Siswi SMK Jatuh dari Lantai 4 UT Purwokerto, Kampus Beri Penjelasan soal Tak Ada Pagar Pengaman
Tim Redaksi
PURWOKERTO, KOMPAS.com –
Universitas Terbuka
(UT)
Purwokerto
,
Jawa Tengah
, angkat bicara mengenai insiden tewasnya seorang siswi SMK berinisial MA (17), yang jatuh dari lantai 4 saat acara peresmian gedung baru kampus pada Kamis (31/7/2025).
“Kami menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya atas meninggalnya almarhumah di area UT,” kata Direktur
UT Purwokerto
Dr Prasetyarti Utami kepada wartawan, Sabtu (2/8/2025).
Menurut dia, lokasi jatuhnya korban tidak dilengkapi pagar karena merupakan akses gondola untuk perawatan gedung.
“Jadi itu untuk akses gondola untuk pembersihan kaca, bukan untuk jalur umum,” kata dia.
Prasetyarti menyebut, insiden itu merupakan kelalaian korban. Lokasi jatuhnya korban merupakan area terlarang bagi orang umum.
Pada bagian pintu juga telah terpampang larangan bertuliskan “Dilarang Masuk Area Maintenance, Khusus Petugas”.
“Keluarga (korban) menyadari atas kelalaian almarhumah memasuki area tersebut, karena sudah ada jelas larangannya dan rambu-rambunya,” ujar dia.
Dia juga menegaskan, pembangunan gedung tersebut telah selesai 100 persen.
Sebelum diresmikan, pihaknya juga sudah menggunakan gedung tersebut sejak 14 April 2025.
Dia mengklaim, telah menjalankan SOP pengamanan gedung berlantai 4 tersebut.
“Artinya ada area-area yang tidak boleh dilalui oleh orang umum, dan itu sudah terpampang,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, MA (17) tewas akibat terjatuh dari lantai 4 gedung UT Purwokerto, Kamis sekitar pukul 08.45 WIB.
Insiden itu terjadi saat korban sedang menjadi asisten tata rias untuk para penari yang akan tampil dalam acara peresmian gedung tersebut.
Polisi menyebut, lokasi jatuhnya korban tidak dilengkapi dengan pagar pengaman.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: MA
-
/data/photo/2025/08/02/688df5f8b36f5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Siswi SMK Jatuh dari Lantai 4 UT Purwokerto, Kampus Beri Penjelasan soal Tak Ada Pagar Pengaman
-
/data/photo/2015/05/25/1008166010-fot0160780x390.JPG?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Amnesti, Abolisi, dan Tebang Pilih Hukum Nasional 3 Agustus 2025
Amnesti, Abolisi, dan Tebang Pilih Hukum
Djarot Saiful Hidayat, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Anggota DPR RI Periode 2019-2024, Gubernur DKI Jakarta (2017), Wakil Gubernur DKI Jakarta (2014-2017) dan Walikota Blitar (2000-2010). Kini ia menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Periode 2024-2029.
DALAM
panggung sejarah kekuasaan, keputusan politik kerap menjadi penentu arah nasib individu, bahkan bangsa.
Ketika Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong, publik terbelah antara lega dan gusar, antara optimisme dan skeptisisme.
Di satu sisi, tindakan ini dibaca sebagai bentuk keberanian politik untuk memutus lingkaran balas dendam kekuasaan. Di sisi lain, keputusan ini diselubungi tanda tanya: mengapa mereka yang terkena hukuman? Mengapa bukan yang lain?
Amnesti dan abolisi bukan sekadar tindakan administratif, melainkan simbol kebijakan negara dalam memaknai keadilan.
Dalam pengertian hukum positif, amnesti adalah pengampunan yang diberikan kepada individu atau kelompok atas tindakan pidana tertentu, biasanya bermuatan politik, yang menghapuskan segala akibat hukum.
Abolisi, sebaliknya, adalah penghapusan proses hukum terhadap seseorang dan diberikan atas dasar pertimbangan politik tertentu.
