Kementrian Lembaga: MK

  • Pemerintah dan DPR Didesak Kebut RUU Perlindungan Kerja

    Pemerintah dan DPR Didesak Kebut RUU Perlindungan Kerja

    Bisnis.com, JAKARTA – Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera menyusun rancangan undang-undang (RUU) Perlindungan Kerja.

    Ketua IHII Saepul Tavip menyampaikan, penting bagi regulator untuk menghadirkan satu regulasi ketenagakerjaan yang bersifat menyeluruh dan merupakan kumpulan dari sejumlah peraturan yang ada di bidang ketenagakerjaan dalam satu paket undang-undang (UU) yang menjadi semacam kodifikasi hukum.

    “Untuk itu, kami mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera menyusun RUU Perlindungan Pekerja, untuk menggantikan terminologi UU Ketenagakerjaan,” kata Saepul dalam keterangannya, Senin (10/2/2025).

    Saepul menuturkan, masyarakat selama ini kerap kesulitan ketika menghadapi kasus-kasus ketenagakerjaan. Dalam proses penyusunan Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), masyarakat harus mencari referensi hukum yang tercerai berai di sejumlah aturan.

    Misalnya, sebagian ada di UU Ketenagakerjaan No.13/2003, sebagian lagi di UU Cipta Kerja No. 6/2023, lalu sebagiannya lagi di berbagai putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan Ketenagakerjaan, serta Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker).

    Selain itu, dia menyebut, kerap terjadi disharmoni bahkan kontradiksi antara regulasi yang satu dengan yang lainnya sehingga menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum.

    Belum lagi, lanjut dia, aturan yang ada dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) seperti SEMA No.3/2015 dan SEMA No.7/2012 yang dinilai sangat bertentangan dengan UU Bidang Ketenagakerjaan.

    “Menjadi sangat penting untuk menghadirkan satu regulasi ketenagakerjaan yang bersifat menyeluruh dan merupakan kumpulan dari sejumlah peraturan yang ada di Bidang Ketenagakerjaan dalam satu paket UU,” ujarnya.

    Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah dan DPR menyusun RUU Perlindungan Kerja melalui suatu mekanisme public hearing guna menyerap dan menampung aspirasi dan pendapat dari seluruh stakeholder.

    Tentunya, lanjut dia, hal ini didahului dengan pembuatan naskah akademik untuk memastikan seluruh permasalahan dan isu-isu ketenagakerjaan yang strategis benar-benar terakomodir secara komprehensif dan demokratis.

    Menurutnya, proses pembuatan UU Perlindungan Kerja yang dipersiapkan dengan matang sangat penting untuk mencegah kesan ‘sistem kebut semalam’ yang kerap mengabaikan suara-suara rakyat.

    “Proses penyusunan UU Cipta Kerja No.11/2020 yang cacat formil, maupun UU Cipta Kerja No.6/2023 yang cacat materiil seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua agar tidak terulang lagi,” ujarnya. 

    Dalam hal ini, beberapa isu penting yang perlu menjadi perhatian dan menjadi materi daftar isian masalah (DIM) dalam penyusunan RUU Perlindungan Kerja. 

    Di antaranya hubungan kerja dan syarat-syarat kerja, sistem pengupahan, kebebasan berserikat, keselamatan dan kesehatan kerja, pekerja migran, penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dan sistem pengawasan ketenagakerjaan.

    “IHII berharap pembahasan RUU Perlindungan Kerja dilakukan secara demokratis, transparan, adil dan terbebas dari praktik-praktik transaksional yang hanya menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain,” pungkasnya. 

  • Anggaran Kemenkeu Turun 23% usai Efisiensi, Terendah sejak 2016

    Anggaran Kemenkeu Turun 23% usai Efisiensi, Terendah sejak 2016

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati pimpin turut terkena pemangkasan anggaran pada 2025 dari kebijakan Presiden Prabowo Subianto terkait efisiensi senilai Rp306,69 triliun.

