Kementrian Lembaga: LPSK

  • Polisi Sebut Kondisi Anak Berkonflik dengan Hukum Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta Mulai Membaik

    Polisi Sebut Kondisi Anak Berkonflik dengan Hukum Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta Mulai Membaik

    Permohonan pelindungan tersebut berkaitan dengan tindak pidana dengan sengaja menimbulkan ledakan dan/atau keadaan yang membahayakan nyawa orang lain, sebagaimana diatur Pasal 355 KUHP, Pasal 187 KUHP, serta Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak.

    Susi menjelaskan, peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakarta masuk dalam kategori tindak pidana lain yang mengancam keselamatan jiwa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang pelindungan Saksi dan Korban.

    Artinya, kata dia, meskipun kasus ini tidak termasuk dalam kelompok tindak pidana khusus seperti terorisme, ancaman terhadap nyawa korban menjadi dasar hukum kuat bagi korban untuk mendapatkan pelindungan LPSK.

    Selain itu, karena mayoritas korban adalah anak, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pelindungan Anak turut diberlakukan.

    Di dalam undang-undang tersebut, anak korban berhak atas pelindungan dan restitusi, yaitu ganti rugi yang dibayarkan oleh pelaku atas kerugian yang dialami anak. Oleh karena itu, LPSK menegaskan, seluruh korban anak dalam kasus ini berhak diproses permintaannya untuk restitusi sesuai kerugian yang timbul.

    Ada pun bentuk pelindungan yang diajukan oleh Polda Metro Jaya, yakni perhitungan restitusi dan melakukan pelindungan dalam bentuk pendampingan korban dalam menjalani proses hukum.

    Terkait hal itu, Susi mengatakan pihaknya akan menghitung restitusi masing-masing korban yang dibebankan kepada pelaku, sesuai mandat Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.

    “Restitusi adalah hak anak sebagai korban. Nilainya akan dihitung berdasarkan kerugian nyata yang dialami, termasuk biaya medis, psikologis, serta penderitaan yang dialami oleh korban,” katanya.

    “Dalam perkara pelaku anak, restitusi dapat dibayarkan oleh pihak ketiga sesuai ketentuan hukum. Fokus LPSK adalah memastikan hak itu diterima oleh setiap anak korban,” imbuh dia.

    Susi juga menekankan bahwa kesaksian anak akan menjadi fokus dalam proses pelindungan. LPSK memastikan akan mendengarkan langsung apa yang disampaikan anak-anak, bukan hanya melalui orang tua atau pendamping.

    Dalam pemberian pelindungan dan restitusi, LPSK akan berbicara secara intens kepada anak korban terkait dengan kebutuhan mereka, pemenuhan hak mereka, termasuk informasi-informasi penting yang mereka punya untuk membantu mengungkap kasus ini.

    “Anak-anak ini sudah berada pada usia remaja dan punya pandangan serta kebutuhan yang harus dihormati. Karena itu, kami akan berbicara langsung dengan mereka, selain keterangan dari orang tua atau pendamping. Pemulihan yang adil bagi anak hanya bisa tercapai kalau suara mereka benar-benar didengar,” jelas Susi.

  • LPSK Terima Permohonan Perlindungan 86 Korban Ledakan SMAN 72 Jakarta

    LPSK Terima Permohonan Perlindungan 86 Korban Ledakan SMAN 72 Jakarta

    JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima pengajuan permohonan perlindungan bagi 86 siswa korban ledakan di SMAN 72 Jakarta. Permohonan ini diajukan Polda Metro Jaya usai insiden yang terjadi pada 17 November 2025.

    Permohonan perlindungan diajukan terkait tindak pidana yang disangkakan kepada pelaku, mulai dari pasal mengenai tindakan yang membahayakan nyawa orang lain hingga penggunaan bahan peledak sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

    Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menegaskan pemulihan korban anak menjadi prioritas lembaga. Ia menilai penanganan tidak hanya menyangkut kondisi fisik, tetapi juga rasa aman dan kesehatan mental.

    “Yang paling utama adalah memastikan anak-anak tidak menanggung trauma ini sendirian. Negara wajib hadir memberikan pelindungan menyeluruh,” kata Susilaningtias dalam keterangannya, Kamis, 27 November.

    Susi menyatakan ledakan di SMAN 72 masuk kategori tindak pidana yang mengancam keselamatan jiwa. Dengan dasar itu, korban berhak mengajukan perlindungan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.

    “Artinya, meskipun kasus ini tidak termasuk dalam kelompok tindak pidana khusus seperti terorisme, ancaman terhadap nyawa korban menjadi dasar hukum kuat bagi korban untuk mendapatkan pelindungan LPSK,” tuturnya.

    Karena mayoritas korban adalah anak, ketentuan dalam UU Perlindungan Anak juga diberlakukan. Termasuk hak anak korban untuk mendapatkan restitusi atau ganti rugi yang dibayarkan pelaku atas kerugian yang dialami.

    Susi menegaskan seluruh korban dalam kasus ini dapat diproses permohonannya untuk restitusi. Penghitungan nilai kerugian dilakukan sesuai mandat peraturan pemerintah terkait mekanisme ganti rugi korban tindak pidana. Dalam perkara dengan pelaku anak, restitusi dimungkinkan dibayarkan melalui pihak ketiga.

    “Restitusi adalah hak anak sebagai korban. Nilainya akan dihitung berdasarkan kerugian nyata yang dialami, termasuk biaya medis, psikologis, serta penderitaan yang dialami oleh korban. Dalam perkara pelaku anak, restitusi dapat dibayarkan oleh pihak ketiga sesuai ketentuan hukum,” jelas Susi.

