Kementrian Lembaga: Mabes Polri

  • Ahmad Dhani Dilaporkan Lagi ke MKD, Gerindra Ungkap Sudah Pernah Ingatkan Hati-hati Bicara – Halaman all

    Ahmad Dhani Dilaporkan Lagi ke MKD, Gerindra Ungkap Sudah Pernah Ingatkan Hati-hati Bicara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mengungkapkan bahwa partainya sudah memberikan peringatan kepada anggota Komisi X DPR RI, Ahmad Dhani, terkait pernyataannya yang kontroversial. Muzani menyatakan bahwa Dhani sudah diingatkan untuk berhati-hati, terutama terkait hal-hal yang bisa menyinggung orang lain.

    Pernyataan ini disampaikan Muzani setelah Dhani kembali dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, terkait dugaan penghinaan terhadap marga Pono.

    Muzani menjelaskan bahwa Fraksi Gerindra di DPR memang sudah memberikan arahan kepada anggota-anggotanya untuk berhati-hati dalam mengungkapkan pernyataan, terutama yang berkaitan dengan isu sensitif yang bisa memicu ketersinggungan.

    “Dari sisi internal fraksi, Mas Dhani memang sudah diingatkan supaya ada beberapa hal, kita semua sudah diingatkan ada beberapa hal yang sensitif,” kata Muzani kepada awak media di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/4/2025).

    Menurut Muzani, ada wilayah-wilayah sensitif yang memang sebaiknya tidak dibahas, karena dapat menimbulkan konflik.

    “Sensitif itu artinya ada beberapa wilayah yang memang tidak perlu untuk disinggung. Karena itu berpotensi bisa menimbulkan ketersinggungan orang dan saya kira Mas Dhani memahami itu,” beber dia.

    Dia menambahkan bahwa Ahmad Dhani paham betul pentingnya menjaga perasaan orang lain, terutama dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR.

    Rayen Pono Laporkan Ahmad Dhani Ke MKD: Isu Penghinaan Marga

    AHMAD DHANI DIPOLISIKAN – Musisi Rayen Pono resmi melaporkan Ahmad Dhani terkait kasus diskriminasi ras dan etnis dan UU ITE di Bareskrim Mabes Polri, Rabu (23/4/2025). (Tribunnews.com/ Fauzi Alamsyah). (Tribunnews.com/ Fauzi Alamsyah)

    Sebagai informasi, Ahmad Dhani sebelumnya telah dua kali dilaporkan ke MKD DPR.

    Laporan pertama datang dari Komnas Perempuan terkait pernyataan Dhani yang dianggap menyinggung status janda. Kali ini, Dhani kembali dilaporkan ke MKD oleh musisi Rayen Pono.

    Rayen melaporkan Dhani atas dugaan penghinaan terhadap marga Pono yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT), setelah Dhani menyebut nama Rayen sebagai “Rayen Porno” dalam sebuah debat.

    Rayen Pono, yang melaporkan Dhani bersama tim kuasa hukumnya pada Rabu (23/4/2025), menilai bahwa pernyataan Dhani mengandung unsur penghinaan terhadap marga Pono, yang merupakan bagian dari identitas budaya masyarakat NTT.

    “Ini bukan hanya soal saya pribadi. Penghinaan ini menyangkut banyak orang di NTT, yang juga menggunakan marga Pono. Kami merasa perlu untuk serius menanggapi hal ini,” ujar Rayen di Gedung DPR, Senayan.

    Rayen juga menegaskan bahwa laporan ini terkait dengan tanggung jawab Dhani sebagai wakil rakyat, bukan sekadar sebagai musisi. Sebagai anggota DPR, Dhani seharusnya lebih bijaksana dalam mengeluarkan pernyataan, terutama yang menyangkut keberagaman budaya Indonesia.

    Rayen berharap, laporan ini dapat menjadi pelajaran penting bagi seluruh anggota DPR, khususnya dalam hal etika dan tanggung jawab moral. Ia menekankan bahwa anggota DPR, yang mewakili rakyat, harus lebih bijaksana dalam menjaga martabat masyarakat yang diwakilinya.

    “Komisi X DPR yang membidangi seni, budaya, pendidikan, dan olahraga seharusnya paham betul tentang nilai-nilai budaya. Jika Mas Dhani bukan anggota DPR, mungkin ini tidak akan menjadi isu sebesar ini,” kata Rayen.

    Proses Verifikasi Laporan dan Tindak Lanjut

    Setelah berkas laporan diterima oleh MKD, proses verifikasi administrasi akan dilakukan. Rayen mengatakan bahwa dalam waktu 14 hari kerja, akan ada pemanggilan untuk klarifikasi dan audiensi dengan perwakilan dari MKD.

    Dengan adanya laporan ini, diharapkan akan muncul pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya menghormati keberagaman budaya dan menjaga etika dalam pernyataan publik, terutama bagi para pejabat publik yang memiliki pengaruh besar.

    Untuk update lebih lanjut tentang permasalahan Ahmad Dhani ini dan berita-berita terkini, kunjungi Tribunnews.com dan tetap ikuti kami untuk perkembangan lebih lanjut.

     

     

  • Korban Dugaan Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila Bertambah 2 Orang, Melapor ke Bareskrim – Halaman all

    Korban Dugaan Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila Bertambah 2 Orang, Melapor ke Bareskrim – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Korban dugaan pelecehan eks Rektor Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno bertambah dua orang.