    Dalam rekap lampiran surat edaran Kemenkeu dengan nomor S-37/MK.02/2025 yang beredar, tercantum efisiensi sebesar 23,23% atau senilai Rp12,36 triliun. Dengan demikian, anggaran untuk kantor Sri Mulyani tersebut terpangkas menjadi Rp40,84 triliun.

    Sebelumnya, Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan (DDIOKK) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (Ditjen PK) Kemenkeu Jaka Sucipta menyampaikan bahwa bukan hanya daerah yang terkena pemangkasan anggaran, tetapi juga kementerian/lembaga (K/L) di pusat.

    “Jadi kemarin banyak pertanyaan, kenapa sih transfer ke daerah yang dipotong? Sebenarnya bukan hanya transfer ke daerah yang dilakukan efisiensi, tetapi juga ada belanja K/L, termasuk anggaran kita. Anggaran Kementerian Keuangan itu lebih dari 20% [dipangkas],” ujarnya pada pekan lalu.

    Melihat data historis, anggaran Kemenkeu yang telah dipangkas tersebut tercatat menjadi yang terendah, setidaknya sejak 2016 yang kala itu pagu senilai Rp40,42 triliun.

    Secara umum, anggaran Kemenkeu terus mengalami peningkatan dan hanya mengalami penurunan pada masa pandemi Covid-19 atau pada 2020 dan 2021.

    Kala itu, terjadi penurunan pagu 2020 menjadi Rp43,51 triliun dari pagu 2019 yang senilai Rp46,3 triliun. Kemudian pada 2021, pagu milik Kemenkeu turun tipis menjadi Rp43,3 triliun.

    Padahal, apabila pagu anggaran Kemenkeu 2025 tidak dipangkas, untuk pertama kalinya akan menembus angka Rp53,19 triliun.

    Rencananya, dari total Rp53,19 triliun tersebut, anggaran untuk badan layanan umum seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) hingga Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp10,47 triliun.

    Sementara itu, khusus untuk Kemenkeu akan menerima Rp42,81 triliun. Sri Mulyani merincikan, total anggaran tersebut akan digunakan untuk program kebijakan fiskal sebesar Rp59,19 miliar dan pengelolaan penerimaan negara senilai Rp2,38 triliun.

    Lalu pengelolaan belanja negara sebesar Rp45,45 miliar, pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara, dan resiko sebesar Rp238,13 miliar, serta terakhir dukungan manajemen senilai Rp40,08 triliun.

    Meski demikian, belum diketahui detail bagian anggaran yang dipangkas dalam pagu milik bendahara negara tersebut. 

    Berikut Tren Pagu Anggaran Kemenkeu 2016—2017:

    Tahun 
    Pagu (Rp, triliun) 

    2016
    40,42

    2017
    42,95

    2018
    45,7

    2019
    46,3

    2020
    43,51

    2021
    43,3

    2022
    44

    2023
    45,2

    2024
    48,7

    2025
    53,19*

    Sumber: Kemenkeu

    *sebelum efisiensi

  • Dampak Efisiensi, Anggaran Kemenko Perekonomian 2025 Terpangkas 58,4% dari Tahun Lalu

    Dampak Efisiensi, Anggaran Kemenko Perekonomian 2025 Terpangkas 58,4% dari Tahun Lalu

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan penghematan anggaran belanja negara hingga Rp306,69 triliun untuk tahun anggaran 2025. Akibatnya, terjadi pemotongan anggaran sejumlah kementerian/lembaga, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

    Pada 2024, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) menerima anggaran Rp524,04 miliar. Sebelum ada instruksi penghematan anggaran, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengalokasikan anggaran Kemenko Perekonomian Rp459,76 miliar untuk 2025.

    Kendati demikian, pagu anggaran tersebut dipotong Rp241,79 miliar imbas instruksi efisiensi anggaran. Artinya, kini anggaran Kemenko Perekonomian tinggal Rp217,97 miliar selama 2025.

    Jika dibandingkan dengan anggaran pada 2024 maka terjadi pemotongan hingga Rp306.07 miliar atau setara 58,4%.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui besarnya pemotongan anggaran lembaga yang dipimpinnya berdampak ke kegiatan operasional. Dia mencontohkan pihaknya coba menghemat biaya listrik.

