JAKARTA – Pengamat politik yang juga seorang tokoh NU amat prihatin dengan perseteruan yang tak kunjung reda di PBNU. Dr. Muhammad AS Hikam, MA, APU menduga jika tak jua ada islah atau titik temu antara kubu yang bertikai, persoalan akan bermuara ke meja hijau. Jadi persoalan diselesaikan secara hukum. Kalau jalan ini yang dipilih akan memakan energi yang banyak dan waktu yang panjang. Masing-masing pihak harus paham konsekwensi ini. Saat persoalan masih bergulir masa bakti kepengurusan sudah selesai.
Kementrian Lembaga: MA
-

KPK Panggil Zarof Ricar jadi Saksi pada Kasus TPPU di Mahkamah Agung
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Zarof Ricar (ZR) terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di lingkungan Mahkamah Agung.
Pemeriksaan dijadlwakan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025). Zarif diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dan mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan MA.
“KPK menjadwalkan pemanggilan pemeriksaan terhadap Sdr. ZR, Mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan MA, dalam kapasitas sebagai saksi, pada penyidikan perkara dugaan tipikor/TPPU terkait pengurusan perkara di MA,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Senin (15/12/2025).
Budi belum bisa menjelaskan detail materi pemeriksaan hingga Zarof diperiksa oleh penyidik lembaga antirasuah. Adapun perkara ini berkaitan dengan kasus Hasbi Hasan, mantan Sekretaris MA.
Dalam putusan kasasi, Hasbi Hasan sudah divonis bersalah menerima suap Rp11,2 miliar serta gratifikasi Rp630 juta terkait pengurusan perkara di MA. Dia dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Sedangkan, Zarof Ricar telah divonis selama 18 tahun penjara dengan kewajiban membayar denda Rp1 miliar. Awalnya, Zarof divonis selama 16 tahun penjara pada pengadilan di tingkat pertama atau di PN Tipikor Jakarta Pusat.
Kemudian, vonis Zarof di tingkat banding diperberat menjadi 18 tahun. Adapun, Zarof juga sempat mengajukan upaya hukum kasasi. Namun, hakim Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menolak kasasi yang diajukan oleh Zarof Ricar pada (12/11/2025).
Sidang kasasi ini diadili oleh ketua majelis hakim Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.
-

KPK Panggil Zarof Ricar jadi Saksi pada Kasus TPPU di Mahkamah Agung
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Zarof Ricar (ZR) terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di lingkungan Mahkamah Agung.
Pemeriksaan dijadlwakan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025). Zarif diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dan mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan MA.
“KPK menjadwalkan pemanggilan pemeriksaan terhadap Sdr. ZR, Mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan MA, dalam kapasitas sebagai saksi, pada penyidikan perkara dugaan tipikor/TPPU terkait pengurusan perkara di MA,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Senin (15/12/2025).
Budi belum bisa menjelaskan detail materi pemeriksaan hingga Zarof diperiksa oleh penyidik lembaga antirasuah. Adapun perkara ini berkaitan dengan kasus Hasbi Hasan, mantan Sekretaris MA.
Dalam putusan kasasi, Hasbi Hasan sudah divonis bersalah menerima suap Rp11,2 miliar serta gratifikasi Rp630 juta terkait pengurusan perkara di MA. Dia dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Sedangkan, Zarof Ricar telah divonis selama 18 tahun penjara dengan kewajiban membayar denda Rp1 miliar. Awalnya, Zarof divonis selama 16 tahun penjara pada pengadilan di tingkat pertama atau di PN Tipikor Jakarta Pusat.
Kemudian, vonis Zarof di tingkat banding diperberat menjadi 18 tahun. Adapun, Zarof juga sempat mengajukan upaya hukum kasasi. Namun, hakim Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menolak kasasi yang diajukan oleh Zarof Ricar pada (12/11/2025).
Sidang kasasi ini diadili oleh ketua majelis hakim Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.
-

