Kementrian Lembaga: MK

  • Nelayan Desak Pelaku Pemagaran Laut Ilegal di Tangerang Diproses Hukum – Page 3

    Nelayan Desak Pelaku Pemagaran Laut Ilegal di Tangerang Diproses Hukum – Page 3

    Pemberian hak di atas laut tidak dapat dibenarkan secara hukum. Hal ini juga ditegaskan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010 atas perkara pengujian UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) karena bertentangan dengan konstitusi dan prinsip keadilan sosial.

    “Artinya, tidak mungkin ada penerbitan HGB atau SHM di atas laut. Jika itu terjadi, maka itu merupakan praktik ilegal. Karena itu, KNTI mendorong agar Aparat Penegak Hukum segera bertindak melakukan penyelidikan dan penyidikan secara cepat,” ujarnya.

    Menurutnya, langkah cepat harus dilakukan dengan mencabut pagar dan mengusut para pelaku dan membawanya ke proses hukum. Hal ini semata-mata dilakukan untuk menjaga wibawa negara atas penghinaan terhadap negara dengan mempermainkan hukum yang dilakukan melalui praktik kolusi oknum penguasa-pengusaha untuk mengambil keuntungan dalam memanfaatkan sumber daya alam secara tidak sah.

    “Praktik ini telah nyata mengorbankan kepentingan rakyat, terutama nelayan yang menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan sumber daya alam di laut Tangerang,” ujarnya.

    KNTI juga mendesak agar kasus ini sekaligus menjadi momentum Pemerintah untuk memeriksa kasus-kasus serupa di banyak wilayah di Indonesia. Kasus pemagaran laut di Tangerang merupakan potret kecil dari banyak modus perampasan ruang laut (ocean grabbing) yang berdampak negatif kepada nelayan kecil.

    Hal tersebut dapat berupa kegiatan reklamasi Pantai, penambangan pasir, atau pengkavlingan wilayah laut untuk kepentingan bisnis komersil tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan.

    “Praktik semacam ini dalam banyak kasus menyebabkan nelayan tersingkir dari wilayah tangkapnya dan kesulitan untuk mencari ikan,” katanya.

     

  • Mendagri tawarkan tiga opsi pelantikan kepala daerah saat rapat di DPR

    Mendagri tawarkan tiga opsi pelantikan kepala daerah saat rapat di DPR

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menawarkan tiga opsi jadwal pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 saat rapat bersama penyelenggara pemilu dan Komisi II DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Opsi itu disampaikan mengingat adanya potensi pelantikan kepala daerah tidak serentak seluruhnya karena adanya sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. Namun, tiga opsi itu disampaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 soal pemilihan kepala daerah.

    “Ini menyangkut masalah pelantikan kepala daerah hasil pemilihan yang lalu, yang diatur dalam undang-undang dan ada penafsiran yang berbeda karena ini teknis, di samping ada masalah aspek lain, kepastian politik, ekonomi, dan pemerintahan,” kata Tito.

    Adapun opsi tersebut masing-masing terdiri atas tiga opsi lainnya berdasarkan pejabat yang melantik dan tanggal pelantikan. Selain itu, opsi-opsi tersebut juga mengatur tentang pelantikan kepala daerah di Provinsi Aceh karena memiliki peraturan khusus.

    Mendagri menjelaskan bahwa opsi 1 A, Presiden melantik gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota pada tanggal 6 Februari 2025.

    Hal itu berdasarkan Pasal 163 ayat (1) dan 164 B UU 10/2016 yang menyebutkan gubernur dan wakil gubernur dilantik Presiden, dan Presiden sebagai kepala pemerintahan juga dapat melantik bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota.

    Opsi 1 B, pelantikan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota sama-sama dilantik oleh Presiden, namun pada waktu yang berbeda. Gubernur/wakil gubernur dilantik pada tanggal 6 Februari 2025, sedangkan bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota dilantik pada tanggal 10 Februari 2025.

    Berikutnya opsi 1 C, Presiden melantik gubernur/wakil gubernur pada tanggal 6 Februari 2025, dan gubernur yang sudah dilantik oleh Presiden itu melantik bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota pada tanggal 10 Februari 2025.

    Tito menjelaskan bahwa opsi 1 tersebut merupakan pelantikan bagi kepala daerah yang tidak memiliki sengketa di MK. Menurut dia, opsi ini pun cukup diinginkan oleh para kepala daerah.

    Walaupun begitu, opsi tersebut memungkinkan pelantikan bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota dilaksanakan oleh penjabat gubernur karena belum adanya gubernur definitif terkait dengan sengketa di MK.