    Lebih lanjut, LPSK juga menyoroti pentingnya mendengarkan langsung keterangan anak. Menurut Susilaningtias, pemulihan tidak dapat dilakukan jika suara mereka tidak dilibatkan dalam proses.

    “Anak-anak ini sudah berada pada usia remaja dan punya pandangan serta kebutuhan yang harus dihormati. Karena itu, kami akan berbicara langsung dengan mereka, selain keterangan dari orang tua atau pendamping,” ucapnya.

    Terkait status anak yang diduga sebagai pelaku, Susi menegaskan LPSK belum diberikan mandat memberikan perlindungan kepada yang bersangkutan. Perlindungan hanya dapat diberikan kepada saksi, korban, ahli, pelapor, atau saksi pelaku.

    Namun LPSK membuka kemungkinan apabila dalam perkembangan penyidikan ditemukan indikasi bahwa anak tersebut juga menjadi korban.

    “Jika ada indikasi bahwa anak mengalami eksploitasi, manipulasi, tekanan, atau bentuk viktimisasi lainnya, statusnya dapat masuk dalam kategori korban, dan LPSK dapat memberikan pelindungan dalam kapasitas tersebut,” tandasnya.

  • Pertimbangan LPSK Beri Pelindungan 86 Korban Ledakan SMAN 72 Jakarta

    Pertimbangan LPSK Beri Pelindungan 86 Korban Ledakan SMAN 72 Jakarta

    Susi menjelaskan, peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakarta masuk dalam kategori tindak pidana lain yang mengancam keselamatan jiwa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang pelindungan Saksi dan Korban.

    Artinya, kata dia, meskipun kasus ini tidak termasuk dalam kelompok tindak pidana khusus seperti terorisme, ancaman terhadap nyawa korban menjadi dasar hukum kuat bagi korban untuk mendapatkan pelindungan LPSK.

    Selain itu, karena mayoritas korban adalah anak, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pelindungan Anak turut diberlakukan.

    Di dalam undang-undang tersebut, anak korban berhak atas pelindungan dan restitusi, yaitu ganti rugi yang dibayarkan oleh pelaku atas kerugian yang dialami anak. Oleh karena itu, LPSK menegaskan, seluruh korban anak dalam kasus ini berhak diproses permintaannya untuk restitusi sesuai kerugian yang timbul.

    Adapun bentuk pelindungan yang diajukan oleh Polda Metro Jaya, yakni perhitungan restitusi dan melakukan pelindungan dalam bentuk pendampingan korban dalam menjalani proses hukum.

    Terkait hal itu, Susi mengatakan pihaknya akan menghitung restitusi masing-masing korban yang dibebankan kepada pelaku, sesuai mandat Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.

    “Restitusi adalah hak anak sebagai korban. Nilainya akan dihitung berdasarkan kerugian nyata yang dialami, termasuk biaya medis, psikologis, serta penderitaan yang dialami oleh korban,” katanya.

    “Dalam perkara pelaku anak, restitusi dapat dibayarkan oleh pihak ketiga sesuai ketentuan hukum. Fokus LPSK adalah memastikan hak itu diterima oleh setiap anak korban,” imbuh dia.

  • Mabes Polri Ungkap Aksi Ledakan SMAN 72 Jakarta Didasari Motif Perundungan

    Mabes Polri Ungkap Aksi Ledakan SMAN 72 Jakarta Didasari Motif Perundungan

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri menyampaikan pelaku dalam peristiwa ledakan SMAN 72 Jakarta menjadi korban perundungan atau bullying dari rekannya.

    Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan aksi pelaku yang saat ini berstatus anak berkonflik hukum (ABH) itu tidak berkaitan dengan jaringan teroris.

    “Di mana pelaku melakukan aksi karena menjadi korban bullying dari rekannya,” ujar Trunoyudo di Mabes Polri, Selasa (18/11/2025).

    Dia menambahkan, tindakan pelaku dalam melancarkan aksinya itu karena didorong aksi balas dendam dengan meniru perilaku kekerasan ekstrem di luar negeri.

    Meskipun begitu, Trunoyudo memastikan bahwa pelaku ini tidak terpapar radikalisme atau salah satu paham ideologi terorisme tertentu.

    “Meniru pelaku penembakan massal di luar negeri sebagai metode untuk melakukan aksi balas dendam dan bukan melakukan aksi karena keyakinan atas salah satu paham atau ideologi,” imbuhnya.

    Sementara itu, Mabes Polri juga telah mengeluarkan empat rekomendasi untuk menjadi bahan evaluasi perkara SMAN 72. Misalnya, mengkaji regulasi terkait pembatasan dan pengawasan pemanfaatan media sosial untuk anak di bawah umur.

    Selanjutnya, pembentukan tim terpadu, lintas kementerian atau lembaga untuk deteksi dini, edukasi, intervensi pencegahan, penegakan hukum, pendampingan psikologis, serta pengawasan pasca intervensi.

    Ketiga, penyusunan standar operasi prosedur teknis bagi seluruh stakeholder agar penanganan dilakukan secara cepat, seragam, dan sesuai pada mandat dan tupoksi pada masing-masing institusi.

    Terakhir, meminta agar seluruh elemen masyarakat, baik orang tua, guru, dan semua pihak, bahkan seluruh stakeholder, peduli terhadap fenomena ini agar dapat terus serta dalam menghentikan mata rantai rekrutmen online tersebut.