    “Jadi, untuk menunjukkan simbol bahwa kita dipotong memang langsung kita matikan [banyak lampu],” ujar Airlangga sambil tersenyum dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2025).

    Pantauan Bisnis di lokasi sejak Rabu (5/2/2025), memang penerangan sejumlah ruangan di Kantor Kemenko Perekonomian tampak remang-remang. Tidak semua lampu dihidupkan.

    Kendati demikian, Airlangga menyatakan akan berupaya agar berbagai program Kemenko Perekonomian tidak berpengaruh meski lebih dari setengah anggarannya dipangkas.

    “Kita akan optimalisasi agar pemotongan anggaran ini tidak berefek kepada apa yang akan dicapai,” ungkapnya.

    Sebelumnya, Sri Mulyani menerbitkan surat nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan APBN 2025.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa surat tersebut merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025.

    Dalam Inpres pertamanya itu, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan penghematan anggaran hingga toal Rp306,69 triliun. Untuk belanja kementerian/lembaga (K/L) sendiri, Prabowo memerintahkan penghematan sebesar Rp256,1 triliun.

    Dalam lampiran surat tersebut, bendahara negara mencantumkan 16 item yang sekurang-kurangnya perlu dipangkas anggarannya per K/L.

    Oleh sebab itu, setiap K/L harus melakukan revisi anggarannya sesuai persentase pemangkasan yang ditentukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam lampiran surat nomor S-37/MK.02/2025 itu.

    Selanjutnya, setiap K/L usulan revisi anggaran tersebut diserahkan ke DPR untuk disetujui kemudian diserahkan kembali ke Kemenkeu.

    “Paling lambat tanggal 14 Februari 2025,” tulis surat tertulis.

  • Kena Efisiensi, Komisi Yudisial hanya Mampu Bayar Gaji Pegawai sampai Oktober 2025

    Kena Efisiensi, Komisi Yudisial hanya Mampu Bayar Gaji Pegawai sampai Oktober 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai mengakui operasional sehari-hari di lembanganya agak terganggu dengan adanya kebijakan efisiensi atau pemangkasan anggaran 2025. Bahkan, hal ini pun berimbas pada gaji untuk pegawai yang disebutkannya hanya cukup sampai Oktober 2025. 

    Dia menyebut pemangkasan anggaran di lembaganya mencapai sekitar 54% dari total anggaran Rp184 miliar atau hampir Rp100 miliar. Menurutnya, anggaran semula tersebut terbilang kecil dan makin sedikit lantaran adanya efisiensi. 

    “Kami diminta melakukan efisiensi ya segala hal. Dengan anggaran yang ada, operasional saja sehari-hari itu agak terganggu. Gaji pegawai saja itu hanya cukup sampai bulan Oktober” ungkapnya seusai rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).

    Dirinya bahkan mendapat kabar bahwa bulan depan pengisian bahan bakar (BBM) kendaraan sudah mulai menggunakan biaya sendiri.

    “Saya tadi dapat kabar BBM kamu mulai bulan depan beli sendiri, [iya untuk] kendaraan kami,” tuturnya.

    Kendati demikian, Amzulian menyatakan pihaknya sadar betul bahwa efisiensi anggaran ini merupakan suatu kebijakan negara yang perlu dijalankan.

    “Kami sadar ini kan kebijakan negara. Saya yakin seluruh Kementerian dan Lembaga pada posisi yang sama, kami akan jalankan sesuai dengan kebijakan negara karena kami bagian dari negara itu,” pungkasnya.

    Menindaklanjuti instruksi Presiden Prabowo, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menerbitkan surat nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan APBN 2025.

    Dalam edaran surat tersebut, setidaknya terdapat 17 K/L yang lolos dari penghematan anggaran belanja tersebut. Misalnya, Polri, DPR, Kejaksaan hingga Kementerian Pertahanan.