    “Kalau dari kesakralan, kemudian kebanggaan, ya otomatis bupati, wali kota inginnya dilantik oleh yang definitif betul atau sekalian Presiden ketimbang dilantik oleh penjabat (pj.) yang akan selesai dan tidak memiliki kewenangan penuh, bukan atasannya,” kata Tito.

    Untuk opsi 2, dia menjelaskan bahwa opsi tersebut dilaksanakan bagi kepala daerah yang telah melalui proses sengketa MK sehingga pelantikan berpotensi pada bulan April 2025.

    Untuk opsi 2 A, pelantikan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota dilantik oleh Presiden secara serentak pada tanggal 17 April 2025.

    Sementara itu, opsi 2B, pelantikan tetap dilaksanakan oleh Presiden, namun tanggal yang berbeda. Gubernur/wakil gubernur dilantik pada tanggal 17 April 2025, sedangkan bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota dilantik pada tanggal 21 April 2025.

    Untuk opsi 2 C, Presiden melantik gubernur/wakil gubernur pada tanggal 17 April 2025, dan gubernur yang sudah dilantik oleh Presiden itu melantik bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota pada tanggal 21 April 2025.

    “Ini menyangkut kepastian politik itu, pengusaha wait and see itu, 1 hari pun sangat berarti bagi mereka,” kata mantan Kapolri itu.

    Selanjutnya opsi 3 adalah opsi pelantikan kepala daerah dengan adanya keputusan dismissal dari sengketa MK yang akan diputuskan pada tanggal 13 hingga 15 Februari 2025. Dengan demikian, pelantikan kepala daerah tersebut berpotensi pada bulan Maret 2025.

    Untuk opsi 3 A, pelantikan kepala daerah dilaksanakan seluruhnya oleh Presiden pada tanggal 20 Maret 2025. Berikutnya opsi 3 B, pelantikan kepala daerah oleh Presiden dilaksanakan dengan tanggal yang berbeda, yakni gubernur/wakil gubernur dilantik pada tanggal 20 Maret 2025, sedangkan bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota dilantik pada tanggal 24 Maret 2025.

    Opsi 3 C, lanjut dia, Presiden melantik gubernur/wakil gubernur pada tanggal 20 Maret 2025, dan gubernur yang sudah dilantik oleh Presiden itu melantik bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota pada tanggal 24 Maret 2025.

    Tito menjelaskan bahwa keserentakan untuk pelantikan yang dimaksud bisa saja dilaksanakan secara terpisah, baik bagi kepala daerah terpilih yang tidak menghadapi sengketa di MK maupun kepala daerah yang sedang berproses sengketa.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Rekap Pilkada 2024, Mendagri: 249 Daerah Gugat Ke MK, Lebih Banyak yang Tak Menggugat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 Januari 2025

    Rekap Pilkada 2024, Mendagri: 249 Daerah Gugat Ke MK, Lebih Banyak yang Tak Menggugat Nasional 22 Januari 2025

    Rekap Pilkada 2024, Mendagri: 249 Daerah Gugat Ke MK, Lebih Banyak yang Tak Menggugat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian merangkum data gugatan
    Pilkada 2024
    . Sebanyak 249 daerah mengajukan gugatan hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), sementara 296 daerah lainnya tidak mengajukan gugatan.
    “Yang ada gugatan di MK, jumlahnya ada 249, sebagaimana data. Artinya yang tidak ada gugatan dominan lebih banyak daripada yang ada gugatan di MK,” ungkap Tito dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, Rabu (22/1/2025) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
    Kemendagri mencatat, dari 296 daerah tanpa gugatan, terdapat:
    Sedangkan dari 249 daerah yang menggugat ke MK, rinciannya:
    Dalam kesempatan tersebut, Tito menyinggung soal
    pelantikan kepala daerah
    serentak yang tidak mungkin dilakukan di 545 daerah karena masih ada daerah yang menggugat terkait hasil Pilkada ke MK.
    “Yang jelas tidak akan mungkin terjadi pelantikan serentak semuanya 545 daerah,” imbuhnya.
    Namun, di sisi lain, Tito menyebutkan bahwa
    pelantikan kepala daerah
    serentak adalah konsekuensi dari terselenggaranya Pilkada serentak.
    Terlebih, ia mengungkapkan filosofi Pilkada serentak adalah keinginan untuk menghadirkan pemerintahan yang paralel.
    “Pilkada serentak dilakukan itu dalam rangka untuk membuat paralel pemerintahan termasuk DPRD, agar paralel waktunya bersamaan 5 tahunan dengan kepala daerahnya, antara Presiden, Gubernur, Bupati. Antara Gubernur, para Bupati dengan DPRD. Gubernur, DPRD yang DPRD-nya mengikuti rezim Undang-undang Pemilu bersama Pilpres, karena dilantiknya bulan Oktober,” ujarnya.
    “Sehingga lebih cepat, lebih cepat mendekat kepada pelantikan DPRD, pelantikan Presiden, itu akan lebih baik pendapat kami. Filosofi keserentakan itu kenapa sampai di tahun yang sama menurut kami adalah itu,” sambung dia.
    Untuk diketahui, proses persidangan sengketa Pilkada 2024 digelar di MK sejak 8 Januari 2025.
    Persidangan sengketa ini lah yang kemudian berimplikasi pada tidak serentaknya pelantikan kepala daerah yang sudah terpilih.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Atur Tambang untuk Ormas, PBNU Desak Revisi UU Minerba Segera Disahkan