Keduanya diatur dalam Pasal 14 UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi.
Dalam kasus Hasto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan yang terjerat tuduhan
obstruction of justice
dan suap dalam perkara Harun Masiku dengan vonis 3,5 tahun penjara; amnesti menjadi pilihan untuk memulihkan martabat seorang politikus yang dianggap menjadi korban kriminalisasi.
Sementara itu, Thomas Lembong, mantan Menteri Perdagangan (2015-2016) terdakwa kasus impor gula dengan vonis hukuman 4,5 tahun penjara, mendapat abolisi yang menghapus semua proses dan putusan hukum.
Kedua tindakan ini, secara hukum sah, tapi secara moral dan politik memanggil renungan lebih dalam.
Apresiasi atas amnesti dan abolisi tak boleh membutakan kita dari ketimpangan hukum yang telah lama menjadi borok tak tersembuhkan dalam demokrasi Indonesia.
Ketika keputusan hakim tampak seperti salinan naskah kekuasaan, dan ketika tuntutan jaksa mencerminkan atmosfer politik ketimbang asas legalitas, maka kita sedang menyaksikan bagaimana keadilan kehilangan sakralitasnya.
Mengapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diam pada kasus-kasus korupsi yang nilainya jauh lebih besar, bahkan seukuran gajah?
Mengapa kejaksaan lamban dalam mengusut skandal-skandal besar yang menguapkan triliunan rupiah uang rakyat?
Di saat yang sama, aparat penegak hukum tampak sangat aktif ketika berhadapan dengan figur-figur yang berada di luar lingkar kekuasaan.
Pola ini mengulangi siklus gelap dalam sejarah penegakan hukum di negeri ini: selektif, transaksional, dan sarat kepentingan.
Buku Daniel S. Lev berjudul “Legal Evolution and Political Authority in Indonesia” (Equinox Publishing, 2000) menjadi titik awal refleksi penting.
Lev menunjukkan bahwa hukum di Indonesia tidak pernah menjadi entitas otonom, melainkan selalu dibentuk dan dibelokkan oleh agenda kekuasaan.
Hal ini masih relevan hingga hari ini. Ketika figur seperti Hasto dan Tom Lembong dijerat atau dibebaskan berdasarkan kalkulasi politik, bukan semata prosedur hukum, maka jelas bahwa supremasi hukum masih menjadi ideal yang jauh dari kenyataan.
Penegakan hukum di Indonesia semakin diragukan setelah KPK dilemahkan melalui revisi Undang-Undang No. 19 Tahun 2019. KPK yang dahulu independen dan progresif, kini berada di bawah kendali dewan pengawas yang berafiliasi dengan pemerintah.
Hukum menjadi sunyi ketika pelakunya adalah kroni atau bagian dari sistem kekuasaan. Padahal, dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jelas bahwa setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok wajib dihukum berat.
Namun, teks hukum kehilangan makna jika aparatnya tunduk pada perintah kekuasaan.
Hal ini dipertegas oleh Satjipto Rahardjo dalam bukunya “Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan” (Kompas, 2008), bahwa hukum di Indonesia terlalu kaku pada prosedur tetapi gagal pada substansi keadilan.
Ia menyerukan agar aparat hukum lebih berpihak kepada nilai keadilan sosial daripada sekadar teks hukum.
Dalam konteks Prabowo, pemberian amnesti dan abolisi bisa dibaca sebagai upaya koreksi terhadap praktik hukum yang telah kehilangan arah moral.
Sebastian Pompe (2012) juga mencatat bahwa hukum di Indonesia sangat rentan digunakan sebagai alat politik.
Dari Mahkamah Konstitusi hingga Mahkamah Agung, Pompe menunjukkan bahwa tekanan kekuasaan menjadi bagian inheren dalam pengambilan keputusan.
Dengan itu, maka yang dibutuhkan bukan hanya pemimpin yang berani memberikan pengampunan, tetapi sistem hukum yang berani berdiri sendiri.
