Kementrian Lembaga: MK

  • Peneliti BRIN: Koalisi Makin Cair usai MK Hapus Presidential Threshold

    Peneliti BRIN: Koalisi Makin Cair usai MK Hapus Presidential Threshold

    Bisnis.com, JAKARTA – Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati meyakini peta koalisi partai politik (parpol) bakal kian majemuk dengan penghapusan Presidential Threshold.

    Apalagi, kata Wasisto, saat ini demokrasi sarat dan kental dengan praktik kartel politik atau sistem kerja sama yang lebih banyak merangkul partai politik yang berlainan ideologi untuk menghindari konflik dalam pengambilan keputusan di parlemen, bukan untuk kepentingan masyarakat.

    Sehingga, sistem ini mewujudkan sebuah pemerintahan yang tidak sehat bagi masyarakat, terutama pada sistem negara demokrasi.

    “Kebijakan ini memang mendorong munculnya paslon yang lebih banyak daripada sekarang yang sejak dekade terakhir hanya diikuti 2—3 paslon saja. Tentu memberi variasi pilihan politik bagi pemilih untuk memilih kandidat yang tepat sesuai hati nuraninya,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (31/12/2024).

    Kendati demikian, Wasisto mengatakan lantaran variasi kandidat tak lagi dilandasi oleh keputusan golongan tertentu. Sehingga, berpotensi untuk menambah tingkat koalisi partai dalam mengusung kandidat, sebab setiap partai akan melihat popularitas kandidat yang akan diusung.

    “Untuk ke depan partai politik dan koalisi yang dibentuk nantinya tidak lagi menjadi penentu utama bagi kandidat yang akan maju, tetapi lebih pada popularitas kandidat yang itu berpontensi berdampak elektabilitas yang besar,” pungkas Wasisto.

    Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya membatalkan ketentuan Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau “presidential threshold” karena dipandang bertentangan dengan UUD 1945.

    Sekadar informasi, sebelum dibatalkan, ketentuan Pasal 222 UU Pemilu mensyaratkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden harus didukung oleh sekurang-kurangnya 20 persen kursi parpol atau gabungan parpol di DPR RI, atau minimal 25 persen suara sah nasional parpol atau gabungan parpol berdasarkan hasil Pemilu lima tahun sebelumnya.

    Dengan pembatalan itu, maka setiap parpol peserta Pemilu mendatang, berhak mencalonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tanpa ambang batas lagi.

  • Setelah Ambang Batas Pilpres, PKS Minta MK Hapuskan Ambang Batas Pilkada

    Setelah Ambang Batas Pilpres, PKS Minta MK Hapuskan Ambang Batas Pilkada

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid angkat suara. Terkait diterimanya Judicial Riview (JR) terkait ambang bagas Pemilihan Presiden (Pilpres).

    Mantan Ketua MPR RI itu mengatakan pihaknya telah mengajukan gugatan serupa sebelumnya.

    “Setelah sebelumnya banyak pihak termasuk @PKSejahtera mengajukan JR ke MK terkait PT 20%, akhirnya #MKRI mengabulkan,” kata Hidayat Nur Wahid dikutip dari unggahannya di X, Jumat (3/1/2025).

    “Kami dukung,” tambahnya.

    Meski begitu, ia menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) mestinya konsisten. Bukan hanya ambang batas Pilpres, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) juga mesti dihapuskan.

    “Dan agar konsisten dengan argumen MK, mestinya treshold terkait Pilkada juga dihapuskan,” ujarnya.

    Selain itu, ia juga menyoroti Pilpres dan Pemilihan Legislatif (Pileg) yang dilaksanakan serentak. Menurutnya itu inkonstitusional.

    “Pilpres & Pileg serentak juga dikoreksi karena tidak sesuai dengan Konstitusi,” terangnya.

    Sebelumnya diberitakan, syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu dinyatakan inkonstitusional.

    Itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang dilayangkan Enika Maya Oktavia dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, Kamis (2/1/2024).

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” demikian bunyi amar putusan yang dibacakan Ketua MK, Suhartoyo.

    “Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau suara sah secara nasional,” sambung Suhartoyo, membacakan poin putusan berikutnya.
    (Arya/Fajar)

  • Video: MK Hapus Presidential Threshold Hingga China Cetak Rekor Panas

    Video: MK Hapus Presidential Threshold Hingga China Cetak Rekor Panas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan bersejarah dengan menghapus aturan ambang batas Presidensial atau Presidential Threshold yang selama ini membatasi partai politik/ dalam mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu data meteorologi China menunjukkan tahun 2024 merupakan tahun terhangat bagi negara tersebut sejak pencatatan dilakukan 6 dekade lalu. Tahun 2024 juga menjadi tahun kedua berturut-turut di mana rekor panas terik dipecahkan di negara itu.

