Kementrian Lembaga: MK

  • Ini Instruksi OJK ke Asuransi Terkait Aturan MK KUHD

    Ini Instruksi OJK ke Asuransi Terkait Aturan MK KUHD

    Jakarta, FORTUNE – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan instruksi kepada seluruh pelaku industri Asuransi untuk mematuhi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal 251 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Dalam putusan itu diatur bahwa perusahaan asuransi tidak boleh menolak klaim nasabah hanya karena tidak lengkapnya informasi.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono berharap putusan tersebut dapat memiliki aturan turunan agar memiliki penjelasan yang kongkrit agar tidak berdampak fraud. Saat ini, lanjut Ogi, pihaknya sedang mempelajari aturan tersebut untuk menentukan langkah selanjutnya dalam menentukan Peraturan OJK (POJK) yang baru ke depannya.

    “Jadi pasal 251 perlu pengaturan lebih lanjut agar tidak dimanfaatkan secara tidak benar baik secara perusahaan asuransi, agen ataupun konsumen yang tidak beritikad baik,” kata Ogi saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (7/1).

    OJK minta asuransi perbaiki polis dan underwriting

    ilustrasi lansia menandatangani polis asuransi (pexels.com/Antoni Skhraba)

    Selain itu, OJK juga menginstruksikan kepada pelaku industri asuransi, asosiasi asuransi, stakeholder untuk memperjelas dokumen perjanjian polis dalam rangka menindaklanjuti putusan MK tersebut.

    “OJK juga mendorong perusahaan asuransi untuk memperbaiki proses underwriting yang lebih baik di mana calon-calon pemegang polis itu diyakini memberikan informasi yang benar terkait dengan kondisi yang bersangkutan,” kata Ogi.

    Kedepannya, lanjut Ogi, bila masih ada perselisihan antara pemegang polis dan perusahaan asuransi, dapat diupayakan dengan mekanisme lembaga arbitrase, LPSK hingga putusan pengadilan sesuai dengan aturan MK.

  • MK Larang Asuransi Tolak Klaim Sepihak, Tanggapan Asosiasi

    MK Larang Asuransi Tolak Klaim Sepihak, Tanggapan Asosiasi

    Jakarta, FORTUNE – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal 251 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Dalam putusan itu diatur bahwa perusahaan asuransi tidak boleh menolak klaim nasabah hanya karena tidak lengkapnya informasi.

    Perusahaan asuransi juga tidak boleh untuk menolak polis hingga klaim nasabah secara sepihak dan harus persetujuan kedua belah pihak. Dengan demikian, bila ada sengketa, harus diputuskan melalui pengadilan.

    Ketua Umum AAUI, Budi Herawan menyebut, putusan itu akan berdampak besar terhadap industri, khususnya asuransi umum. “Ini akan berdampak luar biasa khususnya kepada pelaku industri yang mungkin terbiasa penolakan klaim. Jadi paradigmanya berubah,” kata Budi saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (7/1).

    Putusan MK bisa berdampak positif ke asuransi

    Ilustrasi Mobil Tabrak Showroom/Dok Asuransi Astra

    Budi menambahkan, meski merubah paradigma, aturan ini bakal berdampak positif bagi perusahaan asuransi karena meningkatkan ketelitian agen pemasar dan pemahaman kepada nasabah atau Know Your Customer (KYC). Tentunya, dengan adanya keputusan ini, kualitas dari agen perusahaan asuransi ini diyakini bakal meningkat.

    “Ke depan akan berpengaruh pada proses klaim. Mungkin ada diskusi di internal secara industri. Sekarang atau mungkin selama ini sebenarnya sudah jalan mekanisme supaya proses Know Your Customer itu benar-benar mengungkap semua informasi sehingga tidak ada yang lagi disembunyikan,” jelas Budi.

    AAUI terapkan 3 langkah implementasi aturan

    Ilustrasi Kecelakaan ditanggung Asuransi/Dok MPM Insurance

    Oleh karena itu, AAUI sebagai asosiasi yang menaungi pemain industri, lanjut Budi, akan melakukan tiga langkah utama dalam implementasi aturan tersebut. Pertama, AAUI bersama pihak-pihak terkait seperti regulator hingga Dewan Asuransi Indonesia (DAI) akan melakukan pengkajian mendalam atas isi dan implikasi aturan MK.

