Kementrian Lembaga: MA

  • 5
                    
                        Niat Beli Mobil Menjadi Petaka: Pembeli Disekap dan Disiksa di Pondok Aren
                        Megapolitan

    5 Niat Beli Mobil Menjadi Petaka: Pembeli Disekap dan Disiksa di Pondok Aren Megapolitan

    Niat Beli Mobil Menjadi Petaka: Pembeli Disekap dan Disiksa di Pondok Aren
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pasangan suami istri, Indra alias Riky dan Dessi Juwita, bersama dua rekannya, Nurul alias Ibenk serta Ajit Abdul Majid, menjadi korban penyekapan dengan modus jual beli mobil di Pondok Aren, Tangerang Selatan.
    Empat korban dirampas kemerdekaannya selama dua hari, mulai Sabtu (11/10/2025) hingga Senin (13/10/2025).
    Tiga pria mendapatkan siksaan berupa cambukan dari berbagai macam alat.
    Terbongkarnya kasus ini setelah Dessi berhasil melarikan diri dari tempat penyekapan pada Senin pukul 04.50 WIB dan melaporkannya ke Polda Metro Jaya.
    Polisi telah menangkap sembilan orang yang terdiri dari 8 pria dan 1 perempuan pada Senin malam.
    Mereka adalah MAM (41), Nunung (52), VS (33), HJE (25), S (35), APN (25), Z (34), I, dan MA (39).
    Mereka masih menjalani pemeriksaan secara intensif untuk mengetahui hubungan para pelaku, motif tindak pidana, dan lain-lain.
    dijerat dengan Pasal 333 KUHP dan/atau Pasal 368 KUHP dengan ancaman pidana 9 tahun penjara.
    Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, peristiwa bermula saat empat korban hendak bertemu Nunung di sebuah angkringan di Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Sabtu (11/10/2025) pukul 22.30 WIB.
    “Apa maksud tujuan pertemuan mereka? Adalah jual beli mobil, sebuah mobil tahun 2021. Kemudian korban itu membayar DP (Down Payment) Rp 49 juta dengan cara transfer ke rekening tersangka N,” kata Ade Ary di Mapolda Metro Jaya, Kamis (16/10/2025).
    Saat memesan makanan, Nunung datang bersama pelaku lainnya lalu tiba-tiba merampas ponsel dan tas milik para korban.
    “Tersangka N dan beberapa tersangka lainnya berteriak, ‘kooperatif! kooperatif!’ sambil langsung memasukkan keempat korban ke dalam mobil,” kata Ade Ary.
    Dalam hal ini, Ade Ary tidak menjelaskan apakah transfer tersebut dilakukan saat pertemuan atau sebelumnya.
    Ia juga tidak mengungkap alasan para pelaku tiba-tiba menculik korban.
    Saat berada di dalam mobil menuju rumah di Pondok Aren, mata para korban ditutup dengan kain hitam.
    “Setibanya di sana, dibuka tutup matanya oleh para pelaku, kemudian dimasukkan ke kamar di lantai dua,” ujar Ade Ary.
    Namun, Dessi justru diperintahkan keluar.
    Dari luar kamar, ia mendengar rintihan suaminya yang seperti sedang dicambuk oleh para pelaku.
    Indra mengaku tidak tahu bagaimana nasibnya jika polisi tidak datang menyelamatkannya.
    “Kalau tidak ditemukan Resmob Polda Metro Jaya, tidak tahu nasib kami seperti apa,” ucap Indra.
    Selama disekap, mereka mengalami siksaan tanpa henti dari para pelaku, termasuk cambukan yang menyebabkan luka gores dan memar di punggung korban.
    “Kaki, paha juga, semua, bibir, kepala pada benjol. Kayak membabi buta,” ucap Indra.
    “Karena dipukul, karena dicambuki,” ujar Ajit menimpali.
    Menurut Indra, para pelaku menyiksa mereka secara bergantian dengan berbagai macam alat.
    “Ada yang pakai selang, ada yang pakai kabel, terus gantungan baju,
    hanger
    ,” jelas Indra.
    “Pakai
    hanger
    yang kawat itu, dipukuli, dicambuk-cambuk semuanya badan yang belakang, pakai rokok gitu kan (disundut),” tambah dia.
    Nurul menyebut pelaku tidak mempunyai rasa kemanusiaan kepada para korban.
    “Kayak bukan manusia, bang. Saya kayak bukan manusia yang enggak dihargai, kayak hewan, saya ditendang,” tutur Nurul sambil menangis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        Kala Para Wakil Tuhan Berjualan Perkara…
                        Nasional

