Kementrian Lembaga: Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

  • Menteri PPPA Minta Dokter Priguna yang Perkosa Anak Pasien Dihukum Sesuai UU TKPS
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        11 April 2025

    Menteri PPPA Minta Dokter Priguna yang Perkosa Anak Pasien Dihukum Sesuai UU TKPS Nasional 11 April 2025

    Menteri PPPA Minta Dokter Priguna yang Perkosa Anak Pasien Dihukum Sesuai UU TKPS
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi meminta dokter residen anestesi PPDS FK Unpad, Priguana Anugerah, yang diduga melakukan
    kekerasan seksual
    dihukum sesuai aturan yang berlaku.
    Menurut Arifah, pelaku dapat dijerat Pasal 6 jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
    Kekerasan Seksual
    (UU TPKS) dengan pidana penjara hingga 12 tahun dan/atau denda hingga Rp 300 juta.
    “Kami berharap tersangka mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar memberikan efek jera,” ujar Arifah, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (11/4/2025).
    Arifah menilai, Priguana telah menyalahgunakan kekuasaannya sebagai dokter residen anestesi untuk melakukan aksi bejatnya terhadap korban.
    “Terlebih kekerasan seksual yang dialami oleh korban dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan atau dalam kondisi korban tidak berdaya,” ujar dia.
    Ia mengatakan, ancaman pidana tersangka dapat ditambah sepertiga karena dilakukan oleh tenaga medis atau profesional dalam situasi relasi kuasa.
    “Ini mengakibatkan dampak berat bagi korban, termasuk trauma psikis, luka berat, atau bahkan kematian,” tutur Arifah.
    Akibat adanya kasus tersebut, Arifah mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani berbicara dan melapor ke lembaga-lembaga terkait.
    Lembaga tersebut di antaranya UPTD PPA, UPTD di bidang sosial, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, atau pihak kepolisian untuk mencegah jumlah korban bertambah banyak.
    Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui
    hotline
    Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
    Adapun, kasus ini bermula dari lini masa media sosial X yang ramai membahas dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh
    dokter anestesi
    Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS Universitas Padjadjaran (Unpad) di
    Rumah Sakit Hasan Sadikin
    (RSHS) Bandung, Jawa Barat.
    Kasus dugaan kekerasan seksual ini diunggah salah satunya oleh akun @txtdari yang membagikan tangkapan layar pesan WhatsApp kepada seorang dokter.
    Pesan tersebut berisi laporan dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan dua dokter residen di RSHS kepada keluarga pasien.
    “Selamat malam dok. Maaf mengganggu. Dok, saya dapat informasi ada 2 residen anestesi Unpad melakukan pemerkosaan ke penunggu pasien (menggunakan obat bius, ada bukti CCTV lengkap)….,” bunyi pesan dalam tangkapan layar tersebut, Selasa (7/4/2025).
    Korban merupakan salah satu keluarga pasien di RSHS.
    Aksi itu dilakukan dengan modus pemeriksaan darah pada pertengahan Maret 2025 di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bocah di Garut Jadi Korban Pencabulan Ayah, Paman, dan Kakek, Legislator Lola Nelria: Hak Korban Harus Dipenuhi!

    Bocah di Garut Jadi Korban Pencabulan Ayah, Paman, dan Kakek, Legislator Lola Nelria: Hak Korban Harus Dipenuhi!

    loading…

    Anggota Komisi III DPR Lola Nelria Oktavia buka suara menanggapi kasus pemerkosaan dan pencabulan terhadap seorang bocah di Garut oleh ayah, paman, dan kakek kandung. Foto/Istimewa

    JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Lola Nelria Oktavia buka suara menanggapi kasus pemerkosaan dan pencabulan terhadap seorangbocah di Garut oleh ayah, paman, dan kakek kandung. Lola berpendapat, kejadian memilukan itu sebagai bentuk kebiadaban yang tak bisa ditoleransi dan mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas dan cepat.

