Kementrian Lembaga: Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

  • Kasus Dugaan Eksploitasi OCI, Polri Telusuri Kembali Data yang Pernah Dilaporkan Tahun 1997 – Halaman all

    Kasus Dugaan Eksploitasi OCI, Polri Telusuri Kembali Data yang Pernah Dilaporkan Tahun 1997 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polisi kembali menelusuri kasus dugaan eksploitasi yang dialami para korban Oriental Circus Indonesia (OCI).

    Direktur Tindak Pidana Perdagangan Perempuan dan Anak (PPA)-Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri Brigjen Pol Nurul Azizah mengatakan kasus tersebut pernah dilaporkan 28 tahun silam.

    “Terkait dengan laporan di tahun 1997 tentu kami masih proses mencari datanya mengingat kejadian sudah sangat lama,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).

    Polisi juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) yang turut mendampingi para korban.

    Beberapa pertemuan sudah dilakukan untuk memperbarui informasi dan mendalami penanganan kasus ini.

    “Dan kami sudah bersurat ke fungsi yang membidangi (Kemen PPPA),” tandasnya.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso mengungkapkan bahwa kasus dugaan pelanggaran HAM oleh Oriental Circus Indonesia (OCI) mengandung unsur-unsur tindak pidana.

    Termasuk dugaan perdagangan anak, eksploitasi, dan penyiksaan. 

    Komisi XIII pun mendesak agar Polri membuka kembali kasus ini yang sebelumnya telah diberi status SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).

    Hal itu disampaikannya usai audiensi Komisi XIII DPR bersama eks pegawai OCI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Kementerian HAM.

    “Ada banyak tindakan kejahatan yang terjadi terkait kasus ini. Misalnya, ditemukan bahwa sejak umur bayi, ada yang usia 2 tahun, 5 tahun, mereka diperdagangkan, katakanlah oleh oknum orang tuanya ke OCI dan dieksploitasi untuk bekerja sebagai pemain sirkus,” kata Sugiat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Sugiat mengungkapkan, dari berbagai keterangan para korban, ditemukan indikasi kuat adanya penyiksaan dan berbagai bentuk kekerasan lainnya yang dialami mereka selama bertahun-tahun.

    Bahkan, para korban telah memperjuangkan keadilan sejak tahun 1997, namun belum mendapatkan kejelasan hukum hingga kini.

    “Dan dari beberapa penjelasan mereka, ternyata banyak sekali tindak kejahatan, penyiksaan, dan sebagainya. Mereka sudah melakukan pencarian keadilan sejak tahun 1997,” ujarnya.

    Komisi XIII telah menyepakati untuk mendorong Polri membuka kembali penyelidikan kasus tersebut, dengan pintu masuk pada indikasi perdagangan manusia. 

    Sugiat mengakui bahwa untuk pembuktian kekerasan fisik mungkin sudah sulit, mengingat kasus ini terjadi puluhan tahun lalu.

    “Kalau pintu masuknya adalah tadi saya katakan, bisa saja terkait dengan kejahatan perdagangan manusia. Kalau penyiksaan fisik karena sudah 28 tahun, mungkin agak sulit menemukan bukti-bukti atau visum. Tapi OCI dan eks-karyawan ini sudah sepakat bahwa sejak umur bayi mereka sudah diperdagangkan di OCI. Saya pikir itu bisa jadi pintu masuk,” kata Sugiat.

    Ia juga menekankan pentingnya kehadiran negara dalam proses pemulihan para korban yang selama ini merasa ditelantarkan dan dieksploitasi sejak anak-anak.

    “Kehadiran negara dalam proses pemulihan itu penting. Mereka rakyat Indonesia, mereka sejak dari umur bayi sudah ditelantarkan dan dieksploitasi oleh oknum OCI. Saya pikir harus ada kehadiran negara untuk proses pemulihan itu,” ujar Sugiat.

    Menurutnya, berdasarkan keterangan korban, kuasa hukum, serta hasil investigasi dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan, kasus ini sudah layak dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

    “Kalau dilihat dari temuan, saya pikir sudah dijelaskan kuasa hukum, para korban, dan dikuatkan oleh temuan investigasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan, ini pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

    Sebagai tindak lanjut, Komisi XIII sepakat untuk berkolaborasi antara Kementerian HAM sebagai leading sector bersama Komnas HAM dan Komnas Perempuan guna mendorong Polri membuka kembali kasus ini.

    Kekerasan dan Pelecehan

    Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengungkapkan pengalaman pahit mereka menjadi korban kekerasan fisik, eksploitasi, hingga pelecehan seksual selama bertahun-tahun terlibat dalam pertunjukan.

    Pengakuan ini mereka sampaikan di hadapan Komisi XIII DPR RI pada Rabu (23/4/2025).

    Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini menghadirkan perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

    Fifi Nurhidayah, korban yang hadir dalam audiensi, menuturkan bahwa ia dibawa ke OCI oleh Frans Manansang sejak usia belia, ia bahkan tidak mengetahui pasti umurnya saat itu.

    Kekerasan fisik seperti pukulan, tendangan, dan cambukan rotan, menjadi bagian tak terpisahkan dari kesehariannya jika ia gagal menampilkan pertunjukan dengan baik.

    Akibat penyiksaan yang terus-menerus selama bertahun-tahun, membuat Fifi akhirnya melarikan diri dari Taman Safari.

    Namun, pelariannya hanya berlangsung tiga hari sebelum ia ditangkap kembali oleh pihak keamanan dan dibawa pulang.

    Akibat pelarian itu, ia mengaku mendapatkan hukuman berupa setruman di badan hingga alat kelamin, yang kemudian membuatnya mengompol.

    “Setelah saya melarikan diri, 3 hari saya menghirup udara luar, saya ditangkap lagi dengan security. Di tengah jalan saya dipukulin, dikata-katain kasar seperti binatang. Sampai rumah saya dimasukkan ke kantor dan saya disetrum pakai setruman gajah. Sampai saya lemas. Sampai alat kelamin saya disetrum. Akhirnya saya jatuh, saya lemas, saya minta ampun, saya sakit. Tapi dia tidak mendengarkan omongan saya, malah dia menambahkan pukulan itu,” ungkap Fifi dengan suara bergetar.

    “Setelah itu, saya jatuh lemas, ditarik lagi rambut saya, dijedotin ke dinding, dan saya ditampar. Akhirnya saya ngompol di situ. Setelah itu, saya dirantai selama 2 minggu, dipasung. Setelah 2 minggu dipasung, saya dibebaskan. Dan seperti biasa, saya latihan seperti biasa,” lanjutnya.

    Bertahun-tahun kemudian, Fifi akhirnya menemukan celah untuk kabur dan meninggalkan Taman Safari dengan bantuan sang mantan kekasih.

    Hingga sekarang, menurut Fifi, rangkaian peristiwa di Taman Safari masih membekas dan meninggalkan trauma mendalam.