    9 Kala Para Wakil Tuhan Berjualan Perkara… Nasional

    Kala Para Wakil Tuhan Berjualan Perkara…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hakim Djuyamto berulang kali menatap ke ujung ruangan di depannya: kemegahan meja dan kursi majelis hakim.
    Pada sisi singgasana itu, berderet dua baris tempat duduk untuk jaksa dan terdakwa dalam posisi yang lebih rendah.
    Saban Rabu, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) itu datang ke Ruang Hatta Ali, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Meski mengantongi lisensi hakim tindak pidana korupsi, kehadiran Djuyamto bukan untuk mengadili.
    Djuyamto menjadi hakim kedelapan yang diseret ke dalam jeruji besi dan diadili Kejaksaan Agung (Kejagung) selama setahun terakhir, sejak Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik pada 20 Oktober 2024.
    Selain Djuyamto, tujuh orang lainnya adalah tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya: Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
    Lalu, eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Surabaya, Rudi Suparmono.
    Menyusul mereka, hakim Agam Syarief Baharudin, Ali Muhtarom, dan eks Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta menyusul ke dalam bui.
    Puluhan tahun mengadili, hakim-hakim itu mendapat giliran untuk dihakimi. Para “wakil Tuhan di bumi” itu memperjualbelikan putusan pengadilan.
    Akibatnya, seperti Djuyamto yang kini setiap Rabu dihadirkan ke pengadilan, mereka menanti ketua majelis hakim membacakan vonis.
    Tahun pertama pemerintahan Prabowo menjadi musim “menghakimi para hakim”.
    Begitu panjang dan banyaknya orang-orang yang dibui membuat riwayat jual beli perkara di pengadilan itu bisa diceritakan menjadi dua babak.
    Babak pertama dalam riwayat wakil Tuhan yang khilaf ini datang dari timur Pulau Jawa, dari gerilya dengan maksud jahat untuk membebaskan pelaku pembunuhan Dini Serra Afrianti, Gregorius Ronald Tannur.
    Dengan dalih keyakinan anaknya tidak bersalah, ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur dan pengacaranya, Lisa Rachmat bersekongkol untuk menyuap hakim.
    Atas bantuan pejabat Mahkamah Agung (MA) yang berperan sebagai makelar kasus (Markus) Zarof Ricar, Lisa mendapat akses untuk bertemu Ketua PN Surabaya saat itu, Rudi Suparmono.
    Lisa meminta formasi hakim disusun sesuai keinginannya. Dari sana, ia lalu bergerak menghubungi Erintuah, Mangapul, dan Heru satu per satu.
    Pengacara itu lalu memberikan uang dengan jumlah total Rp 4,6 miliar agar mereka menjatuhkan putusan bebas dalam perkara Ronald Tannur.
    Putusan pun diketok. Dakwaan jaksa dinyatakan tidak terbukti dan Ronald Tannur melenggang pulang.
    Meski targetnya tercapai, Lisa menyadari kasus Ronald Tannur tidak berhenti. Jaksa mengajukan kasasi ke MA.
    Lisa pun lanjut bergerilya, kembali berkontak dengan Zarof Ricar dan memintanya untuk mengkondisikan majelis kasasi.
    Tak tanggung-tanggung, ia menyiapkan uang Rp 6 miliar dengan pembagian Rp 5 miliar untuk hakim agung dan Rp 1 miliar sebagai fee jasa markus Zarof.
    Mantan pejabat elite di MA itu pun menyanggupi. Ia menemui Hakim Agung Soesilo dan menyampaikan permintaan Lisa.
    Namun, belum sempat kasasi itu diadili dan uangnya sampai pada majelis, penyidik Kejagung menangkap Erintuah dan kawan-kawan.
    Penangkapan lalu berkembang hingga ke Zarof Ricar.
    Menggelar operasi senyap, penyidik menemukan uang dan emas senilai lebih dari Rp 1 triliun di rumah Zarof.
    Harta benda itu terdiri dari uang dalam berbagai pecahan valuta asing (valas) senilai Rp 915 miliar dan Rp 51 kilogram emas batangan.
    Benda berharga tersebut dibungkus pada kantong-kantong berbeda dan ditandai dengan keterangan nomor perkara kasus-kasus di pengadilan.
    Meski pada akhirnya disimpulkan sebagai gratifikasi yang dianggap suap, penyidikan tidak dilanjutkan untuk mengungkap siapa hakim-hakim yang melakukan transaksi lewat Zarof.
    Namun demikian, kasus Zarof menjadi catatan publik bagaimana mengerikannya praktek jual beli perkara di pengadilan.
    Setelah berbulan-bulan menjalani persidangan, Erintuah dan kawan-kawan akhirnya diadili.
    Erintuah dan Mangapul dihukum 7 tahun penjara sementara Heru 10 tahun. Lalu, Rudi Suparmono 7 tahun, Lisa Rachmat 14 tahun, dan Meirizka 3 tahun penjara.
    Sementara, hukuman untuk Zarof Ricar paling berat: 16 tahun penjara.
    Majelis hakim menyebutkan, tindakan Zarof sangat meruntuhkan kepercayaan publik pada pengadilan.
    “Perbuatan terdakwa mencederai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Mahkamah Agung,” kata Hakim Rosihan dengan terisak di ruang sidang Hatta Ali, Rabu (18/6/2025).
    Dari penanganan kasus suap Ronald Tannur, penyidik menemukan indikasi penyuapan vonis lepas kasus korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah.
    Penyidikan dilakukan dan berujung pada Djuyamto, Agam, dan Ali Muhtarom masuk bui.
    Ketiganya didakwa menerima suap Rp 21,9 miliar untuk membebaskan terdakwa korporasi kasus ekspor CPO.
    Dalam perkara itu, Djuyamto menerima Rp 9,5 miliar. Kemudian, Ali dan Agam masing-masing Rp 6,2 miliar.
    Sementara itu, Arif menerima Rp 15,7 miliar dan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, Rp 2,4 miliar.
    Dalam kasus itu, suap tidak diberikan langsung kepada para hakim. Pengacara terdakwa korporasi, Ariyanto, menyerahkan uang suap lewat Wahyu.
    Adapun Ariyanto mewakili korporasi di bawah Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
    Sesuai pesanan, Djuyamto dan anggotanya membebaskan para terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.
    Saat ini, perkara mereka masih bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Dalam pemeriksaan, Djuyamto dan Arif mengaku bersalah menerima suap dari Ariyanto.
    Pengakuan disampaikan saat keduanya diperiksa sebagai saksi mahkota.
    “Kalau boleh dikatakan, (kasus ini) 75 persen sudah terang benderang. Saya sudah mengaku bersalah, sudah menerima uang,” kata Djuyamto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).
    Pada hari yang sama, Arif juga mengaku menerima uang haram dari pengacara terdakwa korporasi.
    Meski demikian, Arif mengaku tidak memberikan arahan tertentu kepada majelis hakim yang mengadili.
    “Mengenai ada uang, itulah salah saya dan khilaf saya, saya akui memang seperti itu,” ujar Arif.
    Terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA) pada Oktober 2024, Sunarto langsung diguncang rentetan penahanan hakim.
    Belum selesai kasus Ronald Tannur, giliran Djuyamto dan kawan-kawan ditahan penyidik.
    Bak dipercaya memegang nakhoda saat badai, raut dan ucapan Sunarto seperti campuran marah, kecewa, dan rasa sedih.
    Berkali-kali Sunarto menebarkan peringatan keras kepada hakim-hakim yang bergaya hidup hedon dengan uang korupsi.
    Menurut Sunarto, publik mengetahui dengan jelas pendapatan sah hakim hanya berkisar Rp 27 juta.
    Oleh karena itu, seharusnya mereka malu ketika membeli dan menggunakan mobil mewah miliaran rupiah dan barang-barang branded.
    “Kalau enggak malu, apa tidak takut sama Tuhan, minimal takut sama wartawan. Difoto arlojinya Rp 1 miliar, apa tidak malu saudara-saudara?” kata Sunarto geran dalam acara pembinaan pimpinan pengadilan dan para hakim se-Jakarta di Gedung MA, Jakarta, Jumat (23/5/2025).
    “Gajinya Rp 27 juta, Rp 23 juta, pakai LV, pakai Bally, pakai Porsche, enggak malu,” lanjutnya.
    Tidak hanya itu, Sunarto pun menyatakan telah meminta jejaring sosial untuk melacak pegawai pengadilan atau hakim yang membawa mobil mewah ke kantor.
    Mereka akan melaporkan dan akhirnya kemewahan itu akan ditelusuri apakah bersumber dari pendapatan sah untuk kemudian disampaikan ke Badan Pengawas MA.
    “Setelah kita analisis dengan pendapatannya, maka Badan Pengawasan berkewajiban untuk melaporkan ke penegak hukum,” ujar Sunarto.
    Meski demikian, Sunarto tak patah arang. Ia mencoba memperbaiki kondisi kesejahteraan hakim yang dinilai buruk karena 13 tahun tidak mengalami kenaikan.
    Tak cuma bikin kepala Sunarto pusing, kasus korupsi di lingkungan MA juga membuat anggota DPR RI heran dan berang.
    Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil menyampaikan kritiknya dengan sarkas saat mencecar calon hakim agung pada MA, Annas Mustaqim yang menjalani fit and proper test.
    Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyinggung bagaimana suap nasib kelembagaan MA jika hakim yang diduga seharusnya menerima jatah Rp 915 miliar dan 51 kilogram diungkap.
    “Belum lagi ada peristiwa Zarof yang mengumpulkan uang dari kasus ini, kasus ini, kalaulah dibuka misalnya, dibuka hakim mana saja, kasus apa saja, barangkali roboh itu gedung Mahkamah Agung, barangkali, tapi itulah kenyataan potret kita lihat saat ini,” kata Nasir, di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (9/9/2025).
    Nasir pun menggali mempertanyakan bagaimana MA memperbaiki kondisi tersebut.
    “Sehingga orang akan semakin lebih percaya kepada pengadilan,” ujar Nasir.
    Di tengah gonjang-ganjingnya dunia peradilan, ratusan hakim muda mogok kerja.
    Mereka protes pemerintah tidak menaikkan gaji dan tunjangan hakim sejak 13 tahun.
    Setelah mendengar banyak masukan, Presiden Prabowo mengumumkan kenaikan gaji hakim.
    “Saya Prabowo Subianto, Presiden Indonesia ke-8, hari ini mengumumkan bahwa gaji-gaji hakim akan dinaikkan demi kesejahteraan para hakim dengan tingkat kenaikan bervariasi sesuai golongan,” kata Prabowo di acara pengukuhan calon hakim di Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Kamis (12/6/2025).
    Prabowo menyebut, kenaikan gaji paling tinggi mencapai 280 persen dan diberlakukan untuk hakim yang paling junior.
    “Di mana kenaikan tertinggi mencapai 280 persen dan golongan yang naik tertinggi adalah golongan junior, paling bawah,” kata Prabowo disambut tepuk tangan meriah.
     