    “Polri menegaskan komitmen untuk melindungi anak-anak Indonesia, beserta seluruh kementerian dan lembaga, dan BNPT, KPAI, dan LPSK, serta seluruh kementerian stakeholder terkait, terhadap dari ancaman radikalisasi eksploitasi ideologi maupun kekerasan digital untuk melindungi anak-anak Indonesia,” pungkas Trunoyudo.

  • Rekomendasi Polri untuk Jauhkan Anak dan Pelajar dari Rekrutmen Jaringan Teroris

    Rekomendasi Polri untuk Jauhkan Anak dan Pelajar dari Rekrutmen Jaringan Teroris

    Liputan6.com, Jakarta – Polri merekomendasikan empat langkah utama dalam rangka menjauhkan anak dan pelajar dari upaya rekrutmen jaringan terorisme. Terlebih, Tim Densus 88 Antiteror Polri mengungkapkan sebanyak lebih dari 110 anak direkrut jaringan terorisme sepanjang tahun 2025.

    Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko memaparkan, rekomendasi yang pertama adalah kajian regulasi terkait pembatasan dan pengawasan kemanfaatan media sosial untuk anak di bawah umur.

    “Kedua, pembentukan tim terpadu lintas kementerian atau lembaga untuk deteksi dini, edukasi, intervensi pencegahan, penegakan hukum, pendampingan psikologis, serta pengawasan pasca intervensi,” tutur Trunoyudo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025).

    Kemudian rekomendasi yang ketiga adalah penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan teknis bagi seluruh stakeholder, agar penanganannya dapat dilakukan secara cepat, seragam, serta sesuai dengan mandat dan tupoksi masing-masing institusi.

    Sementara yang kempat, lanjut Trunoyudo, meminta agar seluruh elemen masyarakat, baik orang tua, guru, dan seluruh pihak terkait lainnya untuk lebih peduli terhadap fenomena rekrutmen jaringan terorisme yang mengincar anak dan pelajar, demi memutus mata rantainya.

    “Polri menegaskan komitmen untuk melindungi anak-anak Indonesia, beserta seluruh kementerian dan lembaga, dan BNPT, KPAI, dan LPSK, serta seluruh kementerian stakeholder terkait, terhadap dari ancaman radikalisasi eksploitasi ideologi maupun kekerasan digital untuk melindungi anak-anak Indonesia, serta terus bekerja sama dengan seluruh unsur-unsur pemerintah serta masyarakat,” jelas dia.

  • Polda Metro Jaya Gelar Rekonstruksi Penculikan dan Pembunuhan Kacab BRI

    Polda Metro Jaya Gelar Rekonstruksi Penculikan dan Pembunuhan Kacab BRI

    Bisnis.com, JAKARTA — Polda Metro Jaya menggelar reka ulang adegan atau rekonstruksi kasus penculikan berujung pembunuhan Kepala KCP Bank BRI di Jakarta Pusat, MIP (37). 

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto mengatakan rekonstruksi ini dilakukan oleh Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya dengan menghadirkan sejumlah tersangka dalam perkara ini.

    “Betul, rekonstruksi perkara pembunuhan Kepala Cabang BRI digelar oleh Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya,” kata Budi saat dikonfirmasi Selasa (17/11/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, rekonstruksi berlangsung terbuka oleh banyak pihak. Tak hanya polisi, Polisi Militer (PM), Kejaksaan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta keluarga korban turut dihadirkan.

    Satu persatu adegan pun dilakukan ulang oleh 15 tersangka berinisial K, DH, AAM, JP, E, REH, JRS, AT, EWB, MU, DSD, AW, EWH, RS, dan AS. Kemudian, dua oknum prajurit TNI Kopda FH dan Serka N. Adegan yang direkonstruksi ulang itu seperti pertemuan di kafe yang membahas rencana penculikan.

    Selanjutnya adegan penyerahan data-data pribadi korban sebelum penculikan hingga adanya penyerahan uang di antara para tersangka sebesar Rp30 juta diperlihatkan dalam rekonstruksi ini.

    “Kemudian Dwi Hartono mengambil uang di ATM dan menyerahkan uang ke Johanes Joko sebesar Rp30 juta sebagai dana operasional penculikan,” tutur penyidik.

    Selain itu, adegan penculikan di parkiran Lotte Grosir Pasar Rebo, Jakarta Timur pada (20/8/2025) juga diperlihatkan dalam rekonstruksi ini.

    Setelah diculik, Kopda FH menghubungi JP untuk menanyakan tim penjemputan. Namun, tim penjemputan itu tak kunjung datang. Alhasil, Kopda FH sempat melakukan pengancaman terhadap JP apabila tak ada penjemputan maka korban bakal diturunkan di tengah jalan.

    Setelah itu, JP langsung turun langsung untuk melakukan penjemputan bersama dengan Serka N dengan membawa Fortuner. Korban kemudian dialihkan ke mobil Fortuner. 

    Di dalam Fortuner, korban juga mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku. Di perjalanan, Kacab BRI ternyata sempat melakukan perlawanan. Namun, Serka N ikut menahan korban agar tidak memberontak. 

    Singkatnya, korban telah terkapar lemas, sementara tim penjemputan tak kunjung datang. Akhirnya, JP dan Serka N telah sepakat untuk meninggalkan korban di area sawah di Desa Nagasari, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi.