    Dalam kesempatan yang sama, Ida mengatakan bahwa ia pernah terjatuh dari ketinggian 13-14 meter saat melakukan atraksi di Bandar Lampung pada tahun 1989.

    Ironisnya, setelah jatuh, pihak sirkus tidak langsung membawanya ke rumah sakit.

    Ia mengaku hanya dipijat di belakang panggung.

    “Setelah kira-kira beberapa jam (setelah jatuh) baru saya dibawa ke rumah sakit. Kejadiannya di Bandar Lampung. Satu malaman saya menunggu rasa sakit, belum ditangani sama dokter. Pagi baru mendapat penanganan, di-gips. Di-gips itu saya sudah tidak merasa sakit, karena mungkin dibius ya,” katanya.

    Setelah di gips, Ida dibawa ke Jakarta oleh pihak OCI untuk menjalani operasi dan terapi.

    Ia kemudian tak lagi menjadi pemain sirkus.

    Dalam keterbatasan fisik, Ida kemudian bekerja dalam naungan manajemen Taman Safari dengan kondisi menggunakan kursi roda.

    Pada tahun 1997 ia akhirnya mengajukan diri untuk keluar dari Taman Safari.

    “Sekitar tahun 1997 saya lalu izin keluar. Saya sudah tidak mau ikut lagi di situ. Setelah saya keluar, saya diminta buat surat pengunduran diri. Padahal saya pikir untuk apa saya bikin, karena saya sebetulnya kan bagian dari keluarga katanya. Tapi saya dipaksa membuat surat sebelum saya meninggalkan Taman Safari. Jadi setelah saya tanda tangan, saya diizinkan keluar, tapi saya tidak menerima apa-apa. Jadi saya keluar, tidak dapat satu rupiah pun, saya keluar meninggalkan Taman Safari pada saat itu seperti itu gitu,” katanya.

    Lisa, mantan pemain sirkus OCI lainnya, mengungkapkan bagaimana pihak OCI tidak mengizinkannya untuk bertemu keluarga kandungnya.

    Menurut pengakuannya, istri dari Yansen, seorang pengelola sirkus, mengatakan bahwa Lisa adalah anak yang dijual oleh orang tuanya.

    “Setelah usia saya 12 tahun, saya minta sama Pak Tony untuk dipertemukan dengan keluarga saya. Tapi Tony bilang, nanti suatu saat kalau kamu ada waktunya, kamu akan saya pertemukan. Setelah 15 tahun, saya juga minta lagi dengan Ibu Yansen. Kita panggil dia Sausau. Sau, saya ingin ketemu orang tua saya. Sausau terus bilang, kamu itu dijual. Kamu itu anak yang dijual. Saya sedih dari saat itu,” ungkapnya.

    Lisa juga mengaku bahwa ia tidak diizinkan untuk memiliki KTP pada usia 17 tahun.

    Ia akhirnya berhasil keluar dari sirkus pada usia 19 tahun setelah memiliki seorang pacar, namun hingga kini ia tak tahu asal usul keluarganya dan tidak menerima upah sepeserpun selama menjadi pemain sirkus.

    “Sampai sekarang saya pun belum bisa ketemu orang tua saya. Identitas saya juga tidak tahu. Dari mana saya, nama orang tua saya itu siapa,” imbuh Lisa.

  • Bareskrim Cari Laporan Penyiksaan Pemain Sirkus OCI pada 1997

    Bareskrim Cari Laporan Penyiksaan Pemain Sirkus OCI pada 1997

    Jakarta, Beritasatu.com – Bareskrim Polri sedang mencari kembali laporan dugaan eksploitasi dan penyiksaan terhadap mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) yang pernah diajukan oleh korban pada 1997.

    “Terkait dengan laporan di tahun 1997, tentu kami masih mencari datanya, mengingat kejadian sudah 28 tahun,” kata Direktur Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang Bareskrim Brigjen Pol Nurul Azizah di Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Dirtipid PPA-PPO Bareskrim, lanjut Nurul, telah menyurati fungsi di Polri yang membidangi berkas laporan guna mendapatkan data laporan penyiksaan pemain sirkus OCI.

    Selain mencari data, Nurul juga memastikan Dirtipid PPA-PPO Bareskrim terus berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terkait penanganan kasus eksploitasi pemain sirkus OCI.

    “Kami selalu mengikuti kegiatan beberapa kali pertemuan dengan Kementerian PPPA,” katanya dikutip dari Antara.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XIII DPR Sugiat Santoso meminta Bareskrim Polri membuka kembali kasus dugaan eksploitasi pemain sirkus OCI.

    Berdasarkan catatan Komisi Nasional (Komnas) HAM, penyelidikan kasus dugaan eksploitasi sirkus OCI sudah dihentikan oleh Polri pada 1999.

    “Kami mendorong bahwa kasus ini dibuka kembali oleh Mabes Polri, nanti silakan bagaimana teknisnya,” kata Sugiat setelah audiensi dengan para korban sirkus OCI, Rabu (23/4/2025).

    Dalam audiensi dengan DPR, seorang korban sirkus OCI Lisa mengaku dirinya diambil oleh pemilik OCI Jansen Manansang sekitar tahun 1976 ketika masih berusia balita.

    Dia saat itu dipisahkan dari kedua orang tuanya untuk menjadi pemain sirkus. “Saya takut, saya nangis, saya minta pulang saat itu, tetapi enggak dikasih. Saya dibawa ke dalam seperti karavan gelap. Saya menangis, saya cari mama saya,” kata Lisa.

    Dia mengaku tidak sendirian pada saat itu karena banyak anak-anak lainnya yang juga ikut menjadi pemain sirkus. Selama latihan, menurut dia, kekerasan kerap terjadi jika pemain melakukan kesalahan.

    “Kita tidak dapat gaji, tidak pernah disekolahkan, hanya belajar itu menulis dan menghitung aja. Itu bukan homeschooling yang mengajari, itu karyawati,” kata Lisa dalam audiensi dengan DPR.

    Dia mengaku berada di lingkungan sirkus OCI itu sampai berusia 19 tahun. Hingga 2025, Lisa mengaku belum mengetahui identitas aslinya dan identitas kedua orang tuanya.

  • Isi Pesan Wapres Gibran ke Kak Seto dan Veronica Tan soal Hak Anak

    Isi Pesan Wapres Gibran ke Kak Seto dan Veronica Tan soal Hak Anak

    Bisnis.com, Jakarta — Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka minta Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerja sama untuk melindungi dan memperjuangkan hak anak.

    Hal itu disampaikan Ketua Umum LPAI, Seto Mulyadi usai melakukan audiensi kepada Wapres Gibran Rakabuming Raka Rabu 23 April 2025 di Kantor Wakil Presiden Jalan Medan Merdeka Utara Jakarta Pusat

    Menurut pria yang akrab disapa Kak Seto itu, perlindungan dan memperjuangkan hak anak sudah sesuai dengan komitmen dari Presiden Prabowo Subianto yang ingin perlindungan ke anak terus ditingkatkan.