    Membaca situasi tersebut, peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola mengatakan, peringatan Ketua MA memang patut diapresiasi.
    Namun, kata Alvin, hakim yang korupsi tidak hanya didorong kondisi gaji yang kurang.
    Para pemegang palu pengadilan itu korup karena sistem pengawasan di pengadilan yang lemah.
    Maraknya hakim dan aparatus pengadilan yang tersandung suap menunjukkan bahwa integritas sistemik di lembaga pengadilan mengalami krisis. Alvin tidak sepakat jika kasus itu hanya persoalan personal hakim.
    “Penyakit ini terus muncul akibat banyak problem tata kelola peradilan, belum kuatnya pengawasan internal, dan kultur birokrasi yang permisif terhadap penyalahgunaan kewenangan,” ujar Alvin saat dihubungi
    Kompas.com
    , Jumat (17/10/2025).
    Selama penjatuhan sanksi yang setengah hati, proses hukum tertutup, dan laporan kekayaan yang disembunyikan, menurutnya, sulit berharap publik bisa percaya pada lembaga peradilan.
    Pihaknya memandang, pencegahan korupsi bisa dilakukan di lembaga peradilan mulai dengan mempublikasikan kekayaan hakim secara berkala.
    “Rekrutmen berbasis merit, digitalisasi proses peradilan, serta sinergi aktif MA–KY–KPK dalam pengawasan,” tegasnya.
    Senada dengan Alvin, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenurrohman memandang, kenaikan gaji hakim bukan jawaban tunggal dari
    judicial corruption
    atau korupsi di lembaga peradilan.
    Menurut Zaenur, dibandingkan aparatur Kejaksaan Agung dan Polri, pendapatan sah hakim sebenarnya masih lebih baik.
    “Hakim masih salah satu yang paling sejahtera,” kata Zaenur saat dihubungi, Jumat.
    Menurutnya, tindakan yang paling penting untuk menanggulangi korupsi itu adalah dengan memastikan pengawasan berjalan dengan benar.
    Pengawasan dilakukan dari pimpinan MA ke bawah atau vertikal maupun secara horizontal, yakni sesama pegawai.
    “Ini melulu soal kesejahteraan semata,” ujar Zaenur.
    Ia memandang, korupsi di pengadilan bisa terjadi karena mereka memiliki kesempatan untuk melakukan perbuatan rasuah tinggi.
    Oleh karena itu, tindakan yang paling tepat adalah mendorong pengawasan berjalan.
    Bahkan, bila perlu diberikan insentif bagi orang-orang yang melaporkan korupsi hakim dan aparatur pengadilan.
    Selain itu, pimpinan pengadilan yang gagal mengendalikan bawahannya juga harus disanksi berupa pencopotan.
    “Setiap pimpinan pengadilan yang gagal melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggotanya harus dicopot,” kata dia.
    Di luar itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus memprioritaskan kasus rasuah di lembaga peradilan.
    KPK harus mengawasi dan memastikan program pencegahan korupsi di lembaga pengadilan berjalan efektif.
    “Itu menjadi tugas dari KPK tugas KPK itu kan dua ya penindakan dan pencegahan nah yang pencegahan ini saya belum lihat program KPK untuk pencegahan saya belum lihat,” ujar Zaenur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketua MPR: Ada arah baru pembangunan di bawah kepemimpinan Prabowo