    Simak informasi selengkapnya dalam program Profit CNBC Indonesia (Jumat, 03/01/2025) berikut ini.

  • MK Tegaskan Perkawinan di RI Harus Berdasarkan Agama Atau Kepercayaan

    MK Tegaskan Perkawinan di RI Harus Berdasarkan Agama Atau Kepercayaan

    Jakarta

    Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan untuk menghapus kolom agama di e-KTP hingga di syarat sah perkawinan. MK menyatakan perkawinan tidak sah tanpa agama atau kepercayaan yang dianut oleh warga negara.

    “Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan perkara 146/PUU-XXII/2024, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2025).

    Dalam pertimbangannya, MK menegaskan UU perkawinan harus dipahami secara utuh dan tidak parsial. MK menilai sesuai dengan amanat UUD NKRI 1945 dan Pancasila, maka perkawinan tidak dapat terlepas dari prinsip dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

    “Dengan tidak adanya ruang bagi warga negara Indonesia untuk memilih tidak menganut agama atau tidak menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka norma hukum positif yang hanya memberikan pengesahan terhadap perkawinan yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing bukanlah norma yang menimbulkan perlakuan diskriminatif,” kata hakim konstitusi Arief Hidayat.

    Arief pun menegaskan tanpa adanya agama atau kepercayaan yang dianut oleh warga negara, maka tidak akan ada perkawinan yang sah. Sebab, dalam pasal 28B ayat 1 UUD NRI 1945 telah disebutkan dalam membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan harus melalui perkawinan yang sah.

    Arief mengatakan perkawinan merupakan bagian dari bentuk ibadah sebagai ekspresi beragama atau berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Maka, kata dia, hal itu dapat dikategorikan sebagai forum eksternum, di mana negara dapat menentukan tata cara dan syarat-syaratnya.

    “Oleh karena itu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan unsur yang tidak dapat dihilangkan dari syarat sahnya perkawinan,” sambung dia.

    Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

  • Putusan MK Hapus Presidential Threshold Dinilai PKB akan Menuai Polemik & Kontroversi – Halaman all

    Putusan MK Hapus Presidential Threshold Dinilai PKB akan Menuai Polemik & Kontroversi – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold (PT) minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional di pemilu sebelumnya sebagai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. 

    “Kado tahun baru yang akan menuai berbagai pandangan, polemik, dan kontroversi,” kata Jazilul kepada wartawan, Jumat (3/1/2025).

    Jazilul menilai putusan itu merupakan open legal policy sehingga perlu ditindaklanjuti dalam revisi Undang-Undang (UU) Pemilu. 

    Adapun PKB, dikatakan Jazilul, segera menyusun langkah terkait putusan tersebut.

    “Pastinya akan berkonsekuensi pada revisi UU Pemilu yang ada,” tandasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.

    Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    “Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

    Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.

    Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.

    MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.

    Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.

    Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.

    Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.

    Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.

    Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong. Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

    “Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

    Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang-undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi:

    Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.

    Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

    Dalam mengusulan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

    Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya

    Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

    “Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi.

     

  • Threshold Selama Ini Merampas Hak Rakyat dan Parpol

    Threshold Selama Ini Merampas Hak Rakyat dan Parpol

    Jakarta, CNN Indonesia

    Mantan Menko Polhukam Mahfud MD memuji keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas syarat pencalonan presiden atau presidential threshold yang berlaku selama ini.

    Mahfud menilai threshold selama ini kerap digunakan untuk merampas hak masyarakat dan partai politik dalam memilih dan dipilih. 

    “Adanya threshold selama ini sering digunakan untuk merampas hak rakyat maupun parpol untuk dipilih maupun memilih. Oleh sebab itu, vonis MK ini merupakan vonis yang bisa menjadi landmark decision baru,” kata Mahfud dalam keterangannya, Jumat (3/1).

    Mantan Ketua MK ini mengakui bahwa dulu ia sering menganggap urusan ambang batas merupakan ruang open legal policy. Artinya kewenangannya menjadi ranah pembuat undang-undang dan tidak boleh diutak-atik MK.

    Namun, putusan MK lewat perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 mengubah pandangan lamanya. Menurut Mahfud, putusan itu harus diterima semua pihak. MK menurut dia telah melakukan judicial activism untuk membangun keseimbangan baru dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.

    “Ini bagus karena MK telah melakukan judicial activism untuk membangun keseimbangan baru dalam ketatanegaraan kita,” katanya.

    Meski gugatan dalam perkara yang sama sering ditolak, threshold, kata Mahfud, faktanya sering merampas hak konstitusional masyarakat. Dia karena itu memuji langkah MK dengan mengubah pandangan lama tersebut.