    “Kedua, kami akan mengkaji ulang ketentuan dalam polis asuransi umum yang berlaku memastikan bahwa ketentuan tersebut sejalan dengan hukum dan semangat keadilan sebagaimana diamanatkan di dalam putusan ini,” kata Budi.

    Ketiga, AAUI akan segera melakukan sosialisasi kepada seluruh anggota AAUI untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai implikasi hukum dan operasional dari keputusan ini.

    “Kami percaya bahwa dengan implementasi yang tepat putusan ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi atau perasuransian,” pungkasnya.

  • Hasil Pilkada Pamekasan Lanjut ke MK, Ini Kata Bawaslu

    Hasil Pilkada Pamekasan Lanjut ke MK, Ini Kata Bawaslu

    Pamekasan (beritajatim.com) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pamekasan, mempersiapkan keterangan proses pengawasan dalam berbagai tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Pamekasan.

    Keterangan tersebut nantinya akan disampaikan dalam sidang sengketa pemilu Pamekasan di Mahkamah Konstitusi (MK), sering dengan gugatan tim hukum paslon Muhammad Baqir Aminatullah dan Taufadi (BERBAKTI) yang secara resmi teregister melalui sistem e BRPK (Buku Registrasi Perkara Konstitusi).

    “Kami juga mendapat surat dari MK perihal salinan permohonan (tim hukum BERBAKTI) dari pemohon. Atas perintah Mahkamah, kita diminta memberikan keterangan di hadapan sidang MK terkait hasil pengawasan, khususnya terkait materi atau dalil-dalil yang diajukan pemohon,” kata Ketua Bawaslu Pamekasan, Sukma Umbara Tirta Firdaus, Selasa (7/1/2025).

    Tidak hanya itu, pihaknya juga menyampaikan kesiapan untuk memberikan keterangan sesuai dengan perintah MK. “Dari itu, kami sudah mempersiapkan keterangan terkait pengawasan kita selama pelaksanaan pilkada 2024 lalu,” ungkapnya.

    “Artinya kami sudah siap memberikan keterangan sebagai pengawas pemilihan dalam pelaksanaan pemilihan atau pilkada Pamekasan, yang digelar serentak pada 27 November 2024 lalu,” tegasnya.

    Sidang MK soal sengketa Pilkada Pamekasan, dipastikan digelar seiring dengan dikabulkannya permohonan tim hukum paslon BERBAKTI l, berdasar Buku Registrasi Perkara Konstitusi melalui sistem e BRPK dengan nomor register 183/PHPU.BUP/XXIII/2025.

    Dengan status tersebut, tim hukum paslon BERBAKTI dipastikan menerima Akte Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) sebagai bukti pencatatan permohonan dalam BRPK dengan pokok perkara perselisihan hasil pemilihan umum bupati kabupaten Pamekasan, Tahun 2024.

    Seperti diketahui, sengketa tersebut diajukan tim hukum paslon BERBAKTI kepada KPU Pamekasan. Mereka menilai terjadi pelanggaran pemilu pada Pilkada serentak yang diikuti tiga paslon berbeda.

    Pengajuan senjata tersebut tertuang dalam Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Elektronik (e-AP3) Nomor 185/PAN.MK/e-AP3/12/2024, diterima dan ditandatangani Plt Panitera Muhidin pada pukul 21.38 WIB, Senin (9/12/2024) lalu.

    Sementara berdasar rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kabupaten yang dilaksanakan KPU Pamekasan, di Gedung Serbaguna PKP RI Pamekasan, Jl Kemuning 22 Pamekasan, Rabu hingga Kamis (4-5/12/2024) lalu. Sudah dinyatakan tuntas.

    Dalam pleno terbuka tersebut, paslon nomor urut 2 Pilkada Pamekasan, KH Kholilurrahman dan Sukriyanto (KHARISMA) dinyatakan unggul dari dua paslon lainnya dengan meraih dukungan sebanyak 291.246 suara (50,9 persen).

