Kementrian Lembaga: MA

  • PN Jakpus Menangkan Gugatan Tia Rahmania, PDIP Ajukan Kasasi ke MA

    PN Jakpus Menangkan Gugatan Tia Rahmania, PDIP Ajukan Kasasi ke MA

    loading…

    Politikus PDIP Guntur Romli mengatakan, PDIP telah mengajukan kasasi ke MA terkait putusan PN Jakarta Pusat. Foto/SindoNews

    JAKARTA – PDI Perjuangan ( PDIP ) buka suara ihwal putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Tia Rahmania. PDIP menilai putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap karena partai mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

    Diketahui, gugatan itu diajukan Tia Rahmania melawan keputusan Mahkamah Partai yang menggantikan keterpilihannya sebagai calon legislatif (caleg) DPR terpilih lantaran diduga melakukan penggelembungan suara hasil Pileg 2024 lalu.

    Politikus PDIP Guntur Romli mengaku heran mengapa putusan tersebut baru ramai saat ini. Padahal, putusan itu sudah dilakukan pada 20 Februari 2025 lalu.

    “Pihak yang digugat juga sudah mendaftarkan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada 20 Maret 2025, artinya Putusan PN Jakarta Pusat No 603 itu belum berkekuatan hukum tetap (belum inkracht),” kata Guntur, Sabtu (19/4/2025).

    Di sisi lain, kata dia, semestinya masalah perselihan di internal partai diselesaikan di Mahkamah Partai sesuai dengan UU No 2 tentang Partai Politik tahun 2011 Pasal 32 ayat (1) “Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur dalam AD dan ART”. Dan ayat (2) menyebutkan lembaga yang bisa menyelesaikan internal Partai Politik disebut Mahkamah Partai atau sebutan lain.

    Bahkan, Guntur menyinggung dalam pasal 93 Anggaran Dasar PDI Perjuangan ayat (1) juga disebutkan “Perselisihan yang timbul dalam internal Partai diselesaikan melalui Mahkamah Partai”.

    “Harusnya segala perselisihan internal diselesaikan di internal Partai,” ujarnya.

    Untuk diketahui, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memenangkan gugatan sengketa pileg DPR RI Dapil Banten I antara Tia Rahmania dengan PDI Perjuangan dan Bonnie Triyana.

  • Top 3 News: Kumandang Azan Masjid Istiqlal di Tengah Doa Kolekta Jumat Agung Gereja Katedral – Page 3

    Top 3 News: Kumandang Azan Masjid Istiqlal di Tengah Doa Kolekta Jumat Agung Gereja Katedral – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat, memancarkan nuansa religius yang hangat dan penuh makna pada Jumat siang 18 April 2025. Itulah top 3 news hari ini.

    Di tengah hiruk-pikuk Jakarta, dua rumah ibadah berdiri berdampingan bukan hanya secara fisik, tapi juga secara spiritual—menjadi simbol hidupnya toleransi beragama di Indonesia.

    Seperti tahun-tahun sebelumnya, Jumat kali ini 18 April 2025, menjadi momen istimewa ketika umat Islam dan umat Kristiani menjalankan ibadah besar secara bersamaan. Umat Muslim menunaikan Salat Jumat, sementara umat Kristiani memperingati Jumat Agung dalam rangka memperingati wafatnya Yesus Kristus.

    Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo, meminta Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas kasus suap yang banyak menjerat hakim. Rudianto mengingatkan, posisi hakim seharusnya menjadi benteng pencari keadilan, namun justru saat ini menjadi pedagang putusan-putusannya.

    Politisi dari NasDem itu meminta pengawasan yang ketat dari Mahkamah Agung dalam penempatan para hakim.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Idrus Marham, menepis isu adanya ‘matahari kembar’ di kepemimpinan Prabowo Subianto. Bahkan dia menegaskan hal itu sebagai fitnah usai sejumlah menteri menyambangi rumah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) saat momen lebaran.

    Idrus meyakini kedatangan para menteri Prabowo ke kediaman Jokowi di Solo semata bersilaturahmi. Termasuk Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia. Dia khawatir, jika isu tersebut tidak dihentikan, maka akan menjadi bola liar yang berpengaruh terhadap proses pemerintahan.

    Idrus berharap, dengan penegasan yang disampaikan kali ini maka tafsiran liar soal matahari kembar bisa berhenti. Sebab, jangan sampai niat baik silaturahmi yang diajarkan agama dikesampingkan dengan prasangka negatif.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Jumat 17 April 2025:

    Sebelum ke Gereja Katedral, Pemimpin Gereja Katolik sedunia, Paus Fransiskus berkunjung ke Istana Merdeka. Di depan Presiden Joko Widodo, Sri Paus Fransiskus menyampaikan pesan perdamaian kepada masyarakat Indonesia, dan memuji semboyan Bhinneka Tung…

  • KPU: Menang Lawan PDIP, Tia Rahmania Tak Otomatis Jadi Anggota DPR

    KPU: Menang Lawan PDIP, Tia Rahmania Tak Otomatis Jadi Anggota DPR

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan Tia Rahmania tidak bisa otomatis menjadi anggota DPR 2024-2029 lewat pergantian antarwaktu (PAW), meski sudah memenangkan gugatan atas PDIP di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    “Dalam hal ini Tia Rahmania belum otomatis menjadi PAW anggota DPR, karena yang digugat Tia adalah putusan dari Mahkamah Partai PDIP,” ujar Afifuddin kepada wartawan, Jumat (18/4/2025).

