Kementrian Lembaga: Mabes Polri

  • Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    JAKARTA – Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengungkapkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menggelar rapat khusus pada pagi hari untuk merumuskan langkah-langkah awal dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) larangan anggota Polri rangkap jabatan sipil.

    “Polri tentu mengapresiasi dan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi. Tadi pagi Bapak Kapolri sudah mengumpulkan para pejabat terkait untuk membahas langkah-langkah yang harus dilaksanakan,” katanya kepada media di Mabes Polri, Senin, 17 November.

    Ia mengatakan, sebagai tindak lanjut, Kapolri memerintahkan pembentukan tim pokja guna menyusun kajian cepat yang menjadi dasar pelaksanaan teknis putusan MK.

    “Polri akan membentuk tim pokja yang membuat kajian cepat terkait putusan MK tersebut, sehingga tidak menjadi multitafsir ke depan,” ucapnya.

    Tim pokja bakal bekerja secara intensif dan melakukan koordinasi lintas lembaga, termasuk dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Bakan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta MK sendiri selaku pemutus perkara.

    Selain memastikan kepatuhan terhadap aturan, kajian cepat ini ditujukan untuk menyusun langkah implementasi yang tidak menimbulkan polemik. Sandi menegaskan bahwa Kapolri memberi instruksi agar pekerjaan ini diselesaikan secepat mungkin.

    “Bapak Kapolri menyampaikan agar ini diselesaikan secepat-cepatnya. Kita berpacu dengan waktu agar semua hal bisa terselesaikan,” tandasnya.

  • Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    Usai Diputus MK Soal Larangan Polisi Rangkap Jabatan, Polri Bentuk Tim Pokja

    JAKARTA – Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengungkapkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menggelar rapat khusus pada pagi hari untuk merumuskan langkah-langkah awal dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) larangan anggota Polri rangkap jabatan sipil.

    “Polri tentu mengapresiasi dan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi. Tadi pagi Bapak Kapolri sudah mengumpulkan para pejabat terkait untuk membahas langkah-langkah yang harus dilaksanakan,” katanya kepada media di Mabes Polri, Senin, 17 November.

    Ia mengatakan, sebagai tindak lanjut, Kapolri memerintahkan pembentukan tim pokja guna menyusun kajian cepat yang menjadi dasar pelaksanaan teknis putusan MK.

    “Polri akan membentuk tim pokja yang membuat kajian cepat terkait putusan MK tersebut, sehingga tidak menjadi multitafsir ke depan,” ucapnya.

    Tim pokja bakal bekerja secara intensif dan melakukan koordinasi lintas lembaga, termasuk dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Bakan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta MK sendiri selaku pemutus perkara.

    Selain memastikan kepatuhan terhadap aturan, kajian cepat ini ditujukan untuk menyusun langkah implementasi yang tidak menimbulkan polemik. Sandi menegaskan bahwa Kapolri memberi instruksi agar pekerjaan ini diselesaikan secepat mungkin.

    “Bapak Kapolri menyampaikan agar ini diselesaikan secepat-cepatnya. Kita berpacu dengan waktu agar semua hal bisa terselesaikan,” tandasnya.

  • Densus 88 Tangkap 5 Tersangka Kasus Perekrutan Anak ke Jaringan Terorisme

    Densus 88 Tangkap 5 Tersangka Kasus Perekrutan Anak ke Jaringan Terorisme

    Bisnis.com, JAKARTA — Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Polri telah menetapkan lima tersangka dalam perkara rekrutmen pelajar dengan jaringan terorisme di media sosial sepanjang 2025.

    Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan lima tersangka itu ditangkap di Sumatera Utara, Jawa Tengah hingga Sumatera Barat.

    Secara terperinci, FW alias YT (47) di Medan, Sumatera Utara; LN (23) asal Kabupaten Bangai, Sulawesi Tengah; PP alias BMS (37) Sleman, Jawa Tengah; MSPO (18) Tegal, Jawa Tengah; dan JJS alias BS (17) Kabupaten Agam Sumatera Barat.

