Kementrian Lembaga: LPSK

  • Tak Sampai 10 Menit Ditinggal Ibunya Belanja, Bayi 2 Bulan Sudah Tewas, Diduga Dibunuh sang Ayah – Halaman all

    Tak Sampai 10 Menit Ditinggal Ibunya Belanja, Bayi 2 Bulan Sudah Tewas, Diduga Dibunuh sang Ayah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang bayi berusia dua bulan, berinisial AN, diduga dibunuh ayahnya sendiri, Brigadir AK, Anggota Direktorat Intelijen Keamanan (Ditintelkam) Polda Jawa Tengah.

    Ibu korban, DJP (24), menceritakan detik-detik anaknya meninggal dunia.

    Alif Abdurrahman, kuasa hukum DJP, mengatakan kejadian ini bermula ketika kliennya bersama Brigadir AK dan bayinya pergi berbelanja di Pasar Peterongan, Semarang Selatan, Kota Semarang, Minggu (2/3/2025), untuk berbelanja.

    DJP pun akhirnya turun dan mulai berbelanja selama kurang lebih 10 menit.

    Anaknya yang berinisial AN itu pun ia tinggal bersama dengan Brigadir AK di dalam mobil.

    Saat DJP kembali, ia syok melihat anaknya sudah dalam kondisi bibir membiru dan tak sadarkan diri.

    DJP mencoba menepuk-nepuk anaknya, namun tak merespons.

    Brigadir AK juga sempat memberi pengakuan, bayinya sempat muntah dan tersedak.

    “Si ibu kan curiga kalau kesedak kenapa tidak telepon dirinya malah kasih tahu di dalam mobil.”

    “Di tengah rasa curiga itu, si Ibu langsung  ke RS Roemani untuk mendapatkan pertolongan,” beber Alif, Selasa (11/3/2025), dikutip dari TribunJateng.com.

    Korban sempat dirawat di rumah sakit hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia pada Rabu (3/3/2025).

    “Menurut keterangan yang kami dapat penyebabnya adalah gagal pernapasan. Lalu pada 3 Maret juga di malam harinya, segera anak ini dimakamkan di Purbalingga. Tempat asal Brigadir AK berdomisili,” paparnya.

    Hingga anaknya dimakamkan, DPJ masih memendam kecurigaannya.

    Kecurigaannya pun mulai bertambah ketika Brigadir AK tiba-tiba hilang

    “Brigadir AK ini tiba-tiba kabur semacam menghilangkan jejak. Menunjukkan gelagat-gelagat mencurigakan, susah dihubungi dan mungkin tidak nyaman dengan dengan hasil perbuatannya itu,” ungkapnya.

    Karena tak ada kabar setelah kejadian tersebut, DJP pun melaporkan kasus ini ke Polda Jateng.

    “Dua hari kemudian pada tanggal 7 Maret 2025 penyidik Polda Jawa Tengah melakukan ekshumasi,” ujarnya.

    Istri Dapat Intimidasi

    DJP sempat mendapatkan intervensi secara verbal supaya tak melanjutkan kasus ini ke polisi.

    Demikian yang diungkapkan pengacara DJP lainnya, Amal Lutfiansyah.

    “Intimidasi ini agar korban tidak speak up, supaya kasusnya tidak lanjut lalu pilih jalan damai,” katanya di Kota Semarang, Selasa.

    Pihaknya kini mengupayakan supaya kliennya, DJP, diberi perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    “Oleh itulah kami menggandeng LPSK terkait dengan keselamatan dan keamanan dari klien kami,” ujarnya.

    Amal juga meminta Polda Jateng untuk transparan dalam menangani kasus ini.

    “Kami menilai kasus ini sangat  ironi dan sangat tragis sehingga sebagai masyarakat mencari keadilan berhak untuk mendapatkan segala informasi terkait tentang penanganan perkara ini,” pungkasnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Kronologi Bayi Tewas Diduga Dicekik Anggota Polda Jateng, Ternyata Cuma Ditinggal Ibu 10 Menit

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJateng.com, Iwan Arifianto)

  • Tak Sampai 10 Menit Ditinggal Ibunya Belanja, Bayi 2 Bulan Sudah Tewas, Diduga Dibunuh sang Ayah – Halaman all

    Ibu yang Bayinya Tewas Diduga Dibunuh Brigadir AK Sempat Diintimidasi dan Diminta Damai – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Bayi berusia dua bulan, AN, diduga dibunuh oleh ayahnya sendiri yang merupakan seorang anggota polisi berinisial Brigadir AK.