    Afifuddin mengatakan gugatan yang diajukan Tia Rahmania adalah putusan Mahkamah PDIP yang memberhentikan Tia dari anggota partai. 

    “Jadi perkara yang telah diputuskan di PN Jakarta Pusat dan sedang berlangsung di Mahkamah Agung (kasasi) antara Tia dan Mahkamah PDIP adalah berkaitan dengan pemberhentian Tia sebagai anggota partai,” tandas Afifuddin.

    Tia Rahmania vs PDIP

    Diketahui, Tia Rahmania menggugat PDIP dan anggota DPR Bonnie Triyana setelah dipecat dari partai. Tia yang merupakan caleg PDIP batal jadi anggota DPR periode 2024-2029 dan digantikan oleh Bonnie. Dia dinyatakan oleh Mahkamah PDIP menggelembungkan suara pada Pemilu 2024.

    PN Jakpus memenangkan gugatan Tia Rahmania dalam putusan perkara Nomor 603/Pdt.Sus-Parpol Pn.Jkt.pus pada 20 Februari 2025. Majelis hakim menyatakan Tia tidak terbukti melakukan penggelembungan suara seperti yang diputuskan oleh Mahkamah PDIP. 

    Tia Rahmania juga dinyatakan terbukti sebagai pemilik sah 37.359 suara hasil di wilayah Lebak dan Pandeglang pada Pemilu 2024. 

    Tia Rahmania menang gugatan melawan PDIP. – (Instagram/@tiarahmania_official)

    Majelis Hakim juga menyatakan Putusan Mahkamah Partai PDIP, batal dan tidak sah serta tidak memiliki kekuatan hukum.

    “Memerintahkan turut tergugat I (DPP PDIP), turut tergugat II (KPU), turut tergugat III (Bawaslu Banten) untuk tunduk dan patuh terhadap putusan ini,” begitu bunyi putusan PN Jakpus yang mengabulkan gugatan Tia Rahmania.

    PDI Kasasi Putusan Tia Rahmania

    PDIP sudah mengajukan kasasi atas putusan tersebut ke Mahkamah Agung (MA) pada 20 Maret 2025.

    “Pihak yang digugat juga sudah mendaftarkan kasasi ke Mahkamah Agung tanggal 20 Maret 2025, artinya putusan PN Jakarta Pusat Nomor 603 itu belum berkekuatan hukum tetap atau belum inkrah,” kata Juru Bicara PDIP Guntur Romli kepada wartawan, Jumat (18/4/2025).

    Apa Langkah Tia Rahmania? 

    Sementara itu, Tia Rahmania belum memutuskan apa langkah selanjutnya setelah menang gugatan melawan PDIP atas pemecatannya. Ia menyerahkan kepada pengacaranya terkait upaya hukum selanjutnya pascaputusan PN Jakarta Pusat tersebut. 

    “Sekarang saya tetap bergiat sebagai akademisi di kampus dan melakukan giat-giat sosial untuk masyarakat seperti sebelumnya. Yang penting bisa menjadi manfaat bagi masyarakat,” ujar Tia Rahmania.

  • Tia Rahmania Menang Gugatan, PDIP Kasasi ke MA: Ini Belum Inkrah!

    Tia Rahmania Menang Gugatan, PDIP Kasasi ke MA: Ini Belum Inkrah!

    Jakarta, Beritasatu.com – PDI Perjuangan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan mantan kadernya Tia Rahmania melawan PDIP dan anggota DPR Bonnie Triyana.

    “Pihak yang digugat juga sudah mendaftarkan kasasi ke Mahkamah Agung tanggal 20 Maret 2025, artinya Putusan PN Jakarta Pusat Nomor 603 itu belum berkekuatan hukum tetap atau belum inkrah,” ujar Guntur kepada wartawan, Jumat (18/4/2025).

    Guntur heran karena putusan PN Jakpus yang mengabulkan gugatan Tia Rahmania baru ramai sekarang, padahal sudah diputuskan pada 20 Februari 2025. Selain itu, kata dia, masalah perselisihan di internal partai harusnya cukup diselesaikan di Mahkamah Partai sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik atau UU Parpol.

    “Harusnya segala perselisihan internal diselesaikan di internal partai,” tegas Guntur.

    Pasal 32 ayat (1) UU Parpol menyatakan perselisihan partai politik diselesaikan oleh internal partai politik sebagaimana diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Lalu ayat (2) dari pasal 32 tersebut, lanjut Guntur, menyebutkan lembaga yang bisa menyelesaikan internal partai politik disebut mahkamah partai atau sebutan lain. 

    Ketentuan hukum tersebut, kata Guntur, diperkuat oleh Pasal 93 ayat (1) anggaran dasar PDIP yang menyatakan perselisihan yang timbul dalam internal partai diselesaikan melalui mahkamah partai.

    “PAW-PAW di parpol-parpol lain aman-aman saja karena alasan pemberhentian, kok PDI Perjuangan yang diobok-obok ini ada apa?” pungkas Guntur.

    Sebelumnya, Tia Rahmania menggugat PDIP dan Bonnie Triyana setelah dipecat dari partai. Tia yang merupakan caleg PDIP batal jadi anggota DPR periode 2024-2029 dan digantikan oleh Bonnie. Dia dinyatakan oleh Mahkamah PDIP menggelembungkan suara pada Pemilu 2024.