    Sedangkan paslon nomor urut 1 Fattah Jasin dan Mujahid Anshori (TAUHID) mendapatkan total dukungan sebanyak 17.307 suara (3 persen), dan paslon nomor urut 3 Muhammad Baqir Aminatullah dan Taufadi (BERBAKTI) mendulang sebanyak 263.740 suara (46,1 persen). [pin/kun]

  • Dasco: DPR akan Kaji Putusan MK Soal Penghapusan Presidential Threshold 20%

    Dasco: DPR akan Kaji Putusan MK Soal Penghapusan Presidential Threshold 20%

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut akan mengkaji putusan MK soal penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) minimal 20%.

    Kendati demikian, dia belum bisa memastikan secara pasti apakah memang betul putusan itu bisa dimasukkan dalam revisi UU Pemilu atau bahkan penyusunan Omnibus Law tentang politik.

    “Saya belum tahu. Bahwa itu kemudian akan dimasukkan dalam revisi undang-undang atau kemudian ada undang-undang yang diomnibuskan itu nanti belum kita putuskan,” katanya di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (7/1/2025).

    Dilanjutkan Dasco, putusan MK pada 2 Januari 2025 kemarin nantinya pasti akan disikapi lebih lanjut oleh DPR dengan melakukan kajian-kajian.

    Ketua Harian Gerindra ini turut mengemukakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Oleh sebab itu, putusannya wajib untuk ditaati

    Menurut dia, dengan adanya putusan itu maka diketahui MK membuka ruang untuk pencalonan presiden dan wakil presiden, tetapi juga ada keinginan agar jangan sampai calonnya terlalu banyak ataupun sedikit.

    “Sehingga kita akan coba kaji dengan teman-teman di parlemen untuk mengupas dan juga kemudian membahas bagaimana sih itu yang namanya rekayasa konstitusi yang diputuskan oleh MK itu akan dijalankan oleh DPR, supaya kemudian tidak menyalahi lagi aturan yang ada,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda turut mengamini bahwa pemerintah dan DPR akan menindaklanjuti putusan MK dalam pembentukan norma baru di UU Pemilu terkait dengan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. 

    Lebih lanjut, Rifqi memandang bahwa putusan MK ini sebagai babak baru bagi demokrasi konstitusional Indonesia, karena peluang mencalonkan presiden dan wakil presiden bisa lebih terbuka dan diikuti oleh banyak pasangan calon. 

    “Apapun itu, MK keputusannya adalah final and binding [mengikat] karena itu kita menghormati dan kita berkewajiban untuk menindaklanjutinya,” pungkasnya.

  • Anggaran Perjalanan Dinas Dipotong, APBN Hemat Rp3,6 T

    Anggaran Perjalanan Dinas Dipotong, APBN Hemat Rp3,6 T

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan adanya penghematan anggaran sebesar Rp3,6 triliun akibat pemotongan Anggaran Perjalanan Dinas kementerian/lembaga (K/L) yang diperintahkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

    “Dari catatan teman-teman di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), sejauh ini kita menghemat Rp3,6 triliun,” ujar Direktur Jenderal Anggaran (DJA) Kemenkeu Isa Rachmatarwata dalam Konferensi Pers APBN KiTA 2025, dikutip Selasa (7/1).

    Menurut Isa, penghematan tersebut tidak hanya berasal dari pemangkasan anggaran perjalanan dinas, tetapi juga mencakup penghematan pada paket rapat dan belanja lainnya.

    Angka penghematan sebesar Rp3,6 triliun tercapai berkat efisiensi yang dilakukan oleh seluruh K/L sejak arahan yang disampaikan oleh Prabowo pada Sidang Kabinet pada 23 Oktober dan 6 November 2024.

    Poin penting efisiensi anggaran perjalanan dinas

    Langkah efisiensi anggaran perjalanan dinas sebelumnya ditindaklanjuti oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui Surat Edaran Nomor S-1023/MK.02/2024 tanggal 7 November 2024.