    Mereka adalah wanita berinisial AM dan IR.

    Adapun dua korban baru ini mendatangi Bareskrim Polri untuk membuat laporan polisi pada Jumat (25/4/2025).

    Laporan tersebut diterima dengan nomor LP/B/196/IV/2025/BARESKRIM.

    “2024 itu kan ada dua korban, hari ini ada dua korban lagi. Jadi dua korban yang datang konsultasi dan melaporkan ke Mabes Polri, Bareskrim,” kata pengacara korban, Yansen Ohoirat kepada wartawan di Bareskrim Polri.

    Yansen mengatakan korban AM ini mengaku mengalami pelecehan verbal dari Edie dalam sebuah forum. Edie disebut melemparkan kata-kata tidak pantas di depan umum dan disambut tawa dari orang-orang di forum tersebut.

    “Jadi mereka menganggap ucapan-ucapan yang memang melecehkan itu sesuatu yang biasa. Apalagi yang hadir adalah akademisi. Nah seharusnya kan menyampaikan sesuatu yang memang rasional dan memang sesuai dengan orang-orang yang terdidik. Tapi ini didapat umum. Itu tertawa bersama-sama. Dan saya pun menyaksikan hal itu,” ungkapnya.

    Sementara itu, untuk korban IR mengalami pelecehan seksual secara fisik di salah satu tempat di Jakarta Selatan pada 2019.

    “Jadi ada pemaksaan dari ETH kepada korban untuk memegang alat kelamin dari si ETH. Ini terjadi,” jelasnya.

    Yansen pun mengungkap alasan mengapa kedua korban baru melaporkan hal yang menimpanya sekarang. Hal ini karena kedua korban sudah melewati masa trauma yang cukup panjang. 

    Selain itu, kata Yansen korban saat itu membutuhkan waktu agar berani melawan rasa takut karena ada relasi kuasa. 

    “Namun, puji Tuhan, akhirnya bisa muncul dan kita sudah melakukan konsultasi, melakukan pelaporan perkara tersebut ke Mabes Polri. Jadi ada perhatian khusus juga dari Mabes Polri dan akan melakukan asistensi terhadap pelaporan yang dilakukan di Polda Metro Jaya bahkan di Mabes Polri,” tuturnya.

    Dalam kasus ini, Edie pun sudah dilaporkan ke polisi oleh dua korban pada 2024 lalu.

    Pertama korban berinisial RZ yang melapor ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024.

    Selain itu, laporan juga datang dari korban lainnya berinisial DF yang diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024. Namun, kini laporan tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

    Edie Toet sendiri sejauh ini sudah diperiksa sebanyak dua kali sebagai saksi yakni pada Kamis (29/2/2024) dan Selasa (5/4/2024) yang lalu.

    Namun, hingga setahun lebih kasusnya bergulir, polisi belum juga menetapkan sosok tersangka dalam kasus tersebut.

    Klaim Kasusnya Dipolitisasi

    Sebelumnya, Rektor non aktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno mengklaim bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepada dirinya merupakan bentuk politisasi.

    Adapun hal itu diungkapkan Edie melalui kuasa hukumnya, Faizal Hafied usai menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual atas korban RF di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

    Faizal menjelaskan klaim politisasi yang ia maksud lantaran pelaporan itu beririsan dengan adanya pemilihan rektor baru di kampus tersebut.

    “Ini pasti ada politisasi jelang pemilihan rektor sebagaimana sering terjadi di Pilkada dan Pilpres,” kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

    Selain itu ia pun mengatakan bahwa laporan polisi (LP) yang dilayangkan terhadap kliennya itu tidak akan terjadi jika tak ada proses pemilihan rektor.

    Bahkan menurutnya, kasus yang saat ini terjadi dinilainya sebagai bentuk pembunuhan karakter kliennya.

    “Sekaligus kami mengklarifikasi bahwa semua yang beredar ini adalah berita yang tidak tepat, dan merupakan pembunuhan karakter untuk klien kami,” pungkasnya.

  • Penyebab Bareskrim Tolak Laporan Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi, Jawaban Enteng Sosok yang Dipolisikan – Halaman all

    Penyebab Bareskrim Tolak Laporan Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi, Jawaban Enteng Sosok yang Dipolisikan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) semakin ramai menjadi sorotan.

    Belakangan, Bareskrim Polri menolak laporan soal tudingan ijazah palsu Jokowi yang dibuat orang yang tergabung dalam organisasi Peradi Bersatu, Kamis (24/4/2025).

    Mereka pada hari itu mendatangi Bareskrim Polri.

    Kemudian membentuk sebuah tim bernama Advocate Public Defender untuk membuat laporan polisi ke Bareskrim.

    Terbaru, empat penuduh ijazah palsu Jokowi termasuk eks Menteri Pemuda Olahraga (Menpora) Roy Suryo telah dilaporkan ke polisi.

    Namun beberapa di antaranya menjawab dengan enteng tindakan mereka berujung pelaporan.

    Mereka mengklaim memiliki dasar dan bukti menuding ijazah palsu Jokowi.