    “Peristiwa pemerkosaan dan pencabulan yang berulang dan dilakukan bergantian oleh ayah kakek dan paman (uwa’) kandung dari anak tersebut, adalah sebuah kebiadaban,” kata Lola dalam keterangannya, Jumat (11/4/2025)

    Dia mendorong kepolisian untuk tidak hanya berhenti pada penetapan dua tersangka, melainkan menyelidiki kemungkinan adanya pelaku lain serta menuntaskan kasus ini hingga ke akar. Ia mengingatkan agar kasus ini tidak dibiarkan menguap hanya karena sorotan media mereda.

    “Kepolisian harus melakukan penanganan secara serius, menyeluruh, dan cepat. Pelaku harus dihukum maksimal sebagai konsekuensi atas perbuatannya dan sebagai pembelajaran bagi masyarakat lainnya,” tuturnya.

    Tak hanya soal proses hukum, dia juga menyoroti pentingnya pemenuhan hak-hak korban. Ia mengajak seluruh pihak untuk memberikan pendampingan psikologis dan memastikan kondisi kesehatan serta masa depan korban tetap terjaga.

    “Sebagai seorang ibu, saya mengajak semua pihak untuk terlibat dalam memberikan pendampingan psikologis dan memastikan hak-hak korban dapat terpenuhi, terutama berkaitan dengan kondisi kesehatan dan masa depan korban,” ungkap legislator Fraksi Partai Nasdem ini.

    Lebih lanjut, Lola juga mengapresiasi langkah cepat masyarakat Garut yang langsung memeriksakan kondisi korban dan melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib. Menurutnya, keberanian warga untuk melapor patut ditiru agar kasus serupa bisa cepat ditangani dan dicegah.

    “Jangan takut dan jangan ragu melapor peristiwa serupa kepada pihak berwajib agar Penegakan hukum dapat dirasakan menfaatnya oleh masyarakat,” ujar legislator Dapil Jawa Barat XI ini.

    Dia menuturkan, kasus ini sebagai puncak gunung es dari banyak kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di berbagai daerah. Untuk itu, ia mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Komnas Perempuan, dan Polri untuk duduk bersama mencari solusi sistematis.

    “Perlu adanya upaya sistematis untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dan untuk mencegah terjadinya kejadian serupa di kemudian hari. Saya mengajak semua pihak untuk memikirkan cara penanganan terbaik dan tercepat bagi kasus serupa,” kata Wabendum DPP Partai Nasdem ini.

    “Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, menandakan perlu segera dibentuk dan penguatan Satuan Perlindungan Perempuan dan Anak di tingkat dua yakni kabupaten dan kota pada polres-polres se-Indonesia,” pungkasnya.

    (rca)

  • KemenPPPA Beri Pendampingan Psikologis Korban Pemerkosaan Dokter Residen RSHS

    KemenPPPA Beri Pendampingan Psikologis Korban Pemerkosaan Dokter Residen RSHS

    Jakarta

    Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyayangkan terjadinya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran terhadap seorang keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

    Kejadian tersebut menurut Arifah menjadi peringatan bagi masyarakat bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, termasuk ruang publik yang seharusnya menjadi tempat aman.

    “Tidak ada satu pun perempuan pantas menjadi korban kekerasan seksual. Kami berkomitmen untuk mengawal proses hukum dan pemulihan korban, serta memastikan hak-hak korban dipenuhi secara menyeluruh. Selain itu, kami juga mendorong penguatan sistem pencegahan dan respons di rumah sakit, kampus, dan institusi pelayanan publik lainnya,” ujar Menteri PPPA dalam keterangannya, Jumat (11/4/2025).

    Lebih lanjut, Arifah mengatakan pihak Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung telah memberikan pendampingan psikologis dan layanan konseling kepada korban, berkoordinasi dengan pihak kepolisian.

    Dirinya juga mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU TPKS, seperti UPTD PPA, UPTD di bidang sosial, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jumlah korban bertambah banyak.

