Kementrian Lembaga: Mabes Polri

  • Giliran Brigadir Dwi & Bripka Pratama Sidang Etik Kasus Pemerasan DWP

    Giliran Brigadir Dwi & Bripka Pratama Sidang Etik Kasus Pemerasan DWP

    Jakarta, CNN Indonesia

    Divisi Propam Polri kembali menggelar sidang dugaan pelanggaran etik terhadap dua anggota Polda Metro Jaya yang melakukan pemerasan terhadap penonton DWP asal Malaysia.

    Kabag Penum Humas Polri Kombes Erdi A Chaniago menyebut sidang terhadap dua terduga pelanggar itu digelar secara tertutup di Gedung TNCC, Mabes Polri, pada Selasa (7/1).

    “Iya (hari ini) sidang ada dua orang terduga pelanggar,” ujarnya kepada wartawan.

    Dikonfirmasi terpisah, Komisioner Kompolnas Choirul Anam yang ikut dalam sidang etik menyebut sidang dilakukan terhadap Brigadir DW dan Bripka RP.

    Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, sosok pelanggar DW merujuk kepada Brigadir Dwi Wicaksono Bintara dan sosok RP merujuk Bripka Ready Pratama yang keduanya saat itu menjabat sebagai Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.

    Pasca insiden pemerasan sendiri, keduanya bersama 32 orang terduga pelanggar lainnya juga telah dicopot dari jabatannya dan dimutasi ke Yanma Polda Metro Jaya dalam rangka pemeriksaan.

    Sebelumnya 9 dari 18 polisi yang diduga melakukan aksi pemerasan terhadap penonton DWP asal Malaysia telah menjalani sidang kode etik. Tiga diantaranya telah dijatuhi hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

    Ketiganya yakni eks Dirnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak, eks Kasubdit 3 Ditnarkoba Polda Metro AKBP Malvino Edward Yusticia dan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro AKP Yudhy Triananta Syaeful.

    Selain itu, komisi etik juga telah menjatuhkan sanksi demosi delapan tahun kepada Kanit 4 Subdit 3 Ditnarkoba Kompol Dzul Fadlan, Panit 1 Unit 2 Subdit 3 Ditnarkoba Iptu Syaharuddin dan Bhayangkara Administrasi Penyelia Bidang Subdit 3 Ditnarkoba, Iptu Sehatma Manik.

    Sementara itu, untuk Bintara Ditnarkoba Brigadir Fahrudin Rizki Sucipto, Aiptu Armadi Juli Marasi Gultom dan Bripka Wahyu Tri Haryanto dijatuhkan hukuman demosi selama lima tahun.

    Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim sebelumnya mengatakan total warga negara Malaysia yang menjadi korban dugaan pemerasan saat menonton DWP 2024 mencapai 45 orang.

    Abdul Karim mengatakan barang bukti dalam kasus dugaan pemerasan kepada WN Malaysia oleh 18 polisi tersebut mencapai Rp2,5 miliar. Ia menambahkan saat ini para pelaku juga telah menjalani penempatan khusus (Patsus) di Propam Polri.

    (tfq/gil)

    [Gambas:Video CNN]

  • 2 Polisi Lagi Kena Sanksi Demosi 5 Tahun Terkait Kasus Pemerasan DWP – Page 3

    2 Polisi Lagi Kena Sanksi Demosi 5 Tahun Terkait Kasus Pemerasan DWP – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan sanksi berupa mutasi bersifat demosi di luar fungsi penegakan hukum atau reserse selama lima tahun terhadap dua lagi anggota polisi, terkait kasus pemerasan penonton Djakarta Warehouse Project (DWP).

    Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Erdi A Chaniago menyampaikan, putusan tersebut dijatuhkan pada Senin, 6 Januari 2025. Sidang tersebut dimulai sejak pukul 08.00 sampai dengan 14.15 WIB di Ruang Sidang Divpropam Polri Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan.

    “Sesuai dengan komitmen Polri, terkait dengan penanganan kasus DWP 2024. Polri melalui Divpropam Polri telah menindak tegas kepada terduga pelanggar dengan menggelar sidang etik yang telah berlangsung selama beberapa hari ini secara simultan serta berkesinambungan,” tutur Erdi dalam keterangannya, Selasa (7/1/2025).

    Dua anggota polisi yang dikenakan sanski mutasi bersifat demosi lima tahun adalah Aiptu Armadi Juli Marasi Gultom (AJMG) selaku Banit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, dan Bripka Wahyu Tri Haryanto (WTH) selaku Banit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.

    “Sanksi administratif berupa penempatan dalam Tempat Khusus selama 30 hari terhitung mulai tanggal 27 Desember 2024 sampai dengan 25 Januari 2025 di Ruang Patsus Biroprovos Divpropam Polri,” jelas dia.