    Berikut fakta-faktanya:

    Bareskrim Polri tidak menerima laporan soal tudingan ijazah palsu Jokowi yang dibuat orang yang tergabung dalam organisasi Peradi Bersatu, Kamis (24/4/2025).

    Diketahui sejumlah orang yang tergabung dalam organisasi Peradi Bersatu mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

    Mereka membentuk sebuah tim bernama Advocate Public Defender untuk membuat laporan polisi ke Bareskrim.

    Namun, pihak Bareskrim Polri menyarankan agar laporan dibuat ke Polda Metro Jaya.

    “Melalui serangkaian konsul, bahwa laporan ini perlu diajukan di Polda Metro Jaya. Jadi saat ini setelah kami menerima hasil daripada permintaan Mabes Polri untuk dibuka di Polda Metro Jaya,” kata tim Advocate Public Defender, Lechuman kepada wartawan, Kamis.

    Meski sudah menyampaikan bukti-bukti saat melapor, namun pihak kepolisian tetap meminta pelaporan dilakukan di Polda Metro Jaya sesuai locus delicti atau tempat kejadian.

    “Karena lokusnya itu ada dua, pertama lokus di Jakarta Pusat yang peristiwa tanggal 22, kalau nggak salah 2 hari atau 3 hari yang lalu kemudian yang kemarin lokus di Jakarta Selatan,” ucapnya.

    Sementara itu, seorang anggota tim lain bernama Ade Darmawan mengatakan pihaknya sepakat membuat laporan ini bukan atas tekanan dari siapapun termasuk kubu Jokowi.

    “Kita dari organisasi advokat kita mewakili organisasi advokat, kita mewakili organisasi advokat jadi kita melaporkan karena ini ada dugaan yang jelas menghasut, jelas menghasut kemudian membuat gaduh,” jelasnya.

    “Bahwa ada laporan yang memang delik aduan ada yang delik murni, untuk Advokat Public Defender atau tim yang dibuat oleh Peradi Bersatu itu yang bersifat delik murni kalau mungkin, mungkin, kalau untuk kuasa hukum Pak Jokowi nanti itu delik aduan nah itu seperti itu, ada dua versi ya yang berbeda,” sambungnya.

    Saat ini, tim dari Advocate Public Defender tengah menuju Polda Metro Jaya untuk membuat laporan di sana.

    Selain itu, laporan polisi atas tudingan yang sama juga sudah dibuat di Polres Metro Jakarta Pusat oleh Organisasi masyarakat Pemuda Patriot Nusantara bersama Relawan Jokowi pada, Rabu (23/4/2025) siang.  

    Kuasa hukum pelapor, Rusdiansyah, mengatakan, empat terlapor itu berinisial RS, RSM, RF, dan seorang perempuan berinisial TT.

    “Yang dilaporkan itu inisial RS, RSM, RF, dan TT. Teman-teman mungkin sudah familiar,” kata Rusdiansyah di Mapolres Jakarta Pusat.

    Saat ditanya lebih lanjut, Rusdiansyah mengindikasikan bahwa satu terlapor adalah mantan menteri.

    “Ya, bisa jadi (mantan menteri),” ujarnya singkat.

    Jawaban Para Terlapor setelah Dipolisikan

    Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo, ahli forensik digital Rismon Sianipar, dokter Tifauzia Tyassuma, dan Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadillah, menjadi sasaran laporan yang dilayangkan oleh Pemuda Patriot Nusantara pada Rabu, 23 April 2025.

    Meski dilaporkan, respons mereka justru mengejutkan publik, dengan masing-masing memberikan klarifikasi yang menimbulkan reaksi beragam.

    Roy Suryo: “Kami Berjuang untuk Kebenaran”

    Roy Suryo, yang dikenal sebagai mantan Menpora, dengan tegas menyatakan bahwa laporan tersebut adalah bagian dari upayanya dan rekan-rekannya untuk menegakkan kebenaran. 

    “Kami berempat menggunakan teknologi canggih untuk membuktikan keaslian ijazah Jokowi. Jika ini disebut penghasutan, silakan diproses, masyarakat bisa menilai,” ujar Roy Suryo dalam wawancara singkat setelah pelaporan. 

    Reaksinya menunjukkan keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan adalah bagian dari pencarian fakta, bukan fitnah.

    Rismon Sianipar: “Saya Tidak Akan Lari dari Kebenaran”

    Rismon Sianipar, seorang ahli forensik digital yang turut dilaporkan, mengungkapkan bahwa ia tidak akan mundur dari analisis ilmiah yang telah dilakukannya terkait dugaan ijazah palsu Jokowi. 

    Dalam pernyataannya, Rismon menegaskan, “Saya tidak akan lari satu milimeter pun. Semua yang saya analisis dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan bahkan diuji oleh ahli forensik Bareskrim Polri.”

    Pernyataan ini semakin mempertegas bahwa ia siap menghadapi konsekuensi hukum tanpa rasa takut.

    Tifauzia Tyassuma: “Bagus, Saya Akan Tagih Janji Jokowi”

    Reaksi yang cukup kontroversial datang dari dokter Tifauzia Tyassuma.

    Melalui akun media sosialnya @DokterTifa, Tifa menyatakan, “Saya dilaporkan? BAGUS,” yang menandakan bahwa ia tidak merasa gentar dengan pelaporan tersebut. 