    “Dan di grup media sosial tersebut, 5 orang [tersangka] dewasa telah ditangkap,” ujar Trunoyudo di Mabes Polri, Selasa (14/11/2025).

    Dia menambahkan, lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka ini berperan merekrut anak untuk bergabung ke kelompok terorisme.

    “Atas peranannya, merekrut dan memengaruhi anak anak tersebut supaya menjadi radikal. Bergabung dengan kelompok terorisme, dan melakukan aksi teror,” pungkas Trunoyudo.

    Di samping itu, Jubir Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana menyampaikan selain modus melalui media sosial, rekrutmen anak atau pelajar agar terpapar paham radikal ini juga dilakukan melalui game online.

    Khusus di game online, terdapat sarana komunikasi yang dimanfaatkan oleh jaringan teror. Setelah komunikasi terbentuk, anak-anak itu langsung dimasukkan dalam grup privat untuk didoktrin soal paham terorisme.

    “Jadi intinya ada beberapa proses, itu yang dari awal memang tidak langsung menuju kepada ideologi terorisme, tetapi anak-anak dibikin tertarik dulu, kemudian mengikuti grup, kemudian diarahkan kepada grup yang lebih privat,” tutur Mayndra.

  • Respon Putusan MK, Kapolri Tarik Anggota Aktif dari Jabatan Sipil

    Respon Putusan MK, Kapolri Tarik Anggota Aktif dari Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri menjelaskan kans anggota kepolisian yang menjabat di luar struktur ditarik dari jabatan sipil usai putusan MK.

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan keputusan penarikan itu dilakukan setelah Kapolri mendapatkan laporan dari tim kelompok kerja (pokja).

    “Ya untuk masalah keputusan nanti Bapak Kapolri akan mendapatkan laporan khusus dari tim pokja tersebut tentang apa yang akan dikerjakan oleh polri,” ujar Sandi di Mabes Polri, dikutip Selasa (18/11/2025).

    Dia menambahkan, tim pokja bakal ditugaskan berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk menyamakan persepsi soal putusan MK nomor 114/PUU-XXIII/2025 agar tidak multitafsir.

    Pihak yang dilibatkan yaitu Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Kemenkum, Kemenkeu hingga Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara, pokja Mabes Polri yang dilibatkan berasal dari tim As SDM dan Divisi Hukum.

    “Bahwa tim Pokja membuat kajian percepatan tadi bisa menjadi landasan kita dengan berkolaborasi, berkonsultasi, dan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait,” imbuhnya.

    Adapun, Sandi menekankan bahwa kepolisian pasti akan menghormati apapun keputusan MK sesuai dengan amanat undang-undang yang ada.

    “Yang pasti, bahwa Kepolisian sangat mengapresiasi dan menghormati putusan dari MK dan akan menindaklanjuti keputusan MK tersebut,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, MK telah memutuskan untuk menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

    Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Adapun, putusan ini kemudian menimbulkan persepsi soal anggota Polri tidak bisa menduduki jabatan sipil.

  • Pengamat Soroti Perbedaan Sikap Polisi-DPR terkait Isu Ijazah Jokowi dan Asrul Sani

    Pengamat Soroti Perbedaan Sikap Polisi-DPR terkait Isu Ijazah Jokowi dan Asrul Sani

    GELORA.CO -Perbedaan respons antara DPR dan pihak kepolisian terkait isu ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani menjadi sorotan publik.

    Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menyoroti perbedaan itu. Menurutnya, sejak pelaporan dugaan ijazah palsu Arsul Sani di Bareskrim Mabes Polri, prosesnya berjalan aktif. Para pelapor diterima oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, dan Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mendorong MKD untuk memeriksa Ketua dan anggota Komisi III yang meloloskan Arsul Sani sebagai Hakim MK. 

    “Pertanyaan ini penting untuk dicermati,” ujar Muslim kepada RMOL, Selasa, 18 November 2025.