    “Mutasi bersifat demosi selama 5 tahun di luar fungsi penegakan hukum (Reserse),” sambungnya.

  • Dua Polisi Berpangkat Bripka dan Brigadir Terduga Pemeras di DWP Jalani Sidang Kode Etik Hari Ini – Halaman all

    Dua Polisi Berpangkat Bripka dan Brigadir Terduga Pemeras di DWP Jalani Sidang Kode Etik Hari Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polri kembali menggelar sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap anggota yang diduga melakukan pemerasan di Konser Djakarta Warehouse Project (DWP).

    Adapun sidang kode etik itu kembali digelar di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Selasa (7/1/2025).

    Dalam hal ini, terdapat dua anggota polisi yang akan ditentukan nasib karirnya melalui sidang tersebut.

    “Iya (hari ini) ada dua terduga pelanggar. Inisialnya Brigadir DW dan Bripka RP,” kata Komisioner Kompolnas, Muhammad Choirul Anam saat dihubungi, Selasa.

    Dari catatan yang ada, Brigadir Dwi Wicaksono Bintara sendiri saat itu menjabat sebagai Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.

    Jabatan yang sama juga diemban Bripka Ready Pratama, dia menjabat sebagai Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya saat peristiwa itu terjadi.

    Keduanya kini sudah dimutasi atas tindakan dugaan pemerasan menjadi Bintara Yanma Polda Metro Jaya.

    Dalam hal ini, sejumlah anggota sudah menjalani sidang kode etik mulai dari perwira menengah (pamen) hingga para perwira pertama (pama) dengan hasil pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dan demosi 5 sampai 8 tahun.

    Mereka yang dipecat yakni di antaranya mantan Dirresnarkoba Polda Metro Jaya, Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak yang dinyatakan bersalah karena melakukan pembiaran terhadap anggotanya yang melakukan pemerasan.   

    Kemudian Mantan Kasubdit III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Malvino Edward Yusticia dan AKP Yudhy Triananta Syaeful, mantan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya terlibat secara langsung dalam pemerasan.   

    Pemerasan Rp2,5 Miliar

    Adapun kasus ini bermula dari beredar informasi ada lebih 400 penonton DWP yang menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi dengan nilai mencapai 9 juta ringgit atau sekitar Rp32 miliar.

    Penyelenggara DWP Ismaya Live membuat pernyataan terkait kabar kejadian pemalakan dan pemerasan yang terjadi.

    “Kepada keluarga besar DWP kami yang luar biasa. Kami mendengar kekhawatiran Anda dan sangat menyesalkan tantangan dan frustrasi yang Anda alami,” tulis pernyataan resmi DWP di Instagram, Kamis (19/12/2024).

    DWP komitmen akan bekerja sama dengan pihak berwenang dan pemerintah guna menyelidiki kasus ini secara menyeluruh.

    “Kami secara aktif bekerja sama dengan pihak berwenang dan badan pemerintah untuk menyelidiki secara menyeluruh apa yang terjadi dan untuk memastikan langkah-langkah konkret diterapkan untuk mencegah insiden semacam itu terjadi lagi di masa depan,” lanjutnya.

    Namun Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim meralat uang hasil pemerasan WN Malaysia oleh oknum Polisi di konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.

    Menurutnya dari hasil penyelidikan uang pemerasan yang dilakukan anggota Polri hanya sebesar Rp2,5 miliar.

    Perlu saya luruskan juga bahwa barang bukti yang telah kita amankan jumlahnya Rp 2,5 miliar. Jadi jangan sampai nanti seperti pemberitaan sebelumnya yang angkanya cukup besar,” ucap Abdul Karim di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).

    Menurutnya, angka yang selama ini beredar tidak sesuai dengan fakta dari hasil yang didapatkan. 

    “Kita melakukan investigasi ini ya selalu berkoordinasi dengan Kompolnas pihak eksternal. Jadi kita terbuka,” kata Kadiv Propam.

    Pun demikian jumlah korban dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan.

    Abdul Karim menyebut korban Warga Negara Malaysia dari penyelidikan dan identifikasi yang ditemukan sebanyak 45 orang. 

    “Jadi jangan sampai ada yang jumlahnya cukup spektakuler. Jadi kita luruskan bahwa korban yang sudah kita datakan secara scientific dan hasil penyelidikan,” jelasnya.

    Kadiv Propam menegaskan pimpinan Polri ini serius dalam penanganan apapun bentuknya terhadap terduga pelanggar yang dilakukan oleh anggota. 

    Sejauh ini sudah ada dua korban yang melakukan pelaporan atau pendumasan ke Mabes Polri.

    “Ya itu sudah kita terima di Divpropam Mabes Polri ini. Jadi ada dua orang pendumasnya. Tentunya pendumas ini kita jaga ya inisialnya.

