Kementrian Lembaga: MK

  • Langkah besar mencegah hegemoni elite dan kooptasi oligarki

    Langkah besar mencegah hegemoni elite dan kooptasi oligarki

    Foto: Supriyarto Rudatin/Radio Elshinta

    Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024: Langkah besar mencegah hegemoni elite dan kooptasi oligarki
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 10 Januari 2025 – 20:42 WIB

    Elshinta.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi sorotan setelah menerbitkan Putusan No.62/PUU-XXII/2024 yang membatalkan ketentuan ambang batas minimal pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential nomination threshold) dalam Pasal 222 UU No.7/2017. 

    Putusan ini dianggap sebagai langkah penting dalam menjaga kedaulatan rakyat dan mencegah dominasi elite politik maupun kooptasi oligarki.

    Putusan yang diambil dengan suara 7-2 ini didasari pertimbangan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam UUD NRI Tahun 1945. 

    MK menegaskan, ketentuan tersebut menciptakan ketidakadilan, merusak moralitas politik, dan mempersempit peluang masyarakat dalam menentukan pemimpin nasional.

    Dalam forum diskusi “Ngaji Konstitusi” yang digelar oleh Jimly School of Law and Government (JSLG), Dosen Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menyebutkan bahwa keputusan MK ini menandai perubahan arah hukum yang sangat signifikan.

    “Putusan ini menjadi refleksi atas tren politik Indonesia yang kerap kali hanya menghasilkan dua pasangan calon dalam pilpres, yang pada akhirnya berpotensi menciptakan polarisasi masyarakat,” kata Titi, seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin.

    Menurut MK, penyederhanaan partai politik dalam sistem presidensial tidak seharusnya mengorbankan hak politik warga negara. MK menyarankan langkah-langkah rekayasa konstitusional untuk menciptakan kompetisi yang sehat, seperti memberikan hak bagi semua partai politik peserta pemilu untuk mengusulkan pasangan calon tanpa terikat pada persentase kursi di DPR atau suara nasional.

    Selain itu, MK mengusulkan penerapan mekanisme pencalonan yang lebih demokratis melalui pemilihan pendahuluan (preliminary election) yang transparan dan akuntabel. Proses ini harus melibatkan anggota partai secara berjenjang, serta memungkinkan partisipasi tokoh eksternal. Langkah ini diharapkan dapat meminimalkan dominasi elite partai dan meningkatkan keterwakilan rakyat.

    Titi Anggraini juga menyoroti perlunya penyelenggara pemilu yang profesional dan independen untuk memastikan keadilan dalam kontestasi politik. “Penyelenggara pemilu yang curang atau partisan dapat menjadi ancaman serius bagi demokrasi,” ujarnya.

    Putusan ini turut mempengaruhi pilkada, di mana MK sebelumnya melalui Putusan No.60/PUU-XXII/2024 telah menurunkan syarat ambang batas pencalonan kepala daerah. Dengan penghapusan rezim ambang batas pencalonan, diharapkan fenomena calon tunggal yang sering terjadi dapat diminimalkan.

    Ke depan, revisi UU Pemilu dan UU Pilkada diusulkan menggunakan metode kodifikasi, bukan omnibus, agar lebih sistematis dan mudah dipahami. Dengan demikian, perubahan ini diharapkan mampu memperkuat sistem demokrasi di Indonesia, sekaligus mengembalikan kedaulatan sepenuhnya kepada rakyat.

    Diketahui, diskusi hybrid ini dihadiri oleh Prof. Dr. H. Jimly Asshiddiqie; Founder Adikara Cipta Aksa, Geofani Milthree Saragih; Kepala Departemen Hukum Tata Negara FH UII, Jamaludin ghafur; dan Dewan Pakar JSLG, Taufiqurrohman.

    Sumber : Radio Elshinta

  • KPK Jawab Kritik Megawati soal Cuma Cari Kasus Korupsi Kecil

    KPK Jawab Kritik Megawati soal Cuma Cari Kasus Korupsi Kecil

    Jakarta

    KPK merespons kritikan Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri yang menilai KPK hanya menyasar kasus korupsi yang bersifat kecil. KPK mengapresiasi kritikan tersebut.