    Surat yang ditujukan kepada menteri, kepala lembaga, Jaksa Agung, Kapolri, serta pimpinan kesekretariatan lembaga negara ini memuat tujuh poin arahan, yaitu:

    Menteri/pimpinan lembaga harus meninjau kembali kegiatan yang membutuhkan belanja perjalanan dinas dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2024 untuk mencari potensi penghematan, tanpa mengurangi efektivitas pencapaian target. Penghematan minimal 50% dari sisa anggaran perjalanan dinas di DIPA TA 2024 harus dilakukan sejak surat ditetapkan. Jika ada kebutuhan anggaran perjalanan dinas yang harus dipenuhi setelah penghematan, menteri/pimpinan lembaga dapat mengajukan dispensasi penggunaan sisa dana kepada Menteri Keuangan. Kebijakan penghematan ini tidak berlaku untuk dua hal: perjalanan dinas yang menjadi tugas utama unit atau lembaga tertentu dan belanja perjalanan dinas yang bersifat tetap. Contohnya untuk penyuluh pertanian, juru penerang, penyuluh agama, dan perjalanan dinas di kedutaan besar/atase. Kementerian/lembaga diminta membatasi belanja perjalanan dinas secara mandiri melalui mekanisme revisi dan mencatat penghematan tersebut di halaman IV.A DIPA, serta mengkoordinasikan penghematan di instansi vertikal/satuan kerja masing-masing. Revisi pencantuman penghematan pada halaman IV.A DIPA dilakukan di Kantor Wilayah (Kanwil) DJPb. Memastikan pembatasan anggaran perjalanan dinas diterapkan secara mandiri, kementerian/lembaga atau satuan kerja tidak diperkenankan mengajukan permintaan pembayaran biaya perjalanan dinas sebelum melakukan revisi tersebut.

  • Semburat Keberpihakan MK dalam Putusan Presidential Threshold

    Semburat Keberpihakan MK dalam Putusan Presidential Threshold

    Jakarta

    Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Kamis (2/1) menunjukkan “semburat keberpihakan” terhadap pemilu yang adil dan demokratis. Meskipun pengabulan suatu uji materiil oleh MK adalah hal yang lumrah, namun kali ini terasa berbeda dan perlu disambut dengan suka cita. Lantaran MK dalam putusan tersebut menyatakan Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) bertentangan dengan UUD NRI 1945.

    Putusan ini tidak hanya monumental, tetapi turut menjadi kulminasi atas berbagai upaya yang menghendaki hapusnya monopoli kandidasi presiden oleh segelintir (baca: koalisi) partai di parlemen. Sebab, sebelumnya pencalonan presiden wajib mendapat dukungan minimal 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR periode sebelumnya. Politik hukum semacam ini hanya meminimalkan opsi calon presiden bagi rakyat. Pun lebih mengarah pada dekonsolidasi demokrasi (Foa dan Mounk, 2016), di mana rakyat tidak hanya pesimis terhadap partai politik, tetapi juga terhadap demokrasi.

    Runtuhnya Pendirian MK

    Pembacaan terhadap Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 membawa kita pada hal menarik dalam dalil permohonan. Empat mahasiswa—Enika, Rizki, Faisal, dan Tsalis—sebagai pemohon berhasil memandu Hakim MK untuk mempertimbangkan norma-norma yang bersifat meta-yuridis.

    Setidaknya terdapat tiga norma meta-yuridis yang didalilkan. Pertama, adanya presidential threshold hanya menggerus ‘moralitas’ demokrasi. Alih-alih menguatkan fungsi partai sebagai agregator aspirasi rakyat atas calon presiden potensial, pembatasan ini justru membuat Pemilu dikooptasi oleh partai besar dan koalisi gemuk.

    Kedua, ‘rasionalitas’ keterkaitan antara pengaturan ambang batas dengan penguatan sistem presidensial. Nyatanya dengan mengambil fakta Pemilu 2019, pemohon dapat membuktikan keduanya tidak memiliki korelasi yang kuat. Bahkan hal ini telah diamini lebih dahulu oleh Abdul Ghoffar (2018: 498). Menurutnya, meski tidak ada ambang batas pencalonan, sistem pemerintahan presidensial tetap dapat stabil dan efektif. Simpulan ini ia peroleh dari kajian komparatif terhadap best practice di negara lain, di antaranya Amerika Serikat, Brazil, dan Kyrgyzstan.