    Ketua MPR: Ada arah baru pembangunan di bawah kepemimpinan Prabowo

    Jakarta (ANTARA) – Ketua MPR RI Ahmad Muzani mengemukakan satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menunjukkan arah dan orientasi baru dalam pembangunan nasional, khususnya pada bidang sumber daya manusia dan hilirisasi industri.

    “Saya kira ada arah dan orientasi baru dalam pembangunan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo,” kata Muzani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.

    Menurut Muzani, fokus pemerintahan Prabowo-Gibran pada peningkatan gizi dan nutrisi masyarakat, termasuk melalui program pemberian Makan Bergizi Gratis, merupakan bentuk pengembangan cara berpikir baru dalam membangun kualitas sumber daya manusia Indonesia.

    Selain itu, jelas Muzani, kebijakan hilirisasi dan penguatan industri nasional pada era Prabowo turut memperkaya khazanah pembangunan Indonesia yang telah berlangsung selama delapan dekade.

    Menurut ia, capaian positif pemerintahan Prabowo-Gibran sejauh ini lebih menonjol dibandingkan kekurangannya.

    “Kita harus berbesar hati bahwa keberhasilan itu lebih dominan daripada kekurangan-kekurangan,” katanya.

    Masa satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran akan jatuh pada 20 Oktober mendatang. Prabowo dilantik di Gedung DPR/MPR, di depan para legislator hingga presiden dan wakil presiden sebelumnya Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, pada 20 Oktober 2024.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 3
                    
                        Perjalanan Sandra Dewi Tolak Asetnya Dirampas di Kasus Harvey Moeis
                        Nasional