    Kak Seto mengatakan bahwa Gibran pun berpesan agar semangat dan komitmen yang telah dibangun sejak lama dapat terus dipertahankan.

    “Pesannya (Wapres) adalah mohon terus pertahankan apa yang sudah dirintis,” tutur Kak Seto dikutip, Kamis (24/4/2025).

    Selain itu, Kak Seto juga mengaku dirinya mendapatkan pesan dari Wapres Gibran agar menciptakan lingkungan yang sehat dan mendukung anak-anak untuk menjauhi kebiasaan buruk, termasuk penyediaan fasilitas alternatif yang lebih positif seperti olahraga, permainan tradisional, dan seni.

    Upaya ini juga dianggap sebagai langkah pencegahan terhadap ketergantungan berlebihan pada gawai, yang bisa berisiko membawa dampak negatif karena derasnya arus informasi yang tidak terkendali.

    “Agar anak-anak juga diberi kesempatan untuk tersedianya berbagai fasilitas-fasilitas yang lebih sehat, seperti olahraga, lalu permainan tradisional, kesenian dan sebagainya,” katanya.

    Kak Seto menyampaikan bahwa langkah-langkah tersebut mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kak Seto menyebutkan sinergi antar lembaga menjadi kunci menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi anak.

    “Kemudian juga ada dukungan dari Ibu Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dan kemudian beliau juga akan terus bersinergi,” ujarnya.

    Sementara itu, Wakil Menteri PPPA Veronica Tan memastikan bahwa pihaknya sudah siap menyediakan prasarana, termasuk jaringan internet yang memadai.

    Dia menilai bahwa hal itu sangat penting untuk mendukung kualitas pendidikan anak-anak Indonesia.

    “Pak Wapres juga menyampaikan bahwa sudah terjun ke lapangan, karena ini kam menjadi programnya Asta Cita kan. Jadj Pendidikan itu menjadi prioritas penting,” tutur Veronica.

  • Butuh Dukungan semua Pihak untuk Wujudkan Cita-Cita RA Kartini

    Butuh Dukungan semua Pihak untuk Wujudkan Cita-Cita RA Kartini

    Medcom • 23 April 2025 19:27

    Jakarta: Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 

    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 

    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 

    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 

    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 

    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 

    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 

    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 

    (Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, “Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air.”  Foto: Dok. Istimewa)

    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.

    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 

    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 

    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 

    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 

    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 

    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 

    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 

    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 

    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 

    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 

    Lestari Moerdijat: Wujudkan Kesetaraan bagi setiap Warga Negara

    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 

    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 

    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 

    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 

    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 

    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 

    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 

    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 

    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 

    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 

    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 

    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 

    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 

    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 

    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 

    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 

    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 

    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.

    Baca juga: Lestari Moerdijat: Perjuangan RA Kartini Harus terus Hidup untuk Menjawab Tantangan Emansipasi di Masa Depan

    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 

    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 

    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 

    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 

    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 

    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 

    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 

    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 

    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 

    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 

    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 

    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 

    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 

    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 

    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 

    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 

    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 

    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 

    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 

    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.

    Jakarta: Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 
     
    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 

    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 
     
    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 
     
    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 
     
    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 
     
    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 
     
    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 
     

    (Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, “Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air.”  Foto: Dok. Istimewa)
     
    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.
     
    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 
     
    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 
     
    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 
     
    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 
     
    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 
     
    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 
     
    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 
     
    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 
     
    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 
     
    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 
     
    Lestari Moerdijat: Wujudkan Kesetaraan bagi setiap Warga Negara
     
    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 
     
    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 
     
    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 
     
    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 
     
    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 
     
    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 
     
    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 
     
    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 
     
    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 
     
    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 
     
    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 
     
    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 
     
    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 
     
    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 
     
    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 
     
    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 
     
    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 
     
    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.
     
    Baca juga: Lestari Moerdijat: Perjuangan RA Kartini Harus terus Hidup untuk Menjawab Tantangan Emansipasi di Masa Depan
     
    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 
     
    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 
     
    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 
     
    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 
     
    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 
     
    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 
     
    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 
     
    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 
     
    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 
     
    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 
     
    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 
     
    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 
     
    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 
     
    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 
     
    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 
     
    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 
     
    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 
     
    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 
     
    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 
     
    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)

  • Peringati Hari Kartini 2025, 1.000 Perempuan & Gen Z Siap Pimpin Perubahan

    Peringati Hari Kartini 2025, 1.000 Perempuan & Gen Z Siap Pimpin Perubahan

    Jakarta: Peringatan Hari Kartini tahun ini melampaui seremoni simbolik. Dalam semangat membangun bangsa yang setara, inklusif, dan berdaya, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) meluncurkan gerakan nasional dan internasional bertajuk “1000 Profesi Perempuan & Gen Z”, di Tennis Indoor Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin, 21 April 2025.

    Gerakan ini diresmikan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi serta dihadiri Istri Wakil Presiden RI Selvi Ananda Rakabuming Raka.

    “Kartini bukan sekadar simbol, tapi energi sosial yang menggerakkan bangsa. Kita ingin meneruskan cita-cita beliau agar perempuan Indonesia menjadi pribadi yang berdaya, mandiri, berpendidikan, dan memiliki mimpi tinggi serta mampu mewujudkannya,” ujar Selvi di hadapan ribuan peserta yang terhubung secara luring maupun daring dari seluruh dunia.

    Selvi pun menegaskan bahwa kekuatan perempuan dan Gen Z bukan hanya potensi demografi, tetapi fondasi utama masa depan Indonesia. Ia menyampaikan apresiasi mendalam atas inisiatif KOWANI yang mengangkat 1.000 jenis profesi perempuan dari 17 sektor strategis, mulai dari pendidikan, kesehatan, teknologi, maritim, hingga pertahanan.
     
    Transformasi nyata, bukan sekadar perayaan

    Sementara Menteri PPPA Arifah Choiri Fauzi menyebut Hari Kartini sebagai momentum reflektif untuk menyambung perjuangan perempuan Indonesia yang selama ini tertinggal dalam akses, partisipasi, dan pengambilan keputusan.

    “Kemajuan bangsa tidak akan pernah terwujud tanpa kemajuan perempuan. Kartini adalah simbol keberanian berpikir merdeka dan bertindak maju. Hari ini, terang itu hadir dalam sosok perempuan Indonesia dari berbagai latar belakang profesi, yang memimpin dari garis depan,” tegas Menteri Arifah.

    Program “1000 Profesi Perempuan & Gen Z” hadir sebagai respons konkret terhadap dinamika zaman, di mana perempuan dan generasi muda dituntut adaptif dalam teknologi, kepemimpinan, dan solidaritas sosial. 