    Tifa, yang sebelumnya mengkritik Jokowi soal transparansi ijazah, menegaskan bahwa ia akan terus menagih janji Jokowi untuk memperlihatkan ijazah asli di pengadilan.

    “Mau saya tagih janji Jokowi, sesumbarnya hanya mau memperlihatkan IJAZAH ASLI DI depan pengadilan!,” tambahnya.

    Sementara itu, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadillah, belum memberikan komentar. 

    Reaksi Netizen 

    Netizen di media sosial ramai menyoroti respon soal pelaporan terkait Ijazah Jokowi.

    Di antaranya “Buzzer nya Jokowi banyak sekali yang komentar. pada hal tinggal tunjukin saja langsung beres. jokowi tidak usah terlalu bertele2 layaknya abunawas sejati,” tulis @NusaTosofu45352.

    “Sudah anda sudah tua, istirahat jangan ngurusin orang lain, perbanyak amal ibadahnya, kelak mati mendadak malaikat tidak tanya masalah ijazah yg di tanya amal ibadahmu,” tulis @rQ_dmwn.

    “Kalau Jokowi mah saya maklum, emang tukang tipu. Tapi tidak habis pikir dengan UGM ini loh,” tulis @Dede_Darmansyah

    Lapor Polisi

    Diketahui, empat sosok yang dilaporkan adalah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo, ahli digital forensik Rismon Sianipar, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadillah, dan dokter Tifauzia Tyassuma.

    Laporan ini didasarkan pada dugaan pelanggaran Pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka umum.

    Eks Dosen Tuduh Skripsi dan Ijazah Jokowi Palsu

    Sebelumnya mantan dosen dari Universitas Mataram Rismon Hasiholan Sianipar, menuduh ijazah milik Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai lulusan UGM adalah palsu. 

    Pernyataan Rismon didasarkan dari nomor seri ijazah dan penggunaan gaya huruf Times New Roman pada sampul skripsi yang menurutnya belum ada di era 1980-1990an. Tuduhan ini kemudian menimbulkan kegaduhan, utamanya warganet di media sosial.

    UGM Tegaskan Skripsi dan Ijazah Jokowi Adalah Asli

    Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta menegaskan bahwa ijazah dan skripsi milik Jokowi adalah asli. 

    Katanya, pada tahun tersebut memang jamak mahasiswa menggunakan gaya huruf tersebut untuk penulisan sampul skripsi dan ijazah. Apalagi sudah ada tempat percetakan di sekitar kampus UGM yang memiliki jasa percetakan sampul skripsi dengan gaya huruf dimaksud.

    Sigit mengatakan seharusnya Rismon juga membandingkan skripsi dari mahasiswa Fakultas Kehutanan lain yang terbit pada tahun serupa.

    Selain itu, keaslian skripsi maupun ijazah Jokowi serta keaktifannya dalam kampus bisa dikroscek ke teman-teman satu angkatan mantan Walikota Solo itu.

    “Perlu diketahui ijazah dan skripsi dari Joko Widodo adalah asli. Ia pernah kuliah di sini, teman satu angkatan beliau mengenal baik beliau, beliau aktif di kegiatan mahasiswa, beliau tercatat menempuh banyak mata kuliah, mengerjakan skripsi sehingga ijazahnya pun dikeluarkan oleh UGM adalah asli,” kata Sigit dalam keterangan resmi UGM, Sabtu (22/3/2025).

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Abdi Ryanda Shakti, Glery Lazuardi)

  • Keluarga Kenzha Mahasiswa UKI yang Tewas di Kampus Tolak Hasil Penyelidikan, Bakal Lapor ke Propam – Halaman all

    Keluarga Kenzha Mahasiswa UKI yang Tewas di Kampus Tolak Hasil Penyelidikan, Bakal Lapor ke Propam – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Keluarga mendiang Kenzha Walewangko, mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) yang tewas di lingkungan kampus tak menerima hasil penyelidikan polisi yang menyebut tidak ada tindak pidana.

    Ayah korban, EH Happy Walewangko menilai hasil penyelidikan itu bertentangan dengan fakta-fakta yang sebenarnya.

    Menurutnya, banyak kejanggalan yang mengaburkan kebenaran di antaranya pemanggilan saksi-saksi tanpa prosedur resmi, seperti tidak adanya surat pemanggilan atau pendampingan dari kuasa hukum.

    Hal ini memunculkan dugaan bahwa pemeriksaan saksi dilakukan dalam tekanan, bahkan sarat dengan rekayasa dan pemaksaan skenario yang bertentangan dengan laporan awal pihak kampus UKI, yakni adanya dugaan pengeroyokan terhadap korban.

    “Kami mendengar langsung keterangan dari saksi-saksi, baik yang telah diperiksa maupun yang belum dipanggil. Banyak dari mereka yang menyatakan bahwa telah terjadi pengeroyokan terhadap Kenzha. Namun justru saksi-saksi penting ini tidak digali keterangannya lebih lanjut. Di sinilah kami melihat adanya upaya pembelokan arah penyidikan,” kata Happy dalam keterangannya, Jumat (25/4/2025).

    Padahal, pihak keluarga sudah meminta agar penyelidikan kasusnya dilimpahkan ke Polda Metro Jaya setelah melihat ketidakprofesionalan penyidik Polres Metro Jakarta Timur.

