Kementrian Lembaga: Mabes Polri

  • 2 Polisi Terluka Saat Bubarkan Tawuran Gengster di Bogor
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        6 Oktober 2025

    2 Polisi Terluka Saat Bubarkan Tawuran Gengster di Bogor Megapolitan 6 Oktober 2025

    2 Polisi Terluka Saat Bubarkan Tawuran Gengster di Bogor
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Dua orang anggota polisi terluka setelah berusaha membubarkan aksi tawuran yang dilakukan dua kelompok gengster di Kota Bogor, Jawa Barat.
    Korban bernama Bripda Fazril Anugrah, anggota Reserse Mabes Polri, terluka di bagian lengan usai dibacok menggunakan celurit oleh gengster yang mengatasnamakan dari kelompok Mongol Street.
    Sementara, anggota polisi lainnya, yaitu Bripda Fahri Widayadi, yang tergabung dalam Tim Raimas Polresta Bogor Kota terluka di bagian jari akibat sabetan celurit yang dilakukan kelompok gengster bernama Tajur Soft Boys.
    Kasi Humas Polresta Bogor Kota Ipda Eko Agus mengatakan, aksi tawuran terjadi secara bersamaan pada Minggu (5/10/2025) dini hari, namun berbeda lokasi.
    Bripda Fazril terluka setelah berusaha membubarkan kerumunan kelompok gengster Mongol Street yang akan melakukan tawuran di wilayah Kecamatan Bogor Utara.
    Sedangkan Bripda Fahri terluka saat melakukan pengejaran terhadap kelompok gengster Tajur Soft Boys di wilayah Katulampa, Bogor Timur, setelah salah satu anggota kelompok itu melawan.
    “Jadi ada dua anggota polisi yang terluka, waktu kejadiannya sama tapi berbeda TKP,” kata Eko, di Mapolsek Bogor Utara, Senin (6/10/2025).
    Eko menuturkan, polisi langsung merespons peristiwa tersebut dengan melakukan penangkapan terhadap anggota-anggota kelompok gengster yang menyerang petugas.
    Dua orang pelaku, yakni MR (22) dari kelompok gengster Mongol Street dan MI (18) dari kelompok gengster Tajut Soft Boys ditangkap.
    MR merupakan pelaku yang membacok Bripda Fazril. Sedangkan pelaku MI disebut sebagai pemilik senjata tajam celurit yang melukai Bripda Fahri.
    Selain itu, polisi juga mengamankan tujuh anggota gengster Tajur Soft Boys lainnya yang terlibat dalam aksi tawuran pada Minggu dini hari.
    “Kita kenakan Pasal 351 Ayat 2 KUHP Tentang Penganiayaan serta Undang-undang (UU) Darurat Tentang Kepemilikan Senjata Tajam. Ancamannya lima tahun penjara,” pungkas Eko.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Profil Halim Kalla, Adik JK jadi Tersangka Kasus Korupsi PLTU di Kalbar

    Profil Halim Kalla, Adik JK jadi Tersangka Kasus Korupsi PLTU di Kalbar

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha Halim Kalla, yang merupakan Adik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK), telah ditetapkan sebagai tersangka kasus proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Kalimantan Barat periode 2008-2018.

    Direktur Penindakan (Dirtindak) Kortas Tipikor Polri, Brigjen Totok Suharyanto mengatakan Halim dijadikan tersangka atas jabatannya sebagai Direktur PT BRN.

    “Jadi tadi yang saya sampaikan memang demikian [Halim Kalla], tapi kalau saya melihat terkait rilis ini memang kami hanya inisial saja,” ujar Totok di Mabes Polri, Senin (6/10/2025).

    Dia menambahkan, Halim ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga melakukan kongkalikong dengan eks Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar (FM).

    Pemufakatan jahat itu dilakukan untuk pemenangan lelang proyek PLTU dengan kapasitas output sebesar 2×50 MegaWatt dari PLN di Kalimantan Barat. 

    Namun, proyek tersebut dinyatakan mangkrak meski sudah dilakukan 10 kali perpanjang kontrak. Adapun, kerugian negara dalam proyek ini dihitung dengan pengeluaran dana oleh PT PLN (Persero) sebesar Rp323 untuk pekerjaan konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical electrical. Totalnya, mencapai Rp1,35 triliun (jika dihitung dengan kurs Dollar saat ini).

    Lantas, siapa sebenarnya Halim Kalla?