    Melalui format hybrid, kegiatan ini menjangkau lebih dari satu juta partisipan secara nasional dan internasional, termasuk diaspora dan pekerja migran Indonesia di 30 negara lebih.

    (Peringatan Hari Kartini tahun ini melampaui seremoni simbolik. Dalam semangat membangun bangsa yang setara, inklusif, dan berdaya, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) meluncurkan gerakan nasional dan internasional bertajuk “1000 Profesi Perempuan & Gen Z”, di Tennis Indoor Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin, 21 April 2025. Foto: Istimewa)
     
    Jejak 1000 profesi, dari guru PAUD hingga diplomat, dari petani hingga CTO

    Gerakan ini dirancang bukan hanya sebagai pameran profesi, tapi juga sebagai panggung inspirasi, edukasi, dan advokasi. Dengan mengusung tema “Habis Gelap Terbitlah Terang: Menciptakan Masa Depan Perempuan & Gen Z yang Lebih Cerah”, serta subtema “Mewujudkan ASTA CITA – Menyongsong 100 Tahun KOWANI 2028 Menuju Indonesia Emas 2045”, program ini membangun jembatan lintas generasi menuju transformasi sosial.

    Selvi Ananda pada kesempatan tersebut menyebut Gen Z sebagai “generasi harapan yang telah menjadi sumber inspirasi” lewat kreativitas, kepedulian sosial, dan pemanfaatan teknologi.

    Baca juga: Lestari Moerdijat: Perempuan Indonesia Harus Hadapi Tantangan yang Datang dengan Kekuatan Bersama

    “Mereka bukan hanya pewaris masa depan, tapi penciptanya. Program ini menjadi ruang belajar dan berjejaring yang nyata, lintas sektor, lintas wilayah, bahkan lintas negara,” katanya.

    Program ini mengklasifikasikan 1000 profesi ke dalam 17 zona strategis, seperti:

    – zona Pendidikan & Literasi Digital, menampilkan guru, dosen, content creator edukatif, hingga pengembang platform e-learning. 
    – Kemudian zona Teknologi & Digitalisasi, dengan profesi seperti software engineer, UI/UX designer, hingga CTO perempuan. 

    – Zona Kesehatan & Sosial, termasuk dokter, bidan, psikolog klinis, hingga edukator sanitasi dan aktivis kesehatan mental. 

    – Zona Maritim, Pertanian, Energi, dan Diaspora, yang menunjukkan kiprah perempuan dalam sektor-sektor vital pembangunan. 

    – Zona Media, Komunikasi, dan Jurnalisme, tempat perempuan menjadi produsen konten, pengelola informasi, hingga duta literasi digital. 

    – Dan terakhir adalah z ona Perempuan Penjaga Negara, seperti Kowad, Kowal, Wara, dan Polwan, memperlihatkan peran perempuan dalam pertahanan dan keamanan nasional.

    Setiap zona dilengkapi dengan booth interaktif, e-catalog digital, talkshow inspiratif, coaching session, serta storyboard Kartini Masa Kini yang menghadirkan kisah nyata perempuan pelopor di setiap bidang.

    Baca juga: Presenter Metro TV Kompak Pakai Kebaya Saat Hari Kartini, Ini Pesan yang Ingin Disampaikan
     
    Sinergi pentahelix dan ekosistem berkelanjutan

    Kegiatan ini dijalankan dengan pendekatan Pentahelix dan Hexahelix yang melibatkan Pemerintah dan Kementerian terkait seperti KemenPPPA, Kemenpora, Kemendikbudristek, KemenKopUKM, BRIN, hingga Komnas Perempuan. 

    Kemudian akademisi, dengan Universitas Indonesia sebagai tuan rumah utama. Dunia Usaha dan Industri, termasuk BUMN dan korporasi swasta yang mendukung inkubasi UMKM perempuan. 

    Komunitas dan Diaspora, dari tingkat akar rumput hingga jaringan internasional. Serta media, baik nasional, digital, maupun influencer Gen Z.

    Kegiatan ini juga terhubung dengan KBRI, PTRI, dan KJRI di seluruh dunia melalui kanal digital resmi seperti Zoom Webinar, YouTube Live (Kowani TV), serta platform media sosial @kowani_official.

    Saat menutup sambutannya, Selvi Ananda kembali mengingatkan pesan abadi Kartini. “Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita seutuhnya.”

    Jakarta: Peringatan Hari Kartini tahun ini melampaui seremoni simbolik. Dalam semangat membangun bangsa yang setara, inklusif, dan berdaya, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) meluncurkan gerakan nasional dan internasional bertajuk “1000 Profesi Perempuan & Gen Z”, di Tennis Indoor Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin, 21 April 2025.
     
    Gerakan ini diresmikan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi serta dihadiri Istri Wakil Presiden RI Selvi Ananda Rakabuming Raka.
     
    “Kartini bukan sekadar simbol, tapi energi sosial yang menggerakkan bangsa. Kita ingin meneruskan cita-cita beliau agar perempuan Indonesia menjadi pribadi yang berdaya, mandiri, berpendidikan, dan memiliki mimpi tinggi serta mampu mewujudkannya,” ujar Selvi di hadapan ribuan peserta yang terhubung secara luring maupun daring dari seluruh dunia.

    Selvi pun menegaskan bahwa kekuatan perempuan dan Gen Z bukan hanya potensi demografi, tetapi fondasi utama masa depan Indonesia. Ia menyampaikan apresiasi mendalam atas inisiatif KOWANI yang mengangkat 1.000 jenis profesi perempuan dari 17 sektor strategis, mulai dari pendidikan, kesehatan, teknologi, maritim, hingga pertahanan.
     

    Transformasi nyata, bukan sekadar perayaan

    Sementara Menteri PPPA Arifah Choiri Fauzi menyebut Hari Kartini sebagai momentum reflektif untuk menyambung perjuangan perempuan Indonesia yang selama ini tertinggal dalam akses, partisipasi, dan pengambilan keputusan.
     
    “Kemajuan bangsa tidak akan pernah terwujud tanpa kemajuan perempuan. Kartini adalah simbol keberanian berpikir merdeka dan bertindak maju. Hari ini, terang itu hadir dalam sosok perempuan Indonesia dari berbagai latar belakang profesi, yang memimpin dari garis depan,” tegas Menteri Arifah.
     
    Program “1000 Profesi Perempuan & Gen Z” hadir sebagai respons konkret terhadap dinamika zaman, di mana perempuan dan generasi muda dituntut adaptif dalam teknologi, kepemimpinan, dan solidaritas sosial. 
     
    Melalui format hybrid, kegiatan ini menjangkau lebih dari satu juta partisipan secara nasional dan internasional, termasuk diaspora dan pekerja migran Indonesia di 30 negara lebih.
     