    Ibu korban DJP pun melaporkan AK ke polisi dan kini pelaku telah diamankan.

    Meski begitu, DJP sempat mendapatkan intervensi secara verbal supaya tak melanjutkan kasus ini ke polisi.

    Demikian yang diungkapkan pengacara DJP, Amal Lutfiansyah.

    “Intimidasi ini agar korban tidak speak up, supaya kasusnya tidak lanjut lalu pilih jalan damai,” katanya di Kota Semarang, Selasa (11/3/2025).

    Mengutip TribunJateng.com, pihaknya kini mengupayakan supaya kliennya, DJP, diberi perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    “Oleh itulah kami menggandeng LPSK terkait dengan keselamatan dan keamanan dari klien kami,” ujarnya.

    Amal juga meminta Polda Jateng untuk transparan dalam menangani kasus ini.

    “Kami menilai kasus ini sangat  ironi dan sangat tragis sehingga sebagai masyarakat mencari keadilan berhak untuk mendapatkan segala informasi terkait tentang penanganan perkara ini,” katanya.

    Kronologi Kejadian

    Aksi pembunuhan bayi berusia dua bulan ini, terjadi pada Minggu (2/3/2025) lalu.

    Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto menuturkan, kejadian bermula ketika AK dan DJP hendak berbelanja.

    DJP pun menitipkan anaknya ke AK untuk dijaga, sementara ia berbelanja.

    Ketika di tangan AK itu lah, diduga tindak pembunuhan terjadi.

    Saat DJP kembali ke mobil, ia melihat anaknya tengah dalam kondisi tidak wajar.

    “Bayi itu lantas dibawa ke rumah sakit. Namun, setelah perawatan dinyatakan meninggal dunia,” kata Artanto, dikutip dari TribunJateng.com, Selasa (11/3/2025).

    Ia menuturkan, kasus ini kini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Jateng.

    “Kami juga telah melakukan ekshumasi terhadap jenazah bayi NA pada Kamis 6 Maret 2025 lalu,” sambung Artanto.

    Kata IPW

    Sementara itu, Indonesia Police Watch (IPW) meminta Polda Jateng untuk melakukan pemeriksaan terhadap Brigadir AK.

    Tes tersebut perlu dilakukan mengingat tindakan AK berpotensi dilakukan ketika kondisi kejiwaan tengah berat.

    “Menurut saya agak sulit ya seorang ayah melihat anaknya kemudian membunuh kalau tidak ada satu kondisi kejiwaan yang sangat berat,” kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, Selasa (11/3/2025).

    Sugeng juga enggan mengaitkan tindakan AK dengan beban kerjanya di kepolisian.

    Sebab, apabila AK mengalami beban kerja, maka tindakan terlapor akan berbeda.

    “Kalau dia bunuh diri mungkin sudah jelas ada beban kerja, kalau ini melakukan tindakan ke anaknya yang belum diketahui sebabnya,” tuturnya.

    Ia menuturkan, yang paling tahu kondisi kejiwaan Brigadir AK adalah pihak keluarga dan tempat kerjanya di Polda Jateng.

    “Catatan kinerja dari kantor juga akan mendeteksi,” paparnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Nasib Ibu Kandung Bayi Yang Dibunuh Polisi Dapat Intimidasi Supaya Tidak Lapor Polda Jateng

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJateng.com, Iwan Arifianto)

  • Fakta yang Terungkap dari Kasus Polisi Bunuh Bayi Berusia 2 Bulan, Ibu Korban Sempat Diintimidasi – Halaman all

    Fakta yang Terungkap dari Kasus Polisi Bunuh Bayi Berusia 2 Bulan, Ibu Korban Sempat Diintimidasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG – Seorang polisi yang berdinas di Polda Jawa Tengah diduga membunuh anak kandungnya yang masih berusia dua bulan.

    Kejadian tragis ini dilaporkan langsung oleh DJP (24) yang tak lain adalah ibu korban, pasangan dari Brigadir AK, terduga pelaku.

    Saat dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol. Artanto, membenarkan laporan tersebut.

    “Iya betul, ada laporan itu,” kata Artanto saat dihubungi TribunJateng.com, Senin (10/3/2025).

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, dugaan pembunuhan terjadi pada Minggu (2/3/2025). 

    Awalnya, Brigadir AK dan DJP hendak berbelanja.

     

    DJP menitipkan anaknya kepada Brigadir AK untuk dijaga sementara dirinya berbelanja.

    Namun, saat bayi tersebut berada di tangan Brigadir AK, diduga terjadi tindakan pembunuhan. 