  • Menunggu Keberanian Propam Polri Tindak Istri Jenderal Polisi Bergaya Glamor

    Menunggu Keberanian Propam Polri Tindak Istri Jenderal Polisi Bergaya Glamor

    JAKARTA – Mabes Polri terbitkan Surat Telegram dengan nomor ST/30/XI/HUM.3.4/2019/DIVPROPAM yang berisi tentang aturan disiplin anggota Polri, kode etik profesi Polri dan kepemilikan barang mewah oleh pegawai negeri di Polri.

    Surat ini ditandatangani oleh Kadiv Propam Polri Irjen Sulistyo Sigit Prabowo pada 15 November 2019. Ada enam poin imbauan dalam surat itu, di antaranya adalah imbauan tidak menunjukkan, memakai, memamerkan barang mewah dalam interaksi sosial di kedinasan maupun di area publik bagi anggota Polri.

    Selain itu, ada juga imbauan yang melarang anggota Polri mengunggah foto atau video pada media sosial yang menunjukkan gaya hidup yang hedonis. Sebab, hal ini dianggap bisa menimbulkan kecemburuan sosial.

    Kemudian, surat itu juga berisi imbauan agar pimpinan kasatwil, perwira dapat memberikan contoh perilaku dan sikap yang baik, tidak memperlihatkan gaya hidup yang hedonis terutama Bhayangkari dan keluarga besar Polri.

    Jika nantinya anggota kepolisian tak menjalankan imbauan itu, akan ada sanksi tegas yang bakal diberikan oleh Divisi Propam Polri. Hanya saja tak dijelaskan seperti apa sanksinya.

    Walau surat tersebut menyebut ada sanksi tegas bagi pelanggar, pertanyaan justru muncul dari Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Nate S Pane. Dia mengakui, imbauan yang baru saja dikeluarkan ini adalah hal positif.

    Namun, Nate sedikit skeptis dengan kinerja Propam Polri dalam melakukan pengawasan terkait surat telegram itu. Utamanya, keberanian Propam Polri dalam melakukan pengawasan terhadap istri maupun keluarga jenderal di lingkungan kepolisian. Apalagi, sanksi dari imbauan hidup sederhana tersebut masih belum jelas.

    “Jika TR (telegram) hidup sederhana tidak dipenuhi, apa sanksinya? Beranikah (Propam) menindak istri-istri jenderal yang kerap bergaya hidup glamor dengan barang branded berharga super mahal?” kata Nate kepada wartawan di Jakarta, Minggu, 17 November.

    Tak hanya skeptis soal keberanian Propam Polri, Nate juga sebenarnya bingung bagaimana bisa anggota Polri kemudian hidup bak selebriti dengan menggunakan barang serba branded dan memamerkannya di media sosial.

    Apalagi, Nate menganggap, masih banyak polisi yang gajinya di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Bekasi yang berkisar di angka Rp4 juta-an. Anggapan itu juga tak sepenuhnya salah. Sebab,  berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 2019 disebutkan untuk golongan I Tamtama Bhayangkara Dua biasa menerima gaji dimulai dari Rp1.643.500 sampai Rp2.538.100.

    Untuk pangkat Bhayangkara Satu, biasanya menerima gaji berkisar Rp1.649.900 sampai Rp2.617.500. Selanjutnya Bhayangkara Kepala biasa menerima gaji berjumlah Rp1.747.900 dan tertinggi sebesar Rp2.699.400.

    Kemudian untuk jabatan Ajun Brigadir Polisi dua, bisa menerima gaji berkisar Rp1.802.600 sampai Rp 2.783.900. Lalu Ajun Brigadir polisi satu Rp1.858.900. Sementara itu untuk gaji Ajun Brigadir Polisi di antara Rp1.917.100 sampai Rp 2.960.700.

    Selanjutnya, untuk golongan Bintara Brigadir Polisi Dua Rp2.103.700 sampai Rp3.457.100. Kemudian Brigadir Polisi Satu biasanya menerima gaji sebesar Rp2.169.500 sampai Rp3.565.200.

    Sedangkan, pangkat Brigadir Polisi bisa menerima gaji dengan kisaran Rp2.237.400 sampai Rp3.676.700 dan gaji Brigadir Polisi Kepala sekitar Rp2.307.400 hingga Rp3.791.900. Untuk golongan Perwira Menengah gaji komisaris polisi dimulai dari Rp3.000.100 sampai Rp4.930.100. Terakhir, untuk golongan Perwira Tinggi Jenderal biasa menerima gaji dengan kisaran Rp5.328.200 sampai Rp5.930.800.

    Bukan hanya soal polisi yang bergaji tak berbeda dengan UMP Bekasi bisa bergaya hidup mewah, Nate menilai, edaran ini sebenarnya juga menunjukkan adanya keresahan di internal Polri karena gaya hidup abnormal yang tak sesuai gaji.