    “Saya salut kepada MK yang berani melakukan judicial activism sesuai aspirasi rakyat,” katanya.

    Keputusan MK yang dibacakan dalam sidang putusan, Kamis (2/1), mengabulkan gugatan yang dilayangkan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna.

    Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai proses kandidasi calon di pilpres selama ini terlalu didominasi partai politik tertentu dan akibatnya, membatasi hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif calon pemimpin mereka.

    Mahkamah juga menilai penerapan ambang batas pencalonan presiden justru membuat kecenderungan agar pilpres hanya diikuti dua pasangan calon. Padahal, pengalaman sejak pemilihan langsung menunjukkan, dua pasangan calon membuat masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi.

    (thr/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • Mengamati Posisi Duduk Anwar Usman Paman Gibran Paling Ujung pada Putusan MK Hapus Presidential Threshold

    Mengamati Posisi Duduk Anwar Usman Paman Gibran Paling Ujung pada Putusan MK Hapus Presidential Threshold

    loading…

    Hakim Konstitusi Anwar Usman duduk paling ujung pada sidang dipimpin Ketua MK Suhartoyo yang memutuskan penghapusan presidential threshold. Sidang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Hakim Konstitusi Anwar Usman duduk paling ujung pada sidang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo yang memutuskan penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold. Sidang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    Posisi duduk paman Gibran Rakabuming Raka itu paling ujung, di sebelahnya Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Diketahui, 2 hakim MK ini melayangkan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam putusan perkara Nomor 62/PUU-XXI/2023 yang menghapus presidential threshold.

    Kemudian, di samping Daniel atau persisnya ketiga dari kanan ada M Guntur Hamzah, Arief Hidayat, dan posisi tengah ada Ketua MK Suhartoyo. Di sisi kiri Suhartoyo ada Saldi Isra, Enny Nurbaningsih , Arsul Sani, serta di ujung kiri ada Ridwan Mansyur.

    Diketahui, MK mengabulkan gugatan Nomor 62/PUU-XXI/2023 soal persyaratan ambang batas calon peserta Pilpres atau presidential threshold. “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo.

    Norma yang diujikan oleh para pemohon yakni Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menyatakan pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

    Namun, karena gugatan itu dikabulkan, MK menyatakan Pasal 222 bertentangan dengan UUD 1945. “Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo.

    “Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” tambahnya.

    Diketahui, perkara Nomor 62/PUU-XXI/2023 diajukan Enika Maya Oktavia. Dalam petitumnya, pemohon menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum melanggar batas open legal policy dan bertentangan dengan UUD 1945.

    Pemohon juga menyatakan presidential threshold pada Pasal 222 bertentangan dengan moralitas demokrasi.

    (jon)

  • MK Hapus Presidential Threshold, Pengamat Sebut Momentum Berakhirnya Dinasti Jokowi

    MK Hapus Presidential Threshold, Pengamat Sebut Momentum Berakhirnya Dinasti Jokowi

    loading…

    Putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) bisa menjadi momentum berakhirnya dinasti politik Joko Widodo (Jokowi). FOTO/DOK.SINDOnews

    JAKARTA – Pengamat politik, Ubedilah Badrun menilai putusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden ( presidential threshold ) bisa menjadi momentum berakhirnya dinasti politik Joko Widodo ( Jokowi ). Pasalnya, putusan MK dinilai membuka peluang bagi putra-putri bangsa untuk ikut kontestasi pilpres.

    Menurutnya, putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonann presiden sudah sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1944. Meskipun putusan itu terlambat lantaran kerap digugat, ia berkata langkah MK yang menghapus ambang batas presiden telah tepat.

    “Tentu ini angin segar demokrasi untuk pemilu presiden pada tahun 2029 mendatang. Setidaknya pada pemilu presiden 2029 mendatang rakyat Indonesia berpotensi akan memilih banyak alternatif pasangan capres-cawapres,” kata Ubedilah saat dihubungi, Jumat (3/1/2025).

    Kendati demikian, Ubedilah memprediksi banyak kandidat yang maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029. Dosen politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini pun juga menilai hal itu bisa menjadi momentum berakhirnya politik dinasti Jokowi.

    “Saya memprediksi, selain akan banyak pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2029 juga bisa menjadi momentum berakhirnya dinasti Joko Widodo,” tutur Ubedilah.

    Keyakinan itu dilatari lantaran peluang putra-putri terbaik bangsa untuk maju Pilpres 2024 semakin terbuka lebar. Ia pun menilai, rakyat tidak lagi dibelenggu partai dan pemilik modal untuk menentukan presiden di balik threshold 20%.

    “Sebab memungkinkan banyak putra terbaik bangsa akan ikut kontestasi, partai dan rakyat tidak lagi dibelenggu partai dan pemilik modal untuk menentukan presidenya dibalik threshold 20%,” tutur Ubedilah.