    3 Perjalanan Sandra Dewi Tolak Asetnya Dirampas di Kasus Harvey Moeis Nasional

    Perjalanan Sandra Dewi Tolak Asetnya Dirampas di Kasus Harvey Moeis
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Aktris Sandra Dewi mengajukan keberatan atas penyitaan terhadap sejumlah asetnya dalam kasus korupsi tata niaga timah yang menyeret nama suaminya, Harvey Moeis.
    Keberatan yang diajukan Sandra Dewi kini tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Sandra Dewi dalam persidangan menyebutkan, aset-aset pribadinya itu didapatkan secara pribadi melalui endorsement atau hasil kerja selama menjadi artis.
    Namun, aset-aset ini tetap disita untuk membayar uang pengganti senilai Rp 420 miliar yang dijatuhkan pada Harvey.
    Lantas, bagaimana duduk perkara aset Sandra Dewi yang juga disita dalam kasus korupsi tata niaga timah? Berikut rangkumannya:
    Sebagai latar belakang, Harvey Moeis yang merupakan suami Sandra Dewi terseret dalam kasus korupsi pada tata niaga komoditas timah.
    Kasus korupsi timah ini berkembang menjadi salah satu perkara lingkungan terbesar dalam sejarah hukum Indonesia
    Pada Maret 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka setelah sebelumnya diperiksa sebagai saksi.
    Kejaksaan menyebut kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun akibat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan ilegal.
    Luas lahan yang terdampak diperkirakan mencapai lebih dari 170 juta hektar di kawasan hutan dan non-hutan di wilayah Bangka Belitung.
    Suami dari aktris Sandra Dewi itu kini resmi menyandang status terpidana kasus korupsi tata niaga komoditas timah, setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukannya.
    Harvey Moeis dihukum 20 tahun penjara setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukannya, pada Selasa (1/7/2025).
    Selain pidana badan dan denda, ia juga mendapatkan hukuman pidana pengganti dari Rp 210 miliar menjadi Rp 420 miliar.
    Antara Foto / Dhemas Reviyanto Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Harvey Moeis bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/12/2024). Sidang tersebut beragendakan pembacaan pledoi atau nota pembelaan dari terdakwa. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.
    Sebelum penjatuhan hukuman terhadap Harvey Moeis, hakim sepakat dengan jaksa terkait barang-barang yang milik dan terkait Harvey Moeis yang dirampas untuk negara. Termasuk aset atas nama Sandra Dewi.
    “Majelis hakim berpendapat bahwa barang bukti aset milik terdakwa tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pengganti kerugian keuangan negara yang akan dibebankan kepada terdakwa,” kata hakim anggota Jaini Basir saat membacakan pertimbangannya di ruang sidang, Senin (23/12/2024).
    Adapun aset Harvey Moeis dan Sandra Dewi yang disita adalah sebagai berikut:
    Dari keseluruhan aset yang disita, 88 tas mewah, rekening deposito, beberapa mobil, hingga perhiasan disebut atas nama Sandra Dewi.
    ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga Artis Sandra Dewi (kanan) bersiap meberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/10/2024). Sandra Dewi menjadi saksi untuk terdakwa Harvey Moeis yang merupakan suami Sandra, serta dua terdakwa lainnya, Suparta dan Reza Andriansyah.
    Pada Senin (23/12/2024), pengacara Harvey Moeis, Andi Ahmad heran dengan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang memerintahkan semua aset kliennya disita, termasuk atas nama andra Dewi.
    Andi mengatakan, Harvey Moeis dan Sandra Dewi telah meneken perjanjian pisah harta. Namun, hakim tetap memerintahkan jaksa untuk merampas aset atas nama Sandra Dewi.
    Adapun aset Sandra Dewi yang turut dirampas di antaranya adalah 88 tas branded yang diklaim diperoleh dari endorsement (iklan).
    “Kalau semua harta ini disita, termasuk yang atas nama Sandra Dewi, padahal mereka sudah pisah harta, ini tentu perlu kami kaji lebih dalam,” kata Andi saat ditemui usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).
    Menurut Andi, perintah penyitaan ini membuat tim kuasa hukum mempertanyakan pertimbangan majelis hakim.
    Sebab dalam hukum, perjanjian pisah harta membuat kepemilikan dan penguasaan aset suami istri terpisah. Sementara itu, aset yang sudah dipisah secara hukum tidak bisa dianggap tercampur.
    Artinya, kekayaan milik istri yang tidak terjerat hukum tidak bisa dianggap sebagai bagian dari aset sang suami yang menjadi terdakwa dan bisa disita.
    Andi menuturkan, tidak sedikit aset kliennya yang diperintahkan majelis hakim kepada jaksa untuk dirampas itu diperoleh sebelum terjadinya tindak pidana (tempus delicti) korupsi pada tata niaga timah di Bangka Belitung. Adapun tempus delicti tata niaga timah ini terjadi pada kurun 2015-2022.
    Deposito senilai Rp 33 miliar, tas branded, dan perhiasan Sandra Dewi misalnya, sudah diperoleh sejak sebelum 2015 dari kerja-kerjanya sebagai model dan aktris.
    “Ada aset yang didapat pada 2012 dan 2010, jauh sebelum dugaan tindak pidana terjadi. Ini yang akan kami dalami dalam analisis kami,” tutur Andi.
    Kini pada Jumat (17/10/2025), sidang terkait keberatan Sandra Dewi dilanjutkan dengan agenda pembuktian dari pihak Kejagung selaku Termohon.
    Jaksa menghadirkan Ahli Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, untuk dimintai keterangannya.
    Usai Hibnu diambil sumpahnya, masing-masing kubu, baik dari pengacara Sandra Dewi selaku Pemohon maupun jaksa selaku Termohon bergantian mengajukan pertanyaan.
    Pertanyaan yang dilontarkan berkisar pada topik keabsahan harta milik pihak ketiga dengan proses penyitaan dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor). Hal ini juga dipertegas oleh hakim dalam sesi pertanyaan khusus majelis.
    “Apakah harta yang diperoleh seseorang pihak ketiga, jauh sebelum tempus tindak pidana terjadi, dapat dikategorikan sebagai harta yang tidak terkait korupsi, menurut ahli?” tanya Hakim Rios.
    Hibnu mengatakan, harta tersebut bisa dinilai tidak terkait dengan kasus korupsi. Namun, menurutnya, selama status pemilik aset masih terkait dengan terdakwa, aset tersebut masih bisa disita oleh negara sebagai upaya untuk memulihkan kerugian keuangan negara.
    Namun, Hibnu menjelaskan, semisal pihak ketiga itu bisa membuktikan asetnya tidak terkait dengan tindak pidana korupsi, aset itu tidak bisa disita untuk negara.
    Hakim Rios kembali mempertegas jawaban ahli terkait hal ini. “Ini subjeknya adalah suami istri, bukan korporasi. Salah satu pasangan memperoleh jauh sebelum tindak pidana perampasan tadi (kemudian pasangannya) didakwa melakukan korupsi dan diadili tipikor, dalam hal ini, ini termasuk harta terkait atau tidak terkait?” tanya Hakim Rios lagi.
    Hibnu tetap pada pendiriannya. Menurutnya, penyitaan aset punya banyak pendekatan yang patut diperhitungkan.
    “Kalau melihat pendekatan pihak, tidak terkait. Tapi, kalau pendekatan korupsi, ada bagian pengembalian uang negara. Ada dua penegakan yang harus dipakai,” jawab Hibnu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Lomba Kamtibmas Piala Kapolres Jombang, Sarana Edukasi dan Pembinaan Karakter Pelajar

    Lomba Kamtibmas Piala Kapolres Jombang, Sarana Edukasi dan Pembinaan Karakter Pelajar

    Jombang (beritajatim.com) – Kapolres Jombang AKBP Ardi Kurniawan, bersama Bupati Jombang Warsubi, memimpin apel pembukaan Lomba Kamtibmas Piala Kapolres Jombang, Jumat (17/10/2025) di lapangan setempat.

