas di antaranya adalah pemohon adalah WNI dan bercita-cita sebagai presiden dan wakil presiden. 

    Pasal 169 huruf (q) dinilai merugikan dan melanggar hak konstitusinal pemohon untuk dipilih dan memilih karena berusia di bawah 40 tahun.

    “Apabila permohonan a quo dikabulkan, kerugian konstitusional seperti yang dijelaskan tidak akan terjadi. Oleh karena itu, terlepas dari terbukti atau tidak terbuktinya inkonstitusionalitas norma yang didalilkan, menurut Mahkamah, Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon dalam Permohonan a quo,” demikian bunyi pertimbangan MK saat itu. 

    Adapun dalam amar putusannya, MK mengabulkan permohonan pemohon sebagian. Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “berusia 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.”

    Perbesar

    Pada perkara tersebut, Anwar Usman, M. Guntur Hamzah dan Manahan P. Sitompul adalah hakim yang mengabulkan permohonan Almas.

    Sementara itu, dua hakim konstitusi memiliki alasan berbeda (concurring opinion), yaitu Enny Nurbanigsih dan Daniel Yusmic. 

    Kemudian, terdapat empat hakim memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion, yaitu Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Suhartoyo. 

    Sebagaimana diketahui, perkara yang diajukan Almas itu kuat ditengarai untuk meloloskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka yang saat itu belum berusia 40 tahun dan sudah menjadi Wali Kota Solo. Kini, Gibran telah dilantik menjadi Wakil Presiden mendampingi Presiden Prabowo Subianto. 

    Namun, sebagai konsekuensinya, Anwar dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Putusan itu dibacakan oleh Majelis Kehormatan MK atau MKMK yang dipimpin Jimly Ashiddiqie pada 7 November 2023. 

    Di antara prinsip yang dilanggar Usman, yakni tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan perkara No.90/PUU-XXI/2023. Padahal, uji materi pasal itu kuat diduga berkaitan untuk kepentingan pencalonan Gibran, yang merupakan anak dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jelang pendaftaran Pilpres 2024.

    Sementara itu, diketahui status Anwar Usman, saat menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstutisi, adalah ipar dari Presiden Jokowi. 

  • Yusril: Pemerintah Hormati Putusan MK, Siap Revisi UU Pemilu dengan DPR – Page 3

    Yusril: Pemerintah Hormati Putusan MK, Siap Revisi UU Pemilu dengan DPR – Page 3

    Pemerintah sedang mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold. 

    Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan pembelajaran diperlukan lantaran MK belum menyatakan waktu pemberlakuan putusan tersebut.

    Kendati demikian, dirinya menegaskan bahwa pemerintah tetap berpandangan putusan MK bersifat final dan mengikat.

    Menurut dia, biasanya MK menentukan waktu berlaku putusan. Namun pada putusan mengenai presidential threshold tersebut, ia menuturkan MK belum menentukan.

    Menkum menegaskan pihaknya tidak mempersoalkan isi putusan tersebut, tetapi hanya melihat bahwa saat ini MK benar-benar menghapus presidential threshold, berbeda dengan putusan sebelumnya yang menurunkan ambang batas.

    “Tapi apa pun putusan MK karena sifatnya final dan mengikat, kami akan mengkaji, melakukan kajian kapan mulai berlakunya. Nah MK saya lihat belum memutuskan itu,” tuturnya yang dikutip dari Antara.

    Oleh karena itu, Supratman menyampaikan bahwa Kementerian Hukum (Kemenkum) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengomunikasikan putusan MK itu dengan penyelenggara pemilihan umum (pemilu).

    Selain itu, sambung dia, pemerintah dan parlemen juga akan membahas putusan tersebut dalam perubahan Undang-Undang (UU) Pemilu.

    Pasalnya, kata dia, pada akhirnya apabila putusan tersebut terkait dengan pelaksanaan pemilu maka akan ada suatu perubahan terkait UU maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), sehingga semuanya akan diselaraskan.

  • Hapus Presidential Threshold, Adi Prayitno: MK Sudah Kembali ke Jalan yang Benar

    Hapus Presidential Threshold, Adi Prayitno: MK Sudah Kembali ke Jalan yang Benar

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, mapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus aturan presidential threshold sebesar 20 persen.

    Ia menyebut keputusan tersebut sebagai langkah berani yang membawa demokrasi Indonesia kembali ke jalur yang semestinya.

    “Yes, MK Hapus ketentuan Ambang Batas Calon presiden dan wakil presiden 20 persen. Semua parpol peserta Pemilu boleh calonkan jagoan,” ujar Adi dalam keterangannya di aplikasi X @Adiprayitno_20, dikutip pada Jumat (3/1/2025).

    Adi menyebut keputusan ini sebagai kado indah di awal tahun 2025, yang membuka peluang lebih luas bagi semua partai politik untuk mengusung calon tanpa dibatasi aturan ambang batas.

    “Wow keren MK. Sudah kembali ke jalan yang benar. Kado Indah taun baru 2025,” tandasnya.

    Terpisah, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional (PKN), Anas Urbaningrum, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan aturan presidential threshold inkonstitusional.

    Dikatakan Anas, keputusan tersebut memberikan angin segar bagi demokrasi di Indonesia.

    “Seluruh parpol peserta pemilu berhak mengajukan Capres dan Cawapres, karena MK memutuskan bahwa presidential treshold inkonstitusional,” ujar Anas dalam keterangannya di aplikasi X @anasurbaninggrum (2/1/2025).

    Ia menyebut putusan MK ini sebagai langkah penting untuk memperbaiki sistem demokrasi yang selama ini dinilai tidak adil.

    “Putusan MK ini adalah vitamin penyehat demokrasi kita,” sebutnya.

    Menurut Anas, dengan dihapusnya presidential threshold, ruang kompetisi politik menjadi lebih terbuka dan inklusif.