    Ketiga, menyebabkan ‘ketidakadilan yang intolerable’. Ambang batas calon presiden didalilkan pemohon hanya menguatkan ketidakadilan struktural. Oleh karena menutup kesempatan bagi partai kecil untuk mencalonkan kandidat terbaik yang dimiliki tanpa harus berkoalisi. Pada saat yang sama, rakyat ‘dipaksa’ memilih kandidat yang ditentukan partai yang memenuhi ambang batas pencalonan sekalipun bukan preferensi yang dikehendaki rakyat.

    Tidak sulit melacak perpaduan kedua paradigma ini dalam putusan a quo. Pada bagian ratio decidendi contohnya, hakim MK berpendirian yang sama dengan argumen para pemohon. Tegasnya, MK berpandangan presidential threshold tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable (Putusan 62/PUU-XXII/2024).

    Walau tidak mudah mengatakan putusan ini bernuansa hukum alam. Nyatanya pandangan MK sejurus dengan tesis mendasar mengenai hukum alam yakni adanya hubungan yang esensial antara hukum dan moral (Murphy dan Coleman, 1990). Kendatipun pendapat MK lebih bersesuaian dengan rangkaian ‘moralitas kedua’ dalam pandangan Fuller (1969) yang menawarkan modernisasi atas paham hukum alam.

    Terlepas nuansa yang terkandung dalam putusan tersebut, putusan kali ini membuka prospek lebih jauh atas dalil-dalil uji materiil yang menyandarkan pada constitutional morality. Artinya, ukuran konstitusionalitas tidak hanya dinilai dari kesesuaian antara norma yang diuji dengan norma batang tubuh UUD, tapi juga persesuaiannya dengan moralitas hukum. Toh, runtuhnya pendirian soal konstitusionalitas presidential threshold turut menasbihkan prospek tersebut.

    Menyemai Responsivitas

    Putusan kali ini juga menggambarkan bahwa MK sekalipun dapat berubah pendirian. Dari yang semula kaku dan menahan diri bergerak menuju responsif. MK tampil lebih berani untuk keluar dari ‘jeratan’ kebijakan hukum terbuka, yang selama ini menjadi tembok penghalang bagi permohonan-pemohonan sejenis lainnya. Perubahan pendirian ini merupakan praktik yang lumrah bagi MK.

    Edgar Bodenheimer (1981) menyebut praktik ini sebagai overruling yakni mengesampingkan putusan pengadilan terdahulu untuk mengarahkan hukum umum agar lebih sesuai dengan kebutuhan keadilan. Lebih lanjut menurut Bodenheimer, praktik mengubah pendirian dalam putusan hanya mungkin terjadi apabila terdapat distinguishing factor. Singkatnya, hakim menemukan faktor yang berbeda sehingga apabila diputuskan dengan cara yang sama, justru menghasilkan ketidakadilan. Bahkan pada kondisi tertentu mengakibatkan kekerasan yang jauh melampaui apa yang dipikirkan hakim dalam pendirian sebelumnya.

    Menyitir pendapat Fallon (2005), setidaknya terdapat tiga parameter untuk menjustifikasi praktik ini. Pertama, legitimasi hukum yang dapat terpancar dari upaya Hakim MK untuk membenahi dan meluruskan cara melakukan interpretasi. MK meski tampak terlambat, tetapi akhirnya menyadari bahwa original intent dari Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945 tidak mengarah pada perbincangan mengenai presidential threshold. Satu-satunya pembatasan yang disepakati hanya berkaitan syarat minimal keterpilihan.

    Hal ini kemudian secara eksplisit tertuang pada ayat (3) pasal a quo, yaitu mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam Pemilu dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

    Kedua, legitimasi sociological di mana hakim tidak boleh menafikan fakta dan tuntutan masyarakat yang cenderung tidak statis. Permohonan terhadap Pasal 222 UU Pemilu yang dilakukan sebanyak 33 kali setidaknya telah memberikan alarm bagi MK bahwa ketentuan presidential threshold tidak lagi relevan dengan kebutuhan hukum masyarakat. Pengujian secara terus-menerus atas pasal yang sama menunjukkan rakyat teramat jengah dengan model pencalonan presiden yang berlangsung selama ini. Di satu sisi, tidak bermanfaat signifikan bagi alam demokrasi kita, dan di sisi lain hanya menangguk keuntungan bagi partai besar dan koalisi dominan.