    “Kami mendukung korban dan keluarganya yang sudah berani melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya. Ini adalah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dan bentuk keberanian yang akan membuka jalan bagi korban lainnya untuk turut bersuara,” tegas Arifah.

    “Kita semua, sebagai bangsa, bertanggung jawab untuk memastikan kejadian seperti ini tidak terulang dan korban mendapatkan keadilan serta ruang pemulihan yang layak,” tutupnya.

    (kna/kna)

  • Oknum TNI AL Kelasi I Jumran Bunuh Jurnalis Juwita Karena Tidak Mau Nikahi Korban – Halaman all

    Oknum TNI AL Kelasi I Jumran Bunuh Jurnalis Juwita Karena Tidak Mau Nikahi Korban – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN –  Anggota TNI AL Kelasi I Jumran tega menghabisi nyawa Juwita, satu jurnalis di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) karena tidak mau menikahi korban.

    Kelasi I Jumran diketahui berhubungan dekat dengan korban.

    “Motifnya, tersangka tidak mau menikahi korban,” kata Kepala Dinas Penerangan Angakatan Laut (Kadispenal), Laksma I Made Wira Hady Arsanta Wardhana saat penyerahan tersangka dan barang bukti di Mako Lanal Banjarmasin, Selasa (8/4/2025) siang.

    Dandenpomal Banjarmasin, Mayor Laut (PM) Saji Warjoyo mengungkapkan, dalam kasus ini, tersangka Jumran disangkakan terbukti melanggar Pasal 340 KUHP, tentang pembunuhan Berencana dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

    Saji Warojoyo menyebut, penyediaan dapat menyimpulan motivasi tersangka membunuh korban berdasarkan keterangan tersangka, saksi dan barang bukti yang digali penyidik Denpom Lanal Banjarmasin.

    “Dari keterangan tersangka dan dikaitkan dengan keterangan saksi dan barang bukti yang ada, maka dugaan motivasi tersangka menghilangkan nyawa korban adalah tersangka tidak mau bertanggung jawab menikahi korban,” jelas Dandenpomal.

    Pada saat pelimpahan kasus, turut diserahkan 46 barang bukti. Termasuk mobil Xenia hitam yang digunakan tersangka, motor korban, dan bukti lainnya.

    Tanpa Adegan Rudapaksa

    Di sisi lain, meski hasil autopsi menunjukkan adanya dugaan kekerasan seksual sebelum jurnalis Banjarbaru, Juwita dibunuh, adegan tersebut tidak ditampilkan dalam rekonstruksi yang digelar oleh penyidik Denpom Lanal Banjarmasin, pada Sabtu (5/4/2025) kemarin. 

    Kuasa hukum keluarga korban, Muhammad Pazri, menyampaikan bahwa hal ini merupakan keputusan penyidik untuk menjaga martabat korban.

    “Penyidik tidak menampilkan adegan kekerasan seksual demi menjaga dari sisi korban. Fokus mereka saat ini pada pembunuhan berencana,” ungkapnya.

    Meski begitu, Pazri menegaskan bahwa unsur kekerasan seksual tetap tercantum dalam berkas penyidikan dan menjadi bagian penting dari analisis hukum.

    Apalagi, temuan sperma dalam jumlah besar di tubuh korban menjadi salah satu bukti penting dalam perkara ini.

    Pazri juga mengimbau kepada media agar tidak lagi menampilkan foto korban dalam pemberitaan lanjutan.

    “Kami harap media fokus saja ke tersangka. Jangan lagi menampilkan wajah almarhumah. Mari kita jaga privasi dan kehormatannya,” ujarnya. 

    Saksi Baru

    Sementara, seorang saksi baru dari keluarga korban pembunuhan jurnalis Banjarbaru Juwita menjalani pemeriksaan di Denpom Lanal Banjarmasin pada Senin (7/4/2025).