Apa arti keadilan dalam sistem hukum yang telah dibajak oleh logika kekuasaan? Ketika hukum tidak memberi perlindungan kepada yang lemah, dan justru menjadi senjata untuk menundukkan lawan politik, maka legitimasi hukum pun runtuh.
Rakyat melihat bahwa keadilan hanyalah milik mereka yang dekat dengan kekuasaan, dan hukum adalah panggung sandiwara tanpa penonton yang percaya.
Keputusan Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi dapat dipandang sebagai gestur moral yang melampaui prosedur teknis hukum.
Namun, hal ini tak cukup jika tidak diikuti reformasi institusional. KPK harus dikembalikan kepada independensinya.
Jaksa Agung harus benar-benar bebas dari kendali partai politik. Hakim harus memperoleh jaminan keamanan politik dan kesejahteraan agar tidak mudah dibeli atau ditekan. Dan yang terpenting, semua proses hukum harus terbuka untuk diawasi rakyat.
Konstitusi memberikan ruang untuk koreksi politik terhadap kesewenang-wenangan hukum, sebagaimana Pasal 14 UUD 1945 yang menjadi dasar pemberian amnesti dan abolisi.
Namun, koreksi itu tidak boleh menjadi pengganti dari sistem hukum yang rusak. Ia hanya boleh menjadi intervensi moral ketika hukum telah dibajak oleh tirani prosedural.
Di sinilah refleksi penting kita: bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia tidak gagal karena kekurangan undang-undang, melainkan karena lemahnya komitmen politik dan keberanian moral para penyelenggara negara.
Hukum dipakai bukan untuk membangun keadilan, tetapi untuk mempertahankan kekuasaan dan mengamankan jejaring ekonomi politik para elite. Inilah yang melahirkan krisis sistem penegakan hukum kita.
Apresiasi terhadap keputusan Presiden Prabowo mesti diikuti oleh dorongan publik untuk terus memperjuangkan sistem hukum yang rasional, independen, dan berpihak kepada rakyat.
Jika tidak, maka amnesti dan abolisi hanya akan dipahami sebagai strategi kompromi politik, bukan jalan menuju keadilan sejati.
Dan selama hukum masih berpihak pada mereka yang kuat, bukan pada kebenaran, maka keadilan akan tetap menjadi angan yang dituliskan dalam pasal-pasal undang-undang, tetapi tak pernah benar-benar hidup dalam kenyataan.
Hal ini tentu bertentangan dengan sifat dasar Indonesia yang merupakan negara hukum, bukan negara kekuasaan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Bersitegang, Trump Pastikan Presiden Brasil Bisa Kapan Saja Menghubunginya
JAKARTA – Presiden AS Donald Trump memastikan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dapat menghubunginya kapan saja untuk membahas tarif dan ketegangan lainnya antar negara.
“Dia bisa berbicara dengan saya kapan pun dia mau,” kata Trump tentang Lula saat berbicara kepada para wartawan di Gedung Putih dilansir Reuters, Sabtu, 2 Agustus. Trump menegaskan dirinya menyayangi rakyat Brasil, tetapi “orang-orang yang memimpin Brasil melakukan “kesalahan.”
Merespons Gedung Putih, Menteri Keuangan Brasil Fernando Haddad menyebut pernyataan Trump “hebat,” dan mengatakan ia yakin Lula merasakan hal yang sama, dan bersedia menerima telepon dari presiden AS.
Dalam unggahan di akun X-nya, Lula mengatakan Brasil selalu terbuka untuk berdialog, meskipun ia tidak menyebut Trump maupun pernyataannya sebelumnya.
Trump mengenakan tarif 50% terhadap Brasil, dengan banyak pengecualian, mulai minggu depan untuk melawan apa yang disebutnya “perburuan penyihir” terhadap mantan Presiden Jair Bolsonaro yang sedang diadili atas tuduhan merencanakan kudeta setelah kekalahannya dalam pemilihan umum tahun 2022.
AS juga mengumumkan sanksi terhadap seorang hakim Mahkamah Agung Brasil yang telah mengawasi persidangan Bolsonaro.