    Adapun, bendahara negara itu juga mencantumkan 16 item yang sekurang-kurangnya perlu dipangkas anggarannya per K/L. Alat tulis kantor (ATK) menjadi item belanja yang mengalami efisiensi paling besar atau 90%, diikuti percetakan dan souvenir 75,9% hingga kegiatan seremonial dipangkas 56,9%.

    Oleh sebab itu, setiap K/L harus melakukan revisi anggarannya sesuai persentase pemangkasan yang ditentukan Kemenkeu dalam lampiran surat nomor S-37/MK.02/2025 itu.

  • Kena Efisiensi, Komisi Yudisial hanya Mampu Bayar Gaji Pegawai sampai Oktober 2025

    Anggaran Dipangkas 54%, Ketua KY Curhat Gaji Pegawai hanya Cukup sampai Oktober 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai mengakui operasional sehari-hari di lembanganya agak terganggu dengan adanya kebijakan efisiensi atau pemangkasan anggaran 2025. Bahkan, hal ini pun berimbas pada gaji untuk pegawai yang disebutkannya hanya cukup sampai Oktober 2025. 

    Dia menyebut pemangkasan anggaran di lembaganya mencapai sekitar 54% dari total anggaran Rp184 miliar atau hampir Rp100 miliar. Menurutnya, anggaran semula tersebut terbilang kecil dan makin sedikit lantaran adanya efisiensi. 

    “Kami diminta melakukan efisiensi ya segala hal. Dengan anggaran yang ada, operasional saja sehari-hari itu agak terganggu. Gaji pegawai saja itu hanya cukup sampai bulan Oktober” ungkapnya seusai rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).

    Dirinya bahkan mendapat kabar bahwa bulan depan pengisian bahan bakar (BBM) kendaraan sudah mulai menggunakan biaya sendiri.

    “Saya tadi dapat kabar BBM kamu mulai bulan depan beli sendiri, [iya untuk] kendaraan kami,” tuturnya.

    Kendati demikian, Amzulian menyatakan pihaknya sadar betul bahwa efisiensi anggaran ini merupakan suatu kebijakan negara yang perlu dijalankan.

    “Kami sadar ini kan kebijakan negara. Saya yakin seluruh Kementerian dan Lembaga pada posisi yang sama, kami akan jalankan sesuai dengan kebijakan negara karena kami bagian dari negara itu,” pungkasnya.

    Menindaklanjuti instruksi Presiden Prabowo, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menerbitkan surat nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga dalam Pelaksanaan APBN 2025.

    Dalam edaran surat tersebut, setidaknya terdapat 17 K/L yang lolos dari penghematan anggaran belanja tersebut. Misalnya, Polri, DPR, Kejaksaan hingga Kementerian Pertahanan.

    Adapun, bendahara negara itu juga mencantumkan 16 item yang sekurang-kurangnya perlu dipangkas anggarannya per K/L. Alat tulis kantor (ATK) menjadi item belanja yang mengalami efisiensi paling besar atau 90%, diikuti percetakan dan souvenir 75,9% hingga kegiatan seremonial dipangkas 56,9%.

    Oleh sebab itu, setiap K/L harus melakukan revisi anggarannya sesuai persentase pemangkasan yang ditentukan Kemenkeu dalam lampiran surat nomor S-37/MK.02/2025 itu.

  • Pengamat nilai Pilkada Barito Utara sudah sesuai aturan yang berlaku

    Pengamat nilai Pilkada Barito Utara sudah sesuai aturan yang berlaku

    PELEPASAN LOGISTIK PEMILU 2024-Pj Bupati Barito Utara Drs Muhlis didampingi Kapolres AKBP Gede Eka Yudharma, Dandim 1013 Mtw Letkol Inf Agussalim Tuo, Kajari Fadilah, Pj Sekda Jufriansyah dan undangan lainnya melepas pergeseran logistik pemilu 2024 ke kecamatan di wilayah Barito Utara di halaman kantor KPU setempat, logistik pemilu dikawal ketat aparat dari TNI dan Polri, Senin (12/2/2024). Sumber foto: https://surl.li/lsmbzp/elshinta.com.