    Pemeriksaan dilakukan sekitar empat jam lamanya. Pemeriksaan ini menjadi bagian dari upaya memperkuat konstruksi hukum dalam kasus dugaan pembunuhan berencana yang dilakukan oleh oknum anggota TNI AL Balikpapan, Jumran.

    “Saksi kali ini adalah kakak korban. Ini adalah saksi baru yang sebelumnya belum pernah diperiksa di kepolisian,” ujar Muhammad Pazri, kuasa hukum keluarga korban.

    Menurut Pazri, saksi memberikan keterangan seputar kronologi dari awal perkenalan korban dengan tersangka hingga kejadian tragis pada 22 Maret lalu.

    “Pertanyaan penyidik ada 31. Semua fokus pada kronologis kejadian, kapan terakhir kali melihat korban, hingga proses autopsi,” katanya.

    Dengan kehadiran saksi ini, total sudah ada 12 saksi yang diperiksa oleh penyidik.

    “Keterangan yang disampaikan pada dasarnya menguatkan kesaksian sebelumnya dari keluarga. Semua mengarah pada dugaan pembunuhan berencana,” tegas Pazri. 

    Komnas Perempuan: Pemisida

    Di lain sisi, kecaman terhadap peristiwa pembunuhan jurnalis di Banjarbaru, Juwita oleh Jumran,  oknum anggota TNI Angkatan Laut (AL) datang dari Komisi Nasional (Komnas) Perempuan.

    Dalam pandangan Komnas Perempuan, kematian  jurnalis J yang jasadnya ditemukan pada Sabtu (22/7/2025) di Banjarbaru dikategorikan sebagai femisida. 

    “Dalam kasus tersebut indikasi femisida sangat kuat yaitu adanya pembunuhan terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya dan sebagai akibat eskalasi kekerasan berbasis gender yang dialami sebelumnya oleh korban,” Ujar Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor melalui keterangan tertulis yang diterima Bpost, Senin (7/6/2025).

    Selain itu, Komnas Perempuan juga menilai ada dugaan bahwa korban Juwita mengalami kekerasan seksual berulang sebelum dibunuh oleh tersangka.

    Disamping pada proses hukum yang tengah berjalan di Denpom Lanal Banjarmasin, Komnas Perempuan juga mendorong pentingnya pemenuhan hak-hak korban dan keluarga korban, seperti restitusi dan  pemulihan untuk keluarga korban.

    Atas kejadian tersebut, Komnas Perempuan jmenyampaikan sejumlah sikap dan rekomendasi.  

    Pertama, meminta Presiden RI segera memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan mengkoordinasikan pembentukan mekanisme “femicide watch” untuk mengenali dan membangun mekanisme pencegahan, penanganan dan pemulihan terhadap keluarga korban dengan Kementerian/Lembaga terkait.

    Kedua, Mahkamah Agung diminta melakukan pengawasan internal guna memastikan terselenggaranya peradilan yang adil, independen, dan tidak memihak, termasuk mencegah terjadinya upaya impunitas dalam proses hukum pembunuhan jurnalis.

    Ketiga, Denpom Lanal Banjarmasin dalam proses penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus femisida atas kematian Juwita dilakukan secara transparan dan komprehensif.

    Keempat, mengingatkan bahwa ada ketentuan hukum yang jelas terkait pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh anggota militer aktif tunduk pada kekuasaan peradilan umum, serta memastikan pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) digunakan dalam kasus ini mengingat dugaan adanya kekerasan seksual berulang yang dialami oleh korban. 

    Kelima, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia, dan Badan Pusat Statistik, untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mempublikasikan data statistik tentang femisida sebagai pelaksanaan dari Rekomendasi Umum Komite CEDAW Nomor 35 Tahun 2017 sementara sebelum terbentuk Mekanisme Pengawasan Femisida. 

    Keenam, meminta Panglima Tinggi TNI mendukung upaya melawan impunitas pada pelaku pelanggaran pidana umum, termasuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yang dilakukan oleh prajurit TNI.