    Menurut sumber kepolisian, bayi NA yang baru berusia dua bulan tewas diduga akibat dicekik oleh ayahnya sendiri.

    Berikut rangkuman fakta-fakta yang bisa diketahui sejauh ini.

    1. Kronologi menurut Ibu Korban

    DJP (24) ibu dari bayi laki-laki berusia 2 bulan yang diduga dibunuh Brigadir AK akhirnya  buka suara.

    Melalui para pengacaranya untuk membeberkan kronologi kematian anaknya. 

    Pengacara korban DJP, Alif Abudrrahman mengatakan, kejadian dugaan pembunuhan itu bermula ketika DJP bersama Brigadir AK serta anak bayinya sedang mengendarai mobil lalu berhenti di pasar Peterongan.

    Kala itu mereka berniat berbelanja kebutuhan sehari-hari.

    Sebelum berbelanja, DJP, Brigadir AK, dan bayinya sempat berfoto bersama di dalam mobil pukul 14.39 WIB.

    DJP kemudian turun dari mobil lalu masuk ke pasar untuk berbelanja selama kurang lebih 10 menit.

    Selepas itu, dia kembali ke dalam mobil lalu syok melihat anaknya sudah dalam kondisi  bibir membiru dan tak sadarkan diri.

    DJP sempat panik lalu berusaha menepuk-nepuk anaknya tetapi tidak ada respon.

    Ibu korban semakin curiga karena pengakuan dari Brigadir AK anaknya tersebut sempat muntah dan tersedak.

    Brigadir AK juga mengaku sempat  mengangkat tubuh anaknya lalu ditepuk-tepuk punggungnya selepas itu tertidur.

    “Si ibu kan curiga kalau kesedak kenapa tidak telpon dirinya malah kasih tahu di dalam mobil. Di tengah rasa curiga itu, si Ibu langsung  ke RS Roemani untuk mendapatkan pertolongan,” bebernya, di Kota Semarang, Selasa (11/3/2025).

    Alif melanjutkan, bayi laki-laki tersebut sempat  mendapatkan perawatan medis selama 1 hari.

    Sesudah  itu, bayi tersebut meninggal dunia pada 3 Maret 2025 pukul 15.00.

    “Menurut keterangan yang kami dapat penyebabnya adalah gagal pernapasan. Lalu pada 3 Maret juga di malam harinya segera anak ini dimakamkan di Purbalingga. Tempat asal Brigadir AK berdomisili,” paparnya.

    2. Brigadir AK kabur

    Pada awalnya, DJP memendam kecurigaannya terhadap kematian anaknya tersebut.

    Namun, kecurigaannya muncul kembali ketika Brigadir AK hilang tanpa jejak.

    Alfi mengatakan, Brigadir AK kabur dan tidak tahu keberadaannya sehingga membuat ibu korban semakin curiga.

    “Brigadir AK ini tiba-tiba kabur semacam menghilangkan jejak. Menunjukkan gelagat-gelagat mencurigakan, susah dihubungi dan mungkin tidak nyaman dengan dengan hasil perbuatannya itu,” ungkapnya.

    Berhubung tak ada kabar selepas kejadian itu, DJP memilih melaporkan kasus itu ke Polda Jateng dengan laporan bernomor LP/B/38/3/2025/SPKT, Polda Jawa Tengah tertanggal 5 Maret  2025.

    Laporan berkaitan menghilangkan nyawa anak di bawah umur atau barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain atau penganiayaan sehingga mengakibatkan matinya seseorang sebagaimana dimaksud dalam pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak atau pasal 338 KUHP atau pasal 351 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    “Dua hari kemudian pada tanggal 7 Maret 2025 penyidik Polda Jawa Tengah melakukan ekshumasi,” ujarnya.

    3. Ibu Korban Diintimidasi

    Amal mengatakan, DJP mendapatkan intervensi meski masih sebatas intimidasi verbal tidak mengarah ke kekerasan fisik. 

    Kliennya DJP diintimidasi diduga agar kasus ini tidak berlanjut di kepolisian.

    Namun, dia belum berani mengungkap dalang yang mengintimidasi korban. 

    “Intimidasi ini agar korban tidak speak up, supaya kasusnya tidak lanjut lalu pilih jalan damai,” katanya.

    Melihat kondisi itu, pihaknya kini masih mengupayakan agar korban DJP diberi perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    Upaya penghubungan dengan  LPSK dilakukan pihaknya karena terlapor adalah anggota kepolisian sehingga untuk mengantisipasi penyalahgunaan kekuasaan.

    “Oleh itulah kami menggandeng LPSK terkait dengan keselamatan dan keamanan dari klien kami,” ujarnya.