    Ketiga, legitimasi moral. Pada titik ini, hakim berkewajiban to declare the law truly. MK dalam perkara ini sesungguhnya telah menunjukkan perannya sebagai the sole interpreter of constitution. Basis legitimasi moral telah mendorong Hakim MK mewujud sebagai judicial heroes. Bagi Schepple (2006), hal ini hanya dimungkinkan tatkala mereka tidak segan-segan untuk menentang pembentuk hukum karena kegagalannya dalam mengikuti prinsip-prinsip konstitusional.

    Hanya dengan begitu, penyemaian responsive judicial review akan terus terjadi. Meski tidak dimungkiri komposisi hakim yang bergerak dalam koridor akitivisme harus terus dirawat. Inilah prakondisi lain yang menjadi syarat terwujudnya hakim-hakim MK yang responsif. Paling tidak itu tergambar dari pendapat Yance Arizona dalam keterangan ahlinya.

    Konsekuensi Putusan MK

    Secara ketatanegaraan, konsekuensi dari putusan ini adalah sistem presidensial Indonesia berjalan sesuai DNA awalnya yaitu berbalut sistem kepartaian yang majemuk. Pelacakan historis juga menunjukkan bahwa presidensialisme Indonesia memang sejak awal dibangun dengan pondasi multipartai. Boleh jadi inilah yang disebut Bung Hatta sebagai esensi dari demokrasi kerakyatan yang dijiwai kolektivitet.

    Presidensialisme multipartai memang sepatutnya memberikan kesempatan bagi setiap partai peserta Pemilu untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden secara mandiri. Dengan begitu, rakyat akan berpotensi memiliki preferensi calon presiden dan wakil presiden dalam jumlah yang lebih banyak.

    Dapat dikatakan pula, putusan tersebut merupakan antitesis dari praktik pemilu saat ini yang cenderung ‘memaksakan’ hanya dua pasangan calon. Setidaknya itulah yang tampak dari Pemilu 2014, 2019, dan 2024. Namun membuka keran pencalonan seluas-luasnya bukan pula tanpa persoalan. Presidensialisme multipartai semacam itu akan berdampak pada terbukanya peluang pemilu dua putaran. Pembengkakan biaya adalah perihal yang mungkin terjadi. Sebab dengan banyaknya kandidat, potensi untuk menang satu putaran bukan perkara mudah, meski bukan pula hal yang mustahil. Presidensialime multipartai memang tidak didesain hanya untuk memunculkan dua kandidat.

    Kandidasi yang membuka peluang banyaknya opsi pilihan rakyat akan terhindar dari apa yang disebut Pitkin (1963) sebagai respresentasi simbolik. Respresentasi semacam ini secara formal dan imajiner memang menyediakan sarana untuk rakyat menyalurkan suaranya dalam perhelatan Pemilu. Tetapi, ke mana suara itu diberikan telah dibatasi oleh segelintir partai melalui kandidat yang terbatas.

    Pada akhirnya, melalui putusan ini MK tampak berusaha menyulam kembali palu yang telah patah. Ada semburat keberpihakan yang mulai terpancar untuk menguatkan demokrasi di Indonesia. Hal inilah yang sepatutnya terus disemai oleh MK agar demokrasi kita tidak senantiasa tergerus dan berjalan mundur.

    Rilo Pambudi. S pengajar Hukum Tata Negara Universitas Maritim Raja Ali Haji

    (mmu/mmu)

  • DPR sebut putusan “Parliamentary Treshold” juga jadi bahan revisi UU

    DPR sebut putusan “Parliamentary Treshold” juga jadi bahan revisi UU

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan putusan MK soal ambang batas parlemen atau parliamentary treshold juga akan menjadi bahan pembahasan ketika merevisi undang-undang (UU) atau penyusunan undang-undang sapu jagat (Omnibus Law) tentang politik.