BSU Kemenag 2025 untuk Guru Non ASN: Syarat, Jadwal, dan Pencairan
Bisnis.com, JAKARTA – BSU Kemenag 2025 menjadi perhatian para guru Non ASN, setelah Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) menyiapkan anggaran sekitar Rp270 miliar untuk bantuan subsidi upah bagi guru madrasah non ASN yang belum bersertifikasi.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Prof. Dr. H. Amien Suyitno menyatakan, program ini menyasar guru Raudlatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), hingga Madrasah Aliyah (MA) yang selama ini belum menerima tunjangan profesi pendidik.
Syarat Penerima BSU Kemenag 2025
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Nomor B-374/Dt.I.II/HM/12/2025, tidak seluruh guru Non ASN di bawah naungan Kementerian Agama berhak menerima BSU Kemenag 2025. Terdapat sejumlah persyaratan yang wajib dipenuhi agar dapat ditetapkan sebagai penerima bantuan.
Adapun persyaratan utama yang harus dipenuhi sebagai berikut:
Guru tercatat aktif mengajar di satuan pendidikan di bawah naungan Kemenag.
Memiliki PTK ID yang valid dan terdaftar dalam sistem Simpatika Kemenag.
Data kependudukan, khususnya Nomor Induk Kependudukan (NIK), dinyatakan sah dan telah terverifikasi.
Proses verifikasi dan validasi data calon penerima diselesaikan serta dilaporkan paling lambat Selasa, 16 Desember 2025.Kementerian Agama juga menegaskan bahwa kelengkapan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) menjadi aspek penting dalam proses penetapan penerima BSU. Dokumen ini berfungsi sebagai pernyataan resmi atas keabsahan data sekaligus bentuk tanggung jawab guru terhadap bantuan yang diterima.
Cara Mencairkan BSU Kemenag 2025
Berdasarkan informasi dari Kementerian Agama, proses pencairan Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi guru madrasah non-PNS diawali dengan pemberitahuan melalui akun Simpatika masing-masing guru. Setelah menerima notifikasi tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mencairkan bantuan:
Tahap pertama, guru mencetak Surat Keterangan Penerima BSU yang tersedia pada akun Simpatika.
Selanjutnya, guru mencetak Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) melalui Simpatika dan menandatanganinya di atas materai sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Tahap berikutnya, guru mencetak surat kuasa pemblokiran debit dan penutupan rekening yang juga tersedia di Simpatika, kemudian menandatanganinya tanpa materai.
Setelah seluruh dokumen lengkap, guru mendatangi bank penyalur yang telah ditentukan, yaitu BRI atau BRI Syariah dengan membawa dokumen tambahan.
Dokumen yang harus dibawa ke bank meliputi KTP, NPWP (jika sudah memiliki), Surat Keterangan Penerima BSU, SPTJM bermaterai, serta surat kuasa yang telah ditandatangani.
Bagi guru yang belum memiliki rekening, diwajibkan mengisi formulir pembukaan rekening baru di BRI atau BRI Syariah.
Setelah proses pembukaan rekening selesai, pihak bank akan menyerahkan buku rekening dan kartu ATM kepada penerima BSUCara Cek Penerima BSU Kemenag 2025
Pengecekan status penerima BSU Kemenag 2025 dilakukan melalui laman Simpatika Kemenag. Berikut cara mengecek status penerimanya:
Kunjungi https://simpatika.siap.id/madrasah/
Login dengan email dan kata sandi akun PTK
Cari menu “Tunjangan” atau “Bantuan”
Periksa notifikasiApabila terdaftar sebagai penerima, sistem akan menampilkan ucapan selamat disertai tombol untuk mencetak dokumen persyaratan pencairan. Sebaliknya, jika belum memenuhi kriteria, akan muncul pemberitahuan bahwa yang bersangkutan belum ditetapkan sebagai penerima bantuan.
Perbedaan BSU Kemenag dan Kemnaker Serta Besarannya
BSU Kemenag memiliki skema yang berbeda dari bantuan subsidi upah yang dikelola oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Program ini dirancang khusus untuk menyasar guru di bawah naungan Kementerian Agama yang berstatus Non ASN serta belum memiliki sertifikasi pendidik.
Melalui program tersebut, guru Non ASN akan menerima bantuan sebesar Rp300.000 per bulan selama dua bulan, sehingga total dana yang diterima mencapai Rp600.000. Ketentuan mengenai besaran BSU Kemenag ini diatur secara resmi dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 8444 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Subsidi Upah bagi Guru Non Aparatur Sipil Negara pada Raudhatul Athfal dan Madrasah.
-