Lula menolak sanksi dan tarif tersebut, menyebutnya “tidak dapat dibenarkan” dan merupakan campur tangan yang “tidak dapat diterima” dalam sistem peradilan Brasil.
Haddad mengatakan pertemuan virtual yang direncanakannya dengan Menteri Keuangan AS Scott Bessent pekan depan akan membuka jalan bagi pertemuan antara Lula dan Trump, tetapi ia mencatat langkah tersebut membutuhkan persiapan.
Awal pekan ini, Haddad mengatakan Brasil membutuhkan jaminan Lula tidak akan menghadapi perlakuan yang sama seperti Volodymyr Zelenskyy dari Ukraina yang dikecam oleh Trump dan Wakil Presiden JD Vance dalam perdebatan sengit di Gedung Putih awal tahun ini.
-

Bulog sasar 18,3 juta penerima bantuan SPHP
Kabupaten Tangerang (ANTARA) – Perum Bulog mengatakan sebanyak 18,3 juta penerima manfaat di Indonesia menjadi sasaran penyaluran program bantuan pangan beras 10 kilogram (kg) dan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) pada periode 2025.
Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani di Tangerang, Sabtu mengatakan dari sasaran 18,3 juta penerima manfaat sekitar 1,3 juta ton beras.
“Kami diperintahkan untuk menyalurkan beras SPHP ini ke seluruh Indonesia sejumlah 1,3 juta ton beras,” ujar dia.
Ia mengatakan untuk pelaksanaan penyaluran bantuan pangan SPHP itu dilakukan oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) dengan melibatkan unsur TNI/Polri dan Koperasi Merah Putih melalui stimulus perekonomian periode bulan Juni dan Juli 2025.
Upaya pemerintah dalam menyalurkan bantuan pangan berupa beras SPHP tersebut dilakukan sebagai menanggulangi terjadinya kenaikan harga pangan di tengah masyarakat, ujar dia.
Lebih lanjut, ia mengatakan program SPHP itu menjadi solusi agar perolehan beras tetap dengan harga terjangkau, maksimal Rp12.500 per kilo gram (kg) atau Rp62.500 untuk 5 kg.
“Tujuannya untuk apa? Yaitu untuk menurunkan fluktuatif harga betas dan untuk mengisi kekosongan beras-beras yang ada di pasaran,” katanya.
Rizal mengatakan berdasarkan hasil pantauan lapangan, khususnya di wilayah Banten, distribusi beras SPHP berjalan optimal dan sesuai aturan berlaku. Di mana terdapat sekitar 8.000 ton beras SPHP akan diberikan untuk penerima manfaat bantuan pangan bulan Juni dan Juli 2025.
“Untuk Banten sekitar 8.000 ton beras SPHP akan disalurkan dan untuk Tangerang Raya sendiri ada 5.000 ton beras,” ujar dia.
Ia juga mengatakan untuk memastikan bantuan pangan tersebut tepat sasaran, Bulog menggunakan aplikasi khusus sebagai penyaluran kepada penerima manfaat. Mereka masing-masing akan memiliki kode (barcode) yang nantinya bisa dipindai dan data penerima dicocokkan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
“Tentu dalam penyaluran SPHP ini kita jaga dan awasi bersama teman-teman TNI/Polri. Supaya tidak disalah gunakan oleh oknum-oknum tertentu, jangan sampai ini bisa kejadian seperti tahun-tahun lalu,” ujar dia.
Pewarta: Azmi Syamsul Ma’arif
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Mantan Presiden Kolombia Divonis 12 Tahun Tahanan Rumah karena Manipulasi Saksi
GELORA.CO – Mantan Presiden Kolombia Alvaro Uribe dijatuhi hukuman 12 tahun tahanan rumah oleh pengadilan setelah terbukti bersalah dalam kasus manipulasi saksi dan penyuapan. Putusan ini dijatuhkan pada sidang yang digelar Jumat, 1 Agustus 2025, waktu setempat.
