Ketua KPK Tidak Terdampak Putusan MK karena Sudah Pensiun sebagai Polisi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto sudah pensiun atau purna tugas sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
“Terkait dengan status atau posisi
Ketua KPK
, Pak
Setyo Budiyanto
bahwa Ketua KPK saat ini sudah
purna tugas
dari kepolisian,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, saat ditemui di Gedung KPK Merah Putih, Senin (17/11/2025).
Karena itu, Budi menegaskan bahwa Setyo sudah tidak lagi berstatus anggota Polri dan kini hanya menjabat sebagai pimpinan KPK.
Dalam prosesnya, Budi mengatakan, pemilihan Ketua KPK memang dibuka secara umum oleh panitia pelaksana (pansel) sehingga semua warga dapat mengetahuinya.
Dengan begitu, semua warga yang memenuhi syarat bisa mendaftar sebagai pimpinan KPK.
“Artinya memang sudah melalui proses dan tahapan yang sesuai dengan mekanismenya, dan Pak Setyo per 1 Juli 2025, juga sudah masuk menjadi purnawirawan atau purna tugas,” tegas dia.
“Artinya,
putusan MK
tidak ada implikasi terhadap status dari Ketua KPK,” tambah dia.
Namun, untuk sejumlah
polisi
aktif yang menduduki jabatan di KPK, Budi mengatakan bahwa pihaknya masih mempelajari lebih jauh putusan
Mahkamah Konstitusi
ini.
“Itu yang masih akan dipelajari oleh tim biro hukum. Jadi, cakupan dari putusan MK ini sejauh apa? dan seperti apa terkait dengan posisi-posisi jabatan di KPK,” ucap dia.
Diberitakan sebelumnya, MK dalam sidang putusan di Jakarta, hari ini, mengabulkan seluruh permohonan uji materi terhadap Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
“Amar putusan, mengadili: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang yang digelar di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
Hakim konstitusi Ridwan Mansyur berpandangan, frasa “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri untuk menduduki jabatan sipil.
Rumusan tersebut adalah rumusan norma yang expressis verbis yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain.
Sementara itu, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud.
Terlebih, adanya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” telah mengaburkan substansi frasa “setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” dalam Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002.
Menurut dia, hal tersebut berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian; dan sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
akun kamu.
Kementrian Lembaga: MK
-
/data/photo/2025/10/06/68e352204527a.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketua KPK Tidak Terdampak Putusan MK karena Sudah Pensiun sebagai Polisi
-
/data/photo/2025/11/17/691b04e8eb807.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bukan Ribuan, Polri Klarifikasi Data Polisi Aktif di Jabatan Sipil
Bukan Ribuan, Polri Klarifikasi Data Polisi Aktif di Jabatan Sipil
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Polri meluruskan informasi mengenai jumlah personel aktif yang bertugas di luar struktur kepolisian setelah isu ini kembali mencuat dalam persidangan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kadiv Humas
Polri
Irjen
Sandi Nugroho
mengatakan, angka ribuan yang beredar di publik bukan seluruhnya merujuk pada
jabatan sipil
yang bersifat manajerial.
“Kalau tadi dari pemaparan jumlahnya jauh berbeda dengan yang disampaikan dalam media. Kalau tidak salah sekitar 300-an yang duduk di jabatan manajerial,” kata Sandi, ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (17/11/2025).
Sandi menyebut, tidak benar jika lebih dari 4.000 personel mengisi jabatan sipil strategis yang memengaruhi proses
meritokrasi
di pemerintahan.
“Jadi, bukan berarti 4.000 orang itu semuanya menduduki posisi sipil manajerial yang memengaruhi meritokrasi, bukan. Tapi, ada sekitar 300 orang yang ada,” ujar dia.
“Sisanya adalah jabatan-jabatan pendukung non-manajerial,” sambung dia.
Posisi non-manajerial tersebut mencakup peran administratif hingga pengamanan, seperti staf teknis, ajudan, dan pengawal pejabat kementerian/lembaga.
Klarifikasi ini muncul setelah ahli pemohon uji materi perkara 114/PUU-XXIII/2025, Suleman Ponto, menyebut ribuan polisi aktif yang mengisi jabatan sipil telah menghilangkan kesempatan bagi warga sipil.
“Apakah ini menghilangkan kesempatan dari sipil? Ya, menghilangkan. 4.351 (polisi yang duduk di jabatan sipil) ini menghilangkan 4.351 (kesempatan) orang sipil. Karena 4.351 ini tidak mungkin masuk polisi, tapi polisi bisa masuk ke ASN, sehingga tidak netral dan menghilangkan kesempatan,” kata Suleman, dalam persidangan yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).