    Di sisi lain, pihak keluarga juga meminta agar menggunakan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) terhadap pihak-pihak yang terlibat. Namun, hasilnya tetap tak ditemukan unsur pidana.

    Atas hal itu, Happy mengatakan pihaknya akan melaporkan dugaan pelanggaran etik dan profesionalisme pimpinan Polres Metro Jakarta Timur ke Divisi Propam Mabes Polri pada hari ini.

    “Kami berharap publik dapat menyaksikan secara langsung praktik-praktik buruk dan ketidakprofesionalan oknum-oknum aparat penegak hukum yang justru merusak kepercayaan masyarakat. Ini saatnya membersihkan institusi dari mereka yang tidak lagi layak menyandang tugas dan amanat hukum,” ucapnya.

    Kasus Dihentikan

    Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Timur menghentikan penyelidikan kasus Kenzha Erza Walewangko (22) mahasiswa UKI yang meninggal di area kampus pada Selasa (4/3/2025). 

    Kasus itu teregister dengan nomor LP/B/794/III/2025/SPKT/Polres Metro Jakarta Timur/Polda Metro Jaya tertanggal 5 Maret 2025 atas nama pelapor Roparulian Evander Ellia Napitupulu.

    Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly mengatakan kasus kematian Kenzha Erza Walewangko tidak dapat ditingkatkan penyelidikannya ke tahap penyidikan karena tidak ditemukan unsur pidana.

    “Untuk itu penyelidik akan menghentikan proses ini dan melengkapi administrasinya,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).

    Nicolas berujar penyelidikan dihentikan setelah petugas melakukan gelar perkara.

    Gelar perkara dilaksanakan pada Selasa (15/4/2025) mengundang pihak eksternal bagian wassidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Propam Polda Metro Jaya, Itwasda Polda Metro Jaya, dan Bidkum Polda Metro Jaya.

    “Penyelidik menyajikan semua data dan fakta hasil penyelidikan berupa keterangan saksi-saksi, ahli pidana dan ahli kedokteran forensik, yang diperkuat dengan hasil autopsi oleh Rumah Sakit Polri,” ujar Nicolas.

    Beberapa saksi yang diperiksa dari mahasiswa hingga sekuriti mennyebut Kenzha dengan posisi berdiri menggoyang-goyangkan besi pagar dengan kedua tangannya.

    Sehingga besi pagar tersebut lepas hingga akhirnya mahasiswa Fisipol UKI itu terjatuh dan masuk ke selokan.

    “Korban jatuh ke dalam selokan, korban tidak bisa berdiri lagi,” tambah Kapolres.

    Yang mengangkat korban dari selokan dua orang saksi sekuriti yaitu WS dan AJW.

    Mereka melihat langsung jaraknya kurang lebih 1,5 meter sampai 2 meter dari korban.

    Sementara Dokter Forensik RS Polri Arfiani Ika Kusumawati menambahkan alkohol yang dikonsumsi oleh Kenzha menunjukkan dosis yang sangat tinggi di bagian lambung. 

    Adapun dosis alkohol di darah sangat rendah.

    “Berarti korban tersebut mengonsumsi alkohol yang dalam jumlah besar, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran,” paparnya.

    Menurutnya, alkohol tersebut tidak menyebabkan meninggal, tapi dia berperan penting dalam penurunan kesadaran. 

    “Pada saat saya koordinasi dengan penyidik ada adegan korban tersebut (jatuh ke selokan) dan posisi kepala di bawah,” jelas Arfiani.

    Orang dengan kesadaran yang baik akan mudah bangun saat terjatuh.

    Sedangkan Kenzha, imbuh dia, dalam pengaruh alkohol yang sangat besar sudah dalam kondisi lemas

  • Laporan ke Roy Suryo Dkk soal Ijazah Palsu Jokowi Ditolak Bareskrim

    Laporan ke Roy Suryo Dkk soal Ijazah Palsu Jokowi Ditolak Bareskrim

    Bisnis.com, JAKARTA — Laporan Peradi Bersatu terkait Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma yang menuding ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ditolak oleh Bareskrim Mabes Polri.

    Wakil Ketua Peradi Bersatu Lechumanan mengatakan bahwa pihaknya telah berdiskusi dengan pihak Mabes Polri. Namun, Mabes Polri justru menyarankan agar Peradi Bersatu melaporkan persoalan itu ke Polda Metro Jaya.

    “Memang cukup luar biasa saya apresiasi bahwa terlalu cepat tanggapan daripada Mabes Polri yang akhirnya setelah melalui serangkaian konsul, bahwa laporan ini perlu diajukan di Polda Metro Jaya,” ujarnya di Bareskrim Polri, Kamis (14/4/2025).

    Dia menjelaskan alasan laporannya itu ditolak Bareskrim Mabes Polri lantaran tempat kejadian atau locus delicti perkaranya ada di wilayah hukum Polda Metro Jaya.

    Dengan demikian, Lechuman mengaku bakal segera melaporkan Roy Suryo Cs ke Polda Metro Jaya dalam waktu dekat.

    “Karena lokusnya itu ada dua, pertama lokus di Jakarta Pusat yang peristiwa tanggal 22, kalau tidak salah 2 hari atau 3 hari yang lalu kemudian yang kemarin lokus di Jakarta Selatan,” imbuhnya.