    Profil Halim Kalla 

    Dilansir dalam berbagai sumber, Halim Kalla merupakan pebisnis aktif keluarga Kalla Group. Dia merupakan adik kandung alias saudara laki-laki Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) sekaligus pendiri Kalla Group. 

    Perusahaan keluarga Kalla, yang terkenal di Sulawesi Selatan, memiliki usaha di sejumlah sektor, seperti konstruksi, energi hingga otomotif.

    Halim Kalla juga sempat mencoba peruntungan di sektor bisnis energi hijau melalui Haka Motors. Perusahaan itu sempat memamerkan tiga prototipe kendaraan listrik, yaitu Trolis, Erolis dan Smuth EV pada PEVS 2022.

    Pria kelahiran Ujung Pandang, Makassar ini sempat menjabat sebagai anggota komisi VII DPR RI pada 2009. Selain itu, Halim Kalla juga pernah didapuk sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Industri Hijau di KADIN Indonesia.

    Halim dijadikan tersangka atas jabatannya sebagai Direktur PT BRN yang terlibat dalam proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Kalimantan Barat periode 2008-2018.

  • Profil Halim Kalla, Adik JK jadi Tersangka Kasus Korupsi PLTU di Kalbar

    Profil Halim Kalla, Adik JK yang jadi Tersangka Kasus Korupsi PLTU di Kalbar

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha Halim Kalla, yang merupakan Adik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK), telah ditetapkan sebagai tersangka kasus proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Kalimantan Barat periode 2008-2018.

    Direktur Penindakan (Dirtindak) Kortas Tipikor Polri, Brigjen Totok Suharyanto mengatakan Halim dijadikan tersangka atas jabatannya sebagai Direktur PT BRN.

    “Jadi tadi yang saya sampaikan memang demikian [Halim Kalla], tapi kalau saya melihat terkait rilis ini memang kami hanya inisial saja,” ujar Totok di Mabes Polri, Senin (6/10/2025).

    Dia menambahkan, Halim ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga melakukan kongkalikong dengan eks Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar (FM).

    Pemufakatan jahat itu dilakukan untuk pemenangan lelang proyek PLTU dengan kapasitas output sebesar 2×50 MegaWatt dari PLN di Kalimantan Barat. 

    Namun, proyek tersebut dinyatakan mangkrak meski sudah dilakukan 10 kali perpanjang kontrak. Adapun, kerugian negara dalam proyek ini dihitung dengan pengeluaran dana oleh PT PLN (Persero) sebesar Rp323 untuk pekerjaan konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical electrical. Totalnya, mencapai Rp1,35 triliun (jika dihitung dengan kurs Dollar saat ini).

    Lantas, siapa sebenarnya Halim Kalla?

    Profil Halim Kalla 

    Dilansir dalam berbagai sumber, Halim Kalla merupakan pebisnis aktif keluarga Kalla Group. Dia merupakan adik kandung alias saudara laki-laki Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) sekaligus pendiri Kalla Group. 

    Perusahaan keluarga Kalla, yang terkenal di Sulawesi Selatan, memiliki usaha di sejumlah sektor, seperti konstruksi, energi hingga otomotif.

    Halim Kalla juga sempat mencoba peruntungan di sektor bisnis energi hijau melalui Haka Motors. Perusahaan itu sempat memamerkan tiga prototipe kendaraan listrik, yaitu Trolis, Erolis dan Smuth EV pada PEVS 2022.

    Pria kelahiran Ujung Pandang, Makassar ini sempat menjabat sebagai anggota komisi VII DPR RI pada 2009. Selain itu, Halim Kalla juga pernah didapuk sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Industri Hijau di KADIN Indonesia.

    Halim dijadikan tersangka atas jabatannya sebagai Direktur PT BRN yang terlibat dalam proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Kalimantan Barat periode 2008-2018.

  • Kronologi Korupsi PLTU Kalbar yang Seret Adik Jusuf Kalla, Rugikan Negara Rp1,35 Triliun

    Kronologi Korupsi PLTU Kalbar yang Seret Adik Jusuf Kalla, Rugikan Negara Rp1,35 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kortastipidkor Polri menjelaskan modus dalam kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018.

    Direktur Penindakan (Dirtindak) Kortas Tipikor Polri, Brigjen Totok Suharyanto mengatakan kasus ini bermula saat PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan pembangunan PLTU 1 di Kalimantan Barat. PLTU itu nantinya akan memiliki output sebesar 2×50 MegaWatt.