    Muslim menyebut respons ini berbeda dibandingkan dengan dugaan ijazah palsu Jokowi. Laporan yang dilayangkan Roy Suryo dan kawan-kawan di kepolisian dihentikan, sementara DPR tidak mengambil langkah apa pun. Bahkan, pelapor justru sempat menjadi tersangka dari laporan yang dibuat oleh Jokowi.

    Meski begitu, Muslim memberikan apresiasi kepada Arsul Sani yang tetap tenang dan menjawab tudingan dengan sikap profesional. 

    “DPR terlihat sangat serius mengusut Arsul Sani, tetapi hal yang sama tidak terjadi pada Jokowi,” katanya.

    Selain itu, Muslim menyinggung buku “Jokowi’s White Paper” karya Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Dokter Tifa, yang telah beredar luas di masyarakat, bahkan sampai ke luar negeri. Namun, hingga kini belum ada panggilan resmi ke DPR untuk memaparkan isi buku tersebut.

    Muslim menyimpulkan, perbedaan perlakuan ini menimbulkan pertanyaan terkait prinsip Equality Before The Law. 

    “Dalam dua kasus ini, antara Arsul Sani dan Jokowi, terlihat ada perlakuan berbeda. Satu ditangani secara aktif, sementara yang lain belum,” pungkasnya. 

  • Penugasan Anggota Polisi di Luar Struktur, Mabes Polri: Bukan Inisiatif Internal

    Penugasan Anggota Polisi di Luar Struktur, Mabes Polri: Bukan Inisiatif Internal

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri menjelaskan soal mekanisme penugasan anggota kepolisian di luar struktur seperti kementerian maupun lembaga (K/L).

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengemukakan penugasan anggota di luar struktur selalu berdasarkan permintaan dari K/L terkait.

    “Jadi, penentuan untuk penugasan di luar struktur, itu karena adanya permintaan dari kementerian lembaga terkait,” ujar Sandi di Mabes Polri, dikutip Selasa (18/11/2025).

    Dia menambahkan, mulanya K/L meminta anggota kepolisian untuk menduduki jabatan tertentu kepada Kapolri. Setelah itu, Kapolri menunjuk As SDM untuk melakukan asesmen.

    Asesmen itu dilakukan untuk mencari pejabat yang relevan atau kompeten dalam menduduki jabatan di K/L terkait.

    “Kemudian, jika pejabat tersebut telah ditunjuk, maka Bapak Kapolri akan mengeluarkan surat perintah untuk diajukan kepada kementerian lembaga terkait untuk diajukan apakah diterima atau tidak,” imbuhnya.

    Namun, apabila anggota kepolisian itu tidak diterima, maka pihak kementerian maupun lembaga bisa mengembalikan anggota yang telah diajukan.

    Dalam hal ini, Sandi mengungkap ada dua mekanis berbeda dalam penugasan ini. Misalnya, untuk anggota Polri dengan pangkat bintang dua ke atas maka penugasannya harus melalui surat keputusan Presiden.

    Namun, apabila anggota Polri dengan pangkat bintang 1 ke bawah maka keputusan penugasan dilakukan oleh kepala lembaga atau menteri terkait.

    “Jadi keputusan untuk personil Polri duduk di kementerian lembaga yang terkait dengan tugas kepolisian adalah dengan keputusan Presiden [khusus bintang dua ke atas], bukan dengan surat penugasan Kapolri,” pungkasnya.

  • Telaah Dua Putusan Kontroversial MK, dari IKN hingga Rangkap Jabatan Polri

    Telaah Dua Putusan Kontroversial MK, dari IKN hingga Rangkap Jabatan Polri

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi akhir-akhir mengeluarkan dua putusan yang sangat kontroversial di Indonesia yakni terkait IKN dan rangkap jabatan Polri.

    Prinsip yang dipegang oleh MK merilis dua putusan baru adalah taat pada UUD 1945, patuh terhadap konstitusi negara, hingga memperhatikan hak-hak masyarakat adat yang selama ini sering sekali terpinggirkan. Sebab, UUD 1945 adalah pedoman tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintah.