    (Peringatan Hari Kartini tahun ini melampaui seremoni simbolik. Dalam semangat membangun bangsa yang setara, inklusif, dan berdaya, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) meluncurkan gerakan nasional dan internasional bertajuk “1000 Profesi Perempuan & Gen Z”, di Tennis Indoor Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin, 21 April 2025. Foto: Istimewa)
     
    Jejak 1000 profesi, dari guru PAUD hingga diplomat, dari petani hingga CTO

    Gerakan ini dirancang bukan hanya sebagai pameran profesi, tapi juga sebagai panggung inspirasi, edukasi, dan advokasi. Dengan mengusung tema “Habis Gelap Terbitlah Terang: Menciptakan Masa Depan Perempuan & Gen Z yang Lebih Cerah”, serta subtema “Mewujudkan ASTA CITA – Menyongsong 100 Tahun KOWANI 2028 Menuju Indonesia Emas 2045”, program ini membangun jembatan lintas generasi menuju transformasi sosial.
     
    Selvi Ananda pada kesempatan tersebut menyebut Gen Z sebagai “generasi harapan yang telah menjadi sumber inspirasi” lewat kreativitas, kepedulian sosial, dan pemanfaatan teknologi.
     
    Baca juga: Lestari Moerdijat: Perempuan Indonesia Harus Hadapi Tantangan yang Datang dengan Kekuatan Bersama
     
    “Mereka bukan hanya pewaris masa depan, tapi penciptanya. Program ini menjadi ruang belajar dan berjejaring yang nyata, lintas sektor, lintas wilayah, bahkan lintas negara,” katanya.
     
    Program ini mengklasifikasikan 1000 profesi ke dalam 17 zona strategis, seperti:
     
    – zona Pendidikan & Literasi Digital, menampilkan guru, dosen, content creator edukatif, hingga pengembang platform e-learning. 
    – Kemudian zona Teknologi & Digitalisasi, dengan profesi seperti software engineer, UI/UX designer, hingga CTO perempuan. 
     
    – Zona Kesehatan & Sosial, termasuk dokter, bidan, psikolog klinis, hingga edukator sanitasi dan aktivis kesehatan mental. 
     
    – Zona Maritim, Pertanian, Energi, dan Diaspora, yang menunjukkan kiprah perempuan dalam sektor-sektor vital pembangunan. 
     
    – Zona Media, Komunikasi, dan Jurnalisme, tempat perempuan menjadi produsen konten, pengelola informasi, hingga duta literasi digital. 
     
    – Dan terakhir adalah z ona Perempuan Penjaga Negara, seperti Kowad, Kowal, Wara, dan Polwan, memperlihatkan peran perempuan dalam pertahanan dan keamanan nasional.
     
    Setiap zona dilengkapi dengan booth interaktif, e-catalog digital, talkshow inspiratif, coaching session, serta storyboard Kartini Masa Kini yang menghadirkan kisah nyata perempuan pelopor di setiap bidang.
     
    Baca juga: Presenter Metro TV Kompak Pakai Kebaya Saat Hari Kartini, Ini Pesan yang Ingin Disampaikan
     
    Sinergi pentahelix dan ekosistem berkelanjutan

    Kegiatan ini dijalankan dengan pendekatan Pentahelix dan Hexahelix yang melibatkan Pemerintah dan Kementerian terkait seperti KemenPPPA, Kemenpora, Kemendikbudristek, KemenKopUKM, BRIN, hingga Komnas Perempuan. 
     
    Kemudian akademisi, dengan Universitas Indonesia sebagai tuan rumah utama. Dunia Usaha dan Industri, termasuk BUMN dan korporasi swasta yang mendukung inkubasi UMKM perempuan. 
     
    Komunitas dan Diaspora, dari tingkat akar rumput hingga jaringan internasional. Serta media, baik nasional, digital, maupun influencer Gen Z.
     
    Kegiatan ini juga terhubung dengan KBRI, PTRI, dan KJRI di seluruh dunia melalui kanal digital resmi seperti Zoom Webinar, YouTube Live (Kowani TV), serta platform media sosial @kowani_official.
     
    Saat menutup sambutannya, Selvi Ananda kembali mengingatkan pesan abadi Kartini. “Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita seutuhnya.”

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)

  • Ketua Kowani: Kartini Masa Kini Adalah Penggerak, Bukan Pelengkap – Halaman all

    Ketua Kowani: Kartini Masa Kini Adalah Penggerak, Bukan Pelengkap – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Nannie Hadi Tjahjanto mengatakan, bahwa Hari Kartini bukan sekadar perayaan, tetapi pernyataan bahwa semangat perjuangan perempuan Indonesia tidak pernah padam. Kartini masa kini kata dia telah menjelma menjadi sosok-sosok tangguh.

    “Ibu rumah tangga yang juga pengusaha UMKM, pilot perempuan yang membawa pesawat komersial, hingga pemimpin perusahaan dan pejabat tinggi negara. Inilah sosok-sosok Kartini masa kini,” ujarnya saat Perayaan Hari Kartini 2025, di Tennis Indoor Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Dalam semangat itulah, menurutnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA) bersama Kowani dan berbagai mitra menyelenggarakan acara Peluncuran 1.000 Profesi Perempuan dan Generasi Z.

    Acara ini bukan hanya menampilkan deretan profesi luar biasa yang kini dijalani oleh perempuan Indonesia dari berbagai usia dan latar belakang, tetapi juga menjadi panggung afirmasi bahwa perempuan bukan pelengkap, melainkan penggerak utama perubahan sosial.

    “Transformasi perempuan Indonesia adalah bagian dari gerakan global. Dunia menyoroti, dunia memberi panggung. Tapi kita tidak boleh hanya berhenti di simbolisme. Gerakan ini harus nyata, terukur, dan berkelanjutan,” tuturnya

    Selain itu, ia mengatakan bahwa solidaritas perempuan lintas generasi sangatlah penting. Menurutnya peringatan Hari Kartini harus menjadi ruang kolaborasi, bukan kompetisi.

    “Kita harus saling menguatkan, bukan saling menjatuhkan. Kartini adalah simbol pendidikan dan perlawanan atas ketimpangan. Semangat itu harus hidup dalam tindakan kolektif kita hari ini,” tuturnya.

    Peringatan Hari Kartini juga menjadi ajang refleksi dan advokasi. Wasiah, misalnya perwakilan dari Pengadilan Tinggi Agama Jakarta itu menyuarakan pentingnya melanjutkan upaya perlindungan perempuan, terutama di ruang publik.

    Kesadaran akan ruang aman juga disuarakan oleh Thalia Risma, perwakilan muda dari Kemen PPA, yang mengangkat suara Gen Z. Ia menyampaikan pengalamannya sebagai pengguna transportasi umum yang kerap merasa tidak aman meskipun sudah ada kebijakan khusus.