    Dalam proyek itu, tersangka Fahmi Mochtar (FM) selalu Direktur Utama PLN periode 2008-2009 diduga melakukan pemufakatan jahat dengan pihak swasta untuk memenangkan salah satu penyedia.

    Pihak swasta yang telah ditetapkan tersangka itu mulai dari Direktur PT BRN Halim Kalla (HK), Dirut PT BRN berinisial RR dan Dirut PT Praba berinisial HYL.

    “Mens rea yang dibangun adalah pelaksanaan lelang tersebut didapat fakta tersangka FM selaku dirut PLN telah melakukan pemufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan tersangka RR selaku pihak PT BRN,” ujar Totok di Mabes Polri, Senin (6/10/2025).

    Dia menambahkan, panitia pengadaan PLN meloloskan KSO BRN-Alton-OJSEC meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis pembangunan PLTU tersebut.

    Pada 2009, KSO BRN justru mengalihkan pekerjaan kepada pihak ketiga yakni PT Praba Indopersada dengan kesepakatan pemberian imbalan. Hal itu dilakukan sebelum adanya tandatangan kontrak.

    “KSO BRN telah mengalihkan pekerjaan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada dengan Dirut tersangka HYL dengan kesepakatan pemberian imbalan fee Kepada PT BRN. Tersangka HYL diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN,” imbuh Totok.

    Singkatnya, hingga berakhirnya kontrak KSO BRN maupun PT PI tidak mampu menyelesaikan pekerjaan dan hanya bisa menyelesaikan 57% pembangunan. Oleh karena itu, diberikan perpanjangan kontrak hingga 10 kali hingga Desember 2018.

    Namun, lagi-lagi KSO BRN dan perusahaan pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu dan hanya bisa mengeluarkan sampai 85,56%. Alasan mangkraknya proyek itu lantaran KSO BRN memiliki keterbatasan keuangan.

    Padahal, KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical electrical. 

    “Akan tetapi fakta sebenarnya pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,56 persen. Sehingga PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar dan sebesar US$62,4 juta,” pungkasnya.

    Dalam hal ini, Kepala Kortastipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo mengatakan perbuatan tersangka itu telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,35 triliun (jika pengeluaran dollar PLN dihitung dengan kurs saat ini).

    Kerugian negara itu dihitung dengan pengeluaran dana PT PLN (Persero) sebesar Rp323 miliar dan US$62,4 (Rp1,03 triliun) yang tidak sesuai ketentuan dan tidak memberikan manfaat atas pembangunan PLTU 1 Kalbar yang mangkrak.

    “Kursnya Rp16.550 kurang lebihnya jadi Rp1,350 triliun [kerugian negaranya],” tutur Cahyono.

  • Eks Dirut PLN dan Halim Kalla jadi Tersangka Kasus Korupsi PLTU Kalbar

    Eks Dirut PLN dan Halim Kalla jadi Tersangka Kasus Korupsi PLTU Kalbar

    Bisnis.com, JAKARTA — Kortastipidkor Polri telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018.

    Kepala Kortastipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo menyatakan satu dari empat tersangka itu adalah mantan Direktur Utama (Dirut) PLN Fahmi Mochtar. 

    Sementara itu tiga lainnya berasal dari swasta, mulai dari Direktur PT BRN Halim Kalla (HK), Dirut PT BRN berinisial RR dan Dirut PT Praba berinisial HYL.

    “Pertama ini tersangka FM. Artinya di sini yang bersangkutan dia sebagai, beliau sebagai Direktur PLN saat itu. Terus kemudian dari pihak swastanya ini ada tersangka HK, RR, dan juga pihak lainnya,” ujar Cahyono di Mabes Polri, Senin (6/10/2025).

    Dia menjelaskan, kasus bermula saat PT PLN mengadakan lelang ulang untuk pekerjaan PLTU 1 Kalimantan Barat dengan kapasitas output sebesar 2×50 MegaWatt.

    Namun, sebelum pelaksanaan lelang tersebut, PLN diduga melakukan permufakatan dengan pihak calon penyedia dari PT BRN dengan tujuan untuk memenangkannya dalam lelang tersebut.

    “Dari awal perencanaan ini sudah terjadi korespondensi. Artinya ada permufakatan di dalam rangka memenangkan pelaksanaan pekerjaan,” imbuhnya.

    Selanjutnya, panitia pengadaan PLN meloloskan KSO BRN-Alton-OJSEC meskipun diduga tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis.