    “Tentu kami di sini sangat mengapresiasi apa yang disampaikan Ibu Ketum dan tentunya juga memang itu menjadi harapan kita juga, kita bisa menangani perkara perkara yang besar,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).

    Tessa mengatakan pihaknya menangani kasus korupsi dari laporan masyarakat. Dia juga berharap KPK bisa menangani perkara yang bersifat besar dengan nilai kerugian triliunan.

    “Jadi kami juga berharapnya dapat perkara-perkara yang nilainya sangat besar. Tentu kami mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Ibu Ketum. Semoga kita juga ke depan bisa menangani atau ada pelaporan terkait dengan perkara-perkara yang besar karena yang kita keluarkan misalkan perkara yang kita tangani Rp 10 miliar dengan perkara yang misalkan Rp 10 triliun, sama saja gitu. Artinya kita harus melakukan penggeledahan, penyitaan, memeriksa saksi saksi dan lain lain. Sementara kerugiannya berbeda gitu,” ujar Tessa.

    “Semoga ini ada informasi ada warga yang melaporkan kepada kita, korupsi-korupsi atau mega korupsi gitu ya yang kita bisa tangani, karena kita juga dari pelaporan dari masyarakat, informasi yang kita tangani, seperti itu,” tambahnya.

    Kata Megawati

    Sebelumnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengkritik kinerja KPK. Megawati menilai KPK hanya menyasar kasus korupsi yang bersifat kecil.

    “Saya sekarang bingung hukum yang benar itu adanya di mana? Saya bikin MK, itu konstitusi toh, betul atau salah? Lah tapi kok dibikinnya koyo ngono nggak ada maruahnya gitu loh,” kata Megawati.

    Megawati lalu bicara mengenai andil dirinya dalam mendirikan KPK saat masih menjabat Presiden Indonesia. Megawati kemudian mengkritik kinerja KPK yang hanya mengusut kasus korupsi kecil. Dia menantang KPK untuk mengusut kasus yang bernilai triliunan rupiah.

    Megawati mengaku sadar pernyataannya ini akan memicu banyak kritik. Namun ia mengaku hanya ingin KPK bekerja dengan maksimal dalam memberantas korupsi di Indonesia.

    “Nanti kalau saya ngomong gini, ‘Tuh, Bu Mega hanya mengkritik saja, mengkritik saja’, lah, ya nggak lah orang bener, orang bener. Saya ingin KPK itu yang bener, orang yang bikin saya juga. Bingung saya, kecuali orang lain,” tutur Megawati.

    (mib/azh)

  • Jalani sidang perdana, KPU Kota Bekasi hadapi lima tuntutan di MK

    Jalani sidang perdana, KPU Kota Bekasi hadapi lima tuntutan di MK

    Foto: Hamzah Aryanto/Radio Elshinta

    Jalani sidang perdana, KPU Kota Bekasi hadapi lima tuntutan di MK
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 10 Januari 2025 – 21:11 WIB

    Elshinta.com – KPU Kota Bekasi menjalani sidang perdana di Mahkamah Konstitusi (MK) menghadapi lima gugatan terkait Pilkada 2024.

    Komisioner KPU Kota Bekasi, Achmad Edwin mengatakan, sidang tersebut berfokus pada mendengarkan pokok permohonan dari para pemohon.

    “Di sidang perdana kemarin hanya agendanya mendengarkan pokok permohonan dari pemohon,” kata Edwin kepada Kontributor Elshinta, Hamzah Aryanto pada Jumat (10/1).

    Ia menjelaskan, kelima poin gugatan tersebut meliputi dugaan money politik, netralitas ASN, penggunaan fasilitas negara, keterlibatan penyelenggara Pilkada dalam mendukung salah satu pasangan calon, dan keberadaan pihak tertentu saat rekapitulasi suara di tingkat kota.

    Ia menyebut pemohon juga mengajukan bukti tambahan berupa kartu keren yang diduga terkait dengan praktik money politik.

    “Kalau kita lihat di permohonan itu terkait dengan dugaan money politik ya dalam bentuk kartu keren, nah mereka mendalilkan itu juga dan penambahan alat buktinya juga terkait dengan kartu keren,” jelas Edwin.