    Atur Tambang untuk Ormas, PBNU Desak Revisi UU Minerba Segera Disahkan

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung Badan Legislasi (Baleg) DPR RI segera mengesahkan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

    Revisi UU Minerba telah dibahas oleh Baleg DPR RI dan telah diusulkan sebagai inisiatif DPR untuk dibawa ke agenda rapat paripurna. Selain sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi, revisi UU Minerba ini juga memasukkan ketentuan terkait pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan hingga perguruan tinggi.

    Ketua Lakpesdam PBNU Ulil Abshar-Abdalla menilai inisiatif DPR untuk melakukan revisi UU Minerba merupakan langkah yang sangat baik. Sebab, dengan revisi tersebut pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan jadi memiliki payung hukum di tingkat UU.

    “Kami mendukung supaya revisi ini cepat-cepat disahkan karena jika tidak ada maslahat yang terganggu. Jadi kami dukung supaya revisi ini dipercepat sehingga MK bisa segera melakukan keputusan terhadap judicial review yang dimintakan LSM,” kata Ulil dalam rapat pleno bersama Baleg DPR RI, Rabu (22/1/2025).

    Ulil mengatakan, keputusan pemerintah memberikan izin usaha tambang kepada ormas keagamaan sudah tepat. Namun, dia tak memungkiri kebijakan itu menimbulkan pro dan kontra.

    Menurutnya, kontroversi tersebut cukup sehat. Sebab, hal itu bisa menguji argumen dari masing-masing pemangku kepentingan.

    Ulil pun mengaku pihaknya telah melakukan kajian terkait dampak positif dan negatif jika PBNU mengambil WIUP. Berdasarkan hasil kajian, pengembalian WIUP memiliki hal positif yang lebih banyak dibanding dampak positif. Oleh karena itu, PBNU memutuskan untuk menerima WIUP.

    “Kami menyatakan kebijaksanaan ini sangat tepat. Kontroversi pasti ada, tapi maslahat dari kebijakan ini yaitu konsesi tambang untuk ormas keagamaan maslahatnya lebih besar daripada mafsadatnya [dampak buruk],” kata Ulil.

    Sebelumnya, PBNU telah membentuk badan usaha usai mengantongi WIUP seluas 25.000-26.000 hektare (ha) di Kalimantan Timur. 

    Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengatakan, perusahaan itu dinamai PT BUMN alias PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara. Adapun, perusahaan dikelola oleh koperasi NU sebagai badan usaha pengelola tambang.  

    “PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara. Ini nama perusahaannya. Dimiliki oleh Koperasi Nahdlatul Ulama. Sahamnya dimiliki koperasi,” ucap Yahya dalam konferensi pers secara virtual dikutip Selasa (7/1/2025). 

    Dia pun memastikan bahwa WIUPK untuk NU sudah keluar dan pihaknya tengah menyiapkan proses eksplorasi. Setelah itu, NU akan secara efektif mengeruk batu bara.

    Di sisi lain, NU juga tengah melakukan studi lingkungan sebagaimana dipersyaratkan oleh negara. 

    “Nah, tentu saja nanti kami akan mengikuti alur yang ada itu karena ini sudah izinnya sudah diberikan kepada kami. Semua akan kami penuhi,” jelas Yahya.

  • Amerika Serikat Mulai Mendeportasi Imigran Tak Berdokumen

    Amerika Serikat Mulai Mendeportasi Imigran Tak Berdokumen

    Dunia Hari Ini kembali dengan laporan dunia selama 24 jam terakhir.

    Kami mengawali laporan edisi Rabu, 22 Januari 2025 ini dari Amerika Serikat.

    Amerika mulai mendeportasi migran tak berdokumen

    “Kepala perbatasan” kabinet Donald Trump, Tom Homan, mengatakan operasi baru sudah berjalan untuk melacak dan mendeportasi migran tak berdokumen.

    Penggerebekan besar-besaran yang direncanakan di Chicago dan kota-kota lain tampaknya ditunda, setelah rencananya bocor.

    Namun Tom mengatakan Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) telah meluncurkan operasi yang lebih kecil sehari setelah pelantikan Trump.

