Pemerintah Siapkan PP, Bakal Izinkan Polisi Menjabat di Luar Polri?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pemerintah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk menyelesaikan polemik Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang mebuka ruang bagi anggota Polri menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga negara.
Pembahasan RPP ini diputuskan setelah pemerintah bersama Komite Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia menggelar rapat tingkat menteri.
“Dan kita sampai pada kesepakatan bahwa kita akan segera menyusun
Rancangan Peraturan Pemerintah
(RPP),” kata Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan,
Yusril Ihza Mahendra
, dalam konferensi pers di Balai Kartini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/12/2025).
Rancangan PP itu nantinya akan membahas peluang polisi aktif untuk menjabat dalam kementerian/lembaga di luar Polri.
Namun, rinciannya akan dibahas lebih lanjut.
Yusril belum bisa memastikan apakah isi Perpol 10/2025 mengenai 17 kementerian/lembaga akan dimuat sama dalam PP.
“Ya, apakah 17 itu akan masuk atau tidak dalam PP, itu nanti akan kami diskusikan bersama-sama,” tutur dia.
Yusril menuturkan, isi rancangan PP akan merujuk ke Perpol 10/2025, tetapi pemerintah juga akan meminta masukan dari para tokoh, termasuk Komite Percepatan Reformasi Polri.
“Tentu itu menjadi referensi kami, di samping juga masukan-masukan yang dilakukan oleh para tokoh dan juga masukan-masukan dari komisi percepatan reformasi Polri,” lanjutnya.
Yusril menambahkan, draf PP ini sedang dipersiapkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) serta Kementerian Sekretariat Negara.
Penyusunan RPP ini akan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Akan dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan, dan juga oleh Kementerian Hukum. Kebetulan Wamenkum, Pak Eddy, hadir hari ini,” ucapnya.
Yusril menargetkan PP ini segera selesai, yaitu pada akhir Januari 2026.
“Targetnya kapan akan selesai? Ya secepatnya. Mudah-mudahan bisa selesai akhir bulan Januari, paling lambat sudah keluar PP-nya,” kata Yusril.
Rapat yang digelar Yusril mengenai PP ini dihadiri Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djamari Chaniago, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, serta Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD.
Diketahui, Perpol Nomor 10 Tahun 2025 menjadi polemik karena membuka ruang bagi anggota Polri menduduki jabatan di 17 kementerian dan lembaga negara.
Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang polisi aktif menduduki jabatan di luar struktur kepolisian.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: MK
-

Sebut Perpol Nomor 10/2025 Mengkhianati UUD 45, Eks Intelejen: Nggak Mungkin Kapolri Jalan Sendiri
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Polemik terbitnya Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 menjadi sorotan tajam sejumlah pihak.
Mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN), Kolonel Infanteri (Purn) Sri Rajasa Chandra, secara terbuka mengkritik kebijakan Polri yang dinilainya bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/2025.
Sri Rajasa menegaskan bahwa Perpol No.10/2025 tidak bisa dipandang sebagai persoalan administratif semata. Ia menyebut aturan itu sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap konstitusi.
“Ini bukan sekadar pembangkangan. Ini pengkhianatan terhadap konstitusi. Mengkhianati putusan MK sama saja mengkhianati Undang-Undang Dasar 1945,” ujarnya dalam podcast Abraham Samad Speak Up, dikutip pada Sabtu (20/12).
Menurutnya, putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga tidak boleh dilangkahi oleh peraturan di bawahnya. Ia mempertanyakan keberanian Polri menerbitkan aturan yang justru memberi ruang bagi anggota aktif menempati jabatan sipil.
“Kalau putusan MK itu final, lalu dilawan dengan Perpol, berarti ini perlawanan terhadap hukum,” kata Sri Rajasa.
Dalam dialog bersama Abraham Samad, Sri Rajasa juga menyinggung posisi Presiden dalam polemik ini. Ia meyakini Kapolri tidak mungkin mengambil keputusan strategis tanpa sepengetahuan Presiden.
“Enggak mungkin Kapolri jalan sendiri. Kalau ini diumumkan, berarti sudah mendapatkan persetujuan Presiden,” tegasnya.
Ia merujuk pada ketentuan bahwa kebijakan Kapolri yang berdampak luas dan memiliki implikasi politik harus mendapatkan persetujuan Presiden. Namun hingga kini, belum terlihat sikap tegas dari Presiden terkait polemik tersebut.