    “Ada rasa malu yang berkembang di lingkup internal Polri terhadap sorotan dan kecaman masyarakat terhadap gaya hidup sebagian besar polisi di negeri ini, sehingga untuk menyikapi hal itu Propam Polri perlu mengeluarkan TR gaya hidup sederhana,” ungkapnya.

    Sehingga, bukan hanya memberikan sanksi tegas secara jelas. Ke depan, IPW juga berharap, Propam Polri juga berani mengeluarkan data dan mengungkap siapa saja anggota Polri yang bergaya melebihi penghasilannya.

    “Sebab, dari pantauan IPW, cukup banyak anggota Polri, terutama para istri jenderal, yang suka pamer kekayaan dengan barang-barang branded yang supermahal,” tutupnya.

  • Mengapa Hotel Aruss Masih Beroperasi Setelah Disita dalam Kasus Judi “Online”?

    Mengapa Hotel Aruss Masih Beroperasi Setelah Disita dalam Kasus Judi “Online”?

    Mengapa Hotel Aruss Masih Beroperasi Setelah Disita dalam Kasus Judi “Online”?
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Hotel Aruss
    yang berlokasi di Semarang, Jawa Tengah, disita oleh Bareskrim Polri sebagai bagian dari langkah penegakan hukum terhadap kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil dari platform judi
    online
    seperti Dafabet, Agen 138, dan Judi Bola.
    Penyitaan tersebut dilakukan berdasarkan temuan bahwa pembangunan hotel tersebut menggunakan dana hasil pencucian uang dari aktivitas judi
    online
    .
    Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf menyampaikan bahwa dana pembangunan hotel ini berasal dari rekening-rekening yang dikendalikan oleh bandar judi
    online
    .
    “Kami melakukan penyitaan sebagai ujung dari hasil pencucian uang judi
    online
    ,” ujarnya pada Senin (6/1/2025).
    Hotel tersebut dibangun menggunakan dana sebesar Rp 40,5 miliar yang ditransfer melalui rekening-rekening nomine dan ditarik secara tunai oleh pihak yang terlibat. Total nilai properti hotel tersebut diperkirakan mencapai Rp 200 miliar.
    Meskipun telah disita, Hotel Aruss tetap beroperasi seperti biasa. Hal ini menimbulkan pertanyaan di masyarakat mengenai alasan di balik keputusan tersebut.
    Brigjen Pol Helfi Assegaf menjelaskan bahwa operasional hotel tetap berlangsung karena kepolisian masih menunggu ketetapan hukum lebih lanjut terkait kasus TPPU tersebut.
    “Terkait masalah kegiatan operasional hotel saat ini masih berlangsung seperti biasa. Sampai nanti ada ketetapan lebih lanjut,” katanya.
    Selain itu, Helfi menambahkan bahwa penyelidikan terhadap kasus TPPU ini masih berjalan dan akan dilakukan gelar perkara untuk menentukan langkah berikutnya.
    Kuasa hukum Hotel Aruss, Ahmad Maulana menyatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang berlangsung. Menurut dia, penyitaan tidak berarti menghentikan operasional hotel.
    “Sebagian orang memahami sita itu dirampas, diambil. Bisa dipelajari di perundangan, penyitaan itu dalam pengawasan dan penjagaan dan tidak mengurangi operasional yang berjalan,” kata Ahmad di Hotel Aruss Semarang, Senin (6/1/2025).
    Public Relation Hotel Aruss, Lala Nikmah juga memastikan bahwa penyitaan tidak berdampak pada layanan dan reservasi hotel.
    “Operasional hotel berjalan dengan baik. Tidak ada tamu yang membatalkan booking. Bus besar masih terparkir dan akan
    stay
    beberapa hari ke depan,” ujarnya.
    Berdasarkan pemberitaan
    Kompas.com
    , pantauan di lokasi menunjukkan tanda penyitaan terpasang di pintu masuk hotel.
    Namun, aktivitas di dalam hotel tetap berlangsung normal. Bus milik atlet voli Sumselbabel yang mengikuti kompetisi Proliga di Semarang masih terlihat terparkir, dan tamu hotel tetap menjalankan aktivitasnya.
    Pihak Polda Jawa Tengah, yang membantu proses penyitaan, menyatakan bahwa mereka hanya bertugas mem-
    backup
    kegiatan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri.
    “Kami prinsipnya bantu
    backup
    prosesnya. Untuk detailnya bisa konfirmasi ke Div Humas Mabes Polri,” kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Artanto.
    Proses hukum terkait penyitaan Hotel Aruss masih berlangsung, dan operasional hotel akan tetap berjalan hingga ada keputusan hukum lebih lanjut.
    Brigjen Pol Helfi Assegaf menegaskan bahwa pihaknya terus melakukan penyidikan mendalam untuk memastikan penanganan kasus ini berjalan sesuai prosedur hukum.