    Di samping itu, Sekretaris Jenderal Peradi Bersatu Ade Darmawan mengatakan bahwa alasan pihaknya melaporkan Roy Suryo dkk itu agar publik tidak dibuat gaduh atas tudingan ijazah palsu itu.

    “Jadi demokrasi kebablasan itu tidak bisa mengebiri demokrasi hukum. Sehingga, harus ada demokrasi hukum juga yang berjalan. Jadi kalau atas nama demokrasi tetapi kebablasan dan membuat gaduh,” pungkas Ade.

  • Bareskrim Enggan Terima Laporan Tudingan Ijazah Palsu Jokowi, Pelapor Diarahkan ke Polda Metro Jaya – Halaman all

    Bareskrim Enggan Terima Laporan Tudingan Ijazah Palsu Jokowi, Pelapor Diarahkan ke Polda Metro Jaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bareskrim Polri tidak menerima laporan soal tudingan ijazah palsu Jokowi yang dibuat orang yang tergabung dalam organisasi Peradi Bersatu, Kamis (24/4/2025).

    Diketahui sejumlah orang yang tergabung dalam organisasi Peradi Bersatu mendatangi Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

    Mereka membentuk sebuah tim bernama Advocate Public Defender untuk membuat laporan polisi ke Bareskrim.

    Namun, pihak Bareskrim Polri menyarankan agar laporan dibuat ke Polda Metro Jaya.

    “Melalui serangkaian konsul, bahwa laporan ini perlu diajukan di Polda Metro Jaya. Jadi saat ini setelah kami menerima hasil daripada permintaan Mabes Polri untuk dibuka di Polda Metro Jaya,” kata tim Advocate Public Defender, Lechuman kepada wartawan, Kamis.

    Meski sudah menyampaikan bukti-bukti saat melapor, namun pihak kepolisian tetap meminta pelaporan dilakukan di Polda Metro Jaya sesuai locus delicti atau tempat kejadian.

    “Karena lokusnya itu ada dua, pertama lokus di Jakarta Pusat yang peristiwa tanggal 22, kalau nggak salah 2 hari atau 3 hari yang lalu kemudian yang kemarin lokus di Jakarta Selatan,” ucapnya.

    Sementara itu, seorang anggota tim lain bernama Ade Darmawan mengatakan pihaknya sepakat membuat laporan ini bukan atas tekanan dari siapapun termasuk kubu Jokowi.

    “Kita dari organisasi advokat kita mewakili organisasi advokat, kita mewakili organisasi advokat jadi kita melaporkan karena ini ada dugaan yang jelas menghasut, jelas menghasut kemudian membuat gaduh,” jelasnya.

    “Bahwa ada laporan yang memang delik aduan ada yang delik murni, untuk Advokat Public Defender atau tim yang dibuat oleh Peradi Bersatu itu yang bersifat delik murni kalau mungkin, mungkin, kalau untuk kuasa hukum Pak Jokowi nanti itu delik aduan nah itu seperti itu, ada dua versi ya yang berbeda,” sambungnya.

    Saat ini, tim dari Advocate Public Defender tengah menuju Polda Metro Jaya untuk membuat laporan di sana.

    Selain itu, laporan polisi atas tudingan yang sama juga sudah dibuat di Polres Metro Jakarta Pusat oleh Organisasi masyarakat Pemuda Patriot Nusantara bersama Relawan Jokowi pada, Rabu (23/4/2025) siang.  

    Kuasa hukum pelapor, Rusdiansyah, mengatakan, empat terlapor itu berinisial RS, RSM, RF, dan seorang perempuan berinisial TT.

    “Yang dilaporkan itu inisial RS, RSM, RF, dan TT. Teman-teman mungkin sudah familiar,” kata Rusdiansyah di Mapolres Jakarta Pusat.

    Saat ditanya lebih lanjut, Rusdiansyah mengindikasikan bahwa satu terlapor adalah mantan menteri.

    “Ya, bisa jadi (mantan menteri),” ujarnya singkat.

    Diketahui, empat sosok yang dilaporkan adalah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo, ahli digital forensik Rismon Sianipar, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadillah, dan dokter Tifauzia Tyassuma.

    Laporan ini didasarkan pada dugaan pelanggaran Pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka umum.

    Eks Dosen Tuduh Skripsi dan Ijazah Jokowi Palsu

    Sebelumnya mantan dosen dari Universitas Mataram Rismon Hasiholan Sianipar, menuduh ijazah milik Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai lulusan UGM adalah palsu. 

    Pernyataan Rismon didasarkan dari nomor seri ijazah dan penggunaan gaya huruf Times New Roman pada sampul skripsi yang menurutnya belum ada di era 1980-1990an. Tuduhan ini kemudian menimbulkan kegaduhan, utamanya warganet di media sosial.

    UGM Tegaskan Skripsi dan Ijazah Jokowi Adalah Asli

    Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta menegaskan bahwa ijazah dan skripsi milik Jokowi adalah asli. 

    Katanya, pada tahun tersebut memang jamak mahasiswa menggunakan gaya huruf tersebut untuk penulisan sampul skripsi dan ijazah. Apalagi sudah ada tempat percetakan di sekitar kampus UGM yang memiliki jasa percetakan sampul skripsi dengan gaya huruf dimaksud.