    Adapun putusan pertama yakni MK menghapus hak 190 tahun atas hak guna usaha (HGU) di IKN, karena menentang UUD 1945. MK menilai bahwa UU IKN yang diteken oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo, khususnya pasal 16A telah melanggar UUD 1945.

    Kini, majelis hakim merilis mekanisme penggunaan Hak Atas Tanah (HAT), agar penggunaan tanah di IKN sesuai dengan konstitusi negara. Pembaruan ini juga bisa untuk menjaga hak-hak masyarakat adat yang berada di Kalimantan.

    Kali ini, MK memberikan tafsir baru atas pengaturan jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP). Tafsir yang dikeluarkan MK terkait IKN ini menegaskan bahwa mekanisme penggunaan HAT harus mengikuti tahapan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan, bukan diberikan sekaligus dalam dua siklus sebagaimana frasa yang tercantum dalam UU IKN.

    Ketua MK Suhartoyo menyatakan dalam sidang pembacaan bahwa amar Putusan Nomor 185/PUU-XXII/2024 bertentangan dengan konstitusi. Dia juga mengatur bahwa HGU diberikan waktu paling lama menjadi 35 tahun, perpanjangan hak paling lama 25 tahun, dan pembaruan hak paling lama 35 tahun, sesuai dengan kriteria dan tahapan evaluasi.

    Suhartoyo juga membacakan dua amar serupa untuk HGB dan HP, masing-masing dengan jangka waktu maksimal 30 tahun untuk pemberian, 20 tahun untuk perpanjangan, dan 30 tahun untuk pembaruan.

    Ambiguitas 190 Tahun dan Respon Kepala BPN

    UU IKN yang menyebutkan bahwa angka 190 tahun, menimbulkan makna yang ambigu, sehingga bisa disalahartikan oleh pihak-pihak lain.

    Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut. Menurut dia, ketentuan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 menimbulkan ambiguitas karena menyebutkan HGU diberikan melalui satu siklus dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua, yang jika dijumlahkan mencapai 190 tahun.

    “Sehingga hal demikian menimbulkan norma yang ambigu yang berpeluang disalahartikan,” ujarnya. 

    Kendati begitu, Enny menegaskan MK tetap mengakui mekanisme tiga tahapan yakni pemberian, perpanjangan, dan pembaruan yang selama ini menjadi praktik pertanahan nasional dan telah ditegaskan dalam putusan MK sebelumnya.

    Dia mengungkapkan bahwa pemberian HAT sekaligus dalam dua siklus tidak sesuai dengan prinsip evaluasi berkala yang wajib dilakukan negara. Karena itu, frasa tentang “siklus pertama” dan “siklus kedua” harus dibatalkan.

    “Artinya, batasan waktu paling lama 95 tahun dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi persyaratan selama memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi,” ujarnya.

    Dalam kesempatan terpisah, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengaku menghormati segala bentuk keputusan MK mengenai aturan tersebut.

    Menurutnya, keputusan ini bisa menjadi landasan penting dalam memperkuat kepastian hukum, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Penajam Paser Utara (PPU).

    “Kami menghormati dan siap melaksanakan sepenuhnya putusan MK. Ini adalah landasan penting untuk memperkuat kepastian hukum, transparansi, dan tata kelola pertanahan yang lebih baik dalam pembangunan IKN,” jelas Nusron dalam keterangannya, Minggu (16/11/2025).

    Pada saat yang sama, Nusron juga menilai ketetapan ini sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 mengenai prinsip penguasaan negara atas sumber daya alam.

    Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa putusan MK menjadi momentum untuk memperkuat fungsi sosial tanah, terutama perlindungan terhadap masyarakat lokal dan adat. Dia berpandangan, keseimbangan antara pembangunan dan keadilan sosial menjadi prinsip utama yang terus dijaga pemerintah.

    “Presiden Prabowo memberi perhatian besar pada perlindungan masyarakat lokal dalam pembangunan IKN. Dengan putusan ini, negara semakin kuat dalam memastikan kepastian hukum sekaligus keadilan sosial,” tambahnya.