    Sebelumnya, Helfi mengungkapkan, dana pembangunan hotel itu ditransfer dari rekening seorang berinisial FH yang saat ini statusnya sebagai saksi, melalui lima rekening, yakni dari masing-masing satu rekening OR, RF, MD, dan dua rekening dari KP.
    Selain itu, ada juga penarikan tunai dan penyetoran tunai yang dilakukan oleh GP dan AS dengan total senilai Rp 40,5 miliar.
    Rekening tersebut diduga dikelola oleh bandar yang terkait dengan platform
    judi online
    tersebut.
    Adapun modus operandi yang dilakukan yaitu dengan cara menampung semua uang hasil perjudian
    online
    pada rekening-rekening nomini yang mereka buat, selanjutnya ditempatkan dan ditransfer, serta dilakukan penarikan secara tunai.
    “Lalu, ditempatkan ke rekening-rekening nomini lainnya sebagai upaya layering atau pengelabuan untuk menyembunyikan asal-usul dari uang tersebut,” katanya.
    Setelah uang tersebut ditarik tunai, uang itu digunakan untuk membangun Hotel Aruss di Semarang.
    Pasal yang disangkakan adalah Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 10 jo Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan/atau Pasal 27 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE atau Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 303 KUHP.
    “Kami sampaikan bahwa obyek penyitaan itu berdasarkan surat penetapan izin penyitaan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 16 Desember 2024, serta surat perintah penyitaan Nomor SP SITA Nomor 44 I RES 2.6 2025 Dirtipideksus tanggal 3 Januari 2025,” ujarnya.
    Sebagai informasi, nilai obyek hotel tersebut sekitar Rp 200 miliar.
    Helfi menyampaikan bahwa selain penyitaan terhadap Hotel Aruss, penyidik juga telah memblokir 17 rekening yang diduga melakukan transaksi hasil perjudian
    online
    tersebut pada periode 2020 sampai dengan 2022 dengan total Rp 72,3 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2 Polisi Didemosi 5 Tahun Terbukti Ikut Peras WN Malaysia di DWP

    2 Polisi Didemosi 5 Tahun Terbukti Ikut Peras WN Malaysia di DWP

    loading…

    Dua polisi kembali dikenakan sanksi demosi 5 tahun seusai menjalani sidang KKEP terkait kasus pemerasan WN Malaysia saat menonton konser DWP. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Dua polisi kembali dikenakan sanksi demosi 5 tahun seusai menjalani sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) terkait kasus pemerasan WN Malaysia saat menonton konser Djakarta Warehouse Project (DWP).

    Keduanya yakni Banit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Aiptu Armadi Juli Marasi Gultom dan Bripka Wahyu Tri Haryanto. Keduanya telah menjalani sidang etik di Ruang Sidang Divpropam Polri, Mabes Polri, Senin, 6 Januari 2025.

    Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Pol Erdi Adrimurlan Chaniago mengatakan, berdasarkan sidang etik keduanya terbukti terlibat dalam pemerasan warga Malaysia.

    “Mutasi bersifat demosi selama 5 tahun di luar fungsi penegakan hukum (reserse),” ujarnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/1/2025).

    Putusan sidang KKEP juga menjatuhkan sanksi etika yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela.

    “Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri,” katanya.

    Pelanggar juga diwajibkan mengikuti pembinaan rohani, mental, dan pengetahuan profesi selama satu bulan. Sementara itu, sanksi administratif berupa penempatan khusus (patsus) selama 30 hari terhitung mulai 27 Desember 2024-25 Januari 2025 di Ruang Patsus Biro Provos Divpropam Polri.

    (jon)

  • Bareskrim Sita Hotel Aruss Semarang Terkait Dugaan TPPU dari Judi Online

    Bareskrim Sita Hotel Aruss Semarang Terkait Dugaan TPPU dari Judi Online

    Semarang, Beritasatu.com – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri menyita Hotel Aruss Semarang yang berlokasi di Jalan Dr Wahidin 116, Kota Semarang, terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil kejahatan judi online.

    Meski berstatus disita, hotel bintang empat tersebut tetap beroperasi seperti biasa. Spanduk besar bertuliskan “Disita Bareskrim Polri” terlihat terpasang di atap gedung dan depan lobi hotel. Aktivitas tamu di lobi hotel juga terlihat berjalan normal, dengan bus-bus besar masih terparkir di area hotel.

    Kuasa hukum Hotel Aruss Ahmad Maulana menegaskan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Ia juga memastikan hotel tetap mengikuti prosedur hukum yang berlaku.