    Lomba ini diadakan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di kalangan pelajar.

    Acara yang juga dihadiri oleh Forkopimda Jombang, Sekdakab beserta Kadis, Wakapolres Jombang, pejabat utama, Kapolsek jajaran, serta perwakilan pelajar dari berbagai jenjang pendidikan seperti SMA, SMK, MA, dan sederajat se-Kabupaten Jombang, berlangsung meriah.

    Lomba yang dipertandingkan meliputi cerdas cermat, bola voli, futsal, dan bola basket, dengan tujuan utama meningkatkan semangat sportivitas di kalangan generasi muda.

    Kapolres Jombang dalam sambutannya mengingatkan pentingnya menjaga diri dari ancaman yang bisa merusak masa depan, seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba, dan maraknya judi online. Ia menegaskan bahwa perilaku negatif tersebut tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga memiliki dampak buruk bagi keluarga dan masyarakat.

    “Semoga melalui kegiatan ini, kita semua semakin sadar dan mampu menjaga diri, serta menjadi generasi penerus bangsa yang disiplin, berprestasi, dan berakhlak baik,” ujar Kapolres Jombang.

    Kapolres juga mengingatkan para pelajar untuk tetap tertib dalam berlalu lintas serta bijak dalam menggunakan media sosial, mengingat semakin maraknya isu-isu yang bisa memicu tindakan anarkis atau kekerasan. Ia mengimbau agar para pelajar tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang dapat menyesatkan.

    Bupati Jombang, Warsubi, memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan lomba ini dan berharap kegiatan serupa dapat terus diadakan, sebagai sarana edukasi dan pembinaan karakter bagi generasi muda di Kabupaten Jombang.

    “Kegiatan ini sangat penting dalam memberikan pemahaman tentang pentingnya disiplin, keamanan, dan ketertiban di masyarakat,” tambah Bupati.

    Kegiatan ini berlangsung dengan tertib dan penuh antusiasme, tidak hanya dari peserta lomba tetapi juga dari pendukung yang hadir, menjadikan acara ini sukses dalam menyampaikan pesan penting mengenai kamtibmas. [suf]

  • 4
                    
                        Sandra Dewi Ajukan Keberatan Asetnya Ikut Dirampas Kasus Harvey Moeis
                        Nasional

    4 Sandra Dewi Ajukan Keberatan Asetnya Ikut Dirampas Kasus Harvey Moeis Nasional

    Sandra Dewi Ajukan Keberatan Asetnya Ikut Dirampas Kasus Harvey Moeis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Aktris sekaligus istri terpidana kasus korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis, Sandra Dewi, mengajukan keberatan atas penyitaan beberapa aset miliknya yang ikut disita oleh Kejaksaan.
    Saat ini, keberatan yang diajukan Sandra Dewi tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Hari ini, sidang dilanjutkan dengan agenda pembuktian dari pihak Kejaksaan Agung selaku termohon.
    Jaksa menghadirkan Ahli Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, untuk dimintai keterangannya.
    Sebelum sidang dimulai, ketua majelis hakim, Rios Rahmanto, lebih dahulu memeriksa identitas dari ahli.
    “Ahli kenal dengan pemohon Sandra Dewi?” tanya Hakim Rios dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jumat (17/10/2025).
    Hibnu mengaku tidak mengenal Sandra Dewi dan tidak punya hubungan keluarga dengannya.
    Ia juga mengaku hanya tahu jaksa-jaksa dari Kejaksaan Agung, tetapi tidak mengenal dekat maupun punya hubungan keluarga.
    Usai Hibnu diambil sumpahnya, masing-masing kubu, baik dari pengacara Sandra Dewi selaku pemohon maupun jaksa selaku termohon, bergantian mengajukan pertanyaan kepada Hibnu.
    Pertanyaan yang dilontarkan berkisar pada topik keabsahan harta milik pihak ketiga dengan proses penyitaan dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
    Hal ini juga dipertegas oleh hakim dalam sesi pertanyaan khusus majelis.
    “Apakah harta yang diperoleh seseorang pihak ketiga, jauh sebelum tempus tindak pidana terjadi, dapat dikategorikan sebagai harta yang tidak terkait korupsi, menurut ahli?” tanya Hakim Rios.
    Hibnu mengatakan, harta tersebut bisa dinilai tidak terkait dengan kasus korupsi.
    Namun, menurutnya, selama status pemilik aset masih terkait dengan terdakwa, aset tersebut masih bisa disita oleh negara sebagai upaya untuk memulihkan kerugian keuangan negara.
    Namun, Hibnu menjelaskan, semisal pihak ketiga itu bisa membuktikan asetnya tidak terkait dengan tindak pidana korupsi, aset itu tidak bisa disita untuk negara.
    Hakim Rios kembali mempertegas jawaban ahli terkait hal ini.
    “Ini subjeknya adalah suami istri, bukan korporasi. Salah satu pasangan memperoleh jauh sebelum tindak pidana perampasan tadi (kemudian pasangannya) didakwa melakukan korupsi dan diadili tipikor, dalam hal ini, ini termasuk harta terkait atau tidak terkait?” tanya Hakim Rios lagi.
    Hibnu tetap pada pendiriannya.
    Menurutnya, penyitaan aset punya banyak pendekatan yang patut diperhitungkan.
    “Kalau melihat pendekatan pihak, tidak terkait. Tapi, kalau pendekatan korupsi, ada bagian pengembalian uang negara. Ada dua penegakan yang harus dipakai,” jawab Hibnu.
    Hakim Rios pun menyinggung soal Pasal 19 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Tipikor yang mengatur soal keberatan pihak ketiga atas asetnya yang ikut dirampas oleh negara.
    “Tapi UU Tipikor juga secara implisit memberikan perlindungan ke pihak ketiga. Dalam Pasal 19 kan ditegaskan. Kalau menurut ahli, tetap hal itu ada semangat tidak semata-mata hanya asset recovery?” tanya Hakim Rios.
    Hibnu tetap pada penjelasannya.
    Ia menilai, pasal yang dimaksud hakim itu sudah dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2022.
    Dalam kasus ini, kasasi Harvey diketahui telah ditolak oleh MA.
    Aset-aset milik Sandra Dewi juga tetap disita meski ada perjanjian pisah harta di antara keduanya.
    Setidaknya, ada 88 tas mewah, rekening deposito, beberapa mobil, hingga perhiasan.
    Pada persidangan lampau, Sandra menjelaskan bahwa aset-aset ini didapatnya secara pribadi, melalui endorsement atau hasil kerja selama menjadi artis.
    Tapi, aset-aset ini tetap disita untuk membayar uang pengganti senilai Rp 420 miliar yang dijatuhkan pada Harvey.
    Pada kasus ini, Harvey bersama terpidana lainnya dinilai telah merugikan keuangan negara hingga Rp 271 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MK Sebut Tangkap Jaksa Nakal, Tidak Perlu Izin Jaksa Agung

    MK Sebut Tangkap Jaksa Nakal, Tidak Perlu Izin Jaksa Agung

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan agar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap jaksa tidak perlu izin dari Jaksa Agung.

    Keputusan diambil setelah MK melakukan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 

    Dalam amar putusan, Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan salah satu permohonan pada Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan yang mengatur pelaksanaan penangkapan jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.

    “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung, kecuali dalam hal: a.tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau b.berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus,” tulis amar putusan dalam Nomor Perkara 15/PUU-XXIII/2025, mengutip laman mkri.go.id, Jumat (17/10/2025).

    Majelis Konstitusi menjelaskan bahwa Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai memuat pengecualian.

    Pengecualian yang dimaksud adalah tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus,

    Sebelum dimaknai oleh MK, setiap operasi tangkap tangan, tanpa terkecuali harus mendapatkan izin dari Kejaksaan Agung. Setelah putusan, penangkapan terhadap jaksa dapat dilakukan tanpa izin Jaksa Agung di kasus tertentu sebagaimana dijelaskan di atas.

    MK juga mengabulkan permohonan terkait Pasal 35 ayat 1 huruf e yang menyatakan Jaksa Agung dapat memberikan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung (MA) mengenai pemeriksaan kasasi. 

  • Kuker ke Maluku Utara, Gibran Terima Gelar Kehormatan Kaicil Kastela

    Kuker ke Maluku Utara, Gibran Terima Gelar Kehormatan Kaicil Kastela

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menerima gelar “Kaicil Kastela” dari Kesultanan Ternate saat kunjungan kerja ke Maluku Utara. Upacara adat ini berlangsung di Kedaton Kesultanan Ternate, Kelurahan Soa Sio, Kamis (16/10/2025).

    Dilansir situs wapresri.go.id, Gibran tampak mengenakan pakaian adat Ternate. Dia disambut dengan Tarian Soya-Soya dan upacara Joko Kaha sebagai tanda bahwa Gibran diterima oleh masyarakat Ternate.

    Proses penganugerahan dipimpin oleh Sultan Ternate, Hidayat M.Sjah. Dia diberikan pin sebagai simbol sahnya penganugerahan “Kaicil Kastela.” Hidayat menjelaskan Kaicil merupakan gelar bangsawan di Ternate, sedangkan Kastela dimaknai sebagai sosok yang telah berjasa bagi wilayah Ternate.

    “Kaicil Kastela, InsyaAllah Bapak selepas dari kamar puji, ditinggikan derajatnya oleh Allah Subhanhu wa Ta’ala di muka bumi. Amin ya Rabbal ‘Alamiin,” kata Hidayat, dikutip Jumat (17/10/2025).

    Usai pemberian gelar kehormatan dan pidato, acara ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh Imam Kesultanan Ternate, Taher Ma’abut.

    Sekadar informasi, dalam kunjungan kerja, Gibran memantau proyek pembangunan Bendungan Way Apu di Kabupaten Buru, Maluku. Dia tampak menggunakan helikopter untuk mengunjungi lokasi bendungan.

    “Proyek Strategis Nasional wujud pemerataan pembangunan infrastruktur hingga Kawasan Timur Indonesia. Saya harap bisa selesai tepat waktu, September 2026,” tulisnya di akun instagram @gibran_rakabuming.

  • Iming-iming Kerja di Tambang Tanpa Tes, 43 Warga Balangan Kalsel Tertipu Rp 86 Juta
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        17 Oktober 2025

    Iming-iming Kerja di Tambang Tanpa Tes, 43 Warga Balangan Kalsel Tertipu Rp 86 Juta Regional 17 Oktober 2025