    Ketujuh, memjnta Menteri Hukum dan Menteri HAM segera melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga guna mewujudkan regulasi dan perlindungan terhadap perempuan pembela HAM (PPHAM).

    Penulis: Rizki Fadillah

  • Jajaran Kabinet Merah Putih Hadiri Open House Prabowo di Istana

    Jajaran Kabinet Merah Putih Hadiri Open House Prabowo di Istana

    loading…

    Jajaran Kabinet Merah Putih menghadiri open house Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (31/3/2025). Foto/Binti Mufarida

    JAKARTA – Jajaran Kabinet Merah Putih menghadiri open house Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (31/3/2025). Mereka silaturahmi dengan Presiden Prabowo dalam rangka Idulfitri 1446 Hijriah.

    Dari pantauan SindoNews, Prabowo tampak menyalami satu per satu pejabat hingga menteri yang hadir. Terlihat juga Prabowo ditemani oleh putra semata wayangnya Didit Hediprasetyo.

    Tampak tamu pertama yang disambut Prabowo yaitu Wakil Presiden Gibran Rakabuming dan keluarga. Selanjutnya, mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK).

    Selanjutnya, berturut-turut para menteri Kabinet Merah Putih termasuk Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. Pada kesempatan itu, hadir juga Gubernur Jakarta Pramono Anung dan istri. “Mohon maaf lahir batin,” kata Pramono kepada awak media.

    Kemudian juga terlihat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan suami. Lalu, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

    Tampak juga Plt Ketua Umum PPP Mardiono, Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Ketua MPR Ahmad Muzani, COO Danantara Pandu Sjahrir, Menko PMK Pratikno, Wamen Ekraf Irene Umar.

    Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Arsjad Rasyid, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Christina Aryani, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding, Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi, Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, dan Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronika Tan.

    (rca)

  • Menkeu Sri Mulyani Ikuti Salat Id di Kantor Pajak

    Menkeu Sri Mulyani Ikuti Salat Id di Kantor Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaksanakan salat Idulfitri di Masjid Salahuddin yang terletak di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, pada Senin (31/3/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis.com, Sri Mulyani tiba di Masjid Salahuddin sekitar pukul 06.40 WIB. Sri Mulyani mengenakan baju muslimah berwarna krem dan menjinjing tas berukuran kecil.

    Sri Mulyani datang bersama suaminya, Tonny Sumartono dan disambut oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo. Sri Mulyani sempat berbincang singkat dengan Suryo sebelum kemudian memasuki masjid.

    Selain Sri Mulyani, beberapa anggota Kabinet Merah Putih juga melakukan salat Idulfitri di Masjid Salahuddin. Beberapa diantaranya adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi dan Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu.

    Adapun, salat Idulfitri di Masjid Salahuddin pada tahun ini dipimpin oleh imam Nu’man Abdul Muiz dan khatib Ahmad Kusyairi Suhail.

    Sebelumnya, Hasil Sidang Isbat menetapkan 1 Syawal 1446 Hijriah atau Lebaran Idulfitri pada 2025 jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.

    Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan bahwa dari hasil sidang isbat yang dilakukan tertutup bahwa hilal belum terlihat.

    “Maka disepakati bahwa 1 Syawal 1446 Hijriah jatuh pada hari Senin 31 Maret 2025,” kata Nasaruddin.

  • Pastikan terminal ramah anak, Menteri PPPA tinjau terminal Pulo Gebang

    Pastikan terminal ramah anak, Menteri PPPA tinjau terminal Pulo Gebang

    Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi bersama Kak Seto saat meninjau langsung Terminal Pulo Gebang, Jakarta Timur, Sabtu (29/3/2025). ANTARA/Ilham Kausar

    Pastikan terminal ramah anak, Menteri PPPA tinjau terminal Pulo Gebang
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Sabtu, 29 Maret 2025 – 21:11 WIB

    Elshinta.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi meninjau langsung Terminal Terpadu Pulo Gebang, Jakarta Timur untuk memastikan terminal tersebut ramah ibu dan anak pada saat mudik Lebaran 2025.