    Pengamat nilai Pilkada Barito Utara sudah sesuai aturan yang berlaku
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 10 Februari 2025 – 13:48 WIB

    Elshinta.com – Proses penyelenggaraan Pilkada 2024 secara umum telah berjalan baik, termasuk di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Hal ini seperti diungkapkan pengamat politik Citra Institute, Efriza. 

    “Jika dicermati proses Pilkada Barito Utara telah dilaksanakan dengan baik berdasarkan prosedur, mekanisme dan tata cara sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata Efriza pada Senin, 10 Februari 2025. 

    Ia juga menilai tak ada riak besar selama proses Pilkada di Barito Utara. Institusi penyelenggara Pemilu terlihat kompak, baik KPU, Bawaslu, maupun aparat penegak hukum di lapangan, sehingga seharusnya proses Pilkada itu sudah selesai. 

    “Dalam prosesnya KPU terus bersinergi dan berkoordinasi dengan baik bersama Bawaslu. Begitu juga indikasi penyelenggara pemilu yang tak saling bersinergi juga tidak tampak,” sambung Dosen Ilmu Pemerintahan di Universitas Pamulang (UNPAM), Serang.

    Dalam pandangannya, KPU Barito Utara telah bekerja dengan baik. Meski ada permasalahan di lapangan, namun itu masih dalam batas kewajaran. 

    “KPU telah bekerja dengan baik, meski ada beberapa permasalahan kecil di lapangan itu hal yang normal,” terang Efriza.

    Ketika muncul permasalahan di lapangan, upaya penyelesaian yang dilakukan KPU pun sudah tepat, terutama terkait TPS 04 Malawaken, Kec. Teweh Baru. 

    “KPU Barito Utara ketika terjadi permasalahan, langsung bergerak cepat merekonstruksi peristiwa yang terjadi terkait dorongan untuk PSU, misalnya. Ternyata, seluruh prosedurnya sudah benar, diterima oleh Bawaslu, maupun para saksi pasangan calon, pengawas TPS, juga Kepala Desa Malawaken,” sambung 

    Terkait sengketa di MK, Efriza menilai tak ada indikasi kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM) di Pilkada Barito Utara. Sebab realitasnya tidak ada indikasi kecurangan dan penolakan hasil Pemilu di tingkat TPS. 

    “Jika disebut TSM rasanya terlalu berlebihan, sebab masalah yang timbul tidak sampai 50 persen dari jumlah daerah yang menjadi lokasi pemilihan,” ujarnya. 

    Bahkan dari berbagai permasalahan yang diungkapkan di persidangan MK, pengajar di Ilmu Politik di Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIPAN) Jakarta itu melihat sejatinya telah diselesaikan KPU secara cepat. 

    “Hal ini dapat ditelusuri dari penjelasan KPU yang menguraikan bahwa sebagai penyelenggara pemilu telah melakukan prosesnya dengan baik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,”

    Ia misalnya, mengambil contoh permasalahan di TPS 04 Malawaken, Kecamatan Teweh Baru. Jika dicermati KPU menyatakan tidak diperlukan PSU, disinyalir sudah tepat. 

    “Proses terjadi konflik yang terjadi di tingkat TPS telah diselesaikan. Prosedur dan mekanismenya juga sudah dilakukan antara KPU, Bawaslu, dan penyelenggara pemilu adhoc lainnya,” terangnya.

    Efriza justru menilai adanya kejanggalan ketika PSU dipaksakan, padahal penyelesaiannya sudah diterima semua pihak di tingkat TPS hingga Kabupaten. 

    “Jika keinginan PSU terus didorong, sementara proses penyelesaiannya sudah diterima, malah menjadi janggal bagi publik. Indikasi permasalahan PSU terus diumbar padahal telah diselesaikan sehingga PSU tidak memenuhi persyaratan lagi, maka ini sekadar emosional saja dari passangan yang kalah, pasangan yang kalah sekadar tidak bisa move-on,” pungkasnya.