Selain itu, Suleman juga mengatakan bahwa polisi aktif tidak akan netral ketika memegang jabatan sipil di kementerian/lembaga.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
akun kamu. -
/data/photo/2025/08/19/68a457189328a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Litbang Kompas: Mayoritas Publik Tak Yakin RUU Pemilu Dibahas dengan Libatkan Masyarakat
Litbang Kompas: Mayoritas Publik Tak Yakin RUU Pemilu Dibahas dengan Libatkan Masyarakat
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Litbang Kompas merilis hasil jajak pendapat yang menunjukkan 50,5 persen masyarakat tidak yakin bahwa pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu akan dilakukan dengan terbuka dan melibatkan partisipasi masyarakat.
Sedangkan 45,6 persen responden mengaku yakin bahwa pembahasan revisi
UU Pemilu
dilakukan dengan terbuka dan melibatkan partisipasi masyarakat. Sedangkan 3,9 persen lainnya menjawab “Tidak Tahu”.
“Terbelahnya sikap publik ini menjadi cerminan keraguan masyarakat terhadap kemauan
DPR
untuk melibatkan masukan publik dalam pembahasan
revisi UU Pemilu
,” dikutip dari
Kompas.id
, Senin (17/11/2025).
“Tentu, ini juga menjadi beban tersendiri bagi DPR. Tidak hanya untuk membuktikan kepada publik bahwa
pembahasan revisi UU Pemilu
akan selesai sebelum tahapan awal
Pemilu 2029
dimulai, tetapi juga harus memastikan masyarakat punya hak terlibat menentukan yang terbaik untuk pelaksanaan Pemilu 2029,” sambungnya.
Di samping itu, 60,5 persen masyarakat berharap pembahasan revisi UU Pemilu dilakukan pada 2025 atau tahun ini.
Sedangkan 30,5 persen responden berharap revisi UU Pemilu dilakukan pada 2026. Lalu, 6,2 persen publik menyatakan “Terserah”. Kemudian, 2,8 persen lainnya menjawab “Tidak Tahu”.
“Sikap responden ini mencerminkan adanya keinginan agar DPR dan pemerintah segera membahas revisi UU Pemilu. Hal ini juga tidak lepas dari sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilu yang menunggu untuk ditindaklanjuti,” mengutip dari
Kompas.id.
Sebagai informasi,
Litbang Kompas
mengumpulkan pendapat melalui telepon pada 6 sampai 9 Oktober 2025. Adapun jumlah responden sebanyak 514 yang berasal dari 70 kota di 38 provinsi.
Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di setiap daerah.
Tingkat kepercayaan berada di 95 persen, dengan margin of error penelitian ± 4,23 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Meskipun demikian, kesalahan di luar pengambilan sampel dimungkinkan terjadi. Jajak pendapat sepenuhnya dibiayai oleh Harian Kompas (PT Kompas Media Nusantara).
Berita ini dilansir dari
Kompas.id
dengan judul ”
Asa Publik Segerakan Revisi UU Pemil
u”
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
akun kamu. -

Bos Pertamina Beberkan 4 Usulan Kunci untuk RUU Migas
Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan empat usulan untuk revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas).
Hal itu dia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Senin (17/11/2025). Pertamina memandang RUU Migas bukan sekadar revisi aturan, melainkan lokomotif transformasi energi nasional.
Menurut Simon, RUU Migas dapat menjadi lokomotif untuk meningkatkan cadangan migas dan mendorong Indonesia kembali mencapai swasembada energi.
“RUU Migas adalah solusi strategis yang bisa memberikan hasil terbaik, cepat, dan selamat. Ini bukan hanya tentang industri, tetapi tentang masa depan bangsa,” ujarnya.
Simon lantas menyampaikan empat fokus aspirasi utama yang dinilai penting untuk diakomodasi dalam RUU Migas. Pertama, kelembagaan hulu migas.
Dia menyebut, Pertamina mendorong pembentukan atau penunjukan BUMN yang bertugas menjalankan konsesi pengelolaan migas sesuai amanat Mahkamah Konstitusi. Badan ini diharapkan menjadi pihak yang melakukan kontrak kerja sama dengan badan usaha.
“Negara dapat membentuk atau menunjuk badan usaha milik negara yang diberikan konsesi untuk mengelola Migas yang akan melakukan kontrak kerja sama dengan badan usaha,” tutur Simon.
Kedua, perencanaan hulu-hilir migas. Simon menyebut, RUU Migas harus memuat skema perencanaan setara Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) di sektor kelistrikan.
Dia mengatakan, RUU Migas harus memasukkan Rencana Umum Migas Nasional (RUMGN) dan Rencana Umum Pengembangan Migas (RUPMG) sebagai payung hukum investasi berbasis kebijakan energi nasional.
Ketiga, kepastian fiskal dan perpajakan. Simon menyarankan skema fiskal yang lebih adaptif terhadap keekonomian wilayah kerja, terutama untuk deep water, enhanced oil recovery, lapangan tua, migas non konvensional, dan proyek dekarbonisasi.