    “Saya tidak akan menyebutnya penggerebekan, tapi operasi penegakan hukum yang ditargetkan,” katanya kepada CNN.

    “Saya tidak akan memberi tahu lokasi spesifiknya karena alasan keamanan, tetapi ICE kembali melakukan tugasnya efektif hari ini.”

    Kebakaran di Turki menewaskan puluhan

    Kebakaran di hotel resor ski di pegunungan Bolu, Turki, telah menewaskan sedikitnya 76 orang dan memaksa para tamu yang panik untuk melompat keluar jendela pada tengah malam.

    Menteri Kesehatan Kemal Memisoglu memperkirakan 51 orang terluka di resor ski Kartalkaya di barat laut Turki.

    Kebakaran terjadi sekitar pukul 3:30 pagi waktu setempat di lantai restoran Grand Kartal Hotel yang berlantai 11.

    Pihak berwenang Turki telah menahan empat orang termasuk pemilik hotel.

    Beberapa mobil pemadam kebakaran mengepung gedung yang hangus itu, dengan seprai putih diikat bersama dan digantung di salah satu jendela lantai atas tempat para tamu berusaha melarikan diri.

    Kepala IDF mengundurkan diri

    Kepala Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan pengunduran dirinya pada 6 Maret.

    Ia mengatakan mundur karena merasa bertanggung jawab atas kegagalan militer dalam mencegah serangan mematikan pada 7 Oktober oleh Hamas.

    Dalam surat pengunduran dirinya, ia mengatakan militer di bawah komandonya telah “gagal dalam misinya untuk membela negara Israel

    “Pada pagi hari tanggal 7 Oktober, IDF di bawah komando saya gagal dalam misinya untuk melindungi warga Israel,” kata Halevi dalam suratnya.

    “Negara Israel membayar harga yang sangat mahal dan menyakitkan — dalam bentuk nyawa manusia, sandera, dan luka pada tubuh dan jiwa.

    Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan muncul di pengadilan

    Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan membantah memerintahkan militer untuk menyeret anggota parlemen keluar dari parlemen Korea Selatan.

    Untuk pertama kalinya, Yoon Suk Yeol hadir di hadapan Mahkamah Konstitusi yang akan menentukan nasibnya.

    Setelah tiba-tiba memberlakukan darurat militer pada tanggal 3 Desember, Yoon mengirim pasukan dan polisi untuk mengepung Majelis Nasional.

    Yoon, yang merupakan seorang konservatif, sejak itu berpendapat pengiriman pasukannya tidak dimaksudkan untuk menghalangi majelis tetapi sebaliknya.

    Ini merupakan peringatan bagi oposisi liberal utama Partai Demokrat, yang telah menggunakan mayoritas legislatifnya untuk menghalangi agendanya, melemahkan rancangan anggarannya, dan memakzulkan beberapa pejabat tingginya.

  • Kontroversi di Balik Mendadaknya Usulan Revisi UU Minerba

    Kontroversi di Balik Mendadaknya Usulan Revisi UU Minerba

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI resmi menyepakati perubahan keempat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) sebagai usul inisiatif DPR.

    Keputusan ini diambil setelah serangkaian rapat panjang yang berlangsung seharian penuh pada Senin (20/01/2025), sejak pukul 10.47 WIB pagi hingga akhirnya disepakati pada pukul 23.14 WIB Senin malam.

    Namun demikian, sebelum ditetapkan menjadi usulan inisiatif DPR, pembahasan revisi UU Minerba sempat diwarnai sejumlah kritik dari para anggota Baleg. Beberapa anggota mengungkapkan kekhawatirannya terkait transparansi dan partisipasi publik dalam proses penyusunannya.

    Misalnya saja, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Putra Nababan yang mempertanyakan proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba tersebut. Pasalnya, ia baru menerima naskah akademik setebal 78 halaman, 30 menit sebelum rapat dimulai.

    Padahal, untuk memahami suatu isi naskah akademik, pihaknya membutuhkan waktu untuk membacanya terlebih dahulu.

    “Kayaknya kok gak mungkin kita bikin undang-undang tanpa membaca naskah akademik lalu dikirim 30 menit sebelumnya, panjangnya 78 halaman,” ujar Putra dalam Rapat Pleno RUU Minerba yang diselenggarakan Baleg DPR RI, Senin (20/01/2025).

    Ia lantas menyoroti minimnya keterlibatan publik dalam pembahasan revisi UU Minerba ini. Bahkan banyak pemangku kepentingan dari sektor pertambangan yang belum dilibatkan dalam proses penyusunan tersebut.

    “Kita kemanakan ini barang, karena saya lihat jadwalnya begitu padat sampai jam 19.00 WIB, bagaimana kita menjustifikasi stakeholder dari Minerba yang begitu banyak ya sehingga kita membypass dan melewati meaningful participation itu,” ujarnya.