    “Memang saat ini ada proses hukum yang berjalan, sedang dalam penyidikan oleh Mabes Polri. Kami menghormati dan mengikuti prosedur yang ada,” ujar Maulana, Senin (6/1/2025) mengenai langkah Bareskrim sita Hotel Aruss Semarang terkait TPPU judi online.

    Ia menjelaskan status penyitaan tidak berarti hotel diambil alih oleh Mabes Polri, melainkan berada dalam pengawasan dan penjagaan. “Disita itu artinya dalam pengawasan dan penjagaan, tetapi tidak mengurangi operasional hotel,” jelas Maulana.

    Sementara itu, Public Relations Hotel Aruss Lala Nikmah menegaskan operasional hotel tetap berjalan normal. Bahkan, tidak ada pembatalan dari tamu terkait kasus ini.

    “Operasional hotel berjalan dengan baik. Bus besar masih terparkir untuk beberapa hari ke depan. Tidak ada permintaan pembatalan dari tamu, karena kasus ini tidak ada kaitannya dengan mereka,” kata Lala mengenai langkah Bareskrim sita Hotel Aruss Semarang terkait TPPU judi online.

  • Kasus Pemerasan Penonton DWP Coreng Muka Indonesia, DPR Dorong Polri Tindak Tegas Para Pelaku – Halaman all

    Kasus Pemerasan Penonton DWP Coreng Muka Indonesia, DPR Dorong Polri Tindak Tegas Para Pelaku – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus pemerasan berkedok razia narkoba ilegal yang terjadi di acara Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024 mencuri perhatian publik setelah melibatkan 18 anggota polisi.

    Belasan oknum polisi menggunakan modus ancaman terhadap penonton, terutama warga negara Malaysia, dengan tuduhan penyalahgunaan narkoba meskipun hasil tes menunjukkan negatif.

    Tindakan tersebut dilakukan untuk memperoleh uang tebusan, yang totalnya mencapai Rp 2,5 miliar dari 45 korban.

    Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo mengecam keras laku lancung para oknum tersebut.

    Ia meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit prabowo memberikan tindakan tegas dengan menyeret para pelaku ke meja peradilan umum pidana.

    “Diberi sanksi yang berat seberat-beratnya berupa apa? berupa pemberhentian dan kalau perlu diseret ke peradilan umum untuk dimintai tanggung jawabnya gitu, jangan ada kesan melindungi anggota dilakukan perbuatan tercela kita dorong itu,” katanya kepada wartawan, Senin (6/1/2025). 

    Politikus NasDem ini mengaku kecewa dengan tindak tanduk oknum Polda Metro Jaya yang mencoreng nama Indonesia di mata internasional khusunya dalam hubungan bilateral RI-Malaysia.

    “Kita dorong pimpinan Polri untuk mengambil langkah tegas iya terhadap siapapun oknum di anggota Polri yang melakukan pelanggaran pidana. Apalagi kasus ini mencoreng institusi Polri bukan hanya di mata nasional tapi sudah mata internasional iya, sehingga tindakan pelaku perbuatan anggota Polri yang pemerasan ini harus diberi sanksi yang sekeras kerasnya,” katanya.

    Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Yoyok Riyo Sudibyo berpandangan perbuatan tersebut hanya merupakan segelintir oknum saja.

    “Ini oknum sama dengan Malaysia juga pasti ada oknum-oknumnya. Dan secara gamblang Indonesia juga sudah memproses secara hukum dengan baik. Jadi Malaysia juga pasti mengerti,” katanya.

    Meski begitu, Rudianto acungan jempol kepada Polri yang tegas memecat anggotanya di kasus pemerasan pengunjung Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Rudianto menyebut hal inilah yang menjadi harapan publik.

    “Kita patut acungi jempol pimpinan Polri karena berani mengambil langkah tegas. Seperti inilah harusnya yang diharapkan publik, masyarakat di mana ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh alat negara kita, Polri, yang tugasnya mengayomi melindungi ya. Lantas kemudian dia melakukan kejahatan maka diharapkan masyarakat itu adalah langkah tegas menindak,” ucapnya.

    Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan pihak Kepolisian tidak serius menangani kasus pemerasan oleh oknum personelnya yang terjadi di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) jika berencana mengembalikan uang korban.

    “Rencana pengembalian uang hasil pemerasan Rp2,5 miliar oleh Polri kepada korban penonton DWP membuktikan bahwa institusi Polri tidak serius menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya ke ranah pidana dan cukup berhenti di Komisi Kode Etik Polri (KKEP),” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Sugeng menjelaskan bahwa menurut hukum uang yang disita tersebut adalah merupakan barang bukti hasil kejahatan.

    “Sehingga, kalau uang yang disita dikembalikan maka tidak ada barang bukti yang bisa dijadikan penyidik untuk menjerat pelaku yang juga anggota Polri tersebut,” katanya.