-

Sebut Salah Logika, Boni Hargens Paparkan 5 Logical Fallacies Komisi Reformasi Polri
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Analis hukum dan politik Boni Hargens menilai Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 justru sejalan dengan dan memperkuat pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menegaskan, regulasi tersebut dirancang untuk menerjemahkan putusan MK ke dalam mekanisme internal Polri yang lebih operasional dan terukur, bukan untuk menabrak konstitusi.
Pandangan itu disampaikan Boni merespons kritik sejumlah tokoh yang tergabung dalam Komisi Reformasi Polri, termasuk Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie, yang menilai Perpol 10/2025 bertentangan dengan putusan MK.
“Meskipun para tokoh ini memiliki kredibilitas dan pengalaman yang tidak diragukan, argumentasi mereka terkait Perpol Nomor 10 Tahun 2025 mengandung sejumlah kesesatan berpikir atau logical fallacies yang dapat melemahkan kekuatan hukum dan rasionalitas dari posisi mereka,” ujar Boni dalam keterangannya, Jumat, 19 Desember 2025.
Menurut Boni, kesalahan logika tersebut berpotensi mengaburkan fakta, memengaruhi emosi publik, dan menggeser substansi persoalan hukum yang seharusnya menjadi fokus utama. Dampaknya, opini publik bisa terbentuk secara tidak adil dan memicu polarisasi tanpa dasar pemahaman hukum yang tepat.
Boni kemudian mengurai lima bentuk kesesatan berpikir yang, menurutnya, kerap muncul dalam kritik Komisi Reformasi Polri terhadap Perpol 10/2025, yakni ad hominem, straw man, false dilemma, red herring, dan appeal to emotion.
Pertama, ia menyoroti penggunaan argumen ad hominem, yakni kritik yang menyerang pribadi atau motif pembuat kebijakan alih-alih membedah substansi aturan. Menurut Boni, pola ini merusak diskursus hukum karena mengalihkan perhatian dari isi regulasi.
-
/data/photo/2024/03/06/65e7f65fe18d0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kala ChatGPT Berulang Kali Salah Jawab Pertanyaan Mahfud MD…
Kala ChatGPT Berulang Kali Salah Jawab Pertanyaan Mahfud MD…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pada acara peluncuran buku Mahkamah Konstitusi di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Jakarta Pusat, Rabu (17/12/2025), mantan Ketua MK Mahfud MD berkelakar soal akal imitasi atau artificial intelligence (AI).
Dia bilang, hampir tiap hari bercanda dengan mesin buatan OpenAI tersebut. Bercanda karena mesin yang nama depannya adalah “kecerdasan” itu ternyata tidak terlalu cerdas.
Salah satu tokoh yang hadir dalam acara itu adalah Ketua MK pertama, Jimly Asshiddiqie. Mahfud langsung mengambil contoh nama tokoh itu.
Dia mengatakan, dua hari sebelumnya bertanya langsung dengan ChatGPT tentang profil Jimly.
“Pak Jimly dua hari lalu saya tanya (profilnya ke ChatGPT) itu. Prof Jimly Asshiddiqie itu lahir di mana?” tanya Mahfud ke ChatGPT.
“Jawabannya apa? Prof Jimly Asshiddiqie lahir di Sumenep (daerah di Madura -red),” kata Mahfud membacakan jawaban ChatGPT.
Sontak hadirin, termasuk Jimly tertawa dengan jawaban konyol ChatGPT.
Mahfud kemudian melanjutkan, ia menegur langsung ChatGPT bahwa jawaban itu salah. Karena Jimly adalah orang Palembang, Sumatera Selatan. Adapun Mahfud sendiri berasal dari Madura.
ChatGPT kemudian mengaku salah dan berterimakasih Mahfud telah memberikan koreksi atas jawabannya.
Atas peristiwa itu, Mahfud mengingatkan kepada para pengguna
AI
, jangan sekali-kali langsung percaya informasi yang diberikan oleh ChatGPT.
“Jangan baru sekali jawab lalu diikuti. ChatGPT salah, banyak salahnya. Saya setiap hari bergurai dengan ChatGPT itu,” katanya berkelakar, disambut tawa para hadirin.
Mahfud bilang, dia sering memancing pertanyaan sulit kepada ChatGPT. Jawaban ChatGPT sering ngawur, sehingga dia beberapa kali harus mengoreksi jawaban AI tersebut.
“Benar, Anda lebih teliti, kami ralat,” kata Mahfud membacakan jawaban ChatGPT.
Dalam konteks acara tersebut, Mahfud mengatakan internet dan AI mungkin memang memberikan kecepatan informasi, tapi bukan pada kedalaman informasi.