    Amal juga meminta kepada Kapolda Jateng Irjen Pol Ribut Hari Wibowo untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini.

    Selain itu, Polda Jateng juga perlu melakukan keterbukaan informasi tentang proses kasus ini baik secara pidana maupun etik.

    “Kami menilai kasus ini sangat  ironi dan sangat tragis sehingga sebagai masyarakat mencari keadilan berhak untuk mendapatkan segala informasi terkait tentang penanganan perkara ini,” katanya.

    4. Kejiwaan Pelaku Harus Diperiksa

    Indonesia Police Watch (IPW) meminta Polda Jawa Tengah untuk melakukan serangkaian pemeriksaan kejiwaan terhadap Brigadir AK.

    Lembaga independen pengawas kepolisian ini menyebut,tes kejiwaan itu perlu dilakukan mengingat tindakan Brigadir AK berpotensi dilakukan ketika dalam kondisi kejiwaan yang sangat berat.

    “Menurut saya agak sulit ya seorang ayah melihat anaknya kemudian membunuh kalau tidak ada satu kondisi kejiwaan yang sangat berat,” kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso saat dihubungi Tribun, Selasa (11/3/2025).

    Meskipun menyinggung soal kejiwaan Brigadir AK, Sugeng enggan mengaitkan tindakan terlapor dengan beban kerjanya di kepolisian.

    Sebab, bila terlapor mengalami beban kerja di institusinya tentu dengan melakukan tindakan bunuh diri.

    Bukan malah sebaliknya.

    “Kalau dia bunuh diri mungkin sudah jelas ada beban kerja, kalau ini melakukan tindakan ke anaknya yang belum diketahui sebabnya,” tuturnya.

    Untuk mengetahui kondisi kejiwaan yang sangat berat, lanjut Sugeng,  perlu menarik ke belakang terkait kondisi kejiwaan Brigadir AK.

    Kondisi ini yang paling tahu adalah orang terdekatnya seperti lingkungan keluarga.  

    Kemudian baru ke tempat kerja Brigadir AK di Polda Jateng.

    “Catatan kinerja dari kantor juga akan mendeteksi,” paparnya.

    Berkaitan dengan dugaan tindak pidananya,  Sugeng yakin penyidik mampu mengungkapnya.

    Sumber: Tribun Jakarta

  • Nilai Restitusi Dibebankan kepada 3 Oknum TNI AL Pembunuh Bos Rental Berbeda, Ini Penjelasan LPSK – Halaman all

    Nilai Restitusi Dibebankan kepada 3 Oknum TNI AL Pembunuh Bos Rental Berbeda, Ini Penjelasan LPSK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Tiga terdakwa pembunuhan bos rental mobil Ilyas Abdurrahman dituntut membayar restitusi atau ganti rugi terhadap keluarga korban dengan jumlah yang berbeda.

    Berdasarkan hasil penghitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Oditur menyatakan terdakwa Kelasi Kepala Bambang Apri Atmojo wajib memberikan restitusi kepada keluarga Ilyas sebesar Rp209.633.500.

    Lalu terhadap korban Ramli Abu Bakar yang mengalami luka berat, terdakwa Kelasi Kepala Bambang Apri Atmojo diminta memberikan restitusi sebesar Rp146.354.200.

    Terdakwa Sersan Satu Akbar Adli dan Sersan Satu Rafsin Hermawan diminta memberikan restitusi kepada keluarga Ilyas sebesar Rp147.133.500, dan kepada Ramli senilai Rp73.177.100.

    Wakil Ketua LPSK, Antonius PS Wibowo mengatakan nilai restitusi dibebankan kepada terdakwa berbeda karena tergantung peran mereka dalam kasus penembakan terhadap Ilyas.

    “Status terdakwa berbeda-beda. (terdakwa pelaku) penembakan Bambang Apri. Pemilik senjata api (digunakan menembak) terdakwa Akbar Adli,” kata Antonius, Selasa (11/3/2025).

    Lantaran Bambang merupakan eksekutor penembakan, maka nilai restitusi yang dibebankan kepadanya lebih besar, baik restitusi kepada Ilyas Abdurrahman maupun Ramli Abu Bakar.

    Hal ini sesuai dengan dakwaan dan tuntutan Oditur Militer, bahwa terdakwa Bambang menembak Ilyas menggunakan senjata api dinas milik terdakwa Sersan Satu Akbar Adli.

    Sementara terdakwa Sersan Satu Rafsin Hermawan berperan sebagai penadah, karena membeli mobil Honda Brio milik Ilyas Abdurrahman tanpa surat-surat resmi atau secara bodong.