     PN Jakpus memenangkan gugatan Tia Rahmania dalam putusan perkara Nomor 603/Pdt.Sus-Parpol Pn.Jkt.pus. Majelis hakim menyatakan Tia tidak terbukti melakukan penggelembungan suara seperti yang diputuskan oleh Mahkamah PDIP. 

    Tia Rahmania juga dinyatakan terbukti sebagai pemilik sah 37.359 suara hasil di wilayah Lebak dan Pandeglang pada Pemilu 2024. 

    Majelis hakim juga menyatakan putusan Mahkamah PDIP batal dan tidak sah serta tidak memiliki kekuatan hukum.

    “Memerintahkan turut tergugat I (DPP PDIP), turut tergugat II (KPU), turut tergugat III (Bawaslu Banten) untuk tunduk dan patuh terhadap putusan ini,” bunyi putusan tersebut.

  • DPR Tunda Pembahasan RKUHAP, Janji Ada Transparansi dan Partisipasi Publik

    DPR Tunda Pembahasan RKUHAP, Janji Ada Transparansi dan Partisipasi Publik

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana alias RKUHAP. Legislatif berjanji ada transparansi dan partisipasi publik.

    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan bahwa itu itu sekaligus membantah tudingan proses penyusunan RKUHAP dilakukan secara tertutup.

    Dia mengaku dan berjanji bahwa pembahasan revisi itu selalu dilakukan secara transparan dengan menerima masukan-masukan publik.

    “Justru ini undang-undang yang paling partisipatif dan transparan. Kita lakukan rapat-rapat terbuka, bahkan live streaming,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (18/4/2025).

    Sebab itu, lanjutnya, Komisi III DPR telah menggelar sejumlah kegiatan sosialisasi dan diskusi publik guna menjaring aspirasi publik terhadap RKUHAP.

    “Kami adakan webinar dengan 7.300 peserta, 8 kali penyerapan aspirasi, termasuk dengan MA, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan advokat,” jelasnya. 

    Lebih jauh, legislator Gerindra ini membeberkan sejumlah isu krusial yang jadi perhatian dalam RKUHAP. Misalnya penguatan hak tersangka, advokat, hingga kejelasan parameter penahanan.

    Menurutnya, saat ini hukum acara sangat rentan dijadikan alat kriminalisasi. Maka demikian, pihaknya ingin untuk ke depannya bagi siapapun yang menjalani proses hukum tetap bisa mendapat perlindungan hak dasar.

    “Contoh dalam draf terbaru, tersangka akan diberi hak untuk lebih cepat didampingi penasihat hukum, serta diberi akses menyampaikan keberatan jika mengalami intimidasi selama proses hukum berlangsung,” beber dia.

    DPR Tunda Pembahasan RKUHAP di Masa Sidang Saat Ini

    Di lain sisi, Komisi III DPR memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP akan dilanjutkan pada masa sidang berikutnya. 

    Habiburokhman menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil lantaran masa sidang yang sedang berlangsung dinilai singkat, yakni hanya 1 bulan atau sekitar 25 hari kerja. 

    DPR bersepakat bahwa rancangan RUU KUHAP untuk sementara akan ditahan terlebih dahulu dan akan dibahas di sidang di masa yang akan datang.  

    “Kenapa? Idealnya pembahasan undang-undang itu kan paling lama paling lama diatur di tata tertib dua kali masa sidang. Masa sidang normal itu rata-rata hampir dua bulan setengah. Nah, ini masa sidang kali ini agak unik, cuma satu bulan,” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025). 

  • Sikap IKA Smansa Soal Telah Keluarnya Putusan Sengketa Lahan SMAN 1 Bandung

    Sikap IKA Smansa Soal Telah Keluarnya Putusan Sengketa Lahan SMAN 1 Bandung

    JABAR EKSPRES – Ikatan Alumni (IKA) SMAN 1 (Smansa) Kota Bandung mengaku prihatin atas keluarnya pengkabulan putusan yang dikeluarkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, terkait sengketa lahan yang dilayangkan oleh Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK).

    Lewat amar putusan selepas sidang yang dilaksanakan pada Kamis (17/4/ 2025) PTUN Bandung menyatakan dalam eksepsi bahwa tergugat I dan tergugat II intervensinya tidak diterima seluruhnya.

    Ketua IKA Smansa Bandung, Inyo Tanius Saleh menuturkan, pihaknya tak akan tinggal diam soal putusan yang dinilai memberatkan pihak SMAN 1 Kota Bandung tersebut.

    “Putusan pengadilan memang tidak berpihak pada SMAN 1 Bandung.
    Namun bagi kami, ini bukan akhir. Ini justru awal dari perjuangan yang lebih besar,” kata Inyo, saat dikonfirmasi Jumat (18/4).

    BACA JUGA: Melihat Khidmatnya Jumat Agung di Gereja Kapel Katolik Hati Kudus Yesus Borromeus

    Maka dari itu, pihaknya menegaskan, IKA Alumni Smansa menolak tunduk pada ketidakadilan, dan menolak diam terhadap mafia tanah yang coba merebut hak-hak belajar anak bangsa.