Yudha Arfandi Ajukan PK Kasus Dante, Tamara Tyasmara Geram: Tak Ada Rasa Bersalah
JAKARTA – Artis Tamara Tyasmara meluapkan kekesalannya menanggapi langkah hukum terbaru yang ditempuh terpidana kasus pembunuhan anaknya, Yudha Arfandi. Diketahui, Yudha mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Bagi Tamara, langkah ini justru memperlihatkan bahwa Yudha sama sekali tidak memiliki rasa penyesalan atas perbuatannya menghilangkan nyawa Raden Andante Khalif Pramudityo atau Dante. Padahal, fakta persidangan dan bukti-bukti sudah terpampang nyata.
“Pastinya bikin kesal ya karena semua bukti di CCTV sudah jelas dan sudah dibawa ke persidangan, serta dibuktikan CCTV itu tidak direkayasa dan sudah dicek oleh ahli juga,” ungkap Tamara lewat pesan singkat.
Tamara menilai sikap Yudha sangat kontradiktif dengan statusnya sebagai terpidana.
“Ini kok terpidana innocent sekali, enggak ada rasa bersalah sampai bisa mengajukan PK,” tambahnya.
Ibu mendiang Dante ini mengaku tak habis pikir dengan jalan pikiran Yudha, keluarga, serta kuasa hukumnya. Pasalnya, upaya hukum sebelumnya mulai dari banding hingga kasasi telah ditolak oleh pengadilan, namun pihak Yudha masih bersikeras menempuh jalur PK.
“Bingung banget sama jalan pikiran tersangka, keluarganya, dan kuasa hukumnya yang masih kekeuh untuk PK. Banding dan kasasi ditolak, sekarang terpidana mengajukan PK,” tutur Tamara.
Kendati demikian, Tamara menegaskan dirinya tetap menaruh kepercayaan penuh kepada majelis hakim dan aparat penegak hukum. Ia yakin keadilan untuk putranya akan tetap tegak.
“Tapi aku yakin Majelis Hakim dan para Jaksa serta seluruh penegak hukum yang terlibat ini memberikan keadilan untuk Dante, untuk saya, dan untuk kami sekeluarga,” tegasnya.
Tamara juga memastikan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. “Iya pasti aku akan tetap konsen dan terus mengawal kasus Dante sampai saat ini, mohon doanya dari teman-teman semuanya,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Immanuel Tarigan, membenarkan adanya permohonan PK tersebut. Permohonan didaftarkan oleh kuasa hukum Yudha, Dailun Sailan, pada 3 November 2025.
“Sidang pertama tanggal 10 November 2025, dan sidang pada 8 Desember 2025 lalu masih dalam agenda penyampaian tanggapan dari Penuntut Umum atas permohonan PK tersebut,” jelas Immanuel, Jumat, 12 Desember.
Sebelumnya, Yudha Arfandi telah divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur atas kasus pembunuhan berencana terhadap Dante. Hukuman tersebut telah berkekuatan hukum tetap setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Yudha pada April 2024 lalu.
-

Hukuman Diperberat, Nikita Mirzani Siap Ajukan Kasasi
Jakarta, Beritasatu.com – Artis Nikita Mirzani menyatakan siap mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung setelah majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menambah hukuman penjaranya dari 4 tahun menjadi 6 tahun. Hal ini diungkapkan kuasa hukumnya, Usman Lawara.
Usman menyebut kliennya sangat kecewa atas putusan tersebut. Nikita merasa tidak melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Kalau ditanya bagaimana sikap Nikita Mirzani atas putusan Pengadilan Tinggi Jakarta pastinya dia kecewa ya. Wajar dia kecewa karena tidak melakukan tindak pidana pencucian uang TPPU, tetapi diputuskan melakukan TPPU. Maka Nikita pasti akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,” ungkap Usman, mengutip kanal YouTube Intens Investigasi, Sabtu (13/12/2025).
Usman menjelaskan pihaknya kini tengah menyusun draft pembelaan sebelum resmi mengajukan kasasi
“Senin (15/12/2025) kita akan ajukan kasasi, dan ini harus kasasi karena putusan ini sangat keliru apalagi pasal TPPU adalah pasal yang serius,” tegasnya.
Sebagai kuasa hukum Nikita, Usman menilai dimasukkannya pasal terkait pemerasan dan TPPU dalam putusan adalah langkah yang salah.
“Kalau dari proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selama 8 bulan kan jelas bahwa tidak ada fakta yang mengarah pada TPPU dan semua dilakukan atas dasar kesepakatan,” tambah Usman.
Kuasa hukum Nikita itu juga menyoroti kejanggalan putusan yang hanya menghukum Nikita, sementara Reza Gladys sebagai pemberi uang tidak diperiksa dengan pasal yang sama.
“Kenapa giliran dimasukkan pasal TPPU hanya Nikita saja yang dihukum, sementara RG sebagai pemberi uang yang dianggap suap tidak dihukum. Atas putusan ini, ke depan orang Indonesia enggak ada lagi yang mau bantu kalau ada orang yang bermasalah,” pungkas Usman.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta menambah hukuman Nikita setelah Nikita dan jaksa penuntut umum (JPU) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sama-sama mengajukan banding.
Putusan yang dibacakan pada Selasa (6/12/2025) menyatakan Nikita bersalah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik melalui UU ITE. Selain itu, majelis hakim juga memasukkan pasal pemerasan dan TPPU, sehingga hukuman Nikita diperberat menjadi enam tahun.



/data/photo/2023/11/09/654c1da845fca.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)