    Sumber : Elshinta.Com

  • KPU RI pangkas anggaran Rp900 miliar

    KPU RI pangkas anggaran Rp900 miliar

    Efisiensi anggaran tak mengganggu aktivitas pilkada yang saat ini masih sedang dalam proses.

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin mengungkapkan bahwa pihaknya memangkas anggaran sebesar Rp900 miliar dari pagu anggaran 2025 sebesar Rp3 triliun sehingga anggaran tahun ini menjadi Rp2,1 triliun.

    Hal itu dilakukan sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

    “Efisiensi anggaran itu berlaku untuk seluruh satuan kerja hingga tingkat KPU daerah,” kata Afifuddin saat ditemui di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa saat ini seluruh kegiatan-kegiatan KPU lebih banyak dilakukan di kantor.

    Afifuddin juga memastikan efisiensi anggaran tak mengganggu aktivitas pilkada yang saat ini masih sedang dalam proses.

    “Seluruh kegiatan kami upayakan sekarang dilaksanakan di kantor KPU dengan prinsip efisien dan saya kira teman-teman juga sudah menyesuaikan dan kami tidak terganggu dari sisi aktivitas karena sekarang di daerah-daerah masih mengikuti seluruh skema aktivitas dengan pelaksanaan pilkada,” jelas Afifuddin.

    Kementerian Keuangan menerapkan langkah efisiensi anggaran belanja K/L sebesar Rp256,1 triliun pada tahun anggaran 2025.

    Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang ditegaskan melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.

    Dalam hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menginstruksikan menteri/pimpinan lembaga untuk melakukan identifikasi rencana efisiensi belanja K/L.

    Efisiensi ini mencakup belanja operasional dan nonoperasional di seluruh kementerian/lembaga. Kendati demikian, Menkeu menjelaskan bahwa rencana penghematan tersebut tidak akan menyentuh belanja pegawai maupun bantuan sosial.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pekerja Mitra Pos Indonesia Ngadu ke DPR, Kerja 200 Jam/Bulan-Gaji di Bawah UMP

    Pekerja Mitra Pos Indonesia Ngadu ke DPR, Kerja 200 Jam/Bulan-Gaji di Bawah UMP

    Jakarta

    Para pekerja mitra PT Pos Indonesia (Persero) melalui Federasi Serikat Pekerja ASPEK Indonesia menyampaikan sejumlah keluhan kepada Komisi VI DPR RI. Keluhan tersebut berkaitan dengan beban kerja yang ditanggung para pekerja.

    Presiden FSP ASPEK Indonesia Abdul Gofur mengatakan, terdapat sejumlah isu yang dialami para pekerja mitra dari Pos Indonesia dengan jumlah sekitar 15.000 mitra. Hal ini mulai dari status kerja, kewajiban, hingga pemenuhan hak, termasuk upah.

    “Dengan status mitra ada lebih dari 15.000 seluruh Indonesia. Artinya, jumlahnya itu sampai 70-80%. Apa saja yang dikerjakan? Ada mitra antaran yang tugasnya mengantar paket atau surat. Lalu mitra loket melayani penjualan materai, perangko, layanan uang, cashless dan lain-lain,” kata Gofur, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VI DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Beberapa hal yang disuarakannya salah satunya status kerja. Status kerja yang dipergunakan Pos Indonesia untuk para pekerja ini ialah kemitraan. Menurutnya dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sendiri hanya ditetapkan status karyawan tetap atau karyawan organik, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), serta outsourcing.

    “Regulasi apa yang mengatur status kemitraan di perusahaan BUMN. Dalam kontrak kerja, isinya tidak sesuai dengan yang disesuaikan UU Ketenagakerjaan,” ujarnya.

    Padahal, menurut Gofur, lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja mitra ini merupakan inti bisnis atau core business dari Pos Indonesia sendiri, yang juga dikerjakan oleh pekerja tetap. Selain itu, pihaknya juga menyoroti jam kerja yang cukup padat, mencapai 200 jam/bulan.