Berbeda dengan membaca buku, setiap orang yang menghendaki kedalaman makna dan ilmu pengetahuan pasti akan memilih jalan membaca buku.
Meurutnya, buku menolak opini dangkal dan menolak budaya instan.
“Buku dibaca oleh mereka yang menghendaki kedalaman. Buku bukan sekadar publikasi, melainkan legasi yang bisa diwariskan ke generasi berikutnya,” ucap Mahfud.
Kami mencoba menanyakan hal serupa yang sempat ditanyakan
Mahfud MD
kepada ChatGPT, jawabannya berbeda, namun mesin AI memberikan penjelasan mengapa kesalahan itu bisa terjadi.
Jawaban pertama, ChatGPT bekerja dengan kemungkinan bahasan, bukan ingatan faktual seperti manusia.
Dia bekerja memprediksi jawaban berdasarkan pola paling sering muncul dalam data.
Jika data tersebut keliru, artikel sekunder yang salah dan pengaitan geografis yang keliru, mesin bekerja melakukan pembenaran dengan argumen, meskipun dalam faktanya salah.
“Maka saya bisa menyintesis jawaban yang terdengar meyakinkan tetapi faktualnya salah. Ini yang dalam studi AI disebut
hallucination
,” tulis ChatGPT.
Mesin AI ini juga bisa tertipu pada otoritas simbol. ChatGPT menyebut nama Jimly Asshiddiqie sering dikaitkan dengan simbol Islam, Pesantren, dan keilmuan Jawa-Madura.
“Saya bisa ‘tergelincir’ menyamakan latar kultural dengan tempat lahir, sesuatu yang jarang dilakukan manusia pembaca biografi yang teliti,” tulis ChatGPT.
Ketiga, AI mengaku tak memiliki naluri skeptis seperti soerang jurnalis atau sejarawan.
ChatGPT menyebut dirinya tidak otomatis berhenti dan meragukan jawabannya sendiri kecuali ada yang memaksa verifikasi atau konteks yang menuntut presisi tinggi.
“Tanpa itu, saya cenderung menjawab cepat dan koheren, karena itulah desain dasarnya,” tulis ChatGPT.
Mesin AI ini kemudian berkesimpulan, ia hanya berguna pada peta konsep, analisis, dan kerangka pikir, tapi tak bisa dijadikan sumber final untuk fakta tanpa cek silang.
“Kasus ‘Jimly’ ini justru contoh terbaik mengapa etika verifikasi manusia belum bisa dan tidak boleh digantikan,” tulis ChatGPT.
AI ini juga sepemahaman dengan Mahfud MD terkait kedalaman berpikir orang yang membaca buku.
Secara langsung ChatGPT menyebut dirinya sebagai alat yang menyajikan hasil pemikiran, sedangkan buku menyajikan proses berpikir.
“Dan justru di situlah tantangan zaman ini: bukan memilih antara saya atau buku, melainkan memastikan manusia tidak kehilangan kemampuan membaca mendalam ketika mereka sudah terbiasa dengan jawaban instan,” tulis ChatGPT.
Pengamat telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi mengatakan, apa yang dikatakan Mahfud MD terkait kasus ‘Jimly’ memberikan fakta bahwa AI masih jauh dari kata sempurna.
Bahkan jawaban sederhana terkait tempat lahir tokoh Jimly Asshiddiqir pun terlihat “konyol” oleh perangkat AI.
“Itu mengingatkan kita bahwa AI bukan pengganti otak manusia, tapi alat bantu,” kata Heru kepada
Kompas.com.
AI, kata Heru, bisa menjad alat bantu untuk mengerjakan tugas yang repetitif seperti menganalisis data besar, merangkum artikel panjang atau berdiskusi tentang ide kreatif.
Salah satu contohnya adalah membuat latihan soal belajar bagi siswa dengan kebutuhan berbeda.
Tetapi AI akan terlihat tumpul ketika mulai diajak berpikir kritis dan mendalam, khususnya terkait dengan konteks budaya, keputusan etis dan keadilan hukum.
“Di situ, AI sering ‘dangkal’ karena bergantung pada data pelatihan, bukan pengalaman hidup,” tuturnya.
Sebab itu, Heru memberikan saran yang sebelumnya dikatakan Mahfud MD, ketika menggunakan AI harus disertai dengan pemikiran yang bijak.
“Selalu verifikasi dan cek kembali informasi atau data yang disampaikan, agar tidak salah data, mengambil kesimpulan bahkan kebijakan. Apalagi juga kalau menyangkut penyakit, baiknya tanya ke dokter,” tuturnya.