    Pada 2009, KSO BRN justru mengalihkan pekerjaan kepada pihak ketiga dengan kesepakatan pemberian imbalan. Hal itu dilakukan sebelum adanya tandatangan kontrak.

    Singkatnya, hingga berakhirnya kontrak KSO BRN maupun PT PI tidak mampu menyelesaikan pekerjaan dan hanya bisa menyelesaikan 57% pembangunan. Oleh karena itu, diberikan perpanjangan kontrak hingga 10 kali hingga Desember 2018.

    Namun, lagi-lagi KSO BRN dan perusahaan pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan itu dan hanya bisa mengeluarkan sampai 85,56%. Alasan mangkraknya proyek itu lantaran KSO BRN memiliki keterbatasan keuangan.

    Padahal, KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical electrical. 

    “Untuk kerugian keuangan negaranya ini sekitar 62.410.523 USD dan Rp323.199.898.518,” pungkasnya.

    Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau pasal 3 UU No.31/1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dalam UU 20/2001 tentang pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

  • Sejarah HUT TNI Diperingati Setiap 5 Oktober

    Sejarah HUT TNI Diperingati Setiap 5 Oktober

    Bisnis.com, JAKARTA – Sejak tahun 1959, tanggal 5 Oktober diperingati sebagai Hari Tentara Nasional Indonesia (TNI).

    Hal itu merujuk pada hari dibentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945. Cikal bakal TKR sebenarnya telah dibentuk pada 23 Agustus 1945 dengan nama Badan Keamanan Rakyat (BKR).

    Pembentukan pasukan keamanan ini ditujukan untuk menjaga kedaulatan Indonesia pasca-merdeka. Mereka berada di bawah Komite Nasional Indonesia (KNI) yang berada di tiap daerah.

    Ide untuk membuat sebuah wadah militer dalam bentuk tentara nasional pun mulai muncul. Ide itu dirasa perlu untuk meningkatkan fungsi BKR menjadi lebih luas.

    Akhirnya, ide itu disepakati oleh mantan anggota Pembela Tanah Air (PETA), Heiho dan KNIL yang dulunya tergabung dalam BKR. Presiden Soekarno yang lebih memilih jalan diplomasi daripada peperangan sempat tak merestui keinginan itu.

    Akan tetapi, dia pun merestui pembentukan angkatan perang yang diberi nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945. Kebutuhan Mendesak Pembentukan TKR dilatarbelakangi oleh kebutuhan dan situasi mendesak karena kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia. TKR pun menjadi angkatan perang pertama yang dibentuk oleh Pemerintahan Indonesia.

    Mantan Perwira KNIL Mayor Oerip Soemohardjo ditunjuk untuk menjadi Kepala Staf TKR dan mengkoordinasikan keberadaan TKR. Oerip Soemohardjo pun mendirikan Markas Besar Umum di Yogyakarta sebagai markas tertinggi TKR. Selanjutnya, dibentuk TKR Jawatan Penerbangan untuk melengkapi sektor udara. BPR Laut juga telah mengubah namanya menjadi TKR Laut. Kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia menjadi kiprah penting bagi TKR untuk menyelamatkan kedaulatan negara.

    Pada 7 Januari 1946, nama Tentara Keamanan Rakyat diubah menjadi Tentara Keselematan Rakyat. Di tahun yang sama, nama itu kemudian berubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) untuk menunjang standar organisasi militer internasional. Lahirnya TNI Untuk menyatukan barisan-barisan bersenjata lain ke dalam wadah militer nasional, maka nama TRI diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 15 Mei 1947.

    Pada tahun 1962, dilakukan upaya penyatuan antara angkatan perang dengan kepolisian negara menjadi sebuah organisasi di bawah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Penyatuan ini dilakukan untuk efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya dan menjauhkan pengaruh dari kelompok politik tertentu. Situasi Indonesia yang memanas pada akhir abad ke-20 juga mempengaruhi keberadaan ABRI.