Selain itu, Simon menyoroti pentingnya penerapan konsep ring fencing.
Keempat, pembentukan Petroleum Fund. Pertamina mendorong adanya Petroleum Fund yang dikelola BUMN Khusus migas.
Menurut Simon, dana ini difokuskan untuk pendanaan kegiatan eksplorasi, pembangunan infrastruktur, serta program dekarbonisasi.
“Berikut yang kami maksudkan adalah beberapa aspirasi dari kami dan tentunya kami juga mohon dukungan serta masukan dari pimpinan serta anggota Komisi XII,” imbuh Simon.
Lebih lanjut, Simon menegaskan bahwa RUU Migas memiliki posisi strategis untuk mempercepat pencapaian swasembada energi sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto.
Simon menilai saat ini terjadi kesenjangan yang kian melebar antara produksi dan konsumsi energi nasional. Konsumsi terus tumbuh, sementara produksi migas domestik cenderung menurun akibat natural declining.
Dia menyebut, kondisi itu memaksa Indonesia menutup kebutuhan melalui impor, di tengah investasi hulu migas yang justru semakin melemah.
“Pertumbuhan konsumsi lebih besar daripada produksi kita, sehingga gap harus ditutup dengan impor. Padahal investasi hulu sebagai motor penggerak terus turun. Tanpa regulasi kuat, daya tarik investasi semakin melemah dan ketahanan energi terancam,” jelas Simon.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4191802/original/010251000_1665737517-Anggota_Komisi_III_DPR_RI_Habiburokhman_1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Komisi III soal Polemik Dugaan Ijazah Palsu Hakim MK Arsul Sani: Sekarang Kami yang Disalahin
Hakim Konstitusi Arsul Sani merespons tudingan ijazah doktor palsunya langsung kepada publik. Menurut dia, tudingan tersebut adalah tidak benar. Sebab, dirinya benar-benar mengikuti perkuliahan sesuai standar dan prosedur yang dilakukan sebagai mahasiswa yang hendak meraih gelar S3.
Arsul menceritakan, perjalanan studi doktoralnya dimulai pada September 2010 dengan mendaftar pada professional doctorate program bidang Justice, Policy and Welfare Studies yang di Glasgow School for Business and Society, Glasgow Caledonian University (GCU), Inggris.
BACA JUGA:Kata Inisiator Aliansi Mahasiswa Nusantara Terkait Arsul Sani Terseret Isu Dugaan Ijazah Palsu“Perkuliahan dilaksanakan melalui dua tahap. Akhir 2012, menyelesaikan tahap pertama dan telah menerima transkrip akademik. Selanjutnya mulai menyusun proposal disertasi bersamaan dengan pencalonan sebagai anggota DPR RI dari Dapil Jawa Tengah X untuk Pemilu 2014 yang kemudian terpilih untuk periode 2014-2019,” kata Arsul saat jumpa pers di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (17/11/2025).
Arsul melanjutkan, dikarenakan padatnya kesibukan dan aktivitas di DPR, meskipun sempat mengajukan cuti akademik, menyebabkan penyelesaian disertasi yang telah selesai hingga 3 Bab pertama dari dari doctoral thesis menjadi tertunda. Sehingga pada pertengahan 2017, dirinya memutuskan untuk tidak melanjutkan program doktoralnya di GCU.
Arsul melanjutkan, berselang tiga tahun kemudian, karena merasa sudah setengah jalan menempuh studi doktoral, dirinya mencari universitas yang dapat menerima transfer studi agar tidak memulai program doktoral dari awal. Berdasarkan informasi dari alumni GCU, dia mendapat rekomendasi untuk melanjutkan ke Collegium Humanum (CH)/Warsaw Management University (WMU) di Warsawa, Polandia.
“Sebelum mendaftar, saya telah melakukan verifikasi dengan memeriksa database perguruan tinggi luar negeri milik Kemendikbud RI dan menemukan CH/WMU tercatat di dalamnya. Selain itu, saya juga menghubungi Kedubes Polandia di Jakarta yang membenarkan status CH/WMU sebagai universitas terdaftar dan memiliki kerja sama global,” jelas dia.
Arsul memastikan, berdasarkan hasil konfirmasi tersebut, dia pun resmi mendaftar di universitas tersebut pada Agustus 2020 dalam program Doctor of Laws (LL.D) dengan skema by research.
“Setelah menjalani riset penelitian selama dua tahun, termasuk melakukan penelitian empiris melalui wawancara kepada sejumlah tokoh dan akademisi di Indonesia, saya dinyatakan lulus pada Jun 2022 setelah mempertahankan disertasi yang diuji melalui “viva voce” dengan judul “Re-examining the considerations of national security interests and human rights protection in counter-terrorism legal policy: a case study on Indonesia with focus on post Bali-bombings development” yang kemudian telah dibukukan Penerbit Buku KOMPAS,” ungkap dia.