    Edwin mengungkapkan sidang lanjutan dijadwalkan pada Jumat, 17 Januari 2024, pukul 13.30 WIB.

    Pada sidang tersebut, KPU Kota Bekasi akan menyampaikan jawaban atas pokok-pokok permohonan, diikuti oleh jawaban dari pihak terkait, termasuk pasangan calon nomor urut 03 dan keterangan dari pihak-pihak terkait lainnya di Kota Bekasi.

    “Jadi di tanggal 17 Januari agendanya adalah dari pihak kita KPU menyampaikan bagaimana kita merespon dari pokok-pokok permohonan yang disampaikan oleh pemohon,” tutur Edwin.

    Proses hukum ini akan menentukan kelanjutan sengketa Pilkada Kota Bekasi.

    Sumber : Radio Elshinta

  • ASPI Minta Penyesuaian Besaran Pajak Pasca MK Putuskan Spa sebagai Layanan Kesehatan – Halaman all

    ASPI Minta Penyesuaian Besaran Pajak Pasca MK Putuskan Spa sebagai Layanan Kesehatan – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Spa Indonesia (ASPI) menyambut positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa spa bukan lagi bagian dari jasa hiburan, melainkan termasuk dalam layanan kesehatan tradisional.

    Putusan ini diumumkan dalam sidang pleno MK pada Perkara Nomor 19/PUU-XXII/2024, yang menghapus stigma negatif terhadap industri spa di Indonesia.

    Ketua I ASPI, M. Asyhadi, mengungkapkan bahwa asosiasi akan segera mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto untuk meminta kebijakan yang mendukung pengakuan spa sebagai bagian dari kesehatan tradisional dalam sistem perpajakan.

    “Kami berharap Presiden melalui Kementerian Keuangan bisa memasukkan spa ke dalam kategori kesehatan tradisional,” ujarnya.

    Hal ini akan memastikan bahwa spa mendapat perlakuan yang setara dengan layanan kesehatan lainnya, termasuk dalam hal tarif pajak yang lebih adil,” ujar M. Asyhadi dalam di konferensi pers menanggapi Putusan MK tentang Spa sebagai pelayanan Kesehatan tradisional di Jakarta, Jumat, 10 Januari 2025.

    ASPI juga menekankan pentingnya penyesuaian tarif pajak sesuai dengan Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2022, khususnya Pasal 11, yang mengatur tentang jasa pelayanan kesehatan, termasuk spa.

    Pengklasifikasian spa sebagai jasa hiburan selama ini dianggap memberikan dampak negatif bagi industri ini, dengan tarif pajak yang tinggi dan memberikan ketidakpastian hukum.

    “Pajak yang besar akan membuat usaha SPA sulit bertahan. Harga jasa akan naik, dan masyarakat mungkin enggan memanfaatkan layanan ini,” imbuhnya.

    Dia menegaskan, usaha SPA adalah bagian dari kesehatan tradisional sesuai PMK No.8 Tahun 2014, Permenpar No.4 Tahun 2021 sebagai perwujudan dari PP No.5 Tahun 2021 dan UU No.11 tahun 2020 UUCK, sehingga diharapkan kebijakan pajaknya harus sesuai dengan perlakuan yang sama seperti jasa kesehatan lainnya,” jelas Asyhadi.

    Putusan MK yang mengakui spa sebagai bagian dari layanan kesehatan tradisional disambut gembira ASPI dan pengusaha spa di Indonesia.

    Dalam keterangannya, Ketua ASPI Wellness & SPA Indonesia, dr. Lianywati Batihalim, menekankan bahwa langkah ini penting untuk menghilangkan stigma negatif terhadap industri spa yang selama ini dianggap hanya sebagai bentuk hiburan semata.

    “Ini adalah langkah besar bagi industri spa. Kami sangat bersyukur atas keputusan ini, namun kami juga berharap ada kebijakan yang mendukung dalam hal pajak, yang lebih sesuai dengan sektor kesehatan tradisional,” ungkap Lianywati.

    ASPI akan memperjuangkan kebijakan tarif kedalam layanan kesehatan  yang sudah diatur dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022.