    “Kesadaran masyarakat itu penting. Bukan cuma soal beratnya sanksi, tapi bagaimana semua pihak berempati dan mau ikut menjaga,” tutur Thalia. (*)

  • Upaya Gyta Eka Berdayakan Pedagang Sayur Perempuan di Jember Lewat Mlijo Cinta
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 April 2025

    Upaya Gyta Eka Berdayakan Pedagang Sayur Perempuan di Jember Lewat Mlijo Cinta Megapolitan 21 April 2025

    Upaya Gyta Eka Berdayakan Pedagang Sayur Perempuan di Jember Lewat Mlijo Cinta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Jember Gyta Eka Puspita atau Ning Gyta memberikan perhatian khusus kepada pedagang sayur di wilayahnya yang disebut sebagai “Mlijo”.
    Pasalnya, sebagian besar pedagang sayur keliling ini adalah perempuan yang sering kali terpinggirkan.
    “Banyak ya yang memang saya sasar di bidang perekonomian terlebih fokusnya lagi sektor perekonomian informal di mana pedagang, Mlijo, pedagang sayur keliling ini mayoritasnya perempuan. Di sini memang selalu terpinggirkan,” terang Gyta saat ditemui
    Kompas.com
    dalam acara
    Anugerah Puspa Bangsa
    2025 di Menara Kompas, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2025).
    Melihat perjuangan dan tantangan yang dihadapi para pedagang Mlijo, Gyta pun meluncurkan program bernama Mlijo Cinta.
    Program ini hadir untuk membantu para pedagang sayur tersebut dalam menjalankan pekerjaan mereka, serta memberikan jaminan kesehatan dan kesejahteraan bagi mereka.
    Gyta mengungkapkan rasa prihatin melihat ibu-ibu yang harus bangun pagi-pagi sekali dan berkeliling membawa sayuran dengan sepeda yang sederhana.
    “Kami sebagai pemimpin di Jember ingin memperjuangkan pedagang ini. Nah di sini saya ingin perempuan, sebenarnya enggak semua perempuan, tapi saya memfokuskan perempuan, karena mereka ini rawan dan kita enggak tahu kalau di jalan ada apa-apa,” jelas Gyta.
    Gyta mengungkapkan, program Mlijo Cinta memfasilitasi para pedagang sayuran dengan gerobak sayur yang menarik dan bersih.
    “Dan kami membuatkan gerobak-gerobak yang dihias se-
    eye catching
    mungkin dan bersih untuk mengangkut sayuran,” sambungnya.
    Selain itu, banyak perempuan pedagang sayur di Jember yang juga berperan sebagai tulang punggung keluarga, bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sambil tetap mengurus rumah tangga.
    Program yang digagas Gyta ini akhirnya membawanya meraih penghargaan Anugerah Puspa Cita dalam ajang
    Anugerah Puspa Bangsa 2025
    .
    Penghargaan Puspa Cita diberikan kepada perempuan yang berperan dalam mewujudkan cita-cita bangsa, seperti halnya Ketua TP PKK dan Dekranasda yang turut menggerakkan organisasi dan kesejahteraan perempuan di daerahnya.
    Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifatul Choiri Fauzi, menilai PKK memiliki peran strategis dalam mewujudkan program pemerintah dalam hal keluarga sehat dan sejahtera.
    “Mereka adalah ujung tombak penggerak masyarakat di daerahnya demi menyukseskan program pemerintah melalui tiga pilar, yaitu pendidikan, kesehatan, dan perekonomian,” kata Arifatul sesaat sebelum memberikan penghargaan Puspa Cipta.
    Sementara itu, Gyta menilai penghargaan ini adalah sebuah pencapaian untuk perempuan pekerja informal di Jember.
    “Ini adalah kemenangan bukan buat kita pribadi tapi bagaimana kita membangun Jember, khususnya di bidang ini perempuan yang kita lihat di warga biasa,” katanya.
    Selang beberapa hari setelah Anugerah Puspa Bangsa, Gyta kembali dianugerahi penghargaan lainnya.
    Ia baru saja menerima piagam penghargaan tanda kehormatan sebagai Bunda Perawat dan Bunda Bidan Kabupaten Jember oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Jember.
    Pencapaian ini diraih Gyta atas kepeduliannya terhadap kesehatan perempuan, pencegahan
    stunting
    , dan mengurangi angka kematian ibu dan anak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Disetrum, Dijejali Kotoran, Tak Digaji Layak

    Disetrum, Dijejali Kotoran, Tak Digaji Layak

    PIKIRAN RAKYAT – Sejumlah mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI), yang pernah menjadi bagian dari atraksi di Taman Safari Indonesia (TSI), memberanikan diri mengungkap dugaan kekerasan dan eksploitasi sistematis yang mereka alami selama bertahun-tahun.

    Dalam sebuah audiensi yang berlangsung pada Selasa, 15 April 2025, di kantor Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamen HAM) Mugiyanto, para mantan pemain sirkus ini dengan suara bergetar membeberkan pengalaman traumatis yang mereka alami sejak era 1970-an.

    Butet, salah seorang mantan pemain sirkus yang hadir dalam audiensi tersebut, dengan gamblang menceritakan rentetan perlakuan kasar yang ia terima selama menjadi bagian dari pertunjukan.

    Namun, pengakuannya yang paling mengejutkan adalah ketika ia mengungkapkan pernah dipaksa dan dijejali kotoran.

    Lebih lanjut, Butet juga mengaku pernah dirantai menggunakan rantai yang lazim digunakan untuk mengikat gajah, sebuah perlakuan yang menggambarkan dehumanisasi dan pengekangan kebebasan yang ekstrem.

    Ironisnya, kekerasan tersebut tidak berhenti bahkan ketika Butet dalam kondisi hamil. Ia dipaksa untuk tetap tampil di bawah tekanan, mengabaikan risiko bagi dirinya dan janin yang dikandungnya.

    Setelah melahirkan, penderitaannya berlanjut dengan pemisahan paksa dari anaknya, menghilangkan haknya sebagai seorang ibu untuk memberikan air susu dan kasih sayang di masa-masa awal kehidupan sang buah hati.

    “Saat hamil pun saya dipaksa tetap tampil. Setelah melahirkan, saya dipisahkan dari anak saya, saya tidak bisa menyusui,” lirih Butet.

    Puncak dari perlakuan sadis yang ia alami adalah ketika ia dijejali kotoran gajah hanya karena ketahuan mengambil lauk makanan.

    Kisah pilu serupa juga diungkapkan oleh Fifi, yang ternyata adalah anak dari Butet dan juga mantan pemain sirkus Taman Safari Indonesia. Fifi mengaku mengalami perlakuan yang tidak kalah mengerikan, termasuk disetrum hingga tubuhnya lemas dan kemudian dipasung selama dua minggu.

    “Sampai saya jatuh lemas akhirnya dipasung selama dua minggu,” kata Fifi kepada Wamen HAM, seperti yang dikutip dari unggahan di akun Instagram resmi @mugiyanto.official.