    Sugeng menambahkan, penegak hukum tahu bahwa barang bukti itu akan dibawa ke peradilan dan hakim yang memutus perkara pemerasan terhadap warga negara Malaysia untuk menentukan apakah uang yang disita dimasukkan ke kas negara atau dikembalikan kepada para korban atau dimusnahkan.

    “Polisi sebagai penyidik tidak memiliki kewenangan menetapkan status lebih lanjut atas barang bukti uang Rp2,5 miliar tersebut selain menyita sesuai hukum dan menjadikannya sebagai barang bukti hasil pemerasan,” katanya.

    Sebelumnya, majelis sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) telah menggelar sidang etik pertama Selasa (31/12). Sidang etik itu dipantau langsung oleh Kompolnas.

    Hasil sidang etik itu, dua oknum polisi dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat. Dua oknum polisi itu yakni mantan Dirresnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak dan mantan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Yudhy Triananta Syaeful.

    “Terhadap terduga masing-masing 2 terduga pelanggar telah diberikan putusan Majelis Komisi sidang kode etik profesi Polri dijatuhi sanksi berupa Pemberhentian dengan Tidak Hormat (PTDH),” kata Karo Penmas Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam keterangan tertulis, Rabu (1/1/2025).

    Polri melanjutkan sidang etik terhadap mantan Kasubdit III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia (MEY). AKBP Malvino dinyatakan melakukan pelanggaran etik dugaan pemerasan pengunjung konser DWP.

    “Pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri,” kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam jumpa pers di Mabes Polri, Kamis (2/1/2025).

    Proses sidang etik kasus ini masih terus berjalan. Ada potensi jumlah anggota yang dipecat akan bertambah.

  • Sidang Etik DWP, Aiptu Armadi dan Bripka Wahyu Dihukum Demosi 5 Tahun

    Sidang Etik DWP, Aiptu Armadi dan Bripka Wahyu Dihukum Demosi 5 Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri menyampaikan dua oknum polisi telah dihukum sanksi etik berupa demosi lima tahun dalam kasus dugaan pemerasan penonton DWP 2024.

    Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Erdi Chaniago mengatakan dua oknum yang disanksi demosi itu berinisial AJMG dan WTH.

    Kedua orang itu merujuk pada Aiptu Armadi Juli Marasi Gultom (AJMG) dan Bripka Wahyu Tri Haryanto (WTH). Keduanya merupakan Bintara Ditresnarkoba Polda Metro Jaya (PMJ) yang dimutasi ke Bintara Yanma PMJ.

    “Mutasi bersifat demosi selama 5 tahun di luar fungsi penegakan hukum,” ujar Erdi dalam keterangan tertulis, Senin (6/1/2025).

    Erdi menambahkan, saat ini Armadi dan Wahyu tengah menjalani hukuman penempatan khusus selama 30 hari mulai dari 27 Desember hingga 25 Januari 2025. Penempatan khusus itu dilakukan di ruang patsus Biroprovos Divpropam Polri.

    Selain itu, Erdi mengemukakan bahwa keduanya juga terbukti telah melakukan perbuatan tercela lantaran melakukan pemerasan terhadap penonton DWP.

    Modusnya, saat melakukan pengamanan terhadap penonton yang diduga menyalahgunakan narkoba, dua oknum polisi itu meminta imbalan dengan dalih untuk dibebaskan.

    “Namun, pada saat pemeriksaan terhadap orang yang diamankan tersebut telah melakukan permintaan uang sebagai imbalan dalam pembebasan,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, tujuh dari 18 polisi telah melakukan sidang etik kasus dugaan pemerasan DWP. Perinciannya, tiga polisi telah dijatuhkan hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). 

    Tiga orang itu adalah, eks Dirresnarkoba Polda Metro, Kombes Pol Donald Parlaungan Simanjuntak, mantan Kasubdit 3 Ditnarkoba Polda Metro AKBP Malvino Edward Yusticia dan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro, dan AKP Yudhy Triananta Syaeful. 

  • Bareskrim Polri Sita Hotel Aruss Semarang Hasil TPPU Judi Online: Ini Bukan Berarti Perampasan

    Bareskrim Polri Sita Hotel Aruss Semarang Hasil TPPU Judi Online: Ini Bukan Berarti Perampasan

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Bareskrim Polri menyita Hotel Aruss Jalan Dr Wahidin Nomor 116 Jatingaleh Kota Semarang, Senin (6/1/2025).

    Penyitaan diperlihatkan dengan adanya pengumuman terpasang di hotel yang bertuliskan “Disita oleh Bareskrim Polri”. 

    Penasihat Hukum Hotel Aruss Semarang, Ahmad Maulana membenarkan adanya proses hukum yang berjalan terkait penyitaan tersebut.

    Pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.

    “Sekarang sedang dilakukan penyidikan dilakukan Mabes Polri terkait adanya dugaan TPPU.”