    Sekadar informasi, motif pelaku melakukan penculikan ini berkaitan dengan pemindahan uang dari rekening dormant yang berisi miliaran rupiah ke rekening penampungan. Ilham menjadi target karena Dwi Hartono memperoleh kartu nama MIP dari rekannya.

  • Kebakaran Rumah Hakim PN Medan Dinilai Janggal, LPSK Siap Beri Perlindungan

    Kebakaran Rumah Hakim PN Medan Dinilai Janggal, LPSK Siap Beri Perlindungan

    Rumah milik Hakim PN Medan Khomazaro Waruwu di kawasan Jalan Menteng VII, Medan, dilaporkan hangus terbakar pada Kamis malam (6/11/2025).

    Sejumlah pihak menilai kebakaran ini janggal, terutama karena posisi Khomazaro yang dikenal menangani sejumlah perkara besar di PN Medan.

    Hingga kini, aparat kepolisian masih menyelidiki penyebab kebakaran tersebut. Namun dugaan bahwa insiden ini bukan sekadar musibah biasa mulai mencuat, terutama setelah muncul indikasi adanya tekanan atau ancaman yang dialami korban sebelum peristiwa itu terjadi.

    LPSK menegaskan akan terus memantau perkembangan kasus ini, sembari menunggu hasil investigasi resmi dari kepolisian.

    “Kami butuh waktu untuk bisa berkomunikasi langsung dengan Pak Hakim, tapi prinsipnya LPSK siap memberikan perlindungan penuh jika memang ada indikasi ancaman serius terhadap beliau,” tandasnya.

  • Fakta-fakta Kerangka di Gedung Kwitang Teridentifikasi 2 Orang yang Hilang

    Fakta-fakta Kerangka di Gedung Kwitang Teridentifikasi 2 Orang yang Hilang

    Jakarta

    Teka-teki penemuan kerangka manusia di gedung Kwitang, Jakarta Pusat, akhirnya terjawab sudah. Keduanya teridentifikasi sebagai orang yang hilang pada saat terjadi kerusuhan Jakarta, Agustus 2025 lalu.

    Tim DVI Mabes Polri telah menyampaikan hasil pemeriksaan deoxyribonucleic acid (DNA), pada Jumat, 7 November 2025. Hasilnya, dua kerangka tersebut identik dengan M Farhan Hamid dan Reno Syahputeradewo yang sempat dilaporkan hilang sekitar dua bulan yang lalu.

    Sebagai informasi, gedung ACC di Kwitang, Jakarta Pusat, terbakar saat terjadinya kerusuhan pada Agustus 2025. Kerangka manusia itu sendiri baru ditemukan pada Kamis, 30 Oktober 2025.

    Di sisi lain, laporan KontraS menyebutkan ada 44 orang hilang. Namun, setelah dicari tahu, ternyata 40 orang di antaranya diamankan polisi karena diduga terlibat kerusuhan pada Agustus lalu.

    Setelah keberadaan 40 orang itu sudah jelas, polisi memfokuskan pencarian kepada empat orang sisanya bernama Eko, Bima, Farhan, dan Reno.
    Singkat cerita, keberadaan Eko dan Bima sudah ditemukan, tinggal Farhan dan Reno yang belum.

    Kembali lagi ke penemuan kerangka. Ini dilaporkan pada Kamis, 30 Oktober 2025, saat pemilik gedung akan melakukan renovasi setelah bangunan lama terbengkalai karena insiden kebakaran.

    Dua kerangka manusia ini ditemukan dalam kondisi tertimbun plafon. Polisi melakukan saat itu olah tempat kejadian perkara (TKP) dan membawa kedua jenazah ke RS Polri Kramat Jati untuk identifikasi. Berikut rangkuman selengkapnya.

    1. Identitas Dua Kerangka Adalah Farhan dan Reno

    Polisi mengumumkan hasil tes DNA terhadap dua kerangka yang ditemukan dalam gedung di Kwitang, Jakarta Pusat, yang terbakar pada akhir Agustus lalu. Polisi mengatakan dua kerangka itu identik dengan DNA dari dua keluarga orang yang hilang usai kericuhan akhir Agustus.

    Karo Labdokkes Polri, Brigjen Sumy Hastry Purwanti mengatakan kerangka itu diterima dalam dua kantong jenazah. Yakni, kantong jenazah 0080 dan 0081.

    Pemeriksaan kemudian dilakukan terhadap gigi dan sampel DNA. Hasilnya, kerangka itu identik dengan sampel keluarga dari dua orang yang hilang, yakni M Farhan Hamid dan Reno Syahputeradewo.

    “Nomor posmortem 0080 cocok dengan antemortem 002 sehingga teridentifikasi sebagai Reno Syahputeradewo anak biologis dari Bapak Muhammad Yasin,” kata Karo Labdokkes Polri, Brigjen Sumy Hastry Purwanti dalam konferensi pers di RS Polri, Jakarta Timur, Jumat (7/11/2025).

    “Nomor posmortem 0081 cocok dengan antemortem 001 sehingga teridentifikasi sebagai Muhammad Farhan Hamid anak biologis dari Bapak Hamidi,” sambungnya.

    2. Tak Ada Tanda-tanda Kekerasan

    Polri memastikan penyebab kematian Reno Syahputrodewo dan Muhammad Farhan Hamid, yang sempat dinyatakan hilang dan ditemukan tewas di gedung yang terbakar di Kwitang, Jakarta Pusat, adalah terbakar. Polri mengatakan tidak ditemukan adanya tanda kekerasan pada sisa kerangka Reno dan Farhan.