    Pengakuan ini mengindikasikan adanya pola kekerasan yang mungkin telah berlangsung secara turun-temurun dalam lingkungan kerja sirkus tersebut.

    Ida Yani, mantan pemain sirkus TSI lainnya, menambahkan luka mendalam dalam daftar panjang dugaan pelanggaran hak asasi manusia ini.

    Ia mengungkapkan bahwa dirinya mengalami kelumpuhan setelah terjatuh dari ketinggian sekitar 15 meter saat melakukan atraksi trapeze di Lampung.

    Kecelakaan kerja yang seharusnya mendapatkan perhatian dan kompensasi yang layak, justru berujung pada patah tulang belakang dan kelumpuhan permanen yang membuatnya harus menggunakan kursi roda hingga saat ini.

    “Saat itu saya main Trapeze, akrobatik di udara itu. Saya jatuh, pada saat saya sium, ternyata saya patah tulang belakang,” terang Ida.

    Menyikapi pengakuan-pengakuan yang mengejutkan ini, kuasa hukum para mantan pekerja OCI, Muhammad Sholeh, mendesak Kementerian HAM dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk segera membentuk tim pencari fakta independen.

    Langkah ini dianggap krusial untuk menguak kebenaran di balik dugaan kekerasan dan eksploitasi yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

    Lebih lanjut, Sholeh mengungkapkan bahwa selama para mantan pemain sirkus ini “bekerja” di bawah tekanan dan kekerasan, mereka tidak pernah menerima gaji yang layak.

    “Selama mereka menjadi budak, tidak pernah menerima gaji, menerima kekejaman, kekerasan, maka harus ada ganti rugi kepada para korban,” tegas Sholeh.

    Pengakuan para mantan pemain sirkus ini tentu menjadi pukulan telak bagi citra Taman Safari Indonesia, salah satu destinasi wisata alam dan konservasi terbesar di Indonesia yang selama ini dikenal dengan koleksi satwa dan pertunjukan edukatifnya.

    Jika dugaan kekerasan dan eksploitasi ini terbukti benar, hal ini akan mencoreng reputasi TSI dan menimbulkan pertanyaan serius tentang standar etika dan perlakuan terhadap pekerja di industri pariwisata dan hiburan.

    Pemerintah, melalui Kementerian HAM dan PPPA, diharapkan dapat merespons dengan cepat dan serius pengaduan ini.

    Pembentukan tim pencari fakta independen yang melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan dari organisasi hak asasi manusia dan perlindungan pekerja, menjadi langkah penting untuk memastikan investigasi yang objektif dan transparan.

    Investigasi ini harus mencakup penelusuran lebih lanjut terhadap dugaan kekerasan fisik, verbal, dan psikologis yang dialami para mantan pemain sirkus, kondisi kerja mereka selama ini, serta dugaan pelanggaran hak-hak pekerja terkait upah dan jaminan sosial.

    Keterangan dari pihak-pihak terkait, termasuk manajemen Taman Safari Indonesia dan Oriental Circus Indonesia, juga perlu didengar untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai permasalahan ini.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Perempuan Dinilai Berperan Besar Mewujudkan Indonesia Emas 2045

    Perempuan Dinilai Berperan Besar Mewujudkan Indonesia Emas 2045

    Jakarta: Perempuan dinilai berperan besar dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Mereka harus memahami pentingnya peran perempuan dalam pembangunan manusia, khususnya aspek kesehatan dan kemandirian ekonomi.

    Hal itu terungkap dalam webinar bertema ‘Kartini Hebat, Keluarga Sehat: Peran Gizi dalam Kehidupan Perempuan’ yang digelar PNM bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).

    Asisten Deputi Pembangunan Manusia, Kebudayaan, Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Wilayah III KemenPPPA, Dewa Ayu Laksmiadi Janapriati mengatakan, perempuan merupakan aset bangsa yang menjadi pilar utama pembangunan.

    “Perempuan punya posisi tawar jika memiliki penghasilan dan mandiri secara finansial,” kata Dewa Ayu.

    Menurutnya, perempuan yang berpenghasilan tidak hanya mampu meningkatkan kualitas hidupnya sendiri, tetapi juga berkontribusi pada pendidikan, gizi, dan pengasuhan anak yang lebih baik.

    “Ibu yang sehat akan melahirkan anak-anak yang hebat. Ibu yang hebat melahirkan anak sehat, keluarga akan menjadi kuat, begitu juga dengan Indonesia,” katanya.

    Dokter Spesialis Gizi Ayu Diandra Sari mengatakan, perempuan yang sehat adalah kunci untuk menciptakan dirinya menjadi cerdas dan mandiri demi meningkatkan kesejahteraan keluarga.

    Direktur Utama PNM Arief Mulyadi mengatakan, pihaknya mendorong perempuan Indonesia menjadi agen perubahan dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.

    Arief yakin, melalui akses pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan, akan menciptakan perempuan yang tidak hanya mandiri secara ekonomi, tetapi juga menjadi penopang utama kesehatan dan kesejahteraan keluargan

    “Kami percaya, pemberdayaan perempuan dimulai dari tubuh yang sehat dan jiwa yang kuat,” katanya.

    Menurut Arief, sinergi antara kesehatan dan kemandirian perempuan adalah kunci utama membangun keluarga tangguh dan bangsa yang berdaya saing di masa depan.

    Jakarta: Perempuan dinilai berperan besar dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Mereka harus memahami pentingnya peran perempuan dalam pembangunan manusia, khususnya aspek kesehatan dan kemandirian ekonomi.
     
    Hal itu terungkap dalam webinar bertema ‘Kartini Hebat, Keluarga Sehat: Peran Gizi dalam Kehidupan Perempuan’ yang digelar PNM bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
     
    Asisten Deputi Pembangunan Manusia, Kebudayaan, Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Wilayah III KemenPPPA, Dewa Ayu Laksmiadi Janapriati mengatakan, perempuan merupakan aset bangsa yang menjadi pilar utama pembangunan.

    “Perempuan punya posisi tawar jika memiliki penghasilan dan mandiri secara finansial,” kata Dewa Ayu.
     
    Menurutnya, perempuan yang berpenghasilan tidak hanya mampu meningkatkan kualitas hidupnya sendiri, tetapi juga berkontribusi pada pendidikan, gizi, dan pengasuhan anak yang lebih baik.
     
    “Ibu yang sehat akan melahirkan anak-anak yang hebat. Ibu yang hebat melahirkan anak sehat, keluarga akan menjadi kuat, begitu juga dengan Indonesia,” katanya.
     
    Dokter Spesialis Gizi Ayu Diandra Sari mengatakan, perempuan yang sehat adalah kunci untuk menciptakan dirinya menjadi cerdas dan mandiri demi meningkatkan kesejahteraan keluarga.
     