“Jadikan AI sebagai asisten untuk membantu kita, bukan mengontrol kita atau jadi sumber rujukan satu-satunya yang kita percaya,” tandasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Dana Pemda Mengendap Rp218 Triliun, Wamenkeu Desak Percepatan Belanja Akhir Tahun
Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah pusat mendesak pemerintah daerah (Pemda) untuk percepat belanja pada Desember 2025. Kemenkeu mencatat dana Pemda di perbankan masih tinggi mencapai Rp218 triliun per akhir November 2025.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan bahwa realisasi transfer ke daerah (TKD) telah mencapai Rp795,6 triliun hingga akhir November 2025. Realisasi tersebut setara 91,5% dari pagu anggaran.
Suahasil menjelaskan khusus di bulan November saja, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana sebesar Rp82 triliun ke kas daerah. Kendati demikian, guyuran likuiditas dari pusat ini belum mampu memacu akselerasi belanja daerah secara optimal.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi belanja APBD per November 2025 tercatat sebesar Rp922,5 triliun. Angka ini mengalami kontraksi atau penurunan sebesar 12,9% apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).
“Realisasi belanja yang di atas Rp922,5 triliun itu baru 65,3% dari pagu. Kita berharap Pemda akan terus mempercepat belanja di bulan Desember ini supaya manfaat bagi masyarakat bisa lebih cepat dan lebih tinggi lagi,” ujar Suahasil dalam Konferensi Pers APBN Kita, Kamis (18/12/2025).
Belanja Modal Anjlok
Berdasarkan komponennya, seluruh pos belanja APBD kompak mengalami penurunan kinerja. Sorotan utama tertuju pada Belanja Modal yang terkontraksi paling tajam, yakni minus 32,6% (YoY) menjadi Rp92 triliun, jauh di bawah realisasi tahun lalu yang mencapai Rp136,5 triliun.
Penurunan juga terjadi pada Belanja Barang dan Jasa yang terkoreksi 8,9% menjadi Rp265,7 triliun, serta Belanja Pegawai yang turun tipis 1,7% menjadi Rp376 triliun.
Kondisi ini menyebabkan dana Pemda yang mengendap di perbankan masih cukup tinggi. Posisi dana simpanan Pemda di perbankan per akhir November 2025 tercatat sebesar Rp218,2 triliun.
Meski demikian, Suahasil mencatat adanya sedikit pergerakan positif dari sisi penggunaan kas. Dia menjelaskan bahwa Pemda membelanjakan Rp114 triliun pada bulan November, lebih besar dibandingkan inflow transfer pusat yang sebesar Rp82 triliun.
“Karena itu kita bisa lihat di stok saldo rekening Pemda terjadi penurunan. Kalau akhir Oktober itu Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Rp230,1 triliun, maka pada akhir November ini menjadi Rp218,2 triliun,” jelasnya.
Empat Arahan Purbaya
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengeluarkan edaran yang ditujukan kepada seluruh kepala daerah supaya mempercepat penyerapan anggaran belanja di APBD 2025.
Lewat surat bernomor S-662/MK.08/2025 yang diterbitkan pada akhir Oktober 2025 lalu, Purbaya ingin penyerapan anggaran dipercepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan program pembangunan tahun 2025.
Apalagi, menurut Purbaya, berdasarkan pemantauan sampai September 2025, terjadi peningkatan dana parkir di perbankan, padahal dana transfer ke daerah (TKD) yang telah disalurkan pusat mencapai Rp644,8 triliun atau 74% dari pagu.
“Kami mencatat realisasi belanja daerah dalam APBD 2025 secara total mengalami penurunan dibandingkan dengan realisasi belanja APBD tahun yang lalu, sehingga menyebabkan simpanan dana Pemda di perbankan sampai dengan triwulan III 2025 mengalami kenaikan,” demikian tulis Purbaya dalam surat yang dikutip Bisnis, Selasa (4/11/2025).
Bekas Ketua Dewan Komisioner LPS itu kemudian mengeluarkan 4 dorongan kepada kepala daerah terkait lambatnya proses penyerapan APBD.
Pertama, melakukan percepatan penyerapan belanja daerah secara efisien dan efektif dengan tata kelola yang baik. Kedua, pemenuhan belanja kewajiban pada pihak ketiga yang menjalankan proyek-proyek pemerintah daerah (Pemda). Ketiga, memanfaatkan dana simpanan Pemda di perbankan untuk belanja program dan proyek di daerah.