Dikutip dari Al-Jazeera, dalam putusan tersebut, Uribe juga dikenai denda sebesar 578.000 Dolar AS dan dilarang memegang jabatan publik selama 100 bulan dan 20 hari, atau lebih dari delapan tahun. Ia diperintahkan untuk melapor ke pihak berwenang di kota asalnya, Rionegro, Provinsi Antioquia, sebelum mulai menjalani tahanan rumah di kediamannya.
Dengan keputusan ini, Uribe, yang kini berusia 73 tahun, menjadi mantan presiden pertama di Kolombia yang dinyatakan bersalah dalam kasus pidana. Meski begitu, tim pengacara Uribe menyatakan akan mengajukan banding atas vonis tersebut.
Hukuman ini merupakan akhir dari proses hukum panjang yang berlangsung hampir 13 tahun dan melalui persidangan selama enam bulan.
Uribe dikenal sebagai tokoh konservatif berpengaruh yang pernah menjabat presiden Kolombia dari tahun 2002 hingga 2010.
Kasus ini berkaitan dengan peran Uribe dalam konflik bersenjata Kolombia yang telah berlangsung lebih dari enam dekade dan melibatkan pemerintah, kelompok pemberontak kiri, milisi paramiliter kanan, serta jaringan perdagangan narkoba.
Selama masa pemerintahannya, Uribe memimpin operasi militer besar-besaran melawan kelompok pemberontak kiri seperti FARC. Namun pendekatan keras itu menuai kecaman karena dugaan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk skandal “positif palsu”, di mana militer diduga membunuh warga sipil lalu mengklaim mereka sebagai pemberontak demi menaikkan angka keberhasilan operasi.
Penyelidikan terhadap skandal ini mencatat sedikitnya 6.402 korban.
Uribe juga pernah dituduh memiliki hubungan dengan kelompok paramiliter sayap kanan, meskipun ia selalu membantahnya. Konflik hukum yang membawanya ke persidangan berawal dari perselisihannya dengan Senator kiri Ivan Cepeda.
Pada tahun 2012, Uribe melaporkan Cepeda ke Mahkamah Agung karena dituding mencemarkan nama baik setelah menuding Uribe terkait dengan kelompok paramiliter Bloque Metro. Namun pada 2018, Mahkamah Agung justru menolak laporan Uribe dan sebaliknya mulai menyelidiki dirinya atas dugaan upaya mempengaruhi saksi.
Uribe dituduh menyuruh pengacaranya, Diego Cadena, menemui mantan anggota kelompok paramiliter untuk membujuk mereka agar memberikan kesaksian yang menguntungkannya. Dua saksi mengaku bahwa Cadena menawarkan uang kepada mereka.
Cadena kini juga menghadapi tuntutan pidana. Kesaksian mereka juga digunakan dalam kasus pidana terpisah terhadap saudara Uribe, Santiago Uribe.
Vonis terhadap Uribe dijatuhkan setelah sidang selama 10 jam, di mana hakim menyatakan terdapat cukup bukti bahwa ia berusaha mengubah keterangan saksi. Namun, keputusan ini memicu reaksi keras dari Amerika Serikat. Pemerintahan Presiden Donald Trump menilai proses hukum ini bernuansa politis.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bahkan menulis di media sosial bahwa satu-satunya kesalahan Uribe adalah membela tanah airnya, dan menyebut pengadilan Kolombia telah digunakan oleh hakim-hakim radikal untuk tujuan politik.
-

Wamen dorong BUMN dukung program MBG hingga Kopdes Merah Putih
Surabaya (ANTARA) – Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aminuddin Ma’ruf mendorong perusahaan-perusahaan BUMN untuk mendukung program prioritas pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) serta Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
“Kita (BUMN) ini punya kewajiban di satu sisi menciptakan lapangan kerja dan kita menjadi alat dalam visi negara yaitu Astacita Bapak Presiden Prabowo Subianto,” katanya dalam PaDi UMKM Hybrid Expo Conference 2025 di Surabaya, Jawa Timur, Jumat.