    “Dari pemeriksaan, itu memang ada beberapa tulang yang kita periksa dari tulang tengkorak, tulang panjang, dan tulang yang masih kita lihat, tulang panggul, memang di situ itu tidak ada kekerasan tumpul (seperti) bukti dia cedera atau terjatuh atau jatuh. Jadi memang kelihatan kalau dari sisa-sisanya organ dalamnya karena terbakar,” ujar Karo Labdokkes Polri, Brigjen Sumy Hastry Purwanti, di RS Polri, Jakarta Timur, Jumat (7/11).

    Sumy memastikan penyebab Reno dan Farhan tewas adalah terbakar. Dia mengatakan sisa kerangka dan organ yang diidentifikasi menunjukkan penyebab kematian mereka adalah terbakar.

    “Sehingga kami bisa menulis sebab kematiannya karena terbakar. Dan yang kedua, memang tidak ditemukan lengkap, sisa sisa organ dalam yang terbakar dengan beberapa tulang tidak signifikan bisa dinilai kekerasannya, sehingga kami juga tidak bisa menulis sebab kematian dua, karena hanya sisa sisa organ dalam yang terbakar,” imbuhnya.

    3. Farhan Sempat Gadaikan HP Sebelum Kerusuhan

    Sementara itu, Wadirkrimum Polda Metro Jaya AKBP Putu Kholis Aryana mengungkapkan proses pencarian Farhan dan Reno yang dilaporkan oleh KontraS. Diketahu, pada saat pencarian tersebut, Farhan telah menggadaikan ponselnya.

    “Kemudian periodisasi tanggal 23-29 September, tim sudah mulai menganalisis pengumpulan hasil penelusuran komunikasi dan digital Saudara Farhan tanggal 3 sampai 23 September, dengan hasil kita temukan fakta bahwa Saudara Farhan telah menggadaikan handphone-nya di daerah Jakarta Utara sebelum periodisasi kerusuhan terjadi,” kata Putu.

    Pihaknya juga memeriksa keluarga, saksi, dan teman Farhan dan Reno untuk mengonfirmasi keberadaan keduanya pada akhir Agustus tersebut. Kemudian polisi menyimpulkan keduanya berada di Kwitang pada akhir Agustus lalu.

    “Kami juga mengumpulkan dan membahas hasil permintaan keterangan hasil penelusuran keluarga, teman, saksi, dan penelusuran jejak aktivitas dan saudara Reno. Kami berkesimpulan bahwa Saudara Farhan dan Saudara Reno terakhir terlihat di tanggal 29 Agustus 2025 di sekitar daerah Kwitang,” katanya.

    4. Penyebab Kerangka Baru Ditemukan 2 Bulan Usai Kebakaran

    Gedung di Kwitang itu terbakar pada 29 Agustus silam saat kerusuhan di Jakarta. Pada hari yang sama, Reno dan Farhan dilaporkan telah hilang. Kerangka keduanya lalu baru ditemukan di dalam gedung yang terbakar di Kwitang pada 30 Oktober.

    Kasat Reskrim Jakpus AKBP Roby Saputra mengatakan Polres Metro Jakarta Pusat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi gedung terbakar di Kwitang pada 2 September. Dia menyebut pihaknya tidak menemukan adanya jasad atau kerangka Reno dan Farhan karena kondisi bangunan yang sudah dipenuhi oleh puing-puing.

    “Kita sudah cek secara menyeluruh seluruh gedung, namun kita memang tidak melihat dan mencium karena di lokasi tersebut itu bercampur dengan puing-puing sisa kebakaran. Jadi tidak ada sama sekali yang menandakan ada korban kebakaran pada saat itu,” kata Robby di RS Polri, Jakarta, Jumat (7/11).

    Tim dari Puslabfor Polri juga melakukan olah TKP di gedung pada 19 September. Namun olah TKP itu juga tidak menemukan adanya kerangka dari kedua korban.

    “Karena memang kondisinya kalau kebakaran kalau daging terbakar itu sama dengan bau kayu terbakar kalau kebakar yang full menyeluruh,” katanya.

    Dia menyebut pihak sekuriti gedung juga telah rutin melakukan patroli di sekitar area yang terbakar. Namun kondisi gedung yang hangus terbakar juga membuat para sekuriti internal tidak menemukan adanya kerangka dari Reno dan Farhan.

    “Jadi kenapa bisa lama tidak ditemukan karena dari mulai terbakar sampai ditemukan di lokasi tersebut tidak ada kegiatan yang membersihkan puing-puing atau membuka tumpukan-tumpukan yang kemudian ditemukan jenazah tersebut,” tutur Robby.

    5. Awal Mula Temuan Kerangka Manusia

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto menjelaskan bahwa pascakerusuhan tersebut, penyidik Polres Metro Jakarta Pusat menetapkan status quo dengan memasang police line di gedung tersebut. Pemasangan police line dilakukan untuk mencari tahu sumber api penyebab gedung terbakar.

    “Jadi pascakerusuhan, karena gedung ini termasuk menjadi sasaran yang dibakar, sehingga setelah terjadi kerusuhan, di-police line untuk menjadi status quo, cari asal titik api,” jelas Kombes Budi Hermanto di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (7/11/2025).

    Police line tersebut terpasang hingga tim Labfor selesai melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) pada 19 September. Penyidik baru melepas police line tersebut setelah ada permintaan dari pemilik gedung.