    “Kami, Ikatan Alumni SMANSA Bandung, berdiri satu barisan. Menolak tunduk pada ketidakadilan. Menolak diam terhadap mafia tanah yang mencoba merebut ruang belajar anak bangsa,” tegasnya.

    Menurutnya, sekolah adalah warisan ilmu dan bukan objek rebutan antar pihak. Maka, sudah seharusnya hak-hak pendidikan tidak boleh diganggu gugat oleh kepentingan tangan-tangan kotor.

    “Kami akan terus bersuara, untuk guru-guru kami, untuk adik-adik kelas kami, untuk masa depan pendidikan yang seharusnya suci dan bersih dari kepentingan kotor,” ujarnya.

    BACA JUGA: Program MBG Bukan Sekadar Tambah Gizi tapi Bangun Ekonomi Masyarakat

    “Jangan pernah anggap kami lemah hanya karena kalah hari ini. Kami sedang bersiap untuk esok,” tambahnya.

    Dirinya meminta atensi kepada seluruh pemangku kepentingan, berkenaan dengan telah inkrahnya putusan di PTUN Bandung.

    Menurutnya, hal ini telah merenggut hak pendidikan siswa khususnya Smansa Bandung.

    “Kami Memohon dan Meminta Untuk Di Atensi Official.kpk, Humas mahkamah agung, Komisi Yudisial, Komisi X Dpr Ri, Kementrian Pendidikan, Komisi V Dprd Jabar, Pa Gubernur Jabar Kdm,” pungkasnya (Dam)

  • Keterangan Ahli Kuatkan Posisi Bukalapak dalam Sidang PKPU Lawan Harmas

    Keterangan Ahli Kuatkan Posisi Bukalapak dalam Sidang PKPU Lawan Harmas

    Jakarta (beritajatim.com) – Pengadilan Niaga Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara PT BUKALAPAK.COM, Tbk (BUKA) sebagai pemohon dan PT Harmas Jalesveva (Harmas) sebagai termohon, Kamis (17/4). Dalam persidangan tersebut, majelis hakim mendengarkan keterangan ahli dari pihak Bukalapak, yakni Dr. Ivida Dewi Amrih Suci, S.H., M.H., M.Kn., dosen Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta.

    Dr. Ivida menyampaikan tiga poin penting yang memperkuat dalil permohonan Bukalapak. Pertama, ia menjelaskan bahwa pembuktian sederhana sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU merupakan bagian dari prinsip speedy trial, di mana penyelesaian perkara wajib dilakukan dalam waktu 20 hari. “Jika terdapat dua atau lebih kreditor serta utang yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar, maka syarat pembuktian sederhana telah terpenuhi,” tegasnya.

    Kedua, ia menjelaskan mengenai pengalihan piutang atau cessie berdasarkan Pasal 613 KUH Perdata, yang cukup dilakukan dengan pemberitahuan kepada debitur tanpa perlu persetujuan. Penjelasan ini membantah keberatan yang selama ini disampaikan oleh pihak Harmas terhadap mekanisme pengalihan piutang.

    Ketiga, ahli mengacu pada Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan PKPU dari Mahkamah Agung, yang menyebutkan bahwa perbedaan jumlah utang tidak menggugurkan permohonan PKPU, selama syarat utama terpenuhi, yakni adanya dua atau lebih kreditor serta utang yang telah jatuh tempo dan belum dibayar.

    Bukalapak menegaskan bahwa pernyataan ahli tersebut mencerminkan fakta konkret. Harmas dinilai memiliki kewajiban sebesar Rp 6,4 miliar kepada Bukalapak berdasarkan Letter of Intent (LoI) Desember 2017, terkait pembangunan ruang perkantoran di gedung One Belpark. Proyek itu tidak diselesaikan oleh Harmas meskipun pembayaran telah dilakukan oleh Bukalapak.

    Pengalihan piutang (cessie) dilakukan pada 20 Desember 2024 dan telah diberitahukan ke Harmas pada awal Januari 2025. Sebelumnya, Bukalapak juga telah melayangkan tiga kali somasi, masing-masing pada 6 Januari, 15 Januari, dan 3 Februari 2021. Namun hingga saat ini, belum ada penyelesaian dari pihak Harmas.

    Kurnia Ramadhana, Anggota Komite Eksekutif Bukalapak, menegaskan bahwa langkah hukum ini mencerminkan komitmen perusahaan terhadap penegakan hukum dan perlindungan hak-hak yang sah.

    “Keterangan ahli hari ini semakin menegaskan bahwa permohonan PKPU yang kami ajukan memiliki dasar hukum yang kuat. Bukti-bukti yang kami ajukan menunjukkan secara jelas bahwa Harmas memiliki kewajiban yang belum dipenuhi. Kami berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan keterangan ahli ini secara objektif dan mengabulkan permohonan kami. Bagi Bukalapak, ini adalah bentuk komitmen kami untuk menjunjung kepatuhan terhadap hukum serta memastikan semua pihak bertanggung jawab terhadap perjanjian yang telah disepakati,” ujar Kurnia.

    Bukalapak tetap optimis bahwa seluruh proses hukum ini akan berujung pada putusan yang adil dan memberikan kepastian hukum yang diperlukan untuk melanjutkan kegiatan usaha dengan integritas. [beq]

  • Mahfud MD Sebut Korupsi di Peradilan Bertransformasi Menjadi Jaringan Berbahaya: Itu Jorok Sekali – Halaman all

    Mahfud MD Sebut Korupsi di Peradilan Bertransformasi Menjadi Jaringan Berbahaya: Itu Jorok Sekali – Halaman all

    TRIBUNNEWS, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD, ikut buka suara soal maraknya kasus korupsi yang melibatkan beberapa hakim pengadilan. 