    Putra sejatinya mendukung hilirisasi yang menjadi salah satu pokok pembahasan untuk masuk dalam revisi UU ini, mengingat program ini berdampak positif pada penciptaan lapangan kerja. Namun, ia menekankan bahwa prosesnya harus transparan.

    “Beberapa pasal sudah kita baca saya siap melakukan pendalaman juga bahkan siap juga untuk melanjutkan di Panja tapi mungkin please pimpinan dijelaskan ke kita dan masyarakat agar marwah dari Baleg ini terjaga,” kata dia.

    Selain Putra, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Benny K. Harman juga melontarkan kritik pedas terhadap proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

    Menurut dia, alih-alih untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, draf RUU Minerba justru memunculkan lebih banyak persoalan baru yang cukup kompleks.

    “Kalau saya baca sekilas rancangan undang-undang ini memang menimbulkan banyak masalah. Padahal maksud kita bikin undang-undang ini untuk mengunci masalah, kecuali kita memang sepakat memang itu maksudnya supaya masalah itu semakin banyak muncul,” ujar dia.

    Ia lantas menyoroti beberapa poin dalam RUU yang dinilai memerlukan penjelasan lebih rinci. Misalnya saja seperti keputusan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

    “Ketentuan mengenai keputusan politik kita untuk memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi dengan skala prioritas lagi, itu kan harus ada penjelasannya apa tiba-tiba kita mengambil keputusan seperti ini,” kata dia.

    Kemudian, ia juga menyoroti mengenai mekanisme pemberian IUP melalui lelang dan mekanisme prioritas. Ia mempertanyakan apakah ada batasan terkait luas wilayah dan waktu dalam pemberian IUP untuk mineral logam.

    “Kemudian yang ketiga misalnya ke ormas-ormas keagamaan atau perguruan tinggi tadi apakah kemudian mereka dibatasi tidak boleh mengalihkan tidak boleh menjual itu kepada pihak ketiga,” katanya.

    Selain itu, Koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola energi dan Sumber Daya Alam (SDA), yang beranggotakan 31 organisasi masyarakat sipil di tingkat nasional dan daerah, menyebut bahwa proses penyusunan RUU ini sangat kilat dan tidak transparan.

    Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho menilai bahwa apabila proses ini tetap dilanjutkan, maka bisa dikatakan akan lebih ugal-ugalan dari DPR periode sebelumnya.

    Apalagi, agenda yang muncul di publik, Rapat Penyusunan, Rapat Panitia Kerja (Panja), dan Pengambilan Keputusan Penyusunan RUU Minerba akan ditargetkan rampung dalam satu hari saja.

    “Jika kita memperhatikan jalannya Rapat Baleg pagi ini, sejumlah anggota Baleg bahkan mengakui baru dapat Naskah Akademis (NA) 30 menit sebelum rapat. Seolah-olah ada upaya memaksakan agar segera dilakukan Revisi UU Minerba. Pertanyaannya Revisi UU Minerba yang kilat ini untuk siapa?” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (20/01/2025).

    Namun demikian, ternyata proses ini masih berlangsung hingga kini. Adapun yang diputuskan Baleg pada Senin lalu yaitu keputusan untuk menjadikan revisi UU Minerba ini sebagai usul inisiatif DPR, untuk dibahas selanjutnya dengan pemerintah.

    Lantas, poin-poin apa saja dalam revisi UU Minerba yang menjadi kontroversi? Berlanjut ke halaman berikutnya.

    Pasal-Pasal Bermasalah

    Aryanto kemudian memerinci sejumlah pasal yang diusulkan dalam penyusunan RUU ini yang sangat bermasalah, diantaranya yakni:

    1. Pasal 51 ayat (1) dimana Wilayah Usaha Pertamnangan (WIUP) Mineral logam diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, atau Perusahaan perseorangan dengan cara Lelang atau dengan cara pemberian prioritas.

    2. Pasal 51A ayat (1) WIUP Mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

    3. Pasal 51B ayat (1) WIUP Mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas.

    4. Pasal 75 ayat (2) Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta atau badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.

    “Kami menduga, Penyusunan Rancangan UU Minerba untuk memuluskan upaya mekanisme pemberian izin untuk badan usaha milik Ormas. Ditambah pula dengan Badan Usaha milik Perguruan Tinggi (PT) dan UMKM – menggunakan banyak kalimat – atau diberikan secara Prioritas,” ujarnya.

    Ia menilai bahwa hal ini merupakan bentuk lain dari “jor-joran” izin tambang yang membahayakan bagi keberlanjutan, baik di batu bara maupun mineral.