    Peranan ketiga terdakwa dalam kasus ini yang turut menjadi pertimbangan LPSK dalam menghitung restitusi untuk keluarga Ilyas Abdurrahman, dan keluarga Ramli Abu Bakar.

    “Restitusi untuk korban meninggal lebih besar daripada untuk korban tidak meninggal. Karena yang meninggal itu juga kehilangan mobil, dan usahanya jadi berhenti,” ujar Antonius.

    Hasil penghitungan restitusi ini sudah diserahkan Oditur Militer kepada Majelis Hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta dalam sidang pembacaan tuntutan Senin (10/3/2025).

    Nantinya Majelis Hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta lah yang akan memutuskan apakah ketiga terdakwa diwajibkan membayar restitusi sesuai hasil penghitungan LPSK.

    Restitusi ini bukan merupakan santunan, melainkan hak korban tindak pidana yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

    Dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 disebutkan restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban dan keluarganya, ganti rugi ini dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga.

    Dijelaskan juga bahwa korban tindak pidana berhak memperoleh restitusi atas kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana.

    “Komponen dalam menghitung restitusi soal biaya-biaya yang dikeluarkan para korban. Kerugian penderitaan dialami, dan kerugian lain,” tutur Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias

    Penulis: Elga Hikari Putra

  • Hukuman Berat TNI Penembak Bos Rental: Dituntut Seumur Hidup, Wajib Bayar Ratusan Juta Rupiah
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        11 Maret 2025

    Hukuman Berat TNI Penembak Bos Rental: Dituntut Seumur Hidup, Wajib Bayar Ratusan Juta Rupiah Megapolitan 11 Maret 2025

    Hukuman Berat TNI Penembak Bos Rental: Dituntut Seumur Hidup, Wajib Bayar Ratusan Juta Rupiah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Oditur Militer Jakarta telah menuntut Kelasi Kepala (KLK) Bambang Apri Atmojo dan Sersan Satu (Sertu) Akbar Adli dengan hukuman penjara seumur hidup.
    Di sisi lain, Rafsin Hermawan, yang terlibat dalam kasus penadahan, dituntut dengan hukuman penjara selama empat tahun.
    Mereka terlibat dalam 
    penembakan bos rental mobil
    , Ilyas Abdurrahman, yang terjadi di
    rest area
    Km 45 Tol Tangerang-Merak, Kamis (2/1/2025).
    Saat itu, Ilyas berusaha mengambil kembali mobil Honda Brio miliknya yang disewakan dan dipindahtangankan kepada terdakwa, Bambang Apri Atmojo dan kawan-kawan.
    Selain penjara, ketiga terdakwa juga diwajibkan membayar restitusi yang diajukan oleh keluarga korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
    Sidang tuntutan berlangsung pada hari Senin, 10 Maret 2025, di Pengadilan Militer Jakarta.
    Dalam sidang tersebut, Oditur Militer II-07 Jakarta Mayor Korps Hukum (Chk) Gori Rambe mengungkapkan, Bambang Apri Atmojo menghadapi tuntutan penjara seumur hidup serta pemecatan dari keanggotaan TNI.
    “Terdakwa satu, (Bambang Apri Atmojo) pidana pokok, penjara seumur hidup dan dipecat dari keanggotaan TNI,” ujar Gori dalam sidang tuntutan.
    Selain hukuman, Bambang juga diharuskan membayar restitusi kepada keluarga korban penembak, Ilyas Abdurrahman, dan Ramli.
    Sertu Akbar Adli pun dituntut membayar restitusi sebesar Rp 147 juta kepada keluarga Ilyas Abdurrahman dan Rp 73 juta kepada keluarga Ramli.
    Untuk Rafsin Hermawan, yang diduga sebagai penadah mobil, dituntut hukuman empat tahun penjara.
    “Dipotong seluruhnya pada saat terdakwa menjalani penahanan sementara. Pidana tambahan, dipecat dari dinas militer TNI Angkatan Laut,” jelas Gori.
    Ketiga terdakwa dalam kasus penembakan tersebut juga dituntut membayar restitusi atau ganti rugi sebesar total Rp 796.608.900 kepada keluarga korban.
    Untuk Bambang, ia diharuskan membayar Rp 209 juta kepada keluarga Ilyas dan Rp 146 juta kepada Ramli.
    “Membayar restitusi kepada keluarga almarhum Ilyas Abdurrahman sebesar Rp 209 juta, membayar restitusi kepada saudara Ramli. Korban luka sebesar Rp 146 juta,” ungkap Gori Rambe.
    Tuntutan restitusi juga dikenakan kepada Akbar Adli dan Rafsin Hermawan, masing-masing sebesar Rp 147 juta kepada keluarga Ilyas dan Rp 73 juta kepada keluarga Ramli.
    “Untuk pembayaran restitusi yang dibebankan kepada para terdakwa sesuai dengan surat dari LPSK,” tutup Gori.
    Beberapa faktor menjadi pertimbangan dalam memberikan tuntutan kepada KLK Bambang Apri Atmojo dan Sersan Satu Akbar Adli.
    Keduanya dinilai melakukan tindakan yang tidak manusiawi dengan menghilangkan nyawa Ilyas.
    Perbuatan para terdakwa dinilai jauh dari rasa kemanusiaan dan tidak manusiawi karena telah sampai hati tanpa belas kasihan membunuh korbannya.
    “Membunuh sesama manusia, almarhum saudara Ilyas Abdul Rahman, dan melukai Saudara Ramli yang sampai saat ini masih dirawat,” ungkap Gori.
    Perbuatan para terdakwa juga dianggap telah menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban.
    “Akibat perbuatan para terdakwa membuat saksi 1 dan saksi 2 (Agam Muhammad Nasrudin dan Rizky Agam Syaputra) kehilangan orangtua kandung,” tambah Gori.
    Agam Muhammad Nasrudin, anak dari Ilyas Abdurrahman, menyatakan rasa puasnya terhadap tuntutan penjara seumur hidup untuk dua anggota TNI Angkatan Laut tersebut.
    “Untuk saat ini kami merasa cukup puas dengan tuntutan seumur hidup,” ujar Agam.
    Dia juga mengungkapkan, selain hukuman penjara, ketiga terdakwa diharuskan membayar restitusi sebesar Rp 796 juta kepada keluarganya dan keluarga korban luka, Ramli.
    Agam menekankan bahwa penilaian mengenai tuntutan restitusi diserahkan kepada LPSK.
    “Untuk restitusi itu kan setelah kerugian setelah kejadian. Kami kan ada penilaian-penilaian, kami serahkan ke LPSK dan LPSK sendiri yang menghitung semua. Untuk sementara ini sesuai,” ungkapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anak Bos Rental Mobil Puas Pembunuh Ayahnya Dituntut Penjara Seumur Hidup