    Pada 1 April 1999, ABRI resmi berpisah dengan Polri. Pemisahan ini menandai terjadinya pelimpahan wewenang atas pembinaan operasional Polri dan Mabes Polri dari Mabes ABRI ke Departemen Pertahanan dan Keamanan. Seiring dengan pemisahan ini, nama ABRI pun kembali menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

    Sejarah Singkat Lahirnya TNI

    5 Oktober 1945 >> BKR berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan menjadi hari lahir TNI
    3 Juni 1947 >> Tentara Nasional Indonesia (TNI) resmi berdiri
    23 Januari 1946 >> TKR berubah menjadi Tentara Republik Indonesia
    22 Agustus 1945 >> Terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR)
    1962 >> Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan TNI bergabung menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
    01 April 1999 >> Karena adanya kedidgdayaan akibat Dwifungsi, maka ABRI dipecah kembali menjadi dua bagian yakni Polri dan TNI

  • Update Hari Keenam Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, 5 jenazah dan 1 Anggota Tubuh Ditemukan

    Update Hari Keenam Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, 5 jenazah dan 1 Anggota Tubuh Ditemukan

    Surabaya (beritajatim.com) – Hingga hari keenam tragedi Ponpes Al Khoziny atau Sabtu (4/10/2025) pukul 22.40, Petugas gabungan yang melakukan evakuasi menemukan 5 jenazah dan satu anggota tubuh dari reruntuhan.

    Kepala Kantor SAR Surabaya Nanang Sigit mengatakan kelima jenazah ditemukan oleh petugas di berbagai sektor. Dua jenazah di sektor A4, satu jenazah di sektor A1 dan dua jenazah di sektor A3.

    “Update terbaru kami meng evakuasi 5 jenazah dan 1 potongan tubuh dari lokasi reruntuhan mushola ponpes Al Khoziny,” kata Nanang.

    Sementara itu, Kabid Dokkes Polda Jawa Timur Kombes Pol Dr. dr. M Kusnan Marzuki menjelaskan satu body part yang ditemukan oleh tim gabungan evakuasi adalah bagian panggul sampai telapak kaki bagian kanan. “Jadi yang kami terima 17 kantong berisi jenazah dan 1 kantong berisi body part (bagian tubuh),” jelasnya.

    Nanang mengungkap sampel DNA yang dikumpulkan dari para keluarga korban diperiksa di Pusdokkes Mabes Polri di Jakarta. “Sampel DNA (keluarga) besok akan kami serahkan ke Jakarta,” pungkasnya. [ang/suf]

  • Tim DVI Identifikasi 3 Korban Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo asal Surabaya

    Tim DVI Identifikasi 3 Korban Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo asal Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Tim Disaster Victim Identification (DVI) Pusdokkes Mabes Polri mengidentifikasi 3 korban tragedi Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Sabtu (4/10/2025). Ketiga korban yang berhasil diidentifikasi itu merupakan santri asal Kota Surabaya.

    Kabiddokkes Polda Jawa Timur Kombes Pol M Kusnan Marzuki mengatakan data terbaru pihaknya mengidentifikasi tiga jenazah. Ketiga korban yang berhasil diidentifikasi adalah Firman Nur (16) asal Tembok Lor 3, Muhammad Azka (13) asal Jalan Randu Indah 14, dan Daul Milal (15) asal Jalan Sidokapasan 8.

    “Ketiganya teridentifikasi melalui data antemortem melalui medis dan properti yang diserahkan kepada kami,” kata Kusnan.

    Sampai Sabtu (4/10/2025) pukul 22.40 tim DVI berhasil mengidentifikasi 8 dari 17 jenazah yang sudah diperiksa. Jenazah yang sudah diidentifikasi nantinya akan segera diserahkan kepada keluarga.

    “Ketiga jenazah akan diserahkan malam ini. Kami mohon doanya untuk para korban dan tim yang saat ini sedang bekerja keras menyelesaikan tugasnya,” jelasnya.

    Sampai berita ini ditulis tim DVI masih terus bekerja untuk mengungkap identitas jenazah dalam tragedi runtuhnya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo. [ang/suf]

  • Organisasi Perempuan Pendukung Jokowi Ancam Unjuk Rasa Pakai BH dan Celana Dalam

    Organisasi Perempuan Pendukung Jokowi Ancam Unjuk Rasa Pakai BH dan Celana Dalam

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sebuah video yang memperlihatkan sejumlah pendukung Jokowi melakukan jumpa pers kini viral di media sosial.

    Bukan tanpa alasan, viralnya video itu dipicu kalimat salah seorang perempuan pendukung Jokowi yang menyampaikan ancaman nyeleneh.

    Dalam video itu, tampak seorang perempuan paruh baya mengenakan hijab berwarna biru berbicara berapi-api disaksikan langsung sejumlah rekan-rekannya.

    “Kalau bisa Mabes Polri cepat melakukan ini. Kalau tidak, saya organisasi perempuan sekitar 500 perempuan berencana turun memakai BH dan celana dalam untuk Mabes Polri,” ujar perempuan itu kemudian disambut sorakan semangat dari para pendukung Jokowi lainnya.