    “Belajar dari Pilpres 2019 dan 2024 lalu, belenggu partai dan oligarki telah memanjakan dinasti Jokowi yang berakibat fatal membuat demokrasi menjadi rusak,” tandasnya.

  • MK Hari Ini Putuskan UU Pemilu Soal Kampanye yang Dilakukan Presiden

    MK Hari Ini Putuskan UU Pemilu Soal Kampanye yang Dilakukan Presiden

    loading…

    MK bakal memutuskan perkara nomor 172/PUU-XXII/2024 yang diajukan mahasiswi asal Jawa Timur, Lintang Mendung Kembang Jagad, pada Jumat (3/1/2025) sore. Foto/Dok.SINDOnews

    JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutuskan perkara nomor 172/PUU-XXII/2024 yang diajukan mahasiswi asal Jawa Timur, Lintang Mendung Kembang Jagad, pada Jumat (3/1/2025) sore. Pembacaan Putusan akan dilaksanakan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta.

    Dalam permohonannya, pemohon menguji ketentuan pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 Ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    Adapun, pasal 299 ayat (1) berbunyi kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan:

    a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;

    b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.

    Sementara pasal 299 ayat (1) menyatakan, presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye.

    Dalam petitumnya pemohon menyatakan bahwa materi muatan Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) Undang-Undang Pemilu Inkonstitusional, sepanjang tidak dimaknai sebagai wewenang presiden dan wakil presiden dalam kampanye Pilpres untuk dirinya sendiri atau periode kedua baginya.

    Sebelumnya, MK telah mengabulkan gugatan dengan nomor perkara 62/PUU-XXI/2024 yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia.

  • Pelantikan Kepala Daerah Pilkada 2024 Diundur ke Maret 2025, Ini Alasannya!

    Pelantikan Kepala Daerah Pilkada 2024 Diundur ke Maret 2025, Ini Alasannya!

    Jakarta (beritajatim.com)– Pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 resmi diundur. Awalnya dijadwalkan berlangsung pada Februari 2025, pelantikan tersebut kini dipastikan baru akan dilakukan pada Maret 2025. Penundaan ini disebabkan oleh proses penyelesaian sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

    Alasan Penundaan Pelantikan

    Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi dijadwalkan menyelesaikan seluruh Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada 2024 hingga 13 Maret 2025. Baru setelah itu, MK akan mengeluarkan surat keterangan bahwa tidak ada sengketa yang menghalangi pelantikan kepala daerah terpilih.

    “MK baru akan mengeluarkan seluruh surat yang menyatakan tidak ada sengketa kepada gubernur, wali kota, dan bupati terpilih setelah PHPU selesai di MK,” ungkap Rifqinizamy melansir portal resmi NU Online.

    Ia menambahkan bahwa meskipun terdapat wilayah tanpa sengketa, pelantikan tetap harus menunggu proses penyelesaian di MK selesai. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar Pilkada serentak, di mana pelantikan dilakukan secara bersamaan di seluruh Indonesia.

    Perubahan Jadwal Pelantikan

    Penundaan ini juga melibatkan penetapan ulang jadwal oleh Presiden Prabowo Subianto melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) yang baru. Sebelumnya, pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih dijadwalkan pada 7 Februari 2025 berdasarkan Perpres Nomor 80 Tahun 2024. Sedangkan pelantikan bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota terpilih dijadwalkan tiga hari setelahnya, yaitu 10 Februari 2025.

    Namun, dengan adanya perubahan ini, jadwal baru pelantikan kepala daerah akan diumumkan dalam waktu dekat. “Bentuknya Perpres, bukan PKPU (Peraturan KPU). Jadi, keputusan ini berada di level Presiden,” jelas Rifqinizamy.

    Penundaan pelantikan ini menjadi langkah strategis untuk memastikan tidak ada konflik hukum yang belum terselesaikan. Meski demikian, masyarakat dan para kepala daerah terpilih di wilayah tanpa sengketa diharapkan dapat bersabar menunggu proses penyelesaian di MK.

    Dengan pelantikan yang serentak, pemerintah berharap dapat menjaga keadilan dan konsistensi dalam pelaksanaan pemerintahan di seluruh Indonesia. Selain itu, keputusan ini menjadi bagian dari upaya menjaga stabilitas politik dan administrasi negara.

    Pengunduran jadwal pelantikan kepala daerah Pilkada 2024 merupakan bagian dari upaya memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan. Presiden Prabowo akan segera menetapkan jadwal baru melalui Perpres, dengan pelantikan diperkirakan berlangsung setelah 13 Maret 2025. Masyarakat diimbau untuk terus mengikuti informasi terbaru terkait perkembangan jadwal ini. [aje]