    Ia menegaskan bahwa praktik korupsi di lembaga peradilan saat ini telah bertransformasi menjadi jaringan berbahaya yang secara serius merusak integritas hukum di Indonesia.

    “Nah justru sekarang juga yang tumbuh adalah korupsi peradilan, itu jorok sekali,” katanya usai diskusi publik bertajuk “Enam Bulan Pemerintahan Prabowo, The Extraordinary, The Good, The Bad, and The Ugly” di Trinity Tower, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025).

    Lebih lanjut, Mahfud menyinggung soal kasus vonis lepas (onslag) dalam skandal korupsi Crude Palm Oil (CPO) yang baru-baru ini mencuat.

    Modus operandi korupsi kasus ini, menurutnya, melibatkan penggunaan vonis onslag di mana terdakwa dibebaskan dengan alasan perkara perdata, atau dinyatakan tidak terbukti bersalah meskipun bukti tindak pidana korupsi sangat jelas.

    “Ini yang kasus sekarang ini, tiga korporasi, yang kemudian menangkap Hakim Jakarta Selatan, itu kan sudah jelas korupsi, tapi dibebaskan. Dengan apa? Kalau di dalam hukum pidana ada dua cara. Satu, namanya onslag. Jadi kasus ada korupsinya, tapi dibilang bukan korupsi, kasus perdata, jadi dibebaskan tiga korporasi yang ‘makan uang triliunan’ itu. Atau dikatakan tidak terbukti kasus pidananya. Ada dua cara membebaskan itu, onslag atau dikatakan tidak terbukti,” ujarnya.

    Ia mengungkapkan bahwa jaringan kerja sama kasus korupsi ini melibatkan tiga pengadilan, yakni Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara.

    “Coba bayangkan bahayanya korupsi sekarang, jaringannya di pengadilan itu melibatkan tiga pengadilan. Hakim yang terlibat dalam suap-menyuap itu bersama paniteranya di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara. Jadi ini sudah jaringan di korupsi. Gila ini sangat berbahaya, sangat jorok sekarang,” ujarnya.

    Mahfud menilai respons Mahkamah Agung (MA) terhadap kasus-kasus korupsi selama ini cenderung normatif dan tidak efektif, sehingga menurutnya diperlukan intervensi langsung dari Presiden.

    “Iya sekarang sudah perlu langkah darurat ya. Karena ini situasinya darurat, sehingga perlu keputusan-keputusan darurat, kalau perlu Presiden turun tangan buat Perpu. Bongkar itu semua. Jangan takut-takut, rakyat mendukung.”

    “Karena kalau nunggu Mahkamah Agung memperbaiki selalu kembali ke formalitas. Ini sudah karena kasus yang terakhir itu melibatkan tiga pengadilan. Hakim dan Paniteranya berombongan di situ nerima suap dari tiga korporasi itu. Itu yang sekarang ditemukan oleh Kejaksaan Agung, dan ini darurat,” katanya.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengungkapkan adanya dugaan suap terhadap tiga orang majelis hakim yang menangani perkara korupsi ekspor CPO atau korupsi minyak goreng.

    Kasus ini sebelumnya disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan berakhir dengan putusan vonis lepas (onslag) terhadap tiga korporasi besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group pada 19 Maret 2024.

    Penyidikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) kemudian menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. 

    Mereka adalah:

    Marcella Santoso (pengacara)
    Ariyanto (Pengacara)
    Muhammad Arif Nuryanta (Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat)
    Wahyu Gunawan (Panitera Muda Perdata)
    Djuyamto (Ketua Majelis)
    Agam Syarif Baharuddin (Hakim Anggota)
    Ali Muhtarom (Hakim Ad Hoc)

    Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa dugaan suap ini bermula ketika Ariyanto menawarkan imbalan Rp 20 miliar kepada Panitera Muda Wahyu Gunawan untuk memengaruhi putusan majelis hakim agar membebaskan ketiga korporasi terdakwa dari jerat hukum.

    Wahyu Gunawan kemudian melaporkan tawaran ini kepada Muhammad Arif Nuryanta, yang kemudian justru menaikkan permintaan suap menjadi Rp 60 miliar.  

    Permintaan fantastis ini disetujui oleh pihak pengacara. 

    Dana suap dalam bentuk dolar Amerika Serikat kemudian berpindah tangan ke Wahyu Gunawan untuk diteruskan kepada Arif Nuryanta. 

    Atas jasanya, Wahyu Gunawan juga disebut menerima “fee” sebesar 50.000 dolar AS.

    Setelah menerima dana, Arif Nuryanta diduga menunjuk tiga hakim, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, untuk mengadili kasus ini. 

    Ia juga disinyalir menyerahkan uang tunai sebesar Rp 4,5 miliar dalam bentuk dolar kepada Djuyamto dan Agam Syarif.

    Penyerahan uang yang diduga berkedok biaya membaca berkas ini disertai permintaan Arif agar perkara tersebut ditangani secara khusus. 