    “Kita marah karena Pak Jokowi tiap hari dibully. Saya sudah lama merencanakan hal itu,” sambung perempuan itu berapi-api.

    Makanya hari ini, lanjutnya, kita ingin bicara. “Apabila sampai masalah ini tidak selesai, kami turun dengan BH dan celana dalam ke Mabes Polri sambil berunjuk rasa. Terima kasih,” tutupnya.

    Diberitakan sebelumnya, sejumlah relawan Jokowi melakukan konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/10/2025).

    Pada kesempatan itu, Ketua Umum Jokowi Mania, Andi Azwan gerah dengan lambannya proses hukum terkait laporan Joko Widodo terhadap Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma atau Dokter Tifa, dan Rismon Sianipar di Polda Metro Jaya.

    “Kami mendesak Polda Metro Jaya untuk segera menetapkan status hukum terhadap Roy Suryo Cs atas dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan. Laporan ini sudah cukup lama, tapi sampai sekarang belum ada penetapan tersangka,” ujar Andi Azwan.

  • Hari Keenam Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo 49 Korban Belum Ditemukan, DVI Kesulitan Lakukan Identifikasi

    Hari Keenam Tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo 49 Korban Belum Ditemukan, DVI Kesulitan Lakukan Identifikasi

    Surabaya (beritajatim.com) – Tragedi Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo telah memasuki hari keenam pada Sabtu (4/10/2025). Data terbaru mencatat ambruknya bangunan mushola ponpes tersebut menewaskan 14 orang, 103 santri berhasil selamat, sementara 49 santri masih belum ditemukan.

    Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengatakan pada hari keenam pencarian, pihaknya sudah mulai memasukkan alat berat ke titik reruntuhan. Selain itu, petugas evakuasi juga memetakan lokasi-lokasi yang diduga terdapat korban.

    “(hari ini) alat berat sudah masuk ke titik yang runtuh. Sehingga mudah-mudahan per hari ini ini akan lebih banyak lagi yang ditemukan,” kata Suharyanto.

    Ia mengakui muncul desakan dari anggota keluarga korban di lokasi, namun menegaskan para petugas telah bekerja maksimal. Menurutnya, keluarga inti selalu mendapatkan laporan dan rencana evakuasi sejak hari pertama.

    “Mungkin ada sedikit masyarakat keluarga yang sebetulnya bukan keluarga inti. Kalau keluarga inti orang tuanya itu sudah dijelaskan sejak hari pertama dan setiap langkah-langkah yang dilakukan oleh tim ini semuanya dikomunikasikan dengan keluarga,” tegasnya.

    Sementara itu, Tim Disaster Victim Identification (DVI) Pusdokkes Mabes Polri menghadapi tantangan besar dalam mengidentifikasi jenazah yang ditemukan sejak hari keempat pencarian. Kendalanya, sebagian besar korban berusia di bawah 17 tahun sehingga tidak memiliki data sidik jari di kependudukan. Selain itu, pakaian korban cenderung seragam, yakni baju koko dan sarung tanpa tanda khusus.

    “Karena usia masih anak-anak, kan belum membuat KTP. Lalu juga karena proses pembusukan, secara visual juga sudah berubah,” ujar Kabid DVI Kapusdokkes Mabes Polri Kombes Pol dr. Wahyu Hidajati.

    Dari sisi struktur gigi, lanjut Wahyu, pertumbuhan anak-anak hampir serupa sehingga tidak ditemukan ciri khas. “Misalnya ada yang copot satu atau apa itu belum ada yang khas dari laporan keluarga, dan yang ditemukan. Jadi untuk dari gigi juga agak kesulitan untuk membandingkan,” paparnya.

    Ia menambahkan, data pembanding dari keluarga korban juga masih minim. Banyak orang tua tidak mengingat letak tahi lalat, tanda lahir, atau ciri fisik anak mereka secara detail. “Banyak keluarga yang tidak hafal detail letak tahi lalat anaknya. Meskipun ada yang hafal, tapi sampai sekarang perbandingannya itu belum ketemu gitu. Jadi itulah kondisi saat ini yang menjadi kendala kami,” pungkasnya.

    Hingga hari keenam tragedi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, keluarga korban dihimbau menunggu informasi di RS Bhayangkara Polda Jatim yang kini menjadi posko terbaru. Lokasi tersebut dinilai lebih representatif dengan dukungan logistik yang lebih baik, sehingga diharapkan keluarga bisa melewati masa krisis dengan lebih tenang. (ang/ian)