    “Setelah dilakukan pengecekan, Terminal Pulo Gebang termasuk terminal yang ramah ibu dan anak, salah satunya dilihat dari toiletnya yang lebih banyak toilet perempuan,” kata Arifah  saat ditemui di Terminal Pulo Gebang, Sabtu.

    Arifah juga melihat adanya ruang laktasi untuk ibu menyusui, ruang bermain untuk anak agar anak tidak merasa jenuh saat menunggu kedatangan bus.

    Selain itu, terdapat ruang sapa 129 dimana ruang tersebut bertujuan untuk melaporkan bila para penumpang melihat adanya kekerasan ibu dan anak di terminal.

    “Maka Bapak dan Ibu silahkan laporkan ke ruang Sapa 129,” kata Arifah.

    Arifah juga mengapresiasi fasilitas yang ada di Terminal Pulo Gebang terutama fasilitas untuk ibu dan anak yang disebut cukup lengkap.

    “Mudah-mudahan fasilitas tersebut bisa terus dipertahankan bahkan disempurnakan,” ucapnya.

    Dia juga berharap semoga para pemudik terutama yang membawa anak-anak selamat sampai daerah tujuan dan kembali ke Jakarta tidak kurang apapun.

    Menteri PPPA Arifah Fauzi mengunjungi setiap posko yang ada di Terminal Pulo Gebang didampingi oleh Kadishub DKI Jakarta Syafrin Liputo, Kepala Terminal Pulo Gebang Emanuel Kristanto dan juga Psikolog Anak Seto Mulyadi atau akrab disapa Kak Seto.

    Arifah menyapa setiap penumpang terutama yang membawa anak kecil sambil memberikan bingkisan untuk para pemudik yang berada di Terminal Pulo Gebang.

    Sumber : Antara

  • Presiden teken PP untuk lindungi anak di ruang digital

    Presiden teken PP untuk lindungi anak di ruang digital

    …, negara-negara besar pun sudah lebih dahulu dari kita melakukan upaya-upaya perlindungan anak.

    Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto meneken Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak yang salah satunya mengatur pembatasan penggunaan media sosial (medsos) dan pembatasan akses konten-konten digital untuk anak.

    Di halaman samping Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, Presiden mengumumkan pengesahan PP tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak di hadapan kurang lebih seratusan siswa SD, SMP, dan SMA, perwakilan guru, dan tokoh-tokoh perlindungan anak.

    “Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim pada hari ini, Jumat, 28 Maret 2025, saya Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengesahkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak,” kata Presiden Prabowo saat mengumumkan PP terbaru pemerintah itu.

    Dalam acara bertajuk Bersama Jaga Anak Indonesia, Digital Aman, Bangsa Hebat, Presiden Prabowo menegaskan bahwa PP itu dibentuk dari inisiatif Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid yang melaporkan mengenai rencana pembentukan PP pada tanggal 13 Januari 2025.

    “Waktu itu, saya segera menyetujui semua saran, yaitu segera kita lakukan upaya-upaya untuk melindungi anak-anak kita. Saya katakan: Teruskan! Konsultasi dengan semua pihak, dan ini pun sudah dirintis oleh beberapa negara-negara lain, negara-negara besar pun sudah lebih dahulu dari kita melakukan upaya-upaya perlindungan anak,” kata Presiden Prabowo.

    Dalam kesempatan yang sama, Presiden menegaskan bahwa anak-anak Indonesia harus tumbuh sehat jiwa dan raganya.

    Di lokasi yang sama, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengawali acara dengan menyampaikan laporan mengenai pembentukan PP tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak.

    Meutya Hafid menjelaskan bahwa PP itu merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo mengenai perlindungan anak-anak di ruang digital.