    Beberapa waktu kemudian, Arif kembali menyerahkan sekitar Rp18 miliar dalam bentuk dolar kepada Djuyamto, yang kemudian kembali membagikannya kepada kedua rekannya, dengan Agam menerima Rp 4,5 miliar dan Ali Muhtarom berkisar Rp 5 miliar.

    Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa seluruh anggota majelis hakim diduga kuat mengetahui tujuan pemberian uang tersebut, yaitu untuk memastikan putusan onslag bagi para terdakwa korporasi CPO. (Grace Sanny Vania)

     

  • Dilakukan Terbuka, DPR Jamin Tak Ada Kucing-Kucingan Pembahasan RUU KUHAP

    Dilakukan Terbuka, DPR Jamin Tak Ada Kucing-Kucingan Pembahasan RUU KUHAP

    Jakarta: Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyebut  pembahasan Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) pernah dilakukan pada tahun 2012 tetapi terjadi deadlock.

    Saat itu RUU KUHAP disebut oleh ICW sebagai pembunuh KPK karena dihilangkannya penyelidikan dan adanya pengaturan soal Hakim Pemeriksaan Pendahuluan (HPP) yang memegang kekuasaan menentukan bisa atau tidaknya dilakukan penahanan  dan upaya paksa lainnya.

    “Banyak pihak terutama KPK sendiri yang meminta agar pembahasan RUU KUHAP dihentikan,” kata Habiburokhman dalam keterangan pers, Kamis, 17 April 2025.
     

    Bahkan katanya pada 2014 pemerintah dan DPR sepakat akan menunda pembahasan RUU KUHAP sembari memprioritaskan pembahasan RUU KUHP.

    Pada akhirnya draft RUU KUHAP tersebut tidak bisa untuk dibahas kembali karena DPR telah berganti periode sampai tiga kali dan RUU KUHAP dengan Draft tahun 2012 tersebut tidak termasuk RUU yang masuk dalam status carry over sebagaimana diatur Pasal 71A UU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

    Politisi Gerindra ini menyatakan dalam rapat internal Komisi III DPR Masa Keanggotaan 2024-2029 pada 23 Oktober 2024, Komisi III melakukan penyusunan RUU Hukum Acara Pidana. Komisi III selanjutnya menugaskan Badan Keahlian DPR untuk menyiapkan NA dan RUU Hukum Acara Pidana.

    Dalam proses menyiapkan NA dan RUU Hukum Acara Pidana, Badan Keahlian telah melakukan serangkaian kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat berupa diskusi dengan aparat penegak hukum antara lain Jampidum Asep Nana Mulyana, Staf Ahli Sosek Polri Iwan Kurniawan hingga Wamenkum Edward Omar Syarief Hiariej, diskusi dengan sejumlah LSM antara lain ICJR, LeIP, IJRS.

    Pada 23 Januari 2025 BK DPR RI mengadakan Webinar dengan narasumber Edward Omar Syarief Hiariej, Jampidum Asep Nana Mulyana, Staf Ahli Kapolri Iwan Kurniawan, Guru Besar FH UNAIR Nur Basuki Wirana, Akademisi Univ Trisakti Albert Aries, Advokat Magdir Ismail, Advokat Teuku Nasrullah, Ketua YLBHI Muhamad Isnur.

    “Webinar diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta melalui zoom dan lebih dari 7.300 peserta melalui Youtube DPR RI. Peserta webinar ini berasal dari kalangan perguruan tinggi, kementerian/lembaga, organisasi kemasyarakatan, organisasi advokat, dan aparat penegak hukum,” jelasnya.

    Penyerapan aspirasi masyarakat terus berlanjut di Komisi III yang melakukan 8 kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat yaitu Rapat Kerja dengan Ketua Komisi Yudisial pada 10 Februari 2025, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI dan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung RI tanggal 12 Februari 2025, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Advokat yaitu Maqdir Ismail, Luhut M.P. Pangaribuan dan Petrus Bala Pattyona, pada  5 Maret 2025, Publikasi NA dan RUU tentang Hukum Acara Pidana melalui laman www.dpr.go.id pada 20 Maret 2025.

    “Kami juga mengadakan konferensi pers terkait launching RUU tentang Hukum Acara Pidana 20 Maret 2025, RDPU dengan Advokat dan Akademisi yaitu Juniver Girsang, Julius Ibrani dan Romli Atmasmita pada 24 Maret 2025, Konferensi Pers terkait Pasal Penghinaan Presiden dalam RUU Hukum Acara Pidana bisa diselesaikan dengan Restorative Justice 24 Maret 2025 dan Penyerapan Aspirasi dengan PBHI, YLBHI, Amnesty International, LEIP, IJRS, ICJR, LBH Jakarta, AJI, dan ILRC 8 April 2025,” jelasnya.

    Habiburokhman menyatakan beberapa hal penting didapat saat penyerapan aspirasi masyarakat tersebut. Yang pertama ternyata MA justru menolak keberadaan Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP), yang kedua advokat menginginkan adanya pasal khusus yang mengatur imunitas advokat.

    “Yang ketiga seluruh Fraksi setuju agar pasal penghinaan Presiden di KUHP harus diselesesaikan terlebih dahulu dengan RJ dan keempat pasal keharusan adanya izin peliputan media dihapus atas permintaan Aliansi Jurnalis Indepeden,” ujarnya.