    Sebagai informasi, MK menetapkan untuk membatalkan Pemberian HAT lahan IKN Selama 190 tahun dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (13/11/2025). 

    Respon Putusan MK, Polri Bentuk Tim Pokja 

    Baru-baru ini, MK telah memutuskan untuk menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

    Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Adapun, putusan ini kemudian menimbulkan persepsi soal anggota Polri tidak bisa menduduki jabatan sipil.

    Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menjelaskan bahwa keberadaan frasa tersebut justru menimbulkan ketidakjelasan norma hukum dan mengaburkan ketentuan utama dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri.

    Akibatnya, terjadi kerancuan dalam tata kelola jabatan publik serta potensi pelanggaran terhadap prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. 

    Meskipun MK berupaya untuk mengikuti UUD 1945, Polri kini malah menindaklanjuti putusan tersebut dengan membuat Pokja. Tim Pokja akan terlebih dahulu untuk menyamakan persepsi terkait putusan MK dengan sejumlah pihak itu agar tidak multitafsir.

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk kelompok kerja untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal anggota Polri duduk di jabatan sipil.

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan Kapolri Sigit telah menggelar rapat dengan pejabat utama untuk membahas putusan itu. Hasilnya, Sigit telah memutuskan untuk membuat tim pokja untuk menindaklanjuti putusan MK.

    “Bapak Kapolri berdasarkan hasil putusan rapat tersebut bahwa Polri akan membentuk tim Pokja yang bisa membuat kajian cepat terkait dengan putusan MK tersebut,” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Pokja itu, kata Sandi, bakal berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Kemenkum, Kemenkeu hingga Mahkamah Konstitusi (MK).

    “Sehingga tidak menjadi multitafsir harapannya ke depannya. Karena hal ini juga menyangkut adanya beberapa hal yang berkaitan dengan kementerian lembaga lainnya,” imbuhnya.

    Adapun, Sandi menekankan bahwa kepolisian pasti akan menghormati apapun keputusan MK sesuai dengan amanat undang-undang yang ada.

    “Yang pasti, bahwa Kepolisian sangat mengapresiasi dan menghormati putusan dari MK dan akan menindaklanjuti keputusan MK tersebut,” pungkasnya.

  • Kapolri Terima Audiensi Menhub, Bahas Persiapan Nataru 2025-2026

    Kapolri Terima Audiensi Menhub, Bahas Persiapan Nataru 2025-2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menerima audiensi dengan Menteri Perhubungan (Menhub) RI, Dudy Purwagandhi.

    Pertemuan itu dibenarkan Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho. Dia mengatakan, pertemuan Kapolri dengan Menhub itu dalam rangka membahas persiapan pengaman Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.

    “[Pertemuan Kapolri dan Menhub] sehubungan dengan adanya persiapan untuk PAM Natal dan Tahun Baru di tahun 2025,” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Dia menambahkan, pertemuan ini memfokuskan soal bagaimana pengamanan jalur hingga moda transportasi yang bakal digunakan masyarakat dalam momen Nataru itu.

    Misalnya, jembatan penyeberangan yang akan digunakan masyarakat. Selain itu, pemetaan daerah rawan bencana alam akibat curah hujan tinggi maupun cuaca yang kurang kondusif.

    “Kemudian saat ini juga BMKG menyampaikan curah hujan tinggi dan cuaca kurang kondusif, maka daerah mana saja yang perlu kita antisipasi terhadap rawan bencana,” imbuhnya.

    Adapun, Sandi menyampaikan bahwa pembahasan persiapan libur panjang Nataru 2025 sejak dini ini diharapkan dapat memaksimalkan persiapan pengamanan nantinya.

    “Sehingga harapannya nantinya PAM Natal Tahun Baru yang dilaksanakan oleh pemerintah akan menjadi representasi bagi Polri dan lembaga nasional lainnya untuk bisa memastikan berjalan dengan aman, tertib, lancar,” pungkasnya.