    Apabila target 200 jam/bulan tersebut tidak tercapai, maka para pekerja mitra akan dikenakan denda sehingga upah yang diterima akan kena potong. Kondisi ini membuat para pekerja mitra tidak memiliki waktu libur, apalagi cuti.

    “Untuk memenuhi waktu kerja, 200 jam menyebabkan tidak memiliki waktu libur dan harus bekerja mengingat apabila kurang, maka teman-teman akan dikenakan denda. Sementara di UU Ketenagakerjaan mengatur jam kerja 8 jam/hari, 40 jam/minggu, secara total 1 bulan 160 jam. Bisa dikatakan mustahil bisa dapat waktu libur, apalagi cuti,” kata dia.

    Para pekerja juga tidak mendapatkan jaminan sosial, baik itu BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan dari perusahaan. Begitu pula dengan Tunjangan Hari Raya (THR), tidak mereka dapatkan dari perusahaan.

    “Adapun yang mereka dapat atas hasil belas kasihan dari teman-teman Pos Indonesia yang organik. Mereka patungan Rp 10.000 s.d Rp 20.000, dikumpulkan lalu dibagi. Itupun satu orang bisa dapat mungkin Rp 50.000 s.d Rp 100.000,” terangnya.

    Di samping itu, persoalan gaji juga menjadi poin aduan yang disampaikan. Gofur mengatakan, para pekerja mitra mendapatkan gaji yang terbilang minim, jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Gaji hanya dibayarkan paling tinggi Rp 2,5 juta s.d Rp 3 jutaan.

    “Yang diterima sama dengan fee dari pengantaran transaksi paling besar Rp 2,5 juta s.d Rp 3 juta. Belum harus melakukan perawatan motor sendiri, bayar pajak sendiri, service sendiri, bayar pajak sendiri. Namun dalam laporan keuangan Pos Indonesia tiap tahun labanya tinggi, tapi tak pernah sampai kesejahteraan itu,” ujar Gofur.

    Sementara itu, Sekjen FSP Aspek Indonesia Encep Supriyadi mengatakan, para pekerja juga diminta untuk menyerahkan ijazah kelulusan ataupun Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) asli sebagai jaminan. Menurutnya, seharusnya langkah demikian tidak boleh dilakukan.

    Atas hal ini, ia berharap agar para pekerja ini bisa mendapatkan kehidupan pekerjaan yang lebih baik. Salah satunya dari segi status pekerja, harapannya bisa naik menjadi pekerja kontrak.

    “Harapan kami bisa menjadi pekerja kontrak di Pos Indonesia, bukan sebagai mitra Pos. Karena ini ada beberapa melanggar UU maupun hasil putusan MK kemarin 168/2023. Status pekerja mereka seharusnya karyawan kontrak, dalam UU saja melebihi 3 tahun menjadi karyawan tetap,” ujar Encep.

    (shc/kil)

  • Revisi Tatib Diduga Upaya DPR Menyandera Lembaga Negara Lain

    Revisi Tatib Diduga Upaya DPR Menyandera Lembaga Negara Lain

    JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara, Herdiansyah Hamzah menduga revisi Tata Tertib yang baru disahkan merupakan upaya DPR untuk menyandera lembaga atau penyelenggara negara lain yang proses pemilihannya melalui parlemen.

    “Apa motif di belakangnya? Ada semacam upaya untuk mengakalisasi proses penyanderaan terhadap pimpinan KPK dan MK, dan ini sudah kerap kali kita dapatkan,” ungkapnya, Minggu 9 Februari 2025.

    Menurut dia, manuver seperti itu bukan yang pertama dilakukan oleh DPR. Sebab, banyak undang-undang yang berusaha untuk diubah dan dibuat agar kewenangan DPR tidak hanya sampai kepada proses pengusulan, tapi juga pencopotan seperti kasus Hakim MK Aswanto.

    “Padahal kalau kita lihat berbagai macam contoh di negara-negara lain, enggak ada itu hakim dicopot di tengah masa jabatan. Karena masa jabatan hakim itu fixed term, sifatnya tetap. Begitupun dengan pimpinan KPK, enggak bisa dicopot di tengah masa jabatan,” tukas Hamzah.