    Direktur Utama PNM Arief Mulyadi mengatakan, pihaknya mendorong perempuan Indonesia menjadi agen perubahan dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
     
    Arief yakin, melalui akses pembiayaan, pelatihan, dan pendampingan, akan menciptakan perempuan yang tidak hanya mandiri secara ekonomi, tetapi juga menjadi penopang utama kesehatan dan kesejahteraan keluargan
     
    “Kami percaya, pemberdayaan perempuan dimulai dari tubuh yang sehat dan jiwa yang kuat,” katanya.
     
    Menurut Arief, sinergi antara kesehatan dan kemandirian perempuan adalah kunci utama membangun keluarga tangguh dan bangsa yang berdaya saing di masa depan.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (FZN)

  • Korban Tuntut Keadilan, TSI Enggan Dikaitkan

    Korban Tuntut Keadilan, TSI Enggan Dikaitkan

    PIKIRAN RAKYAT – Kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) kembali mencuat ke publik setelah sejumlah korban menyampaikan aduan ke Kementerian Hukum dan HAM, pada Selasa, 15 April 2025.

    Mereka mengaku pernah menjadi korban kekerasan, kehilangan identitas, hingga tidak mendapatkan hak pendidikan saat bekerja sebagai bagian dari sirkus tersebut.

    Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merespons laporan ini dengan serius. Dalam keterangan resminya, Komnas HAM meminta agar penyelesaian kasus dilakukan melalui jalur hukum dan pemberian kompensasi kepada para korban.

    “Komnas HAM meminta agar kasus ini diselesaikan secara hukum atas tuntutan kompensasi untuk para mantan pemain OCI,” ujar Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, di Jakarta, Jumat 18 April 2025.

    Sejarah Panjang Pelanggaran di Lingkungan OCI

    Komnas HAM sebenarnya telah menyoroti praktik-praktik di lingkungan OCI sejak tahun 1997. Saat itu, mereka menemukan setidaknya empat jenis pelanggaran hak anak:

    Anak-anak tidak mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan keluarganya. Terjadi eksploitasi ekonomi terhadap anak-anak. Anak-anak tidak mendapatkan pendidikan umum yang layak. Tidak ada jaminan perlindungan keamanan dan sosial bagi anak-anak.

    Namun, penyelidikan terhadap dua tokoh yang disebut bertanggung jawab, yakni FM dan VS, dihentikan oleh Direktorat Reserse Umum Polri berdasarkan Surat Ketetapan Nomor Pol. G.Tap/140-J/VI/1999/Serse Um pada 22 Juni 1999.

    Kasus ini kembali mencuat setelah Komnas HAM menerima aduan dari Ari Seran Law Office pada Desember 2024, yang menyebutkan belum adanya penyelesaian atas tuntutan kompensasi sebesar Rp3,1 miliar kepada pihak OCI.

    Uli menegaskan bahwa pelatihan keras kepada anak-anak dalam sirkus tidak boleh menjurus pada penyiksaan.

    “Anak-anak tersebut juga mengalami pelanggaran atas hak untuk memperoleh pendidikan yang layak serta hak untuk memperoleh perlindungan keamanan dan jaminan sosial sesuai peraturan perundangan yang ada,” tuturnya.

    Wamenkumham: Ada Kemungkinan Banyak Tindak Pidana

    Wakil Menteri Hukum dan HAM, Mugiyanto, menerima langsung audiensi para korban. Ia mengatakan bahwa pengakuan yang disampaikan mengarah pada potensi pelanggaran pidana berat, termasuk kekerasan dan penghilangan identitas.

    “Banyak kekerasannya. Ada aspek penting yang orang tidak pikirkan, itu soal identitas mereka. Mereka tidak tahu asal usul, tidak tahu orang tuanya—beberapa dari mereka. Ini harus kita buka jalan supaya mereka bisa mengidentifikasi keluarga mereka,” kata Mugiyanto.

    Dia juga menyatakan bahwa pemerintah akan berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) serta Komnas HAM untuk menyelidiki lebih lanjut. Rencana pemanggilan kepada pihak-pihak terkait, termasuk pihak Taman Safari Indonesia, telah disiapkan.

    “Kami akan meminta keterangan dari pihak Taman Safari Indonesia. Pemanggilan itu akan dilakukan secepatnya,” ujarnya.

    Taman Safari Indonesia Tolak Dihubungkan

    Menanggapi sorotan publik, Taman Safari Indonesia (TSI) Group menyatakan dengan tegas bahwa pihaknya tidak memiliki keterkaitan atau hubungan bisnis dengan mantan pemain sirkus OCI.

    “Kami menilai bahwa permasalahan tersebut bersifat pribadi dan tidak ada kaitannya dengan Taman Safari Indonesia Group secara kelembagaan,” kata Head of Media and Digital TSI Group, Finky Santika Nh, di Kabupaten Bogor.

    Finky juga meminta publik untuk tidak menyebarkan informasi yang tidak berdasar, karena dapat berdampak hukum terhadap reputasi perusahaan.

    “Kami mengajak masyarakat untuk bersikap bijak dalam menyikapi informasi yang beredar di ruang digital dan tidak mudah terpengaruh oleh konten yang tidak memiliki dasar fakta maupun keterkaitan yang jelas,” tuturnya.

    Penjelasan Tony Sumampau: TSI dan OCI Adalah Entitas Berbeda

    Komisaris TSI Group, Tony Sumampau, yang diketahui pernah menjadi pelatih hewan di OCI, juga memberikan klarifikasi. Dia menyatakan bahwa TSI dan OCI adalah dua badan hukum yang berbeda, meski dirinya aktif di keduanya pada masa lalu.

    Menurut Tony, anak-anak memang tinggal sepenuhnya di lingkungan sirkus pada masa itu, namun semua kegiatan termasuk makan, tidur, dan belajar tetap ada porsinya.

    “Ketika itu memang bekerja semua, anak-anak makan, istirahat, show, sampai belajar ada waktunya. Kalau ada kekerasan mungkin saya juga kena karena saya kan di sana juga,” ujarnya.

    Upaya Negara Menjembatani Korban dan Pihak Terlapor

    Kementerian Hukum dan HAM berkomitmen untuk menjadi penghubung antara para korban dan pihak-pihak yang diduga terlibat. Meskipun peristiwa ini terjadi puluhan tahun lalu, pemerintah menegaskan bahwa tidak ada daluwarsa terhadap pelanggaran HAM.

    “Kami dengarkan dari mereka, ada kemungkinan banyak sekali tindak pidana yang terjadi di sana,” ujar Mugiyanto.

    Dia juga menambahkan bahwa pihaknya akan memberi ruang bagi korban yang ingin menempuh jalur hukum secara formal.

    “Kalau memang mau ditempuh jalur hukum, ya silakan jika korban mau menempuh jalur itu,” ucap Mugiyanto.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News