Keempat, melakukan monitoring secara berkala (mingguan/bulanan) terhadap pelaksanaan belanja APBD dan pengelolaan dana Pemda di perbankan sampai dengan akhir tahun 2025, untuk menjadi evaluasi perbaikan di tahun 2026 agar sejalan dengan arah program pembangunan nasional yang telah ditetapkan Presiden.
-

Tim Reformasi Polri: Penugasan Polisi di Luar Struktur Wajar, Asalkan…
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Percepatan Reformasi Polri menilai penugasan anggota Polri di luar struktur merupakan suatu hal yang sah jika berdasarkan permintaan Kementerian atau Lembaga (K/L) terkait.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie mengatakan terdapat sejumlah K/L yang memiliki divisi irisan dengan tugas kepolisian, seperti penegakan hukum.
Dengan demikian, kata Jimly, pihak yang membutuhkan penugasan anggota itu bukan dari keinginan Polri melainkan dari K/L terkait.
“Jadi polisi itu posisinya dimintai. Bukan polri yang mengirim pasukan. Jadi ada kebutuhan, dan masuk akal dari pihak kementerian lingkungan hidup, ini judulnya direktorat penegakkan hukum Iya kan? Jadi masuk akal dia [K/L] minta,” ujar Jimly di Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Dia menambahkan saat ini ada 56 instansi yang memiliki wewenang penyidikan atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Oleh sebab itu, pelaksanaan penyidikan itu memerlukan pihak yang berpengalaman.
Dalam hal ini, Jimly mencontohkan bahwa anggota Polri merupakan salah satu lembaga yang memiliki pengalaman itu. Alhasi, Perpol No.10/2025 yang dinilai kontroversi justru mengatur penugasan itu.
“Jadi itu kira-kira ya, supaya tidak disalahpahami. Bukan salahnya polisi, dia dibutuhkan. Nah inilah yang dimaksudkan oleh perpol itu untuk mengatur,” imbuhnya.
Di samping itu, Jimly telah mendapatkan kabar bahwa saat ini Polri tidak akan memberikan penugasan di luar struktur hingga adanya aturan baru yang mengatur tersebut.
“Pokoknya setelah putusan MK ya, itu tidak akan ada lagi, menunggu aturan yang pasti ke depan,” pungkas Jimly.
-

Tim Reformasi Sepakat Bahas RUU Polri Pakai Metode Omnibus Law
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Percepatan Reformasi Polri sepakat bakal menggunakan metode omnibus law dalam menyusun revisi Undang-Undang (RUU) Polri serta aturan turunannya.
Metode Omnibus Law merupakan teknik penyusunan peraturan dengan menggabungkan banyak materi muatan dari berbagai UU menjadi satu undang-undang baru untuk menyederhanakan, mengharmonisasi, dan mempercepat proses regulasi.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshidiqie mengatakan kesepakatan ini diambil karena banyak aturan kementerian atau lembaga (K/L) yang berkaitan dengan kepolisian.
“Maka kami tadi sepakat untuk menggunakan metode omnibus baik dalam perancangan undang-undangnya maupun juga perancangan PP,” ujar Jimly di posko tim reformasi Polri, Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Dia mencontohkan, jika K/L yang memiliki kaitan dengan kepolisian seperti soal UU Lingkungan Hidup (LH), UU tentang TNI, hingga UU Kehutanan, maka akan pertimbangkan ayat atau pasal yang saling terkait dengan kepolisian.
Metode Omnibus Law, kata Jimly, diharapkan dapat menjadi solusi untuk sistem aturan Polri yang lebih harmonis dengan aturan lainnya.
“Maka solusinya kita angkat ke tingkat aturan yang lebih tinggi supaya dia mengikat bukan hanya ke dalam tapi juga ke semua instansi terkait sambil memperbaiki kekurangan-kekurangan,” tambah Jimly.
Di lain sisi, Jimly mengatakan sejauh ini Tim Reformasi telah menerima rekomendasi lebih 80 kelompok masyarakat dan ribuan masukan tertulis melalui surel atau WhatsApp.
Mantan Ketua MK itu juga mengemukakan konsep aturan baik itu RUU, RUU Polri hingga Peraturan Pemerintah (PP) yang sudah jadi bakal dilaporkan terlebih dahulu ke Presiden Prabowo Subianto.
“Karena kami sepakat nanti di akhir laporan kepada Presiden ada laporan menyeluruh dilampiri konsep Rancangan UU, Revisi UU Polri dan juga rancangan PP” pungkasnya.
/data/photo/2025/12/20/6946756bcb802.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2015/06/30/1420471011-fot0149780x390.JPG?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)