    Pada 16 Februari 2025 Komisi III menyampaikan NA dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Pimpinan DPR RI melalui Surat Pimpinan Komisi III DPR RI Nomor B/447-DW/KOM.III/MP.II/02/2025. Selanjutnya rapat paripurna 18 Februari 2025 menyepakati RUU Hukum Acara Pidana menjadi RUU usul DPR RI.

    “Menindaklanjuti surat Komisi III tersebut, Ketua DPR menyampaikan NA dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Presiden melalui Surat Nomor B/2651/LG.01.01/02/2025 baru kemudian Presiden mengirimkan Surat Presiden RI kepada Ketua DPR RI Nomor R-19/Pres/03/2025 tanggal 19 Maret 2025 perihal Penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas RUU Hukum Acara Pidana,” jelasnya.

    Proses selanjutnya adalah Pembahasan RUU KIUHAP di Komisi III DPR RI secara resmi sebagaimana diatur Pasal 142 ayat (1) Tata Tertib DPR yang diawali dengan Rapat Kerja Komisi III dengan wakil pemerintah. 

    “Sebelum dan setelah rapat Panja, Komisi III akan terus menyerap aspirasi masyarakat. Kami pastikan semua rapat pembahasan KUHAP akan dilaksanakan di Gedung DPR secara terbuka dan disiarkan secara langsung oleh TV Parlemen sehingga bisa diikuti oleh masyarakat di manapun berada,” ujar politisi senior ini.

    Jakarta: Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyebut  pembahasan Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) pernah dilakukan pada tahun 2012 tetapi terjadi deadlock.
     
    Saat itu RUU KUHAP disebut oleh ICW sebagai pembunuh KPK karena dihilangkannya penyelidikan dan adanya pengaturan soal Hakim Pemeriksaan Pendahuluan (HPP) yang memegang kekuasaan menentukan bisa atau tidaknya dilakukan penahanan  dan upaya paksa lainnya.
     
    “Banyak pihak terutama KPK sendiri yang meminta agar pembahasan RUU KUHAP dihentikan,” kata Habiburokhman dalam keterangan pers, Kamis, 17 April 2025.
     

    Bahkan katanya pada 2014 pemerintah dan DPR sepakat akan menunda pembahasan RUU KUHAP sembari memprioritaskan pembahasan RUU KUHP.

    Pada akhirnya draft RUU KUHAP tersebut tidak bisa untuk dibahas kembali karena DPR telah berganti periode sampai tiga kali dan RUU KUHAP dengan Draft tahun 2012 tersebut tidak termasuk RUU yang masuk dalam status carry over sebagaimana diatur Pasal 71A UU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
     
    Politisi Gerindra ini menyatakan dalam rapat internal Komisi III DPR Masa Keanggotaan 2024-2029 pada 23 Oktober 2024, Komisi III melakukan penyusunan RUU Hukum Acara Pidana. Komisi III selanjutnya menugaskan Badan Keahlian DPR untuk menyiapkan NA dan RUU Hukum Acara Pidana.
     
    Dalam proses menyiapkan NA dan RUU Hukum Acara Pidana, Badan Keahlian telah melakukan serangkaian kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat berupa diskusi dengan aparat penegak hukum antara lain Jampidum Asep Nana Mulyana, Staf Ahli Sosek Polri Iwan Kurniawan hingga Wamenkum Edward Omar Syarief Hiariej, diskusi dengan sejumlah LSM antara lain ICJR, LeIP, IJRS.
     
    Pada 23 Januari 2025 BK DPR RI mengadakan Webinar dengan narasumber Edward Omar Syarief Hiariej, Jampidum Asep Nana Mulyana, Staf Ahli Kapolri Iwan Kurniawan, Guru Besar FH UNAIR Nur Basuki Wirana, Akademisi Univ Trisakti Albert Aries, Advokat Magdir Ismail, Advokat Teuku Nasrullah, Ketua YLBHI Muhamad Isnur.
     
    “Webinar diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta melalui zoom dan lebih dari 7.300 peserta melalui Youtube DPR RI. Peserta webinar ini berasal dari kalangan perguruan tinggi, kementerian/lembaga, organisasi kemasyarakatan, organisasi advokat, dan aparat penegak hukum,” jelasnya.
     
    Penyerapan aspirasi masyarakat terus berlanjut di Komisi III yang melakukan 8 kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat yaitu Rapat Kerja dengan Ketua Komisi Yudisial pada 10 Februari 2025, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI dan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung RI tanggal 12 Februari 2025, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Advokat yaitu Maqdir Ismail, Luhut M.P. Pangaribuan dan Petrus Bala Pattyona, pada  5 Maret 2025, Publikasi NA dan RUU tentang Hukum Acara Pidana melalui laman www.dpr.go.id pada 20 Maret 2025.
     
    “Kami juga mengadakan konferensi pers terkait launching RUU tentang Hukum Acara Pidana 20 Maret 2025, RDPU dengan Advokat dan Akademisi yaitu Juniver Girsang, Julius Ibrani dan Romli Atmasmita pada 24 Maret 2025, Konferensi Pers terkait Pasal Penghinaan Presiden dalam RUU Hukum Acara Pidana bisa diselesaikan dengan Restorative Justice 24 Maret 2025 dan Penyerapan Aspirasi dengan PBHI, YLBHI, Amnesty International, LEIP, IJRS, ICJR, LBH Jakarta, AJI, dan ILRC 8 April 2025,” jelasnya.
     