    Anak Bos Rental Mobil Puas Pembunuh Ayahnya Dituntut Penjara Seumur Hidup

    loading…

    Anak bos rental mobil Ilyas Abdurahman, Rizky Agam Syahputra mengaku puas terdakwa pembunuh ayahnya dituntut penjara seumur hidup oleh Oditur Militer. Foto/Jonathan Simanjuntak

    JAKARTA – Anak bos rental mobil Ilyas Abdurahman, Rizky Agam Syahputra mengaku puas terdakwa pembunuh ayahnya dituntut penjara seumur hidup oleh Oditur Militer. Rizky mengikuti sidang dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Militer II-08 Jakarta tersebut.

    “Untuk saat ini kami merasa puas dengan tuntutan seumur hidup,” kata Rizky usai mengikuti sidang kepada wartawan, Senin (10/3/2025).

    Selama proses persidangan diungkapkan bahwa Kelasi Kepala Bambang Apri Atmojo yang melakukan penembakan. Sementara, Sertu Akbar Adli merupakan sosok prajurit yang mempunyai senjata yang digunakan Bambang.

    Keduanya dituntut penjara seumur hidup. Sedangkan terdakwa lainnya yaitu Sertu Rafsin Hermawan hanya dituntut empat tahun penjara lantaran hanya didakwa dalam kasus penadahan.

    Masing-masing terdakwa juga dituntut membayar restitusi kepada keluarga korban Ilyas (korban meninggal) dan Ramli (korban selamat) dengan total Rp796 juta. Terkait hal ini, anak korban juga mengaku menyerahkan perhitungan ini sepenuhnya ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    “Untuk restitusi itu kan yang kami ketahui kan kerugian setelah kejadian. Kami kan ada penilaian-penilaian, kami serahkan ke LPSK dan LPSK sendiri yang menghitung semua. Untuk sementara ini sesuai,” ungkap anak Ilyas lainnya, Agam Muhammad Nasrudin.

    Meski puas dengan tuntutan Oditur, keluarga korban menyerahkan sepenuhnya putusan kepada majelis hakim. Ia menilai hakim menjadi corong keadilan bagi keluarganya.

  • Viral Kiai Supar Bantah Hamili Santrinya, Alasan Bisa Gandakan Diri

    Viral Kiai Supar Bantah Hamili Santrinya, Alasan Bisa Gandakan Diri

    Viral Kiai Supar Bantah Hamili Santrinya, Alasan Bisa Gandakan Diri

    TRIBUNJATENG.COM- Imam Syafii alias Supar pimpinan Pondok Pesantren membantah telah memperkosa santrinya di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

    Alasannya, Supar bisa menggandakan diri.

    Sehingga, sosok yang menghamili santriwati konon adalah jelmaannya.

    Sedangkan menurut pengakuan korban, ia disetubuhi sebanyak 5 kali dari 2022-2024.

    Pengakuan Kiai Supar tersebut kemudian dibagikan ulang oleh sejumlah akun Instagram, seperti @fakta.indo pada Minggu (2/3/2025).

     

    Ingkari hasil tes DNA

    Dalam perjalanan kasusnya, Kiai Supar juga mengingkari hasil tes DNA yang menjadi salah satu bukti.

    Polisi sebelumnya melakukan tes DNA dengan sampel bayi korban dan Kiai Supar.

    Hasilnya identik dengan menyebut anak yang dilahirkan korban adalah darah daging terdakwa.

    Kiai Supar dalam pembacaan nota pembelaan atau pledoi di PN Trenggalek, Selasa (11/2/2025) lalu, menilai tes DNA tidak bisa dijadikan bukti.

    “Sehingga dari pledoi yang dibacakan oleh tim penasihat hukum maupun terdakwa secara pribadi, intinya menurut mereka dakwaan dalam perkara ini hanya berdasarkan tes DNA,” kata Juru Bicara PN Trenggalek, Revan Timbul Hamonangan Tambunan, dikutip dari TribunJatim.com.

    “Jadi semua saksi yang dihadirkan oleh JPU dan barang bukti yang ada menurut mereka tidak membuktikan adanya kesalahan terdakwa atas dugaan kasus persetubuhan seperti yang didakwakan JPU,” lanjutnya.

    Revan melanjutkan, Kiai Supar dalam pledoi meminta dibebaskan dari segala tuntutan.

    Ia bersikukuh tidak menyetubuhi santrinya hingga hamil.

    “Menurut tim penasihat hukum terdakwa kalau perbuatan terdakwa tidak terbukti dakwaan penuntut umum sehingga mereka meminta agar terdakwa dibebaskan dari segala dakwaannya,” urai Revan.

     

    Divonis 14 tahun penjara

    Pada akhirnya, majelis hakim memvonis Kiai Supar dengan penjara 14 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Hakim menilai Kiai Supar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya.

    Revan menambahkan, selain pidana, Kiai Supar juga diminta membayar restitusi kepada korban.

    Korban lewat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta pengganti kerugian materiel sebanyak Rp 247.508.000.

    “Yang dimintakan dari anak korban Rp 247.508.000 namun oleh majelis secara proporsional berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yang dikabulkan majelis sejumlah Rp 106.541.500,” kata Revan, dikutip dari TribunJatim.com.

    (*)

     

  • Penyintas Holokaus Tertua Meninggal di Usia 113 Tahun

    Penyintas Holokaus Tertua Meninggal di Usia 113 Tahun

    Jakarta

    Claims Conference yang berbasis di New York pada hari Kamis (27/02) mengumumkan bahwa Rose Girone, yang diyakini sebagai penyintas tertua tragedi holokaus, meninggal dunia.

    Melalui postingan di media sosial, organisasi nirlaba yang memiliki fokus untuk mengamankan kompensasi penyintas Holocaust itu mengumumkan bahwa Girone, yang lahir di Polandia pada 1912, meninggal pada hari Senin (24/02).

    Sementara, CNN juga melaporkan bahwa Girone meninggal di sebuah panti jompo di Bellmore, New York.

    “Dia adalah perempuan yang kuat dan tangguh. Dia selalu bisa menghadapi situasi yang mengerikan dengan baik. Dia sangat bijaksana dan rasional. Tidak ada masalah yang tidak bisa saya bawa padanya untuk dicarikan solusi sejak saya kecil,” kata putri Girone, Reha Bennicasa.

    “Hidupnya adalah bukti dari kegigihan dan kekuatan,” kata Kedutaan Besar Israel di Berlin.

    Pelarian setelah program pembantaian Nazi

    Girone lahir di Kota Janov, Polandia, yang pada saat itu merupakan bagian dari Jerman.