Aminuddin mengatakan BUMN tidak boleh hanya menjalankan business as usual saja, melainkan juga harus menjadi alat dalam mencapai Astacita yakni mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Astacita itu diupayakan melalui pelaksanaan program MBG dan Kopdes Merah Putih yang dipercaya dapat meratakan ekonomi Indonesia.
Ia menjelaskan pemerintah ingin mendorong ekonomi dari bawah melalui program MBG dan Kopdes Merah Putih agar tercipta pertumbuhan dan pemerataan.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang terbentuk dari kedua program tersebut tidak akan menciptakan gap antara kaya dan miskin melainkan justru mendukung kesejahteraan dan pemerataan.
Sebagai contoh, program MBG memberikan kesempatan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi tuan rumah termasuk memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Oleh sebab itu, Aminuddin menegaskan BUMN harus mendukung program prioritas pemerintah ini agar tercapai pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi, pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat.
“Ada berapa sektor yang tergerak melalui program MBG, ada berapa kebutuhan komoditas seperti beras, ada berapa kebutuhan tenaga kerja,” ujarnya.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Wamen minta BUMN masif belanja produk UMKM demi pemerataan ekonomi
Surabaya, Jawa Timur (ANTARA) – Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aminuddin Ma’ruf meminta para perusahaan BUMN masif dalam belanja dan menggunakan produk hasil usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) demi mewujudkan pemerataan ekonomi.
“Belanja BUMN pada sektor UMKM itu Rp40 triliun, itu banyak. Ini PR (pekerjaan rumah) bagi BUMN. Minta tolong selama ada produk yang diproduksi oleh UMKM diusahakan seluruh BUMN ini mendukung dan menggunakan produk UMKM,” katanya dalam PaDi UMKM Hybrid Expo Conference 2025 di Surabaya, Jawa Timur, Jumat.
Aminuddin menyebutkan nilai belanja BUMN kepada UMKM cukup besar yaitu pada tahun lalu mencapai sekitar Rp40 triliun atau 5,2 persen dari total belanja.
Oleh sebab itu, ia ingin agar penyerapan anggaran belanja untuk UMKM bisa maksimal karena dapat menciptakan kegiatan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, hingga mewujudkan kesejahteraan.
“Komitmen kecil ini adalah komitmen kita, bagaimana keberpihakan kita kepada rekan rekan pelaku UMKM industri kecil, dan produk dalam negeri sekaligus terhadap penciptaan lapangan pekerjaan,” kata Aminuddin.
Ia mencontohkan, BUMN yang di daerah operasinya terdapat UMKM atau industri kecil produsen air mineral maka BUMN tersebut harus menggunakan produk air mineral itu dalam kegiatan operasionalnya.
“Contoh kecil, di daerah-daerah kecil ada ada yang memproduksi air mineral. Mohon BUMN jangan pakai air minum yang dari industri besar. Nanti saya akan cek,” ujarnya.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Tom Lembong Laporkan Hakim yang Jatuhkan Vonis 4,5 Tahun Penjara
GELORA.CO – Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong telah melaporkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang telah memvonis dirinya 4,5 tahun penjara. Hal itu diungkapkan pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir.
“Iya kami sudah melakukan, bukan akan kemungkinan, kami sudah melaporkan ini dan surat-surat ini ya,” kata Ari di Rutan Cipinang, Jumat (1/8/2025).
Dia berharap, Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) menindaklanjuti laporan tersebut dengan memeriksa majelis hakim tersebut.
“Kami harapkan yang berkepentingan dalam hal ini baik itu Komisi Yudisial maupun Mahkamah Agung memprosesnya. Kita bukan bicara tentang materi putusannya tapi profesionalitas dari penegakan-penegakan hukum itu yang kita utamakan,” ujar dia.
Tom merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula. Dia telah dinyatakan bersalah dan divonis 4,5 tahun penjara serta denda Rp750 juta subsider 6 bulan penjara.
Namun, kini Tom mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto. Penghapusan pidana itu didapatkan Tom setelah DPR menyetujui usulan Presiden.