    Dalam prosesnya, Meutya mengatakan bahwa Pemerintah telah menggelar tujuh kali forum diskusi publik (FGD) dan menampung lebih dari 200 masukan dari berbagai kelompok, baik di dalam negeri dan luar negeri.

    Meutya pun berterima kasih kepada seluruh kementerian/lembaga yang ikut terlibat bersama Kementerian Komunikasi dan Digital dalam menyusun PP tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan serta Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

    Selain itu, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kementerian Sekretaris Negara, Sekretariat Kabinet, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Himpunan Psikologi Indonesia, Save the Children, dan UNICEF.

    Di halaman samping Istana Merdeka, sejumlah menteri dan tokoh yang hadir dalam acara pengumuman PP tentang perlindungan anak itu, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Choiri Fauzi.

    Hadir pula Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Ketua KPAI Ai Maryati, Ketua LPAI Prof. Seto Mulyadi alias Kak Seto, dan Ketua Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan Najelaa Shihab.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Upaya hapus perkawinan anak harus konsisten

    Upaya hapus perkawinan anak harus konsisten

    Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. ANTARA/HO-MPR RI/aa.

    Wakil Ketua MPR: Upaya hapus perkawinan anak harus konsisten
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Senin, 24 Maret 2025 – 13:01 WIB

    Elshinta.com – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan bahwa upaya penghapusan perkawinan anak harus konsisten demi mengakselerasi lahirnya generasi penerus bangsa yang berdaya saing pada masa depan.

    “Tren penurunan angka perkawinan anak yang terjadi saat ini harus kita syukuri. Namun, lebih penting dari itu adalah bagaimana perkawinan anak itu benar-benar bisa dicegah agar tidak terjadi,” kata Lestari dalam keterangan diterima di Jakarta, Senin.

    Berdasarkan catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), angka perkawinan anak terus menurun dalam rentang waktu 2021—2023 dengan perincian 10,35 persen pada tahun 2021, 9,23 persen pada tahun 2022, dan 6,92 persen pada tahun 2023.

    Menurut Kemen PPPA, kata Lestari, pencapaian tersebut merupakan hasil kerja para pemangku kepentingan lintas sektor dari tingkat provinsi hingga desa serta tokoh masyarakat dan agama. Ia mengapresiasi penurunan angka perkawinan anak di Indonesia.

    Diharapkan pula agar kolaborasi antarpihak terkait terus ditingkatkan sehingga perkawinan anak benar-benar dapat dihapuskan.

    “Pasalnya, bila perkawinan anak masih terjadi, kekhawatiran kualitas generasi penerus bangsa yang rendah pada masa datang makin besar,” jelas Rerie, sapaan akrab Lestari.

    Ditekankan pula bahwa perkawinan anak harus dihapuskan sebab perkawinan usia dini berisiko tingkatkan kematian bayi. Selain itu, anak hasil perkawinan usia dini berpotensi kekurangan gizi sehingga rentan terkena stunting.

    “Kondisi tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi bila perkawinan anak masih terjadi,” katanya.

    Untuk itu, Rerie berharap pihak-pihak terkait dapat terus meningkatkan kolaborasi untuk mencegah terjadinya perkawinan anak di daerahnya masing-masing. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, seseorang masih tergolong anak apabila berusia di bawah 18 tahun. Dengan demikian, pernikahan yang dilakukan sebelum usia dimaksud termasuk dalam kategori perkawinan anak.

    Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2018 menyebutkan anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun dapat meningkatkan risiko putus sekolah. Hal ini dapat menghambat perkembangan karier mereka pada masa depan. Di samping itu, anak yang menikah di bawah usia 18 tahun cenderung tidak bekerja di sektor formal dan pendapatan per jam mereka jauh lebih rendah daripada mereka yang menikah pada usia 18 tahun atau lebih.

    Sumber : Antara

  • Upaya Penghapusan Perkawinan Anak Harus Konsisten Dilakukan

    Upaya Penghapusan Perkawinan Anak Harus Konsisten Dilakukan

    Jakarta: Upaya penghapusan perkawinan anak harus konsisten dilakukan demi mengakselerasi lahirnya generasi penerus bangsa yang berdaya saing di masa depan. 