    Sejauh ini, dia mengatakan bahwa DPR belum memutuskan bahwa poin-poin dari putusan MK itu, baik presidential treshold maupun parliamentary treshold, akan dibahas menjadi UU atau Omnibus Law karena menunggu masa reses selesai pada 15 Januari. Namun, putusan MK itu bersifat final dan mengikat yang wajib ditaati.

    “Nah bahwa itu kemudian akan dimasukkan dalam revisi undang-undang atau kemudian ada undang-undang yang di-omnibus-kan itu nanti belum kita putuskan,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

    Menurut dia, DPR akan melakukan kajian terkait putusan MK terhadap sistem politik tersebut karena MK pun membuka ruang untuk DPR menyusun norma baru. Kajian itu pun, kata dia, akan membahas agar produk undang-undang tak menyalahi aturan yang ada.

    “Dan juga ada keinginan MK juga bahwa jangan sampai calon presiden terlalu banyak atau juga terlalu sedikit,” kata dia.

    Pada Kamis (2/1), MK memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    Adapun pasal yang dihapus itu berisi tentang syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi di DPR RI, atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada Pemilu Legislatif sebelumnya.

    Pada 29 Februari 2024, MK juga telah mengabulkan sebagian gugatan uji materi Perludem untuk menghapus ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar empat persen suara sah nasional yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    MK menilai kebijakan ambang batas parlemen telah mereduksi hak rakyat sebagai pemilih. Hak rakyat untuk dipilih juga direduksi ketika calon yang dipilih mendapatkan suara lebih banyak, namun tidak menjadi anggota DPR karena partainya tidak mencapai ambang batas parlemen.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Respons Pemerintahan Prabowo soal MK Hapus Presidential Threshold

    Respons Pemerintahan Prabowo soal MK Hapus Presidential Threshold

    loading…

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (kanan) menyatakan, pemerintah akan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ketentuan presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. Foto/Achmad Al Fiqri

    JAKARTA – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan, pemerintah akan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. Ia menyatakan, pemerintah akan mematuhi putusan tersebut.

    “Prinsipnya kita hormati dan patuh terhadap putusan MK. Karena putusan MK itu kan final and binding. Jadi tidak ada upaya hukum berikut,” ujar Supratman saat ditemui Graha Pengayoman, Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2025).

    Politikus Partai Gerindra ini pun telah menugaskan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Dhahana Putra untuk mengkaji putusan tersebut. Langkah itu ditujukan Supratman sebagai bentuk persiapan pemerintah dalam mematuhi putusan tersebut.

    Baca Juga: Presidential Threshold Dihapus, Capres Tunggal Pupus

    “Walaupun inisiatif untuk membuat perubahan undang-undang tentang pemilu dan pilkada itu saat ini diinisiasi oleh DPR, namun demikian pemerintah harus siap-siap juga,” katanya.

    Lebih lanjut, Supratman menilai, putusan MK berpeluang untuk menimbulkan banyak calon presiden (capres) yang mendaftar. Ia pun mengatakan, MK telah memberi wewenang pada DPR dan Pemerintah untuk melakukan rekayasa konstitusi.

    “Karena itu MK memberi ruang kepada pembentuk undang-undang, yakni DPR bersama dengan pemerintah, presiden maksud saya, untuk melakukan rekayasa konstitusional dengan mempedomani lima hal. Yang satu tidak boleh rekayasa konstitusional itu disahkan kepada perolehan suara ataupun kursi. Kan itu intinya tuh. Nah karena itu pasti ini akan dipenuhi,” kata Supratman.

    Meski demikian, Supratman belum mengetahui pasti peluang semua partai politik bisa mengajukan paslon. Menurutnya, keputusan itu menunggu hasil pembahasan RUU Pemilu.

    “Apakah nanti semua partai politik akan masing-masing boleh mencalonkan? Nah nanti akan dibahas di Revisi Undang-Undang tentang Pemilu, Partai Politik, maupun Pilkada,” pungkasnya.