“Dan hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat presiden tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi terhadap Tom Lembong,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam
-

KPK Selidiki Kasus Ekspor BBM Cucu Usaha Pertamina ke Perusahaan Filipina
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait dengan penjualan BBM oleh cucu usaha PT Pertamina (Persero), Pertamina International Marketing and Distribution Pte. Ltd. atau PIMD ke perusahaan di Filipina.
Untuk diketahui, PIMD adalah anak usaha dari PT Pertamina Patra Niaga yang menjalankan lini bisnis BUMN migas itu. PIMD menjual gas oil ke Phoenix Petroleum Philippines, Inc (Phoenix). Selanjutnya perusahaan lain berbasis di Filipina, yaitu Udenna Corporation terkait dengan perikatan itu.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengonfirmasi bahwa penegak hukum di KPK tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi pada penjualan gas oil oleh anak usaha Pertamina Patra Niaga tersebut.
“Informasinya masih penyelidikan,” ungkap Budi saat dimintai konfirmasi pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Meski demikian, Budi masih irit bicara mengenai penyelidikan kasus tersebut. Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu mengatakan bakal mengonfirmasi lebih lanjut mengenai proses hukum yang sedang berjalan itu.
“Saya kabari kalau sudah ada informasi,” terang Asep.
Dalam catatan Bisnis, Phoenix Petroleum Philippines Inc. pada 2020 diberitakan telah menandatangani kemitraan strategis dengan Pertamina untuk perdagangan bahan bakar minyak yang akan disalurkan melalui anak perusahaan berbasis di Singapura.
Perusahaan yang terdaftar di Filipina tersebut mengungkapkan kepada Philippine Stock Exchange (PSE) bahwa dewan direksi “menyetujui dan memberi wewenang kepada perusahaan untuk menjalin kemitraan strategis dengan Pertamina International Marketing and Distribution Pte. Ltd.”
Kerja sama bisnis mencakup pasokan dan aktivitas perdagangan lainnya di Indonesia dan Filipina.
Atty Raymond Zorrilla, Wakil Presiden Senior untuk Urusan Luar Negeri, Pengembangan Bisnis dan Keamanan Phoenix Petroleum, seperti dikutip dari mb.com.ph, mengatakan bahwa kemitraan tersebut memerlukan sumber pasokan atau pengadaan bahan bakar perusahaan Filipina dari mitranya di Indonesia.
Saat itu, belum ada keputusan mengenai volume yang disediakan untuk skala pengambilan yang disepakati oleh para pihak.
Namun demikian, aksi korporasi itu justru berujung pada pengadilan arbitrase internasional pada 2024, di Mahkamah Agung Singapura. Gugatan itu disidangkan di Pengadilan Komersial Internasional Singapura (SICC), dipimpin oleh Sir Henry Bernard Eder IJ.
Awalnya, gugatan PIMD itu disidangkan di Pusat Arbitrase Internasional Singapura pada 2022, dan putusannya terbit pada 2023. Dalam gugatannya, PIMD menggugat Phoenix serta perusahaan lain yang juga berpusat di Filipina, Udenna, untuk membayar US$142.932.694 termasuk bunga dan biaya lain, serta US$218.948 ditambah bunga. Totalnya sekitar US$143,1 juta.
Pada putusannya di Pengadilan Komersial Internasional Singapura, Hakim Sir Henry memutuskan untuk menolak permohonan Phoenix terkait dengan tahapan pengadilan sebelumnya, untuk mengesampingkan putusan yang memenangkan PIMD.
“Mengabulkan permohonan PIMD untuk deklarasi bahwa putusan tersebut final, sah, dan mengikat Phoenix. SICC juga mengabulkan permohonan PIMD untuk putusan anti-gugatan permanen terhadap Phoenix, yang melarang Phoenix untuk melanjutkan proses hukum di Filipina guna meminta deklarasi bahwa putusan dan proses arbitrase terkait batal demi hukum,” dikutip dari salinan kesimpulan atas putusan Mahkamah Agung Singapura.
Meski demikian, berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, Phoenix dan Udenna belum membayarkan nilai gugatan yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung Singapura itu.