    “Sampai tanggal 19 (September), pihak pemilik gedung mengajukan untuk dilakukan inspeksi mencari titik api, dan tanggal 20 September itu ada permohonan untuk dibuka police line,” katanya.

    Penyidik Polres Metro Jakarta Pusat saat itu memberikan izin untuk pemilik gedung membuka police line, mengingat kebutuhan penyelidikan pencarian penyebab kebakaran sudah didapatkan.

    “Pihak penyidik Polres Jakarta Pusat memberikan izin untuk melepas police line, karena mengingat kebutuhan proses penyidikan di dalam menemukan titik api penyebab kebakaran sudah ditemukan,” ungkapnya.

    “Selanjutnya pihak pemilik gedung mencoba melakukan perbaikan terhadap gedung, mungkin melalui lelang tim inspeksi survei kelayakan apakah gedung bisa direnovasi dengan kondisi saat ini atau dirobohkan,” ungkapnya.

    6. Keluarga Menangis Dengar Hasil Pengumuman

    Keluarga Muhammad Farhan Hamid dan Reno Syahputra Dewo menangis saat mendengar pengumuman hasil tes DNA dua kerangka yang ditemukan di Gedung ACC, Kwitang, Jakarta Pusat. Mereka menangis saat mendengar dua kerangka itu identik dengan Farhan dan Reno.

    Kakak kandung Farhan, Abraham, menangis saat nama adiknya disebut sebagai salah satu korban. Sejumlah kerabat kemudian mengajak Abraham ke ruangan lain dan menenangkannya.

    Kakak sepupu Reno, Dani Aji Nagara, juga menangis saat mendengar pengumuman hasil tes DNA itu. Dia mengaku syok mendengar sepupunya menjadi korban.

    “Kita lebih ke arah syok sih. Kita mau ngapain nih habis ini. Kalau untuk janggal kayaknya nggak sih,” kata Dani di RS Polri, Jakarta Timur, Jumat (7/11/2025).

    7. Timeline Penemuan Kerangka Manusia

    Berikut timeline pencarian Farhan dan Reno:

    23 September

    Tim kepolisian melakukan analisis komunikasi Farhan, dari hasil penelusuran komunikasi dan digital, Farhan periode 3-23 September ditemukan fakta Farhan telah menggadaikan handphone-nya di daerah Jakarta Utara sebelum periodesasi kerusuhan terjadi, kemudian kami membahas hasil penelusuran, keluarga, teman, serta penelusuran jejak aktivitas Farhan dan Reno.

    “Tim berkesimpulan Farhan dan Reno terakhir terlihat di 29 Agustus 2025 sekitar daerah Kwitang, penelusuran ini kami kumpulkan dari keterangan saksi-saksi mulai dari Jakarta-Surabaya, mengapa Surabaya karena keluarga besar Reno Syahputrodewo berdomisili di Kota Surabaya,” kata Putu.

    13 Oktober

    Tim KontraS dan Polda Metro Jaya bertemu kembali membahas pencarian orang hilang dan penyidikan klaster kerusuhan.

    20 Oktober

    Tim KontraS menyarankan Polda Metro melakukan penelusuran di lokasi dari hasil penelusuran Polda Metro.

    24 Oktober

    Polda Metro Jaya melaporkan kepada Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman, hingga LPSK dan menjelaskan langkah-langkah yang sudah dilakukan Polda Metro dalam mencari orang hilang pascakerusuhan.

    30 Oktober

    Polda Metro Jaya menerima laporan dari Polres Jakpus ketika tim inspeksi memeriksa gedung, berawal dari bau yang tercium di sekitar ruangan ditemukan dua kerangka tertutup puing-puing reruntuhan plafon dan barang-barang.

    30-31 Oktober

    Polda Metro Jaya mengambil sampel DNA Farhan dan Reno. Polda Metro Jaya memprioritaskan pengambilan sampel Farhan dan Reno karena keduanya belum ditemukan saat itu.

    1-4 November

    Tim orang hilang Polda Metro Jaya mulai menambahkan keterangan saksi-saksi terkait penemuan kerangka. Pada Selasa (4/11) malam, Polda Metro menerima surat resmi hasil tes DNA dari tim kedokteran dan forensik.

    5 November

    Polda Metro bertemu kembali membahas hasil tes DNA yang sudah disampaikan penyidik, mengapa dengan tim KontraS, karena tim KontraS pendamping keluarga Saudara Farhan dan Reno.

    6 November

    Polda Metro Jaya bertemu langsung tim forensik untuk membahas hasil-hasil spesifik dan teknis isi laporan lengkap tes DNA.

    Halaman 2 dari 5

    (mea/mea)

  • Ini kronologi lengkap temuan-identifikasi kerangka manusia di Kwitang

    Ini kronologi lengkap temuan-identifikasi kerangka manusia di Kwitang

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya memaparkan secara runtut proses panjang pencarian dua orang yang dilaporkan hilang sejak kerusuhan akhir Agustus 2025 di Kwitang, Jakarta Pusat, hingga akhirnya ditemukan dua kerangka manusia pada salah satu gedung di kawasan tersebut akhir Oktober.

    “Upaya pencarian kami lakukan secara intensif dan terbuka. Kami bekerja sama dengan posko orang hilang yang juga dibentuk oleh rekan-rekan di KontraS,” kata Wadirreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Putu Kholis Aryana dalam konferensi pers di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat.