    “Sekarang masih dalam proses penyidikan,” tuturnya.

    Ahmad Maulana meluruskan penyitaan bukan berarti dirampas. 

    Penyitaan yang dilakukan Bareskrim Polri diartikannya pengawasan dan penjagaan.

    “Penyitaan ini tidak mengurangi jalannya operasional,” ujarnya.

    Dikatakannya pemasangan papan penyitaan dilakukan pada Minggu (5/1/2025).

    Penyitaan itu baru disiarkan saat ini.

    “Ya karena kemarin hari libur, baru dikonfersensi perskan saat ini,” terangnya.

    Dia mengatakan, meski dilakukan penyitaan operasional hotel masih tetap berjalan.

    Operasional hotel tidak dibekukan selama proses penyidikan.

    “Jadi operasional Hotel Aruss Semarang harus tetap berjalan,” imbuhnya. 

    Alasan Hotel Aruss Semarang Disita Bareskrim Polri

    Sebelumnya telah diberitakan di Tribunjateng.com, Hotel Aruss yang berada di Jalan Dr Wahidin Nomor 116, Kelurahan Jatingaleh, Kecamatan Candisari, Kota Semarang disita Bareskrim Polri.

    Dari hasil penelusuran, penyitaan aset bangunan hotel yang dikelola PT Arta Jaya Putra itu dikarenakan bagian dari hasil tindak pencucian uang dalam kasus judi online.

    Setidaknya ada tiga platform judi online yang diusut dan ditemukan jika terjadi TPPU berupa bangunan hotel di Kota Semarang itu.

    Bareskrim Polri menyita bangunan berupa properti hotel sebagai upaya penindakan hukum terhadap judi online. 

    Properti tersebut adalah Hotel Aruss di Kota Semarang.

    ILUSTRASI Hotel Aruss Semarang (IST)

    “Kami melakukan rilis terkait dengan penyitaan salah satu aset yang menjadi ujung daripada hasil pencucian uang judi online,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, Senin (6/1/2025).

    “Kami melihat bahwa aset berupa satu Hotel Aruss di Semarang yang dikelola PT Arta Jaya Putra,” tambahnya.

    Dia mengatakan, penyitaan ini sebagai tindaklanjut dari pengusutan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari kasus platform judi online Dafabet, Agen 138, dan Judi Bola.

    “Dari penelusuran transaksi keuangan yang dilakukan oleh para pemain hingga bandar, sehingga proses itu kami lakukan penyelidikan selama beberapa waktu,” lanjut Brigjen Pol Helfi Assegaf.

    Adapun dana pembangunan hotel itu ditransfer dari rekening seorang berinisial FH yang saat ini statusnya sebagai saksi, melalui lima rekening yakni dari masing-masing satu rekening OR, RF, MD, dan dua rekening dari KP.

    Selain itu, ada juga penarikan tunai dan penyetoran tunai yang dilakukan oleh GP dan AS dengan total senilai Rp40,5 miliar.

    Rekening tersebut diduga dikelola oleh bandar yang terkait platform judi online. 

    Adapun modus operandi yang dilakukan yaitu dengan cara menampung semua uang hasil perjudian online pada rekening-rekening nomini yang mereka buat.

    Selanjutnya ditempatkan dan ditransfer, serta dilakukan penarikan secara tunai.

    “Lalu, ditempatkan ke rekening-rekening nomini lainnya sebagai upaya layering atau pengelabuan untuk menyembunyikan asal-usul dari uang tersebut,” lanjutnya.

    Setelah uang tersebut ditarik tunai, digunakan untuk membangun Hotel Aruss di Semarang. 

    Pasal yang disangkakan adalah Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 10 jo Pasal 69 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

    Dan atau Pasal 27 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE atau Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 303 KUHP. 

    Untuk ancaman hukuman tindak pidana TPPU yaitu Pasal 3, 4, 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp10 miliar.

    Untuk ancaman hukumannya, yaitu Pasal 303 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun penjara dan denda Rp25 juta.

    Kemudian, untuk Pasal 29 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

    “Kami sampaikan bahwa obyek penyitaan itu berdasarkan surat penetapan izin penyitaan Pengadilan Negeri Semarang pada 16 Desember 2024.”

    “Serta surat perintah penyitaan Nomor SP SITA Nomor 44 I RES 2.6 2025 Dirtipideksus per 3 Januari 2025,” tambahnya.

    Sebagai informasi, nilai obyek hotel tersebut sekira Rp200 miliar.

    Brigjen Pol Helfi Assegaf menyampaikan, selain penyitaan terhadap Hotel Aruss, penyidik juga telah memblokir 17 rekening yang diduga melakukan transaksi hasil perjudian online tersebut pada periode 2020 hingga 2022 dengan total Rp72,3 miliar. (*)