    Sigit mengatakan seharusnya Rismon juga membandingkan skripsi dari mahasiswa Fakultas Kehutanan lain yang terbit pada tahun serupa.

    Selain itu, keaslian skripsi maupun ijazah Jokowi serta keaktifannya dalam kampus bisa dikroscek ke teman-teman satu angkatan mantan Walikota Solo itu.

    “Perlu diketahui ijazah dan skripsi dari Joko Widodo adalah asli. Ia pernah kuliah di sini, teman satu angkatan beliau mengenal baik beliau, beliau aktif di kegiatan mahasiswa, beliau tercatat menempuh banyak mata kuliah, mengerjakan skripsi sehingga ijazahnya pun dikeluarkan oleh UGM adalah asli,” kata Sigit dalam keterangan resmi UGM, Sabtu (22/3/2025).

  • DPR: Pengusutan Kasus Eksploitasi Sirkus OCI Bakal Lemah karena Laporan Kadaluwarsa

    DPR: Pengusutan Kasus Eksploitasi Sirkus OCI Bakal Lemah karena Laporan Kadaluwarsa

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo menilai kasus dugaan eksploitasi dan penganiayaan mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) argumentasinya akan lemah bila kembali diusut secara pidana oleh aparat penegak hukum (APH).

    Dia berpandangan demikian lantaran kasus ini kejadiannya sudah terjadi pada 28 tahun yang lalu atau tepatnya pada 1997 silam. Menurutnya, penuntutan kasus ini sudah kedaluwarsa di mata hukum.

    “Misalkan mengakibatkan meninggal dunia pun, itu kedaluwarsanya 18 tahun. Jadi hampir pasti kalau bicara pidana, pasti argumentasi hukumnya lemah. Lain halnya kalau bicara soal pelanggaran HAM,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).

    Yang dirinya tahu, pada 1997 lalu pun sudah keluar surat rekomendasi dari Komnas HAM dan dia memandang rekomendasi itu obskur atau tidak jelas hingga tidak tegas.

    Lebih jauh, dia memandang bahwa kasus ini pun akan sulit diinvestigasi bika menggunakan UU tindak perdagangan anak, karena UU ini saja baru dibentuk pada 2002. 

    “Begini Undang-undang perdagangan anak itu lahir 2002. Ini [kasusnya] ‘97. Jadi harus bicara argumentatif, kalau saya orang hukum, jadi tahu,” jelasnya.

    Maka demikian, legislator NasDem ini menekankan kasus ini lebih baik diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Terlebih, korban meminta kepedulian dari OCI.

    “Saya berharap hati pihak manajemen OCI ini bisa tergugah hatinya supaya bisa peka dan peduli kepada korban-korban yang sedang mencari keadilan ini,” pungkasnya.

    Sebelumnya, dalam audiensi antara Komisi XIII DPR RI dengan mantan pemain OCI kemarin, Rabu (23/4/2025), Komisi XIII DPR mendorong kasus ini untuk dibuka kembali oleh Mabes Polri.

    Pihaknya sepakat bahwa tahun berapapun kejadian tindak kejahatannya, tidak boleh didiamkan karena Indonesia merupakan negara yang berbasis hukum.

    “Kita akan sama-sama menguatkan ke Mabes Polri untuk membuka kembali kasus ini dengan runtutan-runtutan kejahatan yang sudah ada,” pungkasnya.

  • Bareskrim Cari Laporan Penyiksaan Pemain Sirkus OCI pada 1997

    Bareskrim Cari Laporan Penyiksaan Pemain Sirkus OCI pada 1997

    Jakarta, Beritasatu.com – Bareskrim Polri sedang mencari kembali laporan dugaan eksploitasi dan penyiksaan terhadap mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) yang pernah diajukan oleh korban pada 1997.

    “Terkait dengan laporan di tahun 1997, tentu kami masih mencari datanya, mengingat kejadian sudah 28 tahun,” kata Direktur Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang Bareskrim Brigjen Pol Nurul Azizah di Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Dirtipid PPA-PPO Bareskrim, lanjut Nurul, telah menyurati fungsi di Polri yang membidangi berkas laporan guna mendapatkan data laporan penyiksaan pemain sirkus OCI.

    Selain mencari data, Nurul juga memastikan Dirtipid PPA-PPO Bareskrim terus berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terkait penanganan kasus eksploitasi pemain sirkus OCI.

    “Kami selalu mengikuti kegiatan beberapa kali pertemuan dengan Kementerian PPPA,” katanya dikutip dari Antara.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XIII DPR Sugiat Santoso meminta Bareskrim Polri membuka kembali kasus dugaan eksploitasi pemain sirkus OCI.

    Berdasarkan catatan Komisi Nasional (Komnas) HAM, penyelidikan kasus dugaan eksploitasi sirkus OCI sudah dihentikan oleh Polri pada 1999.

    “Kami mendorong bahwa kasus ini dibuka kembali oleh Mabes Polri, nanti silakan bagaimana teknisnya,” kata Sugiat setelah audiensi dengan para korban sirkus OCI, Rabu (23/4/2025).

    Dalam audiensi dengan DPR, seorang korban sirkus OCI Lisa mengaku dirinya diambil oleh pemilik OCI Jansen Manansang sekitar tahun 1976 ketika masih berusia balita.

    Dia saat itu dipisahkan dari kedua orang tuanya untuk menjadi pemain sirkus. “Saya takut, saya nangis, saya minta pulang saat itu, tetapi enggak dikasih. Saya dibawa ke dalam seperti karavan gelap. Saya menangis, saya cari mama saya,” kata Lisa.

    Dia mengaku tidak sendirian pada saat itu karena banyak anak-anak lainnya yang juga ikut menjadi pemain sirkus. Selama latihan, menurut dia, kekerasan kerap terjadi jika pemain melakukan kesalahan.

    “Kita tidak dapat gaji, tidak pernah disekolahkan, hanya belajar itu menulis dan menghitung aja. Itu bukan homeschooling yang mengajari, itu karyawati,” kata Lisa dalam audiensi dengan DPR.

    Dia mengaku berada di lingkungan sirkus OCI itu sampai berusia 19 tahun. Hingga 2025, Lisa mengaku belum mengetahui identitas aslinya dan identitas kedua orang tuanya.

  • DPR Desak Polisi Buka Lagi Kasus Eks Pemain Sirkus OCI

    DPR Desak Polisi Buka Lagi Kasus Eks Pemain Sirkus OCI

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi XIII DPR mendesak Bareskrim Polri untuk membuka kembali kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) yang sempat dihentikan atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

    Wakil Ketua Komisi XIII Sugiat Santoso menegaskan, kasus ini bisa dibuka kembali dengan pintu masuk tindak pidana perdagangan orang.

    Hal ini disampaikan Sugiat seusai rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama para eks pemain sirkus di kompleks parlemen, Senayan, Rabu (23/4/2025). Menurutnya, banyak korban yang sejak kecil sudah diperjualbelikan lalu dieksploitasi untuk menjadi pemain sirkus.

    Diduga Diperdagangkan Sejak Usia Balita

    “Berdasarkan keterangan para korban, mereka sudah diperjualbelikan sejak usia 2-8 tahun. Setelah itu, mereka mengalami eksploitasi berkepanjangan dan kekerasan selama menjadi pemain sirkus,” ujarnya.

    Sugiat menyebut, kendala terbesar dalam mengungkap kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus OCI adalah lamanya waktu yang telah berlalu sehingga banyak bukti hilang.

    Namun, menurutnya, pasal perdagangan orang dapat menjadi dasar hukum yang lebih kuat untuk membuka kembali penyidikan kasus tersebut sehingga dapat menjadi terang.

    DPR Janji Kawal Proses Hukum

    Komisi XIII DPR berjanji akan terus mengawal proses hukum terhadap kasus ini dan memastikan negara hadir dalam pemulihan korban.

    “Negara harus hadir dalam pemulihan mereka. Mereka adalah warga negara yang sejak kecil sudah ditelantarkan dan dieksploitasi. Ini tanggung jawab negara,” tegas Sugiat.

    Sebagai informasi, Mabes Polri sempat menangani kasus ini pada 1997. Namun penyidikan dihentikan alias SP3 pada 1999 karena dianggap kurang bukti.

    Kini, dengan desakan DPR dan munculnya bukti serta pengakuan baru dari para korban, tekanan publik untuk membuka kembali kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus OCI semakin kuat.

  • Buntut Dugaan Penghinaan Marga, Rayen Pono Polisikan Ahmad Dhani

    Buntut Dugaan Penghinaan Marga, Rayen Pono Polisikan Ahmad Dhani

    GELORA.CO – Musisi Rayen Pono mengambil langkah serius terkait dugaan penghinaan marga yang sempat dilakukan Ahmad Dhani pada saat momen panas terkait royalti.

    Dalam momen itu, Ahmad Dhani sempat memplesetkan nama Rayen Pono menjadi Rayen Porno melalui pesan singkat.

    Meski sudah meminta maaf, Rayen Pono tetap mengambil langkah serius lantaran harga diri keluarganya.

    “Jadi sudah memaafkan secara personal sebenarnya buat yang chat itu, tapi Dhani mengulang lagi pada saat diperdebatkan. Dia mengundang Rayen Pono dan keluarga gue marah besar,” ujar Rayen Pono di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (23/5/2025).

    Atas peristiwa itu, Rayen Pono pun berusaha untuk tetap menjaga harga diri keluarga besarnya. Salah satunya dengan melaporkan Ahmad Dhani ke polisi.

    “Gue bela temen-temen VISI bisa, tapi bela keluarga gue kok banyak berpikir, gitu loh. Jadi ada pertentangan moral gue sendirilah beberapa hari ini. Gue berpikir jadi akhirnya gue harus mengambil keputusan ini karena keluarga gue sudah segitu tersinggung dan marah,” bebernya.

    “Kalau kasus ini udah enggak ada urusan permintaan maaf sebenarnya, ya udah kita anggap melanggar hukum ada konsekuensinya udah itu ajalah,” sambungnya.

    Selain ke polisi, Rayen Pono juga menegaskan berencana melaporkan Ahmad Dhani ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan).

    “Selain ke Bareskrim gue juga bersama tim kuasa hukum akan ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan). Laporan kasus penghinaan dan UU ITE. Penghinaan marga, nama dan menyangkut penyalahgunaan UU ITE,” pungkasnya.