    Putu menjelaskan, penelusuran kasus ini dilakukan sejak awal September dengan menggandeng sejumlah lembaga seperti Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KonstraS), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komnas Perempuan dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    25–31 Agustus 2025

    Menurut Putu, peristiwa ini berawal dari rangkaian unjuk rasa besar-besaran yang terjadi di Jakarta pada 25–31 Agustus 2025. Aksi tersebut berujung pada kerusuhan di sejumlah titik, termasuk kawasan Kwitang, Jakarta Pusat.

    “Pada 29 Agustus, kantor ACC yang berada di daerah Kwitang diliburkan karena terjadi pembakaran dan penjarahan,” ujar Putu.

    Setelah situasi mulai kondusif, kepolisian menerima laporan adanya sejumlah orang yang belum kembali ke rumah.

    1 September 2025

    Lalu, pada 1 September 2025 KontraS menyerahkan data orang yang belum terkonfirmasi keberadaannya pasca kerusuhan. Data tersebut menjadi dasar bagi tim Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk melakukan pencarian.

    “Kami memeriksa satu per satu laporan orang hilang yang disampaikan oleh masyarakat kepada KontraS,” ucap Putu.

    2–10 September 2025

    Selama 2-10 September 2025, hasil verifikasi awal menunjukkan dari 44 nama yang dilaporkan hilang, sebanyak 40 orang berhasil ditemukan dan telah kembali ke keluarga masing-masing.

    “Sebagian hanya kami mintai keterangan karena berada di sekitar lokasi saat unjuk rasa. Ada juga yang sedang menjalani proses hukum,” kata Putu.

    Empat nama yang belum ditemukan kemudian menjadi fokus pencarian yakni Eko, Bima, Farhan dan Reno.

    12 September 2025

    Kapolda Metro Jaya memutuskan membentuk Posko Orang Hilang di lingkungan Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada 12 September 2025.

    Tim gabungan ini terdiri atas unsur Humas, Propam, Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda), Ditreskrimum, Ditreskrimsus dan jajaran 13 Polres wilayah hukum Polda Metro Jaya.

    “Posko ini fokus mencari empat orang yang belum ditemukan sampai dengan tanggal 12 September,” ucap Putu.

    17–18 September 2025

    Lima hari setelah posko beroperasi, tim gabungan bersama KontraS berhasil menemukan keberadaan dua orang, yakni Eko di Kalimantan Tengah dan Bima di Jawa Timur.

    “Temuan ini kami umumkan kepada media pada 18 September 2025,” ucap Putu.

    23–29 September 2025

    Selama 23-29 September 2025, tim penyidik mulai menganalisis data komunikasi dan digital milik Farhan.

    Hasilnya, menunjukkan bahwa Farhan sempat menggadaikan telepon genggamnya di kawasan Jakarta Utara sebelum kerusuhan terjadi.

    Selain itu, penyidik juga mengumpulkan keterangan keluarga, teman dan saksi yang terakhir melihat Farhan dan Reno.

    “Kami menemukan kesamaan informasi bahwa keduanya terakhir terlihat pada 29 Agustus 2025 di daerah Kwitang,” ungkap Putu.

    1 Oktober 2025

    Pada 1 Oktober, tim KontraS dan tim orang hilang Polda Metro Jaya menggelar pertemuan untuk menyinkronkan informasi dan membahas perkembangan pencarian.

    “Kami sepakat untuk terus bertukar informasi dan menjaga kenyamanan keluarga dalam proses permintaan keterangan,” jelas Putu.

    Masukan dari KontraS agar pemeriksaan terhadap keluarga dilakukan dengan lebih manusiawi dan berwaktu untuk langsung ditindaklanjuti oleh tim penyidik.

    13–24 Oktober 2025

    Pertemuan lanjutan digelar pada 13 Oktober untuk membahas perkembangan penyidikan pasca kerusuhan.

    Polda Metro Jaya juga memaparkan langkah-langkah pencarian di hadapan Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Komnas Disabilitas, Ombudsman RI dan LPSK.

    “Lembaga-lembaga ini memberikan masukan penting mengenai perlindungan hak keluarga korban selama proses pencarian,” ucap Putu.

    30 Oktober 2025

    Putu menyebut, pada 30 Oktober inilah ketika tim inspeksi melapor ke Polres Metro Jakarta Pusat setelah mencium bau menyengat dari lantai dua gedung mereka di kawasan Kwitang.

    “Saat diperiksa, ditemukan dua kerangka manusia di ruang ‘underwriting room’ yang tertutup puing-puing plafon dan reruntuhan barang,” ujar Putu.

    Tim penyidik segera melakukan olah TKP dan mengambil sampel DNA, dengan prioritas pada keluarga Farhan dan Reno karena lokasi penemuan berdekatan dengan tempat terakhir keduanya terlihat.

    31 Oktober-4 November 2025

    Setelah temuan itu, tim Polda Metro Jaya berkoordinasi dengan tim kedokteran forensik RS Polri untuk pemeriksaan DNA. Pada malam 4 November 2025, hasil tes DNA diterima oleh penyidik.

    “Proses pengujian dilakukan cepat dan hati-hati. Kami langsung berkoordinasi dengan KontraS yang mendampingi keluarga,” kata Putu.

    5–6 November 2025

    Keesokan harinya pada 5 November, Polda Metro Jaya menggelar pertemuan dengan KontraS untuk membahas hasil tes DNA. Tim forensik RS Polri kemudian memberikan penjelasan teknis terkait temuan tersebut pada 6 November.

    “Hasil resmi sudah kami terima dan kami sampaikan kepada keluarga dengan didampingi KontraS,” kata Putu.