    Habiburokhman menyatakan beberapa hal penting didapat saat penyerapan aspirasi masyarakat tersebut. Yang pertama ternyata MA justru menolak keberadaan Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP), yang kedua advokat menginginkan adanya pasal khusus yang mengatur imunitas advokat.
     
    “Yang ketiga seluruh Fraksi setuju agar pasal penghinaan Presiden di KUHP harus diselesesaikan terlebih dahulu dengan RJ dan keempat pasal keharusan adanya izin peliputan media dihapus atas permintaan Aliansi Jurnalis Indepeden,” ujarnya.
     
    Pada 16 Februari 2025 Komisi III menyampaikan NA dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Pimpinan DPR RI melalui Surat Pimpinan Komisi III DPR RI Nomor B/447-DW/KOM.III/MP.II/02/2025. Selanjutnya rapat paripurna 18 Februari 2025 menyepakati RUU Hukum Acara Pidana menjadi RUU usul DPR RI.
     
    “Menindaklanjuti surat Komisi III tersebut, Ketua DPR menyampaikan NA dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Presiden melalui Surat Nomor B/2651/LG.01.01/02/2025 baru kemudian Presiden mengirimkan Surat Presiden RI kepada Ketua DPR RI Nomor R-19/Pres/03/2025 tanggal 19 Maret 2025 perihal Penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas RUU Hukum Acara Pidana,” jelasnya.
     
    Proses selanjutnya adalah Pembahasan RUU KIUHAP di Komisi III DPR RI secara resmi sebagaimana diatur Pasal 142 ayat (1) Tata Tertib DPR yang diawali dengan Rapat Kerja Komisi III dengan wakil pemerintah. 
     
    “Sebelum dan setelah rapat Panja, Komisi III akan terus menyerap aspirasi masyarakat. Kami pastikan semua rapat pembahasan KUHAP akan dilaksanakan di Gedung DPR secara terbuka dan disiarkan secara langsung oleh TV Parlemen sehingga bisa diikuti oleh masyarakat di manapun berada,” ujar politisi senior ini.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DEN)

  • Sosok Rini Puji Astuti, ASN Yang Korupsi 13 Tahun Bebas Berkeliaran dan Masih Terima Gaji

    Sosok Rini Puji Astuti, ASN Yang Korupsi 13 Tahun Bebas Berkeliaran dan Masih Terima Gaji

    TRIBUNJATENG.COM, MALANG – Inilah sosok Rini Puji Astuti, aparatur sipil negara (ASN) Kabupaten Malang yang masih terima gaji selama 13 tahun dan tidak ditahan padahal sudah terbukti melakukan korupsi pengadaan barang fiktif.

    Padahal atas perbuatannya tersebut, negara mengalami kerugian mencapai Rp 271 juta.

    Kasus Rini tersebut bisa terjadi karena sistem pada masa itu belum menggunakan digital seperti saat ini.

    Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang  akhirnya menahan Rini Puji Astuti, Rabu (16/4/2025) atas kasus korupsi.

    Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang, Deddy Agus Oktavianto mengatakan Rini diduga melakukan korupsi terkait pengadaan komputer pada tahun 2008, atau selama bertugas di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau Sekwan Kabupaten Malang. 

    “Pada saat itu, Rini menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam lelang pengadaan komputer di Sekretariat DPRD Kabupaten Malang. Ia tidak membuat harga perkiraan sendiri (HPS) sesuai yang diamanatkan dan justru mengadakan barang fiktif,” ungkap Deddy melalui sambungan telepon, Kamis (17/4/2025). 

    Tidak diketahui berapa unit komputer yang akan diadakan dalam proyek saat itu.

    Hanya saja, kerugian negara akibat perbuatan Rini mencapai Rp 271 juta.

    “Selain Rini, dua terpidana telah divonis bersalah dan menjalani hukuman sejak tahun 2010,” ucap dia.  

    Deddy menyebut, proses hukum terhadap Rini sebenarnya sudah berjalan sejak tahun 2010.

    Saat itu, ia ditetapkan sebagai tahanan kota.

    Namun, warga Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, itu mengajukan upaya hukum banding hingga kasasi. 

    Pada tahun 2012, Mahkamah Agung (MA) menetapkan Rini bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Ia dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun serta denda Rp 200 juta,” ujarnya.  Hanya saja, keterbatasan sistem menyebabkan Rini tak kunjung ditahan, dan selama itu ia masih menjabat sebagai aparatur sipil negara (ASN) aktif.

    Sampai pada saat dieksekusi Rabu kemarin, ia berdinas sebagai staf di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Malang.

    “Putusan MA sudah berkekuatan hukum tetap di tahun 2012. Tapi kami baru saja mendapat putusan secara lengkap,” ujarnya.

    Deddy menyampaikan, pada tahun 2012, sistem di instansi Kejaksaan masih belum berbasis content management system (CMS) atau Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP).

    “Sehingga, penelusuran dokumen harus dilakukan satu per satu secara fisik. Ketika kami mendapat salinan putusan kasasi, kami segera cocokkan,” katanya. 

    Penahanan terhadap terpidana Rini tersebut sesuai dengan putusan kasasi nomor 1876k/pidsus/2012.

    Ia ditahan di Lapas Perempuan Kelas IIA, Kota Malang. (*)