    “Tren penurunan angka perkawinan anak yang terjadi saat ini harus kita syukuri. Namun lebih penting dari itu adalah bagaimana perkawinan anak itu benar-benar bisa dicegah agar tidak terjadi,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 23 Maret 2025. 

    Catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyebutkan angka perkawinan anak terus menurun pada rentang 2021-2023 dengan rincian 10,35% pada 2021, 9,23% pada 2022, dan 6,92% pada 2023.

    Menurut Kemen PPPA pencapaian tersebut merupakan hasil kerja para pemangku kepentingan lintas sektor dari tingkat provinsi hingga desa, serta tokoh-tokoh masyarakat dan agama. 

    Lestari mendorong agar kolaborasi yang terjadi antara para pihak yang terkait itu harus mampu terus ditingkatkan, agar perkawinan anak benar-benar dapat dihapuskan. 

    Pasalnya, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, bila perkawinan anak masih terjadi, kekhawatiran terhadap kualitas generasi penerus bangsa yang rendah di masa datang semakin besar. 

    Karena, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, perkawinan usia dini berisiko meningkatkan kematian bayi, serta anak berpotensi kekurangan gizi, sehingga anak hasil perkawinan usia dini berisiko terhambat pertumbuhannya karena stunting. 

    Baca juga: Political Will Para Pemangku Kepentingan Wujudkan Kesetaraan Harus Konsisten Direalisasikan

    Kondisi tersebut, jelas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, merupakan tantangan yang harus  dihadapi bila perkawinan anak masih terjadi. 

    Rerie sangat berharap para pihak terkait dapat terus meningkatkan kolaborasi untuk mencegah terjadinya perkawinan anak di daerahnya masing-masing sehingga dapat mengakselerasi upaya penghapusan perkawinan anak di tanah air. 

    Jakarta: Upaya penghapusan perkawinan anak harus konsisten dilakukan demi mengakselerasi lahirnya generasi penerus bangsa yang berdaya saing di masa depan. 
     
    “Tren penurunan angka perkawinan anak yang terjadi saat ini harus kita syukuri. Namun lebih penting dari itu adalah bagaimana perkawinan anak itu benar-benar bisa dicegah agar tidak terjadi,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 23 Maret 2025. 
     
    Catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyebutkan angka perkawinan anak terus menurun pada rentang 2021-2023 dengan rincian 10,35% pada 2021, 9,23% pada 2022, dan 6,92% pada 2023.

    Menurut Kemen PPPA pencapaian tersebut merupakan hasil kerja para pemangku kepentingan lintas sektor dari tingkat provinsi hingga desa, serta tokoh-tokoh masyarakat dan agama. 
     
    Lestari mendorong agar kolaborasi yang terjadi antara para pihak yang terkait itu harus mampu terus ditingkatkan, agar perkawinan anak benar-benar dapat dihapuskan. 
     
    Pasalnya, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, bila perkawinan anak masih terjadi, kekhawatiran terhadap kualitas generasi penerus bangsa yang rendah di masa datang semakin besar. 
     
    Karena, ujar Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, perkawinan usia dini berisiko meningkatkan kematian bayi, serta anak berpotensi kekurangan gizi, sehingga anak hasil perkawinan usia dini berisiko terhambat pertumbuhannya karena stunting. 
     
    Baca juga: Political Will Para Pemangku Kepentingan Wujudkan Kesetaraan Harus Konsisten Direalisasikan
     
    Kondisi tersebut, jelas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, merupakan tantangan yang harus  dihadapi bila perkawinan anak masih terjadi. 
     
    Rerie sangat berharap para pihak terkait dapat terus meningkatkan kolaborasi untuk mencegah terjadinya perkawinan anak di daerahnya masing-masing sehingga dapat mengakselerasi upaya penghapusan perkawinan anak di tanah air. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)