    Dia menegaskan, satu-satunya jalan untuk mengganti pejabat atau penyelenggara negara adalah jika yang bersangkutan meninggal dunia atau melakukan perbuatan tercela berdasarkan putusan pengadilan yang sudah inkrah.

    “Keliru besar bila kemudian aturan sekelas tatib menjadi dasar untuk menegasikan keberadaan undang-undang yang secara hierarki berada di atasnya. Jadi salah besar cara berpikir anggota-anggota DPR itu,” ujar Hamzah.

    Sebelumnya, Badan Legislasi DPR menyetujui revisi peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib atau Tatib DPR yang diusulkan Mahkamah Kehormatan (MKD) DPR. Dalam revisi tersebut, MKD mengusulkan penambahan satu pasal, yakni Pasal 228A.

    Pasal itu memberikan kewenangan bagi DPR untuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap pimpinan lembaga dan kementerian yang disepakati di rapat paripurna. Evaluasi itu nantinya dilakukan komisi terkait dan hasilnya bersifat mengikat untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

    Dengan pengesahan revisi tatib tersebut, semua pejabat negara yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR bisa dievaluasi oleh parlemen, termasuk di antaranya para pimpinan KPK, komisioner KPU, anggota Bawaslu, serta hakim MK dan MA.

  • Komisi III DPR Rapat Kerja dengan Ketua KY Minta Masukan RUU KUHAP

    Komisi III DPR Rapat Kerja dengan Ketua KY Minta Masukan RUU KUHAP

    Jakarta

    Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan Komisi Yudisial (KY) hari ini terkait pembahasan pokok-pokok pengaturan dari Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Adapun Komisi III mulai melakukan pembahasan awal dari RUU KUHAP menindaklanjuti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku pada 2 Januari 2026.

    Rapat digelar di ruang Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025). Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, dihadiri langsung oleh Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai.

    “Pak Ketua KY, kan ini KUHP berlaku 2 Januari 2026 dan menganut nilai-nilai yang baru di antaranya dia lebih mengutamakan restorative justice, rehabilitatif dan restitutif yang mana secara logika tentu memerlukan KUHAP yang juga baru yang memuat nilai-nilai yang sama,” kata Habiburokhman dalam rapat.

    Habiburokhman juga menyoroti Pasal 21 KUHAP tentang penahanan untuk pelaku tindak pidana. Ketua Komisi III menilai revisi KUHAP penting dilakukan salah satunya untuk menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi.

    “Nah ini yang kita lihat urgent, ada juga ketentuan khusus misalnya pasal 21 KUHAP terkait syarat penahanan, tadinya kan KUHAP yang ada sekarang, ada perbuatan dengan ancaman lima tahun atau tindak pidana yang diatur di pasal-pasal tertentu,” kata dia.

    Habiburokhman menyebut masukan dari seluruh pemangku kebijakan yang terkait RUU KUHAP sangat penting dilakukan. Ia menyebut saat ini baru penyusunan awal RUU KUHAP.

    “Nah kami pengin masukan ya, Pak Ketua KY orang akademis yang memang sehari-hari juga banyak memberikan komentar-komentarnya, kami pengin dengar juga dari teman-teman dari KY tentang KUHAP ini. Sebagaimana sudah kami sampaikan kita akan membahas KUHAP ini, ini baru mau proses penyusunan Pak, awal ya,” ujar Habiburokhman.

    “Kick off lagi gitu Pak, kita mulai dari awal lagi KUHAP ini kita bicara sama-sama mau disusun kita sudah UU semua, yang pertama diundang teman-teman dari KY. Komisi Yudisial karena saya pikir dari kerja-kerja KY selama ini paham sekali mekanisme di persidangan seperti apa yang hambatannya seperti apa, menciptakan pengadilan yang benar-benar fair dan menghormati semua pihak secara equal dan membuahkan keputusan yang adil,” imbuhnya.

    (dwr/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu