Kementrian Lembaga: MK

  • Bahlil Bongkar Nasib Polisi Aktif di ESDM Seusai Putusan MK

    Bahlil Bongkar Nasib Polisi Aktif di ESDM Seusai Putusan MK

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menanggapi polemik keberadaan anggota Polri aktif yang masih menduduki jabatan di Kementerian ESDM. Isu ini mencuat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang polisi aktif menjabat posisi sipil.

    Bahlil mengakui sejumlah anggota Polri masih mengisi jabatan strategis di ESDM, termasuk pada posisi penting, seperti Inspektorat Jenderal. Namun, ia menegaskan belum akan mengambil langkah apa pun sebelum ada kajian lintas kementerian.

    “Apa yang menjadi kajian, setelah itu baru kami akan ikuti,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/11/2025).

    Ia menjelaskan, kehadiran aparat penegak hukum selama ini sangat membantu kinerja ESDM. Selain anggota Polri, ada pula jaksa yang turut mendukung tugas kementerian, salah satunya Rilke Jeffri Huwae yang menjabat sebagai direktur jenderal penegakan hukum (gakkum) ESDM.

    “Polisi aktif, kemudian jaksa aktif. Dirjen gakkum kan dari jaksa. Saya pikir ini kolaborasi yang baik dan sangat membantu,” ujar Bahlil.

    Terkait siapa yang akan menentukan langkah selanjutnya bagi polisi aktif di ESDM, Bahlil menegaskan keputusan akhir berada pada hasil kajian lintas kementerian, termasuk Kementerian PANRB, Kementerian Hukum, dan Kementerian Dalam Negeri.

    “Kita lihat aturan nanti setelah keputusan MK. Apa yang diputuskan oleh Menteri Hukum, Menpan PANRB, itu pasti akan menjadi rujukan,” tegasnya.

    Sementara itu, pemerintah memastikan akan merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) sebagai tindak lanjut putusan MK. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan revisi dibutuhkan untuk memperjelas batasan jabatan yang boleh atau tidak boleh diisi anggota Polri.

    Supratman juga menegaskan putusan MK bersifat nonretroaktif atau tidak berlaku surut sehingga polisi aktif yang saat ini menduduki jabatan sipil tidak diwajibkan mundur.

  • Bahlil Bongkar Nasib Polisi Aktif di ESDM Seusai Putusan MK

    Bahlil Lahadalia Akui Polri dan Jaksa Aktif Bantu Perkuat Kinerja ESDM

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan keberadaan aparat penegak hukum, baik polisi maupun jaksa, di lingkungan kementeriannya selama ini justru memperkuat sistem pengawasan dan penegakan aturan. 

    Menurut Bahlil, saat ini, terdapat sejumlah personel Polri yang bertugas di Kementerian ESDM, termasuk inspektur jenderal yang berpangkat komisaris jenderal.

    “Di ESDM ada beberapa anggota dari Polri, termasuk Inspektur Jenderal kita. Itu pangkatnya bintang 3 atau apa namanya, komjen ya,” ujar Bahlil saat ditemui wartawan di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

    Bahlil menegaskan, posisi tersebut berjalan sesuai aturan yang berlaku. Dia menilai keberadaan aparat aktif di kementeriannya bukan sekadar formalitas, melainkan terbukti mempercepat dan memperkuat kerja-kerja pengawasan sektor ESDM.

    “Sangat, sangat (membantu). Polisi aktif, kemudian jaksa aktif. Jaksa juga kan ada di kantor kami. Dirjen Gakkum kan dari jaksa. Saya pikir ini sebuah kolaborasi yang baik dan sangat membantu,” tandas Bahlil.

    Diketahui, saat ini, publik dan sejumlah pihak menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil. Polisi bisa menduduki jabatan sipil jika sudah pensiun atau mengundurkan diri.

    Salah satu pihak yang ikut menyoroti putusan MK tersebut adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto yang merupakan purnawirawan atau pensiun Polri. Setyo menegaskan KPK sedang mempelajari dan menganalisis putusan MK tersebut agar bisa dilaksanakan di institusi KPK.

    “Ya, saya kira putusan MK ya, sementara itu menjadi telaahan dari pihak pihak biro hukum (KPK) untuk memastikan posisinya seperti apa, gitu,” ujar Setyo dikutip Rabu (19/11/2025).

    Selain itu, kata Setyo, KPK juga masih menunggu hasil analisis dari Mabes Polri atas putusan tersebut. Hasil analisis Mabes Polri tersebut nantinya akan menjadi panduan bagi KPK untuk mengimplementasikan putusan MK. 

    “Kemudian, kita tunggu juga dari beberapa pihak yang lain, mungkin dari Mabes Polri, ya, dari kementerian yang lain, yang irisannya dengan kewenangan mereka berkaitan dengan putusan MK itu, nanti hasilnya seperti apa, itu nanti akan dijalankan,” pungkas Setyo.

  • Respons Putusan MK, Bahlil Polisi Aktif Duduki Jabatan di ESDM Sangat Membantu

    Respons Putusan MK, Bahlil Polisi Aktif Duduki Jabatan di ESDM Sangat Membantu

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa keberadaan personel Polri dan jaksa yang bertugas di lingkungan Kementerian ESDM selama ini berkontribusi besar terhadap kinerja kementeriannya.

    Pernyataan itu disampaikan usai dia bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/11/2025), ketika dimintai tanggapan mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri menduduki jabatan di kementerian.

    “Di ESDM ada beberapa anggota dari Polri, termasuk Inspektur Jenderal kita. Itu pangkatnya Bintang 3 atau apa namanya, komjen ya. Dan setelah ada keputusan MK, nanti kita lihat perkembangan apa yang menjadi kajian dari Menpan RB, kemudian dari Mendagri, kemudian dari Menteri Hukum. Apa yang menjadi kajian, setelah itu, baru kami akan ikuti,” kata Bahlil.

    Saat ditanya apakah keberadaan aparat penegak hukum aktif membantu kinerja kementerian, Bahlil menegaskan hal tersebut sangat positif.

    “Sangat, sangat. Polisi aktif, kemudian jaksa aktif. Jaksa juga kan ada di kantor kami. Dirjen Gakkum kan dari jaksa. Dan saya pikir ini sebuah kolaborasi yang baik dan sangat membantu,” ujarnya.

    Bahlil memastikan Kementerian ESDM akan bersikap sesuai regulasi yang ditetapkan, sembari tetap menjaga kesinambungan kerja dan koordinasi antar-lembaga di sektor energi dan pertambangan.

    Termasuk terkait kemungkinan penyesuaian posisi para perwira Polri aktif di ESDM pasca putusan MK, Bahlil menyatakan pihaknya akan mengikuti kebijakan pemerintah.

    “Kita lihat aturan nanti setelah keputusan MK. Apa yang diputuskan oleh Menteri Hukum, Menpan RB, maka itu pasti akan menjadi rujukan,” kata Bahlil.

  • Upah Minimum 2026 Tak Lagi Satu Angka! Ini Formula Barunya

    Upah Minimum 2026 Tak Lagi Satu Angka! Ini Formula Barunya

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah memastikan penetapan upah minimum pada 2026 akan menggunakan formula berbasis rentang (range), bukan lagi satu angka seperti sebelumnya. Langkah ini merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan saat ini tengah difinalisasi dalam rancangan peraturan pemerintah (PP) terbaru.

    Menurut Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, seluruh dokumen yang beredar saat ini masih berupa draf dan belum menjadi keputusan final. “Draf ini masih dikaji melalui dialog sosial. Senin akan dilakukan pembahasan lanjutan dengan kepala dinas seluruh Indonesia,” ujarnya di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Jakarta, Kamis (20/11/2025).

    Formula rentang ini dirancang untuk mengurangi disparitas upah antara kabupaten dan kota yang saling berdekatan. Selama ini, perbedaan UMK/UMR antarwilayah dinilai terlalu lebar dan tidak mencerminkan kondisi ekonomi daerah.

    “Bayangkan kabupaten dan kota bertetangga, tetapi gap upahnya sangat jauh. Dengan rentang ini, Dewan Pengupahan bisa menentukan besaran sesuai perkembangan ekonomi dan KHL wilayahnya,” jelas Yasierli.

    Pemerintah menegaskan upah minimum 2026 belum akan diumumkan pada 21 November. Penetapan masih menunggu finalisasi PP dan koordinasi lintas kementerian.

    “Insyaallah segera diumumkan setelah PP selesai. Semangatnya adalah menjalankan amanat MK, mengurangi ketimpangan, dan memperkuat peran Dewan Pengupahan,” tambah Yasierli.

    Meski regulasi masih difinalisasi, pemerintah memastikan UM 2026 tetap berlaku mulai 1 Januari 2026. Konsultasi publik juga telah dilakukan dengan serikat pekerja, pengusaha, dan Dewan Pengupahan Nasional.

    “Tahun lalu kami memakai satu angka karena putusan MK keluar mepet. Untuk jangka panjang, rumus harus mempertimbangkan KHL, daya beli, kemampuan perusahaan, dan pertumbuhan ekonomi,” tegasnya.

    Dalam rancangan PP ini, pemerintah memperluas definisi variabel alfa. Jika sebelumnya alfa berada pada rentang 0,1-0,3, kini rentangnya akan disesuaikan mengikuti amanat MK dan mempertimbangkan KHL. “Rumusnya sama, tetapi alfa harus disesuaikan. Ini yang membedakan dengan penetapan upah sebelumnya,” jelas pejabat tersebut.

    Mekanisme teknis tidak berubah. Dewan Pengupahan Provinsi serta Kabupaten/Kota tetap menyusun rekomendasi yang kemudian diajukan ke gubernur untuk ditetapkan. Bedanya, peran Dewan Pengupahan kini diperkuat.

    Pemerintah juga mengingatkan polemik UM seharusnya tidak dibesar-besarkan karena kebijakan upah minimum hanya menyasar pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. “Kelompok ini jumlahnya kecil dibanding pekerja berpengalaman yang seharusnya digaji berbasis kinerja dan kemampuan perusahaan,” pungkasnya.

  • BUMN Pertahanan Bikin Bom Baru, Bakal Dipakai Pesawat TNI AU

    BUMN Pertahanan Bikin Bom Baru, Bakal Dipakai Pesawat TNI AU

    Jakarta

    PT Dahana berhasil melakukan uji coba operasional Penelitian dan Pengembangan Materiel (Litbangmat) Bom BNT 250. Kegiatan itu dilakukan di Lanud Iswahjudi, Magetan, Selasa, 18 November 2025.

    Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dahana Yusep Nugraha Rubani menyatakan uji coba ini sangat krusial dalam memastikan kesiapan operasional Bom BNT 250 di lapangan. Dia menjelaskan, Bom BNT 250 dirancang sebagai bom tajam (live bomb) berstandar NATO, yang diharapkan dapat menggantikan kebutuhan bom udara impor jenis MK-82 untuk pesawat tempur TNI Angkatan Udara.

    “Kami sangat berterima kasih atas dukungan penuh dan kerja sama yang solid dari Dislitbangau, Lanud Iswahjudi, Group Tempur 3, Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi, serta PT Sari Bahari. Sinergi yang erat ini adalah kunci keberhasilan dalam menerjemahkan kebutuhan pertahanan menjadi produk yang siap pakai dengan standar militer yang ketat. Ini bukan hanya tentang produk, ini tentang kedaulatan teknologi bangsa kita,” ujar Yusep dalam keterangannya, Kamis (20/11/2025).

    Uji coba ini merupakan bagian dari sinergi strategis antara PT Dahana, Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Udara (Dislitbang AU), dan PT Sari Bahari, untuk mencapai kemandirian Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) nasional. Sebelumnya, Bom BNT 250 telah melewati serangkaian proses desain, analisis, verifikasi, telah melakukan uji coba pengembangan tanpa bahan peledak pada Maret lalu.

    Uji Coba Operasional dengan bahan peledak ini merupakan uji terakhir dengan harapan nanti bisa mendapatkan Sertifikat Uji Coba dan Sertifikat Kelaikan dari Puslaiklambangjau dan ke depan bisa mendapatkan Sertifikat Kelaikan/Sertifikat Design Approval dari Puslaik Kemhan yang merupakan salah satu persyaratan untuk produksi massal.

    BNT 250 akan menggantikan Bom MK82 yang digunakan secara masif oleh TNI AU. Kehadiran BNT 250, diharapkan dapat diproduksi secara massal, dan akhirnya dapat mengurangi ketergantungan impor serta meningkatkan perekonomian industri pertahanan nasional.

    PT Dahana berhasil melakukan uji coba operasional Penelitian dan Pengembangan Materiel (Litbangmat) Bom BNT 250. Kegiatan itu dilakukan di Lanud Iswahjudi, Magetan, Selasa, 18 November 2025. Foto: Dok. Dahana

    Lebih lanjut, Yusep menegaskan PT Dahana, dengan kapabilitasnya di Energetic Material Center (EMC) telah siap mendukung penuh upaya pengadaan alutsista nasional di sektor material peledak. Kesiapan ini mencakup seluruh tahapan mulai dari penelitian, pengembangan, hingga produksi massal.

    “Sebagai anggota DEFEND ID yang fokus pada energetic material, kami berkomitmen penuh untuk menjadi tulang punggung dalam penyediaan bahan peledak untuk setiap amunisi yang dikembangkan oleh industri pertahanan dalam negeri. Keberhasilan BNT 250 membuktikan bahwa kami memiliki kapabilitas untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi,” tegas Yusep.

    (hal/ara)

  • DPR Desak Menaker Segera Keluarkan Regulasi UMP, Waktu Makin Terbatas

    DPR Desak Menaker Segera Keluarkan Regulasi UMP, Waktu Makin Terbatas

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendesak agar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli segera menerbitkan regulasi penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2026 menjelang tenggat pengumuman pada 21 November mendatang.

    Dia juga menukil proses penetapan kenaikan UMP 2025 satu angka sebesar 6,5% yang diumumkan Presiden sebelum Peraturan Menaker (Permenaker) terbit.

    Menurutnya, proses tersebut tak boleh terulang karena aturan teknis semestinya terbit terlebih dahulu dan menjadi dasar penetapan upah minimum.

    “Kalau tidak segera mengeluarkan regulasi ini, berarti Menaker enggak serius. Saya khawatir timbul gejolak publik, tuntut-menuntut, dan demo,” kata Edi di Kompleks Parlemen Senayan, dikutip dari laman DPR RI, Rabu (19/11/2025).

    Di samping itu, dia juga menyoroti bahwa kenaikan UMP satu angka tidak mencerminkan kondisi perekonomian daerah yang beragam.

    Edy mencontohkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara yang mendekati 35%. Menurutnya, tidak adil apabila kenaikan upah minimum di provinsi tersebut sama dengan provinsi lainnya.

    Selain itu, dirinya meminta agar Dewan Pengupahan Daerah dilibatkan penuh dalam penetapan UMP di wilayah masing-masing, sehingga kenaikan upah adil bagi tiap daerah.

    “Putusan MK memerintahkan Dewan Pengupahan Daerah terlibat dalam penentuan upah minimum provinsi,” terang Edy.

    Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa belum ada keputusan akhir mengenai UMP tahun depan, seiring dengan pembahasan yang terus berlangsung dengan unsur buruh dan pengusaha.

    Dia menjelaskan, fase pembahasan UMP 2026 sedang berjalan di Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dan Dewan Pengupahan tingkat provinsi.

    “Kita terus melakukan dialog sosial, mendapatkan masukan dari teman-teman serikat pekerja, serikat buruh dan dari teman-teman pengusaha Apindo. Tunggu saja,” kata Yassierli dalam konferensi pers di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2025).

  • ​Hak Guna Lahan IKN 190 Tahun Dipangkas MK Jadi 35 Tahun

    ​Hak Guna Lahan IKN 190 Tahun Dipangkas MK Jadi 35 Tahun

    Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan Nomor Perkara 185/PUU-XXII/2024. 

    Dalam putusannya, MK menyatakan beberapa ketentuan dalam Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena dinilai memberikan hak atas tanah di wilayah IKN dalam jangka waktu yang terlalu panjang tanpa batas evaluasi yang jelas.

    “Mahkamah mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai dengan kriteria dan tahapan evaluasi yang telah ditentukan,” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Gedung MK. 

    Pertimbangannya, pemberian Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) di IKN hingga 190 tahun (dua siklus 95 tahun), yang bertentangan dengan prinsip penguasaan negara atas tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
     

    Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan, substansi permohonan para pemohon berfokus pada lamanya jangka waktu pemberian hak atas tanah di wilayah IKN yang jauh melampaui ketentuan dalam UUPA.

    “Para Pemohon mempersoalkan jangka waktu pemberian hak atas tanah di wilayah IKN yang dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua, yang berarti jauh melebihi batas waktu sebagaimana ditentukan dalam UUPA,” kata Guntur.

    Mahkamah menilai, jangka waktu tersebut dapat menimbulkan dominasi penguasaan tanah oleh pihak tertentu dan mengurangi kontrol negara terhadap penggunaan tanah di wilayah IKN.

    “Norma demikian jelas berpotensi mengurangi makna ‘hak menguasai oleh negara’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Negara tetap harus memastikan tanah dikelola sesuai dengan tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tegas Guntur.
     
    Hak guna lahan IKN dipangkas jadi 35 tahun

    Mahkamah juga merujuk pada Putusan MK Nomor 21-22/PUU-V/2007 yang pernah menguji Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 

    Dalam putusan itu, MK menegaskan bahwa pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak atas tanah harus dilakukan berdasarkan evaluasi yang ketat terhadap pemanfaatan tanah dan kepatuhan pada peraturan.

    Atas dasar itu, MK menyatakan bahwa Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) UU IKN harus dimaknai ulang. Untuk HGU, jangka waktu maksimal adalah 35 tahun untuk pemberian hak, 25 tahun untuk perpanjangan, dan 35 tahun untuk pembaruan. 

    Sementara untuk HGB dan HP masing-masing diberikan dengan tahapan 30 tahun pemberian, 20 tahun perpanjangan, dan 30 tahun pembaruan.

    “Artinya, batas waktu maksimal sebagaimana dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi. Prinsipnya, hak atas tanah tidak boleh diberikan secara mutlak tanpa pengawasan negara,” ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

    Menurutnya, penjelasan Pasal 16A UU IKN yang semula menambahkan rumusan tentang “satu siklus pertama dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua” telah memperluas makna norma dan karenanya dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    “Penjelasan tidak boleh memperluas atau mengubah isi norma di batang tubuh. Rumusan yang memberi ruang dua siklus hak atas tanah bertentangan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya,” tegas Enny.

    Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan Nomor Perkara 185/PUU-XXII/2024. 
     
    Dalam putusannya, MK menyatakan beberapa ketentuan dalam Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena dinilai memberikan hak atas tanah di wilayah IKN dalam jangka waktu yang terlalu panjang tanpa batas evaluasi yang jelas.
     
    “Mahkamah mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai dengan kriteria dan tahapan evaluasi yang telah ditentukan,” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Gedung MK. 

    Pertimbangannya, pemberian Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) di IKN hingga 190 tahun (dua siklus 95 tahun), yang bertentangan dengan prinsip penguasaan negara atas tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
     

     
    Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan, substansi permohonan para pemohon berfokus pada lamanya jangka waktu pemberian hak atas tanah di wilayah IKN yang jauh melampaui ketentuan dalam UUPA.
     
    “Para Pemohon mempersoalkan jangka waktu pemberian hak atas tanah di wilayah IKN yang dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua, yang berarti jauh melebihi batas waktu sebagaimana ditentukan dalam UUPA,” kata Guntur.
     
    Mahkamah menilai, jangka waktu tersebut dapat menimbulkan dominasi penguasaan tanah oleh pihak tertentu dan mengurangi kontrol negara terhadap penggunaan tanah di wilayah IKN.
     
    “Norma demikian jelas berpotensi mengurangi makna ‘hak menguasai oleh negara’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Negara tetap harus memastikan tanah dikelola sesuai dengan tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tegas Guntur.
     

    Hak guna lahan IKN dipangkas jadi 35 tahun

    Mahkamah juga merujuk pada Putusan MK Nomor 21-22/PUU-V/2007 yang pernah menguji Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 
     
    Dalam putusan itu, MK menegaskan bahwa pemberian, perpanjangan, dan pembaruan hak atas tanah harus dilakukan berdasarkan evaluasi yang ketat terhadap pemanfaatan tanah dan kepatuhan pada peraturan.
     
    Atas dasar itu, MK menyatakan bahwa Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) UU IKN harus dimaknai ulang. Untuk HGU, jangka waktu maksimal adalah 35 tahun untuk pemberian hak, 25 tahun untuk perpanjangan, dan 35 tahun untuk pembaruan. 
     
    Sementara untuk HGB dan HP masing-masing diberikan dengan tahapan 30 tahun pemberian, 20 tahun perpanjangan, dan 30 tahun pembaruan.
     
    “Artinya, batas waktu maksimal sebagaimana dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi. Prinsipnya, hak atas tanah tidak boleh diberikan secara mutlak tanpa pengawasan negara,” ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
     
    Menurutnya, penjelasan Pasal 16A UU IKN yang semula menambahkan rumusan tentang “satu siklus pertama dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua” telah memperluas makna norma dan karenanya dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
     
    “Penjelasan tidak boleh memperluas atau mengubah isi norma di batang tubuh. Rumusan yang memberi ruang dua siklus hak atas tanah bertentangan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya,” tegas Enny.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)

  • Survei RPI: Kepuasan Publik atas Penegakan Hukum Tembus 61,5 Persen

    Survei RPI: Kepuasan Publik atas Penegakan Hukum Tembus 61,5 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Hasil survei terbaru Rumah Politik Indonesia (RPI) menunjukkan mayoritas masyarakat puas dengan kinerja penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Berdasarkan survei tersebut, tingkat kepuasan atas kinerja lembaga penegak hukum (LPH), seperti Polri, Kejaksaan, Mahkamah Konstitusi, KPK, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial berada di angka 61,5%.

    “Mayoritas responden mengapresiasi kinerja pemerintah dalam penegakan hukum dan salah satu indikatornya adalah dengan melihat pandangan publik terhadap kinerja lembaga penegak hukum atau LPH,” ujar Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas dalam rilis hasil survei RPI di Jakarta, Rabu (19/11/2025).

    Dari hasil survei RPI terlihat sebanyak 32,9% puas dengan kinerja LPH, 21,9% responden mengaku cukup puas dan responden yang merasa sangat puas sebanyak 6,7%. Lalu, sebanyak 24,5% responden mengaku sedang atau netral dan responden yang tidak puas sebanyak 4,1%. Sisanya, responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

    Survei RPI tersebut juga menunjukkan mayoritas masyarakat optimistis kondisi penegakan hukum ke depannya makin baik atau sebanyak 63,5% mengakui optimistis, dengan perincian 38,5% responden mengaku optimis atau yakin, lalu sebanyak 19,9% responden cukup yakin, dan 7,7 persen responden sangat yakin.

    Sementara sebanyak 23,9% responden memberikan penilaian sedang, sebanyak 3,5% responden merasa tidak yakin dan 6,5% responden memilih untuk tidak tahu atau tidak menjawab.

    Fernando mengungkapkan masyarakat juga menaruh harapan besar terhadap penegakan hukum dalam agenda pemberantasan korupsi. Hal itu terlihat saat RPI mengajukan pertanyaan tentang keyakinan publik terhadap kondisi pemberantasan korupsi apakah akan semakin baik atau tidak.

    “Untuk isu pemberantasan korupsi, mayoritas positif. Sebanyak 41,8% responden menilai sangat yakin, 19,5% responden menilainya moderat atau sedang, 17,9% responden cukup yakin, dan 5,6% responden mengaku sangat yakin. Sedangkan 4,3% responden mengaku tidak yakin dan 10,9% responden memilih tidak menjawab dan tidak tahu,” beber Fernando. 

    Merespons hasil survei RPI tersebut, Wakil Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Ali Ramadhan menilai ujian negara demokrasi sesungguhnya, adalah bagaimana supremasi hukum bisa tegak berdiri secara persisten, berkeadilan dan proporsional. 

    “Tantangan mewujudkan supremasi hukum ini kompleks, meliputi, bagaimana pemerintah bisa bekerja maksimal untuk agenda pemberantasan korupsi nonintervensi, dapat secara konsisten dan persisten diberlakukan, akses keadilan yang setara, menjaga integritas dan independensi lembaga peradilan hingga reformasi kultural di setiap entitasnya,” kata Ali.

    Menurut Ali, dari survei RPI tersebut, terlihat besarnya ekspektasi publik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran untuk secara serius melakukan penegakan hukum. Dia menilai hasil survei RPI juga menunjukkan kinerja lembaga penegak hukum sejauh ini dapat berakselerasi dengan arah dari Presiden Prabowo yang menghendaki agar supremasi hukum bisa berlaku tegas, adil, setara dan konsisten.

    “Tentu, kinerja LPH ini memberikan kontribusi positif terhadap citra pemerintahan Prabowo-Gibran di bidang hukum. Meski harus diuji kembali melalui kinerja, output dan pandangan publik dan bisa dilihat kembali yang salah satunya melalui instrumen survei di waktu-waktu berikutnya,” pungkas Ali.

    Survei nasional RPI dilaksanakan pada 9-15 November 2025 dengan responden survei masyarakat di atas 17 tahun atau yang sudah memiliki hak pilih dan berasal dari 38 Provinsi di Indonesia. Responden kemudian diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Teknik sampling yang digunakan pada riset ini menggunakan multistage random sampling. Dan jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 1.280 responden. Sedangkan margin of error sampel sebesar 2,8% pada tingkat kepercayaan ± 95%. 

  • HGU IKN 190 Tahun Dibatalkan MK, Airlangga: Target Investasi IKN Tetap Jalan Sesuai Rencana
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        19 November 2025

    HGU IKN 190 Tahun Dibatalkan MK, Airlangga: Target Investasi IKN Tetap Jalan Sesuai Rencana Yogyakarta 19 November 2025

    HGU IKN 190 Tahun Dibatalkan MK, Airlangga: Target Investasi IKN Tetap Jalan Sesuai Rencana
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memastikan target investasi untuk Ibu Kota Nusantara (IKN) tetap berjalan sesuai rencana meski Mahkamah Konstitusi (MK) memangkas masa Hak Atas Tanah (HAT) di IKN.
    MK
    memutuskan pembatalan skema Hak Atas Tanah (HAT) hingga 190 tahun di Ibu Kota Nusantara (IKN).
    Dengan putusan tersebut, penggunaan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) kini maksimal hanya 95 tahun.
    “Kalau IKN tetap berjalan sesuai dengan perencanaan,” ujar Airlangga usai menjadi narasumber talkshow di UGM, Rabu (19/11/2025).
    Airlangga mengatakan pihaknya masih akan melihat dampak langsung dari putusan tersebut. Namun ia menegaskan Indonesia tetap terbuka terhadap investasi.
    “Nanti kita lihat dulu (dampak putusan MK),” ungkapnya.
    “Indonesia kan terbuka terhadap investasi, jadi investasi terus kita tarik karena investasi menciptakan lapangan kerja dan dalam ekosistem hilirisasi itu juga menghasilkan devisi,” tuturnya.
    Putusan MK terkait perkara 185/PUU-XXII/2024 dibacakan pada Kamis (13/11/2025).
    MK memangkas masa HAT di IKN yang sebelumnya bisa mencapai 190 tahun melalui skema double cycle.
    Ketentuan HAT diatur dalam Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN), mencakup HGU, HGB, dan Hak Pakai.
    UU IKN sebelumnya memungkinkan HGU hingga 95 tahun dan dapat diperpanjang 95 tahun. Namun MK menetapkan skema evaluasi berjenjang sehingga total HGU maksimal hanya 95 tahun.
    Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan HGU diberikan paling lama 35 tahun, dapat diperpanjang 25 tahun, dan diperbarui 35 tahun selama memenuhi kriteria dan evaluasi.
    Untuk HGB, jangka waktu maksimal kini menjadi 80 tahun, terdiri dari 30 tahun pemberian awal, 20 tahun perpanjangan, dan 30 tahun pembaruan.
    Sedangkan Hak Pakai diberikan paling lama 30 tahun, diperpanjang 20 tahun, dan diperbarui 30 tahun.
    MK menilai jangka waktu HAT yang terlalu panjang berpotensi melemahkan negara dalam menjalankan kedaulatan atas tanah. Ketentuan itu juga tidak sejalan dengan aturan agraria dan UU Penanaman Modal.
    Selain itu, pengaturan khusus di IKN dianggap berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap upaya investasi di daerah lain yang tunduk pada aturan umum.
    “Peraturan yang bersifat khusus, terlebih di bawah Konstitusi, tidak boleh bertentangan dengan prinsip yang ditentukan dalam Konstitusi, dalam hal ini hak menguasai negara,” kata Hakim Konstitusi Guntur Hamzah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mahasiswa Uji UU MD3 ke MK, Tuntut Mekanisme Pemecatan Anggota DPR oleh Rakyat

    Mahasiswa Uji UU MD3 ke MK, Tuntut Mekanisme Pemecatan Anggota DPR oleh Rakyat

    Mahasiswa Uji UU MD3 ke MK, Tuntut Mekanisme Pemecatan Anggota DPR oleh Rakyat
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Lima mahasiswa menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
    Kelima Pemohon dalam Perkara Nomor 199/PUU-XXIII/2025 tersebut adalah Ikhsan Fatkhul Azis (Pemohon I), Rizki Maulana Syafei (Pemohon II), Faisal Nasirul Haq (Pemohon III), Muhammad Adnan (Pemohon IV), dan Tsalis Khoirul Fatna (Pemohon V).
    Mereka mempersoalkan mekanisme pemberhentian anggota DPR melalui Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Kelimanya pun meminta adanya mekanisme untuk rakyat bisa memberhentikan wakilnya di parlemen.
    “Permohonan a quo yang dimohonkan oleh Para Pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah. Para Pemohon tidak menginginkan ada lagi korban jiwa akibat kebuntuan kontrol terhadap DPR,” ujar Ikhsan yang hadir secara daring, dikutip Rabu (19/11/2025).
    Kehadiran Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 membuat terjadinya pengeksklusifan partai politik untuk memberhentikan anggota DPR.
    Pasalnya selama ini, partai politik kerap memberhentikan kadernya yang menjadi anggota DPR tanpa alasan jelas dan tidak mempertimbangkan prinsip kedaulatan rakyat.
    Sebaliknya ketika terdapat anggota DPR yang semestinya diberhentikan atas permintaan rakyat, partai politik justru tidak mengambil tindakan tersebut.
    Dalam dalilnya, Pemohon melihat tidak tersedianya mekanisme pemberhentian oleh konstituen dalam ketentuan pasal yang digugat tersebut.
    Hal tersebut membuat peran para Pemohon sebagai pemilih dalam pemilihan umum (pemilu) hanya sebatas prosedural formal, karena pemberhentian anggota DPR tidak lagi melibatkan rakyat. Padahal, suara rakyatlah yang membuat kader partai politik bisa duduk di kursi parlemen.
    Sejalan dengan implementasi kewenangan recall yang dimiliki partai politik, telah nyata terjadi praktik yang berseberangan dengan ketentuan UU MD3 dan kehendak rakyat.
    Hal tersebut terlihat dari Ahmad Sahroni, Nafa Indria Urbach, Surya Utama atau Uya Kuya, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, dan Adies Kadir yang dinonaktifkan setelah adanya desakan dari masyarakat.
    Menurut para Pemohon, alih-alih melakukan pemberhentian dan penggantian sesuai ketentuan UU MD3 sebagaimana tuntutan masyarakat, partai politik justru menjalankan praktik yang tidak diatur dalam UU MD3 dan justru menimbulkan kebingungan di tengah-tengah masyarakat.
    Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Sidang Perkara Nomor 199/PUU-XXIII/2025 dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
    Sebelum menutup persidangan, Suhartoyo mengatakan permohonan ini akan disampaikan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang terdiri dari sembilan hakim konstitusi untuk menyimpulkan apakah permohonan ini bisa diputus tanpa sidang pemeriksaan atau harus dilakukan sidang pemeriksaan untuk pembuktian lebih lanjut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.