    Selain itu, ini menunjukkan Pemerintah mengakui bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara bertentangan dengan UU, sehingga perlu mengubah UU Minerba.

    Dalam konteks pemberian WIUP secara prioritas kepada perguruan tinggi (PT) misalnya. Menurut Aryanto, seharusnya perguruan tinggi fokus pada penyiapan SDM, pengetahuan, dan kapasitas yang mendukung hilirisasi industri pertambangan yang mendukung percepatan transisi energi.

    Dalam konteks hilirisasi, PT bisa bermain peran dalam mendukung adanya Transfer of Knowledge dari Investor, membuat lab-lab yang mendukung industri, dan menghasilkan banyak paten. “Bukan malah membuat badan usaha milik PT!” ungkap Aryanto.

    Sementara, Peneliti Indonesia Parliamentary Center (IPC), Arif Adiputro menilai bahwa secara formil dalam pembentukan Undang-Undang (UU) berdasarkan Pasal 23 UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) dijelaskan UU yang masuk kumulatif terbuka seharusnya mengakomodir putusan MK di luar putusan MK tidak bisa dibahas, jika mau dibahas harus ditetapkan dalam Prolegnas prioritas tahunan.

    “Dalam hal ini DPR gagal memahami dalam proses pembentukan UU dan melanggar konstitusi. Selain itu, dengan disahkan UU Minerba dalam waktu singkat tanpa mempertimbangkan masukan masyarakat DPR dinilai tidak belajar dari problem sebelumnya mengenai meaning full participation atau partisipasi bermakna,” ujarnya.

    Padahal di UU PPP dijelaskan bahwasanya UU yang masuk kumulatif terbuka maupun yang masuk Prolegnas harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam penyusunannya.

    Menurut dia, konsekuensi dari pengesahan UU minerba yang terburu-buru akan mengakibatkan kurangnya legitimasi dari masyarakat dan menimbulkan konflik di kemudian hari. Kemudian implementasi dari undang-undang tersebut tidak berjalan optimal.

    Lalu, seperti apa proses revisi UU Minerba hingga akhirnysa disahkan sebagai Undang-Undang? Bersambung di halaman berikutnya.

    Proses Revisi UU Minerba

    Anggota Baleg DPR RI Bambang Haryadi menjelaskan bahwa seluruh fraksi di DPR telah menyetujui rancangan perubahan tersebut untuk diusulkan sebagai usul inisiatif DPR dan dibawa pada rapat paripurna DPR terdekat. Berdasarkan agenda DPR RI, rapat paripurna juga dijadwalkan berlangsung pada Selasa (21/01/2025). Namun kemarin tidak ada pembahasan terkait Revisi UU Minerba di rapat paripurna DPR.

    “Semua fraksi sepakat untuk diusulkan menjadi usul inisiatif DPR di Paripurna terdekat,” kata Bambang kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/01/2025).

    Menurut Bambang, setelah disetujui pada rapat paripurna, rancangan perubahan UU Minerba secara resmi akan menjadi usul inisiatif DPR. Selanjutnya, pimpinan DPR akan mengirimkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut kepada pemerintah untuk segera ditindaklanjuti.

    Berikutnya, apabila pemerintah dalam hal ini Presiden menyetujui, maka pemerintah akan mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) yang berisi penunjukan perwakilan pemerintah untuk membahas RUU bersama DPR, disertai dengan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

    Kemudian, setelah Surpres dan DIM diterima oleh DPR, dokumen tersebut akan dibawa ke rapat Badan Musyawarah (Bamus). Lalu, di sana akan ditentukan yang nantinya bertugas membahas RUU, apakah di Baleg atau di komisi terkait.

    “Dan selanjutnya Surpres tersebut dibacakan di Paripurna dan sekaligus diumumkan Alat Kelengkapan yang disepakati di Bamus untuk membahas RUU tersebut,” katanya.

    Pages

  • HGB 656 Hektare di Atas Laut Surabaya-Sidoarjo, Pengamat: Minim Transparansi

    HGB 656 Hektare di Atas Laut Surabaya-Sidoarjo, Pengamat: Minim Transparansi

    Surabaya (beritajatim.com) – Pengamat politik dan sosial Universitas Negeri Malang, Abdul Kodir Addakhil, menyoroti temuan Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektare di atas laut wilayah Surabaya-Sidoarjo. Ia menilai kasus ini mencerminkan lemahnya transparansi dalam proses penataan ruang dan pengabaian partisipasi publik.

    “Penataan ruang dan wilayah sebagai panglima pembangunan seharusnya mengedepankan pelibatan masyarakat. Hal ini diatur dalam Pasal 60 UU Penataan Ruang, namun sayangnya, proses tersebut terlihat diabaikan,” ujar Abdul Kodir saat dihubungi, Rabu (22/1/2025).

    Menurutnya, penataan ruang memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, kasus seperti ini menunjukkan ketidakterbukaan pemerintah dalam pengelolaan tata ruang, yang justru dapat menimbulkan ketidakadilan dan keresahan di tengah masyarakat.

    “Ketidakterbukaan ini menjadi bukti nyata bahwa tata kelola ruang belum berjalan sebagaimana mestinya. Ini harus menjadi perhatian serius karena masyarakat memiliki hak untuk terlibat,” tegasnya.

    Abdul Kodir juga menyerukan pentingnya evaluasi terhadap kemungkinan adanya kasus serupa di kawasan pesisir lainnya di Jawa Timur. Ia mengingatkan bahwa pemberian hak penguasaan atas wilayah perairan, seperti HGB ini, dapat bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan MK tahun 2010.

    “Diperlukan langkah konkret untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi HGB lain di kawasan pesisir. Jangan sampai tata ruang yang seharusnya berfungsi untuk kepentingan bersama justru melanggar konstitusi,” tutupnya. [asg/beq]

  • HGB 656 Hektare di Perairan Sidoarjo Dikeluarkan pada 1996, Masa Berlaku Habis Tahun Depan
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        22 Januari 2025

    HGB 656 Hektare di Perairan Sidoarjo Dikeluarkan pada 1996, Masa Berlaku Habis Tahun Depan Surabaya 22 Januari 2025

    HGB 656 Hektare di Perairan Sidoarjo Dikeluarkan pada 1996, Masa Berlaku Habis Tahun Depan
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Pemilik Hak Guna Bangunan (HGB) 656 hektare di wilayah perairan
    Sidoarjo
    akhirnya terungkap. Pemiliknya adalah PT SP dan PT SC.
    Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Jawa Timur (Kakanwil BPN Jatim) Lampri menyebut, HGB tersebut berlaku 30 tahun.
    “HGB dikeluarkan pada 1996 dan masa berlakunya berakhir pada 2026 tahun depan,” katanya kepada wartawan, Senin (21/1/2025).
    HGB tersebut dipecah menjadi 3 bidang. Rinciannya, dua bidang di antaranya dimiliki oleh PT. SP seluas 285 hektare dan 192 hektare. Dan satu bidang lagi dimiliki PT. SC dengan luas 152,36 hektare.
    Dia juga menyebut tidak ada pagar laut di lokasi HGB 656 hektare di wilayah perairan Sidoarjo tersebut.
    “Tidak ada pagar laut di lokasi tersebut, Kantor Pertanahan Sidoarjo sudah menurunkan tim ke lokasi,” katanya.
    Keberadaan HGB tersebut sebelumnya diungkap akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya melalui akun X. Pemilik akun @thanthowy itu mengunggah keberadaan tiga bidang itu melalui aplikasi Bhumi.
    HGB yang terletak di sisi Timur Eco Wisata Mangrove Surabaya ini terdiri dari tiga titik koordinat. Titik pertama berada pada 7.342163°S, 112.844088°E dengan luas ±2.193.178 m² (±219,32 hektar).
    Titik kedua terletak pada 7.355131°S, 112.840010°E seluas ±2.851.652 m² (±285,17 hektar), dan titik ketiga di 7.354179°S, 112.841929°E dengan luas ±1.523.655 m² (±152,37 hektar).
    Setelah melakukan pengecekan melalui Google Earth, Thanthowy memastikan bahwa HGB seluas 656 hektar tersebut berada di wilayah laut.
    Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Perda Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2023, area tersebut termasuk dalam zonasi perikanan.
    Menurutnya, perizinan HGB di atas perairan laut bertentangan dengan Putusan MK 85/PUU-XI/2013 dan UUD 1945.
    “Itu area pesisir yang memang didedikasikan untuk konservasi mangrove, perikanan, dan ekonomi maritim. Jika sampai direklamasi, dampak lingkungan dan sosialnya akan lebih besar,” kata Thanthowy saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    .
    Thanthowy juga mengingatkan bahwa proyek reklamasi di wilayah perairan akan lebih menguntungkan pihak pengembang, sementara masyarakat dan ekosistem alam akan dirugikan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Marak Muncul Pagar Laut, AHY Investigasi Sertifikat HGB di Perairan Indonesia – Page 3

    Marak Muncul Pagar Laut, AHY Investigasi Sertifikat HGB di Perairan Indonesia – Page 3

    Sebelumnya, sebuah foto disertai narasi tentang munculnya Hak Guna Bangunan (HGB) di atas laut di perairan timur Surabaya, Jawa Timur, viral di media sosial (medsos). Tak tanggung-tanggung, potongan foto yang diviralkan oleh akun X @thanthowy itu menyebut luasan area HGB hingga 600 hektare lebih.

    Dalam akun tersebut mengungkap temuan HGB seluas 656 hektare lahan di perairan timur Surabaya. Tepatnya koordinat di 7.342163°S, 112.844088°E, 7.355131°S, 112.840010°E dan 7.354179°S, 112.841929°E.

    Pemilik akun @thanthowy yang ternyata adalah dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Thanthowy Syamsuddin, menyatakan HGB lahan tersebut berada di atas perairan timur Surabaya.

    Dia mengakui jika itu merupakan hasil penelusurannya pada aplikasi Bhumi milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

    Temuan tersebut bermula dari rasa resahnya dengan kasus pagar laut dan HGB yang muncul di perairan Tangerang beberapa waktu lalu. Ia khawatir hal serupa juga terjadi di Jawa Timur.

    “Ketika saya cek ini valid dari aplikasi Bhumi ATR/BPN sendiri itu. Terus saya quote twit, saya berikan link-nya, semuanya, koordinatnya, screenshot-nya, termasuk saya kroscek ke aplikasi Google Earth,” kata Thanthowy, Selasa (21/1/2025).

    Thanthowy mengaku terkejut lantaran hasil penelusuran menunjukkan bahwa lahan yang tercatat berstatus HGB tersebut berdiri di area perairan, tanpa adanya daratan.

    “Di Google Earth sebenarnya daerah itu laut, sama daerah-daerah perikanan tambak dan mangrove. Jadi enggak ada daratan, ya perairan gitu sama kayak case Tangerang berarti,” tegasnya.

    Melanggar Putusan MK yang Melarang Pemanfaatan Ruang di Perairan

    Menurutnya, jika temuannya soal HGB itu benar-benar ada, maka hal tersebut sudah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013, yang telah melarang pemanfaatan ruang di perairan.

    Tak hanya itu, HGB itu juga bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menegaskan bahwa area tersebut diperuntukkan bagi perikanan, bukan zona komersial atau permukiman. Hal ini, kata dia, menimbulkan pertanyaan besar terhadap legalitas HGB tersebut.

    “Sebenarnya ini yang harus dikonfirmasi atau yang harus diverifikasi oleh pemerintah. Kenapa ada pemanfaatan ruang di atas perairan, yang mana itu bertentangan dengan putusan MK,” tegas Thanthowy.

  • Kata Waketum Demokrat Soal Wacana Penghapusan Parliamentery Threshold

    Kata Waketum Demokrat Soal Wacana Penghapusan Parliamentery Threshold

    Jakarta

    Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman menyampaikan tanggapan soal peluang penghapusan ambang batas parlemen atau parliamentery threshold. Benny mengatakan, belum ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai parliamentery threshold.

    Benny menyampaikan, partainya mendukung penghapusan ambang batas presiden atau presidential threshold. Dia mengatakan penghapusan presidential threshold merupakan perjuangan Partai Demokrat.

    “Presidential threshold kan sudah dihapus oleh MK. Kalau kami dukung itu, sebab itu perjuangan kami dari dulu. Demokrat memang mendukung tidak boleh ada ambang batas untuk pilpres,” kata Benny K Harman di TMII, Jakarta Timur, Selasa (21/1/2025).

    Berbeda dengan presidential threshold, Benny mengaku, belum bisa menyampaikan sikap Partai Demokrat terhadap penghapusan parliamentery threshold. Karena belum ada putusan MK mengenai hal itu.

    Dia mengaku, Partai Demokrat belum bisa menyampaikan apakah akan mendukung penghapusan parliamentery threhold atau tidak. Menurutnya, sikap Partai Demokrat masih menunggu jika ada putusan MK mengenai parliamentery threshold.

    “Untuk ambang batas parpol menurut saya sampai saat ini belum ada putusan MK ya. Kita tunggu seperti apa putusan MK nanti,” katanya.

    Sebelumnya, peluang MK membatalkan parliamentary threshold disampaikan oleh Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra. Dia yang juga tokoh Partai Bulan Bintang (PBB) itu menyebut penghapusan parliamentary threshold sebagai konsekuensi dari putusan MK yang telah membatalkan presidential threshold.

    “Itu adalah konsekuensi dari pembatalan presidential threshold yang juga adalah pembatalan parliamentary threshold. Ini paling tidak memberikan secercah harapan bagi partai politik, khususnya Partai Bulan Bintang,” kata Yusril saat berpidato di Muktamar VI PBB di Denpasar, Bali, dilansir detikBali, Selasa (14/1).

    “Kemendagri, sebagai bagian dari pemerintah, kami akan, satu, di Kemendagri saya sudah memerintahkan staf saya untuk melakukan semacam FGD (Forum Group Discussion), apa tindak lanjutnya merespons itu,” kata Tito usai rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (17/1).

    (dnu/dnu)