    “Sehingga pembebanan pajak memberikan rasa keadilan terhadap masyarakat, tentunya melalui dialog dengan kementerian terkait,” tegasnya.

    ASPI akan mengajukan surat permohonan kepada Presiden Republik Indonesia, dengan tembusan ke DPR agar segera melaksanakan amar putusan MK terkait pengklasifikasian spa sebagai layanan kesehatan.

    ASPI juga akan beraudiensi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Hukum dan HAM, dan kementerian lainnya untuk membahas revisi kebijakan yang menyangkut pengakuan spa sebagai layanan kesehatan tradisional dan penyesuaian tarif pajak.

    Sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas layanan dan profesionalisme di industri spa, ASPI juga akan fokus pada program pendidikan dan sertifikasi.

    Ketua II ASPI, Wulan Tilaar, menjelaskan bahwa asosiasi akan memperkenalkan program standarisasi untuk para pelaku industri melalui sertifikasi Tirta yang mencakup kompetensi dan profesionalisme dalam layanan spa.

    “Kami akan mengadakan pelatihan berbasis kompetensi untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja spa, serta memberikan sertifikasi yang sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan dalam Permenpar No. 4 Tahun 2021 dan PMK No. 8 Tahun 2014,” ujar Wulan.

    Ketua III ASPI Kusuma Ida Anjani, menegaskan bahwa putusan MK ini menjadi momentum yang tepat untuk mengembangkan industri spa sebagai bagian dari warisan kesehatan tradisional Indonesia.

    Ia berharap pengakuan ini dapat mendukung kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi nasional, sekaligus mendorong industri spa Indonesia untuk bersaing di pasar global.

    “Industri spa tidak hanya soal kesehatan, tetapi juga sebagai bagian dari promosi budaya dan pariwisata. Dengan kebijakan yang adil, kami yakin spa Indonesia dapat menjadi kebanggaan di pasar internasional,” ujar Kusuma.

    “Kami mengapresiasi keputusan MK yang mengakui spa sebagai bagian dari tradisi kesehatan Indonesia. Keputusan ini menjadi tonggak penting dalam memperjuangkan posisi industri spa sebagai layanan preventif dan promotif kesehatan yang mengangkat nilai budaya Nusantara,” ujar Kusuma Ida Anjani yang juga Direktur PT Mustika Ratu Tbk.

    Menurut dia, putusan MK ini juga membuka peluang besar bagi pengembangan wellness tourism berbasis kearifan lokal.

    Dengan keunggulan spa tematik seperti lulur Jawa, boreh Bali, dan ramuan tradisional lainnya, ASPI optimistis industri spa Indonesia dapat bersaing di pasar global.

    “Kami berharap sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dapat mendorong pertumbuhan sektor ini sebagai salah satu kekuatan dalam wellness tourism global. Dukungan berbagai pihak sangat diperlukan untuk mewujudkan mimpi besar ini,” lanjut Kusuma Anjani.

    Laporan Reporter: Leni Wandira | Sumber: Kontan

  • Kemendagri bahas jadwal pelantikan kepala daerah usai DPR reses

    Kemendagri bahas jadwal pelantikan kepala daerah usai DPR reses

    Ketika selesai reses maka kami akan melakukan rapat pembahasan untuk menyepakati

    Serang (ANTARA) – Kementerian Dalam Negeri menunggu masa reses anggota DPR RI selesai, guna membahas bersama waktu pelantikan kepala daerah terpilih secara serentak, usai penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).

    “Ketika selesai reses maka kami akan melakukan rapat pembahasan untuk menyepakati ya, kira-kira pilihannya seperti apa, di saat ini posisinya seperti itu,” ujar Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya di Serang, Banten, Jumat.

    Bima mengatakan pelantikan kepala daerah sudah tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelantikan Kepala Daerah.

    Namun juga terdapat keputusan MK yang isinya meminta agar seluruh pelantikan dilakukan serentak, kecuali yang melakukan pilkada ulang.

    “Artinya kalau mengikuti itu, maka pelantikannya itu tidak bisa di bulan Februari, karena harus menunggu dulu tahapan dari persidangan MK yang paling cepat baru akan selesai di tanggal 13 Maret,” kata dia.

    Oleh karenanya Bima mengatakan Kemendagri akan berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan terutama juga dengan DPR setelah menunggu masa reses.

    Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelantikan Kepala Daerah, pelantikan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur terpilih pada Pilkada Serentak 2024 dijadwalkan pada 7 Februari 2025.

    Sedangkan pelantikan pasangan calon bupati dan wakil bupati terpilih dan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota terpilih pada Pilkada Serentak 2024 dijadwalkan pada 10 Februari 2025.

    Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Hadapi Sidang Perselisihan Hasil Pilkada 2024, KPU Kabupaten Nganjuk Siapkan Jawaban dan Alat Bukti

    Hadapi Sidang Perselisihan Hasil Pilkada 2024, KPU Kabupaten Nganjuk Siapkan Jawaban dan Alat Bukti

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Danendra Kusuma

    TRIBUNJATIM.COM, NGANJUK – Perkara perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Nganjuk telah memasuki tahap persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK). 

    Sidang pendahuluan dengan kegiatan mendengarkan materi permohonan dari pemohon, pasangan calon (paslon) nomor urut 1 pada Pilkada Kabupaten Nganjuk, Muhammad Muhibbin dan Aushaf Fajr rampung digelar, Rabu (8/1/2025).

    Berikutnya, sidang akan berlanjut pada agenda pemeriksaan, yang digelar 17 Januari hingga 4 Februari 2025. Di sidang ini, MK mendengarkan jawaban pihak termohon, dalam hal ini, KPU Kabupaten Nganjuk. 

    KPU Kabupaten Nganjuk pun bersiap mengikuti sidang tersebut. 

    Ketua KPU Kabupaten Nganjuk, Arfi Musthofa mengatakan serangkaian persiapan sudah dilakukan oleh pihaknya dalam menghadapi persidangan. 

    “Kami sudah menyiapkan semua jawaban dan alat-alat bukti untuk menjawab permohonan dari pemohon,” katanya kepada Tribun Jatim Network melalui sambungan telepon, Jumat (10/1/2025). 

    Dia menyebut, saat proses persidangan nanti, pihaknya akan didampingi oleh kuasa hukum. 

    Sementara, penetapan kuasa hukum dilakukan lewat sistem lelang terbuka di e-katalog. 

    “Lembaga hukum yang mendampingi kami, yakni Elexstra, bermarkas di jakarta,” sebutnya. 

    Arfi menambahkan, sebelum sidang dimulai, tim Divisi Hukum KPU Nganjuk akan terus melaksanakan koordinasi dengan KPU pusat maupun KPU Provinsi Jatim. 

    Koordinasi itu untuk membahas mengenai jawaban serta alat bukti. 

    “Kami juga akan koordinasi lebih lanjut dengan Bawaslu Kabupaten Nganjuk untuk penyiapan beberapa hal,” urainya. 

    Ditanya terkait petitum pemohon ihwal permintaan pemungutan suara ulang di 11 kecamatan, Arfi memasrahkannya kepada keputusan MK. 

    Yang jelas pihaknya akan membuktikkan bila penyelenggaraan Pilkada di Nganjuk sesuai dengan perundang-undangan. 

    “Kami siapkan bukti dan jawaban dari semua permohonan dari pemohon kita dengan baik. Untuk selebihnya, ranah MK yang menentukan,” ujarnya

  • Pelatikan Kepala Daerah Terpilih, Yusril Ihza Mahendra Beri Informasi Penting Ini

    Pelatikan Kepala Daerah Terpilih, Yusril Ihza Mahendra Beri Informasi Penting Ini

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pelantikan kepala daerah terpilih kini menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, ada kemungkinan molor dari jadwal yang sebelumnya telah dirancang.

    Salah satu penyebabnya karena banyaknya sengketa pilkada yang harus disidangkan Mahkamah Konstitusi (MK) terlebih dahulu. Padahal, pemerintah sebelumnya mewacanakan untuk melantik kepala daerah secara serentak.

    Melihat perkembang terkini, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia, Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah mempertimbangkan agar kepala daerah terpilih yang tidak ada sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilantik terlebih dahulu.

    Hal itu diungkapkan Yusril seusai bertemi dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (10/1).

    Yusril saat itu membawa dokumen dari putusan MK yang terbaru, mengenai pelantikan kepala daerah yang terpilih.

    Saat ini, masih ada kurang lebih 310 sengketa di MK yang harus melalui proses sidang. “Pemerintah itu berkeinginan supaya mudah-mudahan smooth, ya, sengketa ini jalan terus di MK, tetapi yang tidak ada sengketa ya bisa dipertimbangkan untuk bagaimana apakah dilantik lebih dulu,” ucap Yusril kepada wartawan.

    Tak hanya itu, pemerintah juga akan berdiskusi dengan Mahkamah Konstitusi apakah para kepala daerah terpilih yang sudah tidak sengketa bisa dilantik terlebih dahulu. “Apakah MK menghendaki pelantikan itu nanti, serentak, apabila sudah selesai sengketa ataukah bisa dilantik yang tidak sengketa lebih dulu,” kata dia.

  • MK Minta Revisi UU Pemilu Cegah Capres Terlalu Banyak, Menko Yusril: Tidak Terlalu Sulit

    MK Minta Revisi UU Pemilu Cegah Capres Terlalu Banyak, Menko Yusril: Tidak Terlalu Sulit

    Jakarta, Beritasatu.com – Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan permintaan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi Undang-Undang Pemilu untuk mencegah calon presiden (capres) yang terlalu banyak tidak terlalu sulit untuk diakomodasi.

    Hal ini sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold nol persen, yang dianggap membuka peluang lebih luas bagi berbagai pihak untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.

    “MK kan sudah memberikan panduan yang disebut dengan konstitutional engineering, lima panduan itu tidak terlalu sulit dilaksanakan. Jadi, salah satu panduannya dikatakan oleh MK itu jangan sampai terlalu banyak, tetapi jangan juga terlalu sedikit calon presiden,” kata Yusril saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (10/1/2025).

    Menurut Yusril, penghapusan presidential threshold nol persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu secara prinsip dapat membuka jalan untuk mengusung calonnya sendiri tanpa harus berkoalisi.

    “Jadi satu parpol yang tidak mau bergabung, nah dia tidak bisa dipaksa, dia mau mencalonkan silakan saja. Walaupun ternyata 28 partai politik mencalonkan satu orang, tetapi ada dua partai enggak mau (koalisi), dua partai itu masing-masing (usung calon sendiri). Jadi ada tiga (calonnya),” ungkap Yusril.

    Yusril mengatakan sejauh ini pemerintah belum menggelar rapat koordinasi secara langsung untuk membahas tindak lanjut penghapusan presidential threshold nol persen dalam revisi UU Pemilu. Namun, konsultasi antara para menteri dan partai politik sudah terjalin untuk membahas implikasi dari putusan MK tersebut.

    Apalagi, Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebut MK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga diperlukan suatu pengaturan baru agar pemilihan presiden dapat dilangsungkan tanpa presidential threshold lagi. Catatannya mekanisme diatur agar jumlah calon tidak terlalu banyak atau tidak terlalu sedikit.

    “Ya satu sikap nanti dibawa ke DPR karena memang memerlukan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru, diperlukan peraturan yang baru, norma baru sebagai pengganti dari Pasal 222 yang dibatalkan,” jelas Yusril.

    Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20% kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    MK juga menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    MK sendiri telah meminta DPR dan pemerintah untuk melakukan rekayasa konstitusional melalui revisi UU Pemilu guna mencegah munculnya terlalu banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum mendatang.

    “Dalam revisi UU Pemilu, pembuat undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang berlebihan sehingga menghindari kerusakan pada hakikat pemilu langsung oleh rakyat,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

  • Menko Yusril: Menteri-parpol sudah koordinasi usai putusan MK soal PT

    Menko Yusril: Menteri-parpol sudah koordinasi usai putusan MK soal PT

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa para menteri dan perwakilan partai-partai politik sudah berkoordinasi untuk menindaklanjuti putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) terkait presidential threshold (PT).

    “Memang belum ada rapat koordinasi secara langsung untuk membahas masalah (putusan MK) ini, tapi konsultasi antar para menteri juga dengan parpol-parpol itu sudah terjadi untuk membahas implikasi dari putusan MK yang merupakan pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 itu,” kata Yusril di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.

    Yusril menyebutkan setelah adanya putusan terbaru MK, pasal 222 UU no. 7 tahun 2017 yang mengatur ketentuan presidential threshold artinya sudah tidak relevan dan dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sehingga dibutuhkan pengaturan baru.

    Maka dari itu pemerintah harus berkoordinasi dengan pihak yang paling terdampak yaitu partai-partai politik agar pengaturan baru terkait pemilihan umum (pemilu) bisa diajukan dengan lebih tepat kepada DPR untuk membuat regulasi baru sejalan dengan putusan MK.

    Lebih lanjut, Yusril menyebutkan bahwa pengaturan baru yang akan diajukan nantinya berdasarkan lima panduan rekayasa konstitusional yang telah dikeluarkan lembaga yudikatif tersebut.

    Salah satu rekomendasi rekayasa konstitusional tersebut ialah terkait pengaturan pencalonan dari setiap partai politik yang harus proposional. Yusril mencontohkan misalnya ada 30 partai politik yang akan menjadi peserta pemilu, artinya ada kemungkinan 30 calon presiden bisa diajukan dalam pemilu terkait. Namun tentu hal itu tidak akan efektif sehingga mekanisme koalisi seharusnya diperbolehkan.

    “Tapi kalau bergabung jangan sampai 29 (partai) mencalonkan satu orang, lalu yang satu partai mencalonkan, akhirnya cuma jadi dua lagi (capresnya). Jadi bagaimana mekanismenya? In between, antara terlalu banyak atau terlalu sedikit, nah itu yang mesti dikompromikan,” kata pria yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia itu.

    Maka dari itu koordinasi dengan partai politik dibutuhkan sehingga pemerintah bisa menyusun rancangan kebijakan yang tepat untuk menjaga berlangsungnya proses demokrasi setelah putusan baru MK tersebut.

    Rancangan itu tentu akan disampaikan Pemerintah ke DPR agar bisa memastikan pemilu selanjutnya berjalan dengan lancar, meski begitu Yusril mengatakan rancangan itu masih belum akan disampaikan dalam waktu dekat mengingat pemilu terdekat akan berlangsung 5 tahun lagi yaitu 2029.

    “Satu sikap nanti dibawa ke DPR karena memang memerlukan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru,”tutupnya.

    Sebelumnya, diwartakan Mahkamah Konstitusi pada Kamis (2/1), memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan adanya putusan ini, semua partai politik berhak mengusulkan pasangan capres-cawapres.

    Pewarta: Livia Kristianti
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Partai Demokrat sebut masih dini bicarakan figur untuk Pemilu 2029

    Partai Demokrat sebut masih dini bicarakan figur untuk Pemilu 2029

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan bahwa masih dini untuk membicarakan figur untuk Pemilu 2029.

    Herman menyampaikan pernyataan tersebut untuk merespons pertanyaan jurnalis mengenai ada atau tidaknya keinginan Partai Demokrat untuk kembali mengusung kadernya sebagai calon presiden, seperti pada Pemilu 2004 dan 2009, yakni Susilo Bambang Yudhoyono yang kemudian terpilih menjadi Presiden Ke-6 RI.

    “Yang penting kami membicarakan sistem dengan hasil keputusan MK presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden) nol persen ini, sistem apa yang harus kita bangun ke depan,” kata Herman ditemui usai menghadiri acara KAHMI di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, saat ini Partai Demokrat sedang fokus menyusun syarat pencalonan presiden dan wakil presiden bersama dengan fraksi partai lain di DPR RI, dan pemerintah.

    “Nah baru saya kira nanti figur lah selanjutnya karena kalau melihat sistem pun kan belum jelas sekarang seperti apa,” ujarnya.

    Dia mengatakan bahwa hal lain yang lebih penting saat ini adalah menyukseskan program yang sedang ditata oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Sebelumnya, Kamis (2/1), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penghapusan tersebut diatur dalam Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

    MK menilai presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada Pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

    Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

    Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025