    (rca)

  • DPR Segera Sikapi Putusan MK yang Hapus Ambang Batas Capres

    DPR Segera Sikapi Putusan MK yang Hapus Ambang Batas Capres

    Jakarta

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan Presiden atau presidential threshold (PT) 20%. Dasco menegaskan DPR segera melakukan kajian-kajian.

    “Ya jadi kita sama-sama sudah tahu bahwa MK sudah membuat keputusan tentang ambang batas. Tentunya akan disikapi oleh DPR dengan kemudian nanti melakukan kajian-kajian,” kata Dasco di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (7/1/2025).

    Dasco mengungkit keinginan MK agar capres tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit. Karenanya, DPR bakal melakukan kajian atas putusan tersebut.

    “Dan kita sama-sama tahu bahwa MK juga membuka ruang. Dan juga ada keinginan MK juga bahwa jangan sampai calon presiden terlalu banyak atau juga terlalu sedikit. Nah sehingga kita akan coba kaji dengan teman-teman di parlemen,” tuturnya.

    Dasco menegaskan, putusan MK itu harus ditaati karena bersifat final dan mengikat. DPR akan menyikapinya setelah selesai masa reses.

    “Nah bahwa itu kemudian akan dimasukkan dalam revisi undang-undang atau kemudian ada undang-undang yang di Omnibuskan itu nanti belum kita putuskan,” kata dia.

    MK sebelumnya telah membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1). MK mengabulkan permohonan yang pada intinya menghapus ambang batas pencalonan presiden.

    “Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo.

    (ial/gbr)

  • Dua daerah di Bengkulu tak ikut pelantikan kepala daerah serentak

    Dua daerah di Bengkulu tak ikut pelantikan kepala daerah serentak

    Pelantikan paslon gubernur/wakil gubernur terpilih pada 7 Februari, sedangkan paslon terpilih pada pemilih bupati/wali kota pada 10 Februari.

    Bengkulu (ANTARA) – Pemerintah Provinsi Bengkulu menyebutkan dua daerah dari 10 kabupaten/kota di provinsi berjuluk Bumi Rafflesia itu kemungkinan tidak ikut pelantikan kepala daerah serentak pada tanggal 10 Februari 2025.

    “Perpres mengamanatkan pelantikan pasangan calon gubernur/wakil gubernur terpilih pada tanggal 7 Februari, sedangkan paslon terpilih pada pemilih bupati/wali kota pada tanggal 10 Februari,” kata Asisten I Setda Pemerintah Provinsi Bengkulu Khairil Anwar di Bengkulu, Selasa.

    Khairil Anwar menyebutkan pasangan calon pada Pemilihan Bupati Bengkulu Selatan dan Bengkulu Tengah tercatat mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasangan Calon Bupati Bengkulu Tengah Evi Susanti-Rico Zaryan masuk ke tahap persidangan.

    Pasangan calon Bupati Bengkulu Selatan Rifai Tajudin-Yefri Sudianto telah diregistrasi MKRI dengan Nomor 68/PHPU.BUP-XXIII/2025 dijadwalkan sidang pada tanggal 10 Januari 2025.

    “Untuk kabupaten kota lainnya, akan dilantik pada tanggal 10 Februari 2025 seperti yang sudah diamanatkan dalam perpres,” kata Khairil.

    Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu menyatakan proses politik Pemilihan Pilkada Serentak 2024 telah rampung dengan penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara.

    “Kalau bahasanya, peristiwa politiknya insyaallah selesai pada hari ini karena terkait dengan angka-angka. Akan tetapi, terkait dengan peristiwa hukum yang para pihak berkeberatan bisa ke Mahkamah Konstitusi,” kata Ketua KPU Provinsi Bengkulu Rusman Sudarsono.

    Rusman mengatakan bahwa Pilkada Serentak 2024 di Bengkulu berjalan lancar, aman, dan sesuai dengan asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

    Terkait dengan kemungkinan adanya laporan oleh para pihak dan masyarakat ke bawaslu setempat mengenai kinerja KPU Provinsi Bengkulu dan jajaran terhadap penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024, pihaknya menyatakan siap mengikuti proses hukum tersebut.

    Pewarta: Boyke Ledy Watra
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025