    Polda Metro Jaya akhirnya menggelar konferensi pers pada Jumat ini untuk menjelaskan hasil penyelidikan secara terbuka kepada publik.

    ‘Dengan keluarnya hasil DNA ini, pekerjaan kami dalam tahap pencarian selesai. Namun, kami akan tetap memberikan perhatian dan pendampingan penuh bagi keluarga almarhum Farhan dan Reno,” tegas Putu.

    Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati mengungkapkan dua kerangka manusia yang ditemukan di Gedung ACC Kwitang, Jakarta Pusat, yang sebelumnya dilaporkan hilang saat peristiwa kerusuhan pada akhir Agustus 2025 merupakan Reno Syahputra Dewo dan Muhammad Farhan.

    Karo Labdokkes Polri Brigjen Sumy Hastry Purwanti mengatakan, kerangka itu diterima dalam dua kantong jenazah yakni, kantong jenazah 0080 dan 0081.

    “Nomor posmortem 0080 cocok dengan antemortem 002 sehingga teridentifikasi sebagai Reno Syahputeradewo anak biologis dari Bapak Muhammad Yasin,” kata Sumy Hastry Purwanti dalam konferensi pers di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

    Sedangkan nomor posmortem 0081 cocok dengan antemortem 001 sehingga teridentifikasi sebagai Muhammad Farhan Hamid anak biologis dari Bapak Hamidi.

    Sumy menjelaskan, hasil pemeriksaan sekunder melalui analisis tulang tengkorak dan panggul yang menunjukkan bahwa kedua kerangka tersebut berjenis kelamin laki-laki.

    Selain itu, identifikasi terhadap kerangka lainnya juga dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa perhiasan kalung dan kepala ikat pinggang, serta pemeriksaan primer DNA dari tulang.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dokter Priguna Divonis 11 Tahun Penjara, Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual ke Pasien RSHS Bandung

    Dokter Priguna Divonis 11 Tahun Penjara, Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual ke Pasien RSHS Bandung

    Liputan6.com, Jakarta Terdakwa kasus tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) dokter residen Priguna Anugerah Pratama divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 100 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Hakim menilai terdakwa telah terbukti melakukan TPKS terhadap korbannya di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Vonis dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan dengan didampingi dua anggota yaitu, Sri Senaningsih dan juga Zulfikar Siregar. Sementara Priguna tertunduk di kursi pesakitan dengan mengenakan kemeja putih, celana hitam, mendengarkan putusan hakim.

    “Mengadili, menyatakan, saudara Priguna telah terbukti secara sah dan menyakinkan telah melakukan pidana kekerasan seksual. Menjatuhkan pidana selama 11 tahun dan denda Rp 100 juta, dengan ketentuan bila tidak bisa membayarkannya diganti dengan hukuman penjara tiga bulan,” kata Hakim Ketua sekaligus Ketua PN Bandung Lingga Setiawan, Rabu (5/11/2025).

    Selain pidana pokok, jaksa juga menuntut terdakwa membayar restitusi atau uang ganti rugi kepada ketiga korban dengan total Rp 137 juta lebih. Adapun total korban dari kasus ini ada sebanyak tiga orang dengan rincian korban FH senilai Rp 79.429.000, Rp 49.810.000 untuk korban NK, dan sebesar Rp 8.640.000 untuk korban FPA.

    Pidana tambahan ini dibebankan kepada terdakwa berdasarkan perhitungan LPSK dengan Nomor: R-3632/4.1.IP/LPSK/06/2025 tanggal 18 Juni 2025. Hakim pun mengabulkan tuntutan tersebut dengan membebankan restitusi kepada terdakwa.

    “Sehingga total restitusi yang perlu dibayarkan adalah Rp 137.879.000, (seratus tiga puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah),” kata Lingga.

    Kuasa Hukum Priguna Anugerah Pratama, Aldi Rangga mengaku pihaknya akan melakukan pikir-pikir dengan diberikan waktu selama sepekan terkait putusan ini. Meski sempat mengajukan fakta-fakta yang meringankan terdakwa saat pledoi, namun dia kembalikan keputusan kepada hakim.

    “Terkait putusan kami menilai masih kurang tepat. Tapi, apapun itu harus dihargai dan hormati. Dalam pleidoi, kami sempat sampaikan beberapa fakta hukum yang kami anggap dapat meringankan terdakwa. Namun, soal putusan kembali lagi ke hakim,” kata Aldi.

    Sebelumnya, jaksa menuntut Priguna dengan 11 tahun penjara sesuai dengan Pasal 6 huruf c Juncto Pasal 15 ayat (1) huruf b, huruf e dan huruf j Juncto Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    “Terdakwa PAP (dituntut) selama 11 tahun dikurangi dengan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dengan perintah agar tetap ditahan, dan denda Sebesar Rp100 juta, dengan ketentuan apabila dengan tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama enam bulan,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Sri Nurcahyawijaya, beberapa waktu lalu.

    Jaksa penuntut memberikan pidana tambahan yang mana Priguna diminta untuk membayar restitusi berdasarkan perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan Nomor: R-3632/4.1.IP/LPSK/06/2025 tanggal 18 Juni 2025 total keseluruhan sebesar Rp 137.879.000.

    Restitusi ini nantinya diberikan kepada para korban tiga orang korban, pertama Rp 79.429.000, korban kedua Rp 49.810.000, dan korban ketiga Rp 8.640.000.

    “Apabila restitusi tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama enam bulan,” ucap Cahya.