    Iming-iming Kerja di Tambang Tanpa Tes, 43 Warga Balangan Kalsel Tertipu Rp 86 Juta
    Tim Redaksi
    TANJUNG, KOMPAS.com –
    Sebanyak 43 warga Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadi korban penipuan modus lowongan kerja fiktif di salah satu perusahaan tambang, dengan total kerugian mencapai Rp 86 juta.
    Kapolres Balangan AKBP Yulianor Abdi mengatakan, dua pelaku, MA (dalang) dan DY (perekrut), telah ditangkap.
    Mereka menjanjikan korban bisa langsung bekerja di perusahaan tambang tanpa melalui tes yang beralamat di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel, asalkan menyetor sejumlah uang.
    Yulianor Abdi berkata, MA adalah otak dari kasus penipuan sementara rekannya DY bertugas merekrut korban.
    “Tersangka pertama, MA alias Iluk berusia 42 tahun berperan sebagai dalang atau pemrakarsa ide penipuan ini,” ujar Yulianor saat dikonfirmasi, Jumat (17/10/2025).
    Yulianoor membeberkan kronologi pelaku merekrut para korbannya.
    Berawal dari pengumuman di media sosial pada Agustus 2025, para korban yang tertarik kemudian menghubungi kedua pelaku.
    Korban lantas diminta datang ke rumah pelaku di Kecamatan Halong.
    Dari pertemuan itu, korban diminta menyetor sejumlah uang agar bisa langsung bekerja di perusahaan tambang tanpa dilakukan tes.
    “Dalam kasus ini, 43 warga Balangan dijanjikan bisa bekerja di perusahaan tambang tanpa melalui tes,” ungkap Yulianor.
    Setelah menyetor uang, korban pun menunggu untuk diberangkatkan ke perusahaan tambang yang dijanjikan.
    Namun hingga September 2025, tak satu pun korban diberangkatkan.
    Merasa tertipu, dua korban membuat laporan kepolisian.
    “Dari laporan tersebut, kita kemudian melakukan penyelidikan dan menemukan fakta bahwa korbannya tidak hanya mereka berdua, tetapi mencapai 43 orang,” jelas Yulianor.
    Mendapat laporan dari korban, polisi pun menggelar penyelidikan.
    Oktober 2025, kedua pelaku berhasil ditangkap dan mengakui perbuatannya.
    Polres Balangan mengimbau kepada masyarakat agar tak mudah tergiur dengan pengumuman lowongan kerja di media sosial, terlebih jika harus menyetorkan sejumlah uang.
    “Saya minta kepada masyarakat untuk selalu berhati-hati. Jika ada tawaran pekerjaan yang menjanjikan bisa langsung diterima tanpa tes dan meminta sejumlah uang, itu patut dicurigai,” pungkas Yulianor.
    Karena perbuatannya, kedua pelaku kini mendekam di sel tahanan Polres Balangan.
    Keduanya dijerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korban Terima Kasih ke Polisi Respons Cepat Kasus Penculikan di Tangsel

    Korban Terima Kasih ke Polisi Respons Cepat Kasus Penculikan di Tangsel

    Jakarta

    Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya menyelamatkan pasutri dkk korban penculikan bermodus jual beli mobil di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Para korban menyampaikan terima kasih kepada polisi.

    “Saya mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada tim Resmob Polda Metro Jaya dengan cepat tanggap menindaklanjuti laporan saya secepatnya dan langsung bergerak ke tempat TKP, langsung mendapatkan para tawanan, yaitu korban penculikan,” kata salah satu korban, Dessi Juwita dalam video yang diterima wartawan, Jumat (17/10/2025).

    Penculikan yang dilakukan oleh 9 pelaku membuat suaminya dan rekan-rekannya mengalami luka-luka. Suami Dessi, Indra dan kawan-kawannya disiksa dengan sundutan rokok hingga dicambuki.

    “Suami saya yang sudah dipukuli, dicambuk sama teman-temannya, dan semua para tersangka sudah dapat. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih banyak ya tim Resmob Polda Metro Jaya,” tutur Dessi.

    Indra, suami Dessi, juga menyampaikan terima kasih karena anggota Polda Metro berhasil menemukannya. Dia mengatakan tidak tahu akan seperti apa nasibnya jika tidak segera ditemukan.

    “Iya terima kasih Resmob Polda Metro Jaya yang menemukan keberadaan kami, meskipun kami sudah dipindahkan tempat, langsung mereka tidak lama, cepat menemukan kami. Kalau tidak ditemukan oleh Resmob Polda Metro Jaya, tidak tahu nasib kami seperti apa,” ujar Indra.

    Sementara itu, Nurul, yang juga menjadi korban, menyebut bahwa dirinya bersama yang lain tidak diperlakukan layaknya manusia. Begitu juga Ajit yang mengaku trauma usai penyekapan yang dialami.

    “Kayak bukan manusia bang. Saya kayak bukan manusia yang enggak dihargai, kayak hewan, saya ditendang. Terima kasih Polda Metro Jaya,” ucap Nurul.

    Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Ade Ary Syam Indradi menjelaskan bahwa sembilan orang telah diamankan. Mereka langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

    Dia juga menjelaskan sembilan orang tersangka ini masing-masing memiliki peranan yang berbeda. Sembilan tersangka itu adalah MAM, NN, VS, HJE, S, APN, Z, I, dan MA.

    Tersangka MAM memiliki peran sebagai koordinator lapangan. Kemudian tersangka NN (52) berperan sebagai koordinator lapangan, memancing korban, dan memeras korban. Tersangka ketiga, VS (33), menyuruh salah satu tersangka lainnya merekam video yang viral.

    Tersangka keempat, HJE (25), berperan ikut menyiksa korban bersama tersangka S (35) yang juga menyediakan rumah. Kemudian, tersangka keenam berinisial APN (25) merekam video penyiksaan dan berada dalam proses membawa korban dari awal.

    “Kemudian yang ketujuh adalah tersangka Z. Tersangka Z ini 34 tahun, perannya menyiksa korban. Kemudian yang kedelapan Saudara I, seorang laki-laki ya, perannya sebagai eksekutor, koordinator lapangan, menyediakan mobil dan menyiksa korban. Kemudian yang kesembilan Saudara MA. Ini usianya 39 tahun perannya menyediakan rumah ya,” terangnya.

    Dia menjelaskan para tersangka disangkakan atas dugaan peristiwa pidana merampas kemerdekaan orang lain sebagaimana diatur di Pasal 333 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun.

    “Para tersangka turut disangkakan dengan pasal pidana pemerasan sebagaimana diatur di Pasal 368 KUHP dengan ancaman 9 tahun,” imbuhnya.

    (mea/mea)