  • Mabes Polri Catat 300 Orang Anggota Duduki Jabatan Sipil

    Mabes Polri Catat 300 Orang Anggota Duduki Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri mengungkap data anggota polisi yang saat ini menduduki jabatan sipil mencapai 300 orang.

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan ratusan orang itu menduduki jabatan manajerial di kementerian maupun lembaga. Hanya saja, Sansi tidak memerinci ratusan orang yang menjabat di luar struktur itu.

    “Ada sekitar 300 orang yang [anggota duduki jabatan sipil],” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Dia menambahkan, ratusan orang itu berasal dari 4.132 anggota yang terdiri dari staf, ajudan, pengawal hingga pendukung di Kementerian/Lembaga terkait.

    Adapun, kata Sandi, ribuan orang ini tidak dilibatkan dalam manajerial pada struktur kementerian maupun lembaga.

    “Sisanya adalah jabatan-jabatan pendukung non-manajerial. Seperti yang saya sampaikan,” imbuhnya.

    Sementara itu, Sandi menegaskan bahwa selama ini penugasan anggota Polri di luar struktur merupakan permintaan dari kementerian maupun lembaga terkait.

    Setelah permintaan itu, Kapolri menunjuk AS SDM untuk melakukan asesmen pejabat yang relevan dengan permintaan kementerian/lembaga. Selanjutnya, Kapolri mengeluarkan surat perintah terkait penugasan itu.

    Khusus anggota Polri dengan pangkat bintang dua ke atas, maka harus diusulkan terlebih dahulu ke Presiden. Sementara, anggota Polri di bawah bintang dua maka akan diusulkan ke pejabat setingkat menteri.

    “Selama ini pelaksanaan tugas dan tanggung jawab anggota Polri yang bekerja di luar struktur didasarkan pada mekanisme yang ditentukan undang-undang. Jadi, penentuan untuk penugasan di luar struktur, itu karena adanya permintaan dari kementerian lembaga terkait,” pungkasnya.

  • Kapolri Bentuk Pokja untuk Kaji Putusan MK Soal Polisi Duduki Jabatan Sipil

    Kapolri Bentuk Pokja untuk Kaji Putusan MK Soal Polisi Duduki Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk kelompok kerja untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal anggota Polri duduk di jabatan sipil.

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan Kapolri Sigit telah menggelar rapat dengan pejabat utama untuk membahas putusan itu. Hasilnya, Sigit telah memutuskan hntuk membuat tim pokja untuk menindaklanjuti putusan MK.

    “Bapak Kapolri berdasarkan hasil putusan rapat tersebut bahwa Polri akan membentuk tim Pokja yang bisa membuat kajian cepat terkait dengan putusan MK tersebut,” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Pokja itu, kata Sandi, bakal berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Kemenkum, Kemenkeu hingga Mahkamah Konstitusi (MK).

    Pada intinya, tim Pokja akan terlebih dahulu untuk menyamakan persepsi terkait putusan MK dengan sejumlah pihak itu agar tidak multitafsir.

    “Sehingga tidak menjadi multitafsir harapannya ke depannya. Karena hal ini juga menyangkut adanya beberapa hal yang berkaitan dengan kementerian lembaga lainnya,” imbuhnya.

    Adapun, Sandi menekankan bahwa kepolisian pasti akan menghormati apapun keputusan MK sesuai dengan amanat undang-undang yang ada.

    “Yang pasti, bahwa Kepolisian sangat mengapresiasi dan menghormati putusan dari MK dan akan menindaklanjuti keputusan MK tersebut,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, MK telah memutuskan untuk menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

    Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Adapun, putusan ini kemudian menimbulkan persepsi soal anggota Polri tidak bisa menduduki jabatan sipil.

    Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menjelaskan bahwa keberadaan frasa tersebut justru menimbulkan ketidakjelasan norma hukum dan mengaburkan ketentuan utama dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri.

    Akibatnya, terjadi kerancuan dalam tata kelola jabatan publik serta potensi pelanggaran terhadap prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.