    Menurut Claims Conference, pada tahun 1938 dia pindah ke Breslau, Jerman—sekarang bernama Wroclaw, Polandia—bersama suaminya, Julius Mannheim. Saat itu, Nazi melaksanakan pogrom Kristallnacht terhadap orang Yahudi di seluruh Jerman.

    Dia menyaksikan sendiri bagaimana Nazi membakar sinagoge dan membakar buku-buku Yahudi.

    Saat Girone tengah hamil delapan bulan, suaminya ditangkap oleh Nazi dan dikirim ke kamp konsentrasi Buchenwald. Suaminya kemudian dibebaskan dan keduanya melarikan diri ke Shanghai dengan visa Cina, sebelum akhirnya menetap di New York pada tahun 1947.

    Dia bercerai pada tahun 1948, kemudian menikah dengan Jack Girone. Selain itu, dia juga dikenal sebagai imigran yang membuka toko rajut di Amerika Serikat. Rose Girone juga kerap menjadi pembicara mengenai pengalamannya selama era Nazi.

    Menurut Claims Conference, dari sekitar 220.000 penyintas holokaus yang masih hidup, sekitar 14.000 di antaranya tinggal di New York.

    Setelah kematian Girone, saat ini Mirjam Bolle diyakini sebagai penyintas holokaus tertua yang masih hidup. Perempuan kelahiran Belanda yang kini menjadi warga negara Israel itu akan berusia 108 tahun pada 20 Maret mendatang.

    ta/ha (Reuters, KNA)

    Lihat juga Video ‘Kekhawatiran Penyintas Bom Bali di Tengah Efisiensi Anggaran LPSK’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Fakta Sidang Kiai Hamili Santriwati Trenggalek, Lokasi Kejadian hingga Pertimbangan Restitusi

    Fakta Sidang Kiai Hamili Santriwati Trenggalek, Lokasi Kejadian hingga Pertimbangan Restitusi

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sofyan Arif Candra

    TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK – Sejumlah fakta terungkap dalam sidang pembacaan putusan perkara kiai yang menghamili santriwati di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Kamis (27/2/2025).

    Dalam sidang tersebut majelis menyebutkan terdakwa Imam Syafii alias Supar (52) mencabuli hingga menyetubuhi korban tidak kurang dari lima kali.

    Aksi tersebut dilancarkan Supar di sebuah ruangan dekat masjid yang masih berada di komplek pondok pesantrennya. Ruangan tersebut hanya bisa diakses oleh terdakwa yang merupakan pengasuh pondok pesantren tersebut.

    Fakta lain, Supar menegaskan yang menyetubuhi korban bukanlah dirinya namun mahkluk halus yang menyerupai dirinya.

    Dalam sidang tersebut, majelis hakim menolak pembelaan terdakwa termasuk dalam mulai dari pledoi hingga replik.\

    Juru Bicara Pengadilan Negeri Trenggalek, Revan Timbul Hamonangan menjelaskan Supar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya.

    Majelis hakim telah memvonis supar dengan pidana penjara 14 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Ia juga harus memenuhi restitusi yang diajukan oleh korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebesar Rp 106.541.500.

    Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan tuntutan JPU yaitu Rp 247.508.000.

    “Yang dimintakan dari anak korban Rp 247.508.000 namun oleh majelis secara proporsional berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yang dikabulkan majelis sejumlah Rp 106.541.500,” kata Revan, Kamis (27/2/2025).

    Komponen restitusi yang diajukan sebanyak 6 item sedangkan yang dikabulkan hanya 5 item, yaitu biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya pemulihan psikologis, biaya perawatan anak, dan biaya aqiqah.

    “Untuk biaya kehilangan penghasilan orang tua anak korban tidak dikabulkan majelis karena tidak ada bukti-bukti yang mendukung atas itu,” lanjutnya.

    Biaya restitusi tersebut harus dibayarkan 30 hari pasca inkrah, jika tidak dibayarkan maka JPU akan melakukan penyitaan aset terdakwa untuk dilelang dan hasilnya digunakan untuk membayar restitusi tersebut.

    “Namun apabila tidak mencukupi maka akan ada penggantian pidana kurungan 1 tahun,” pungkasnya.

  • Fakta Sidang Kiai Hamili Santriwati Trenggalek, Lokasi Kejadian hingga Pertimbangan Restitusi

    Vonis Kiai Hamili Santriwati di Trenggalek, Hukuman 14 Tahun Bui dan Denda Rp 200 Juta Menanti

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sofyan Arif Candra

    TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK – Terdakwa kiai hamili santriwati di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek, Imam Syafii alias Supar (52) divonis pidana penjara 14 tahun, Kamis (27/2/2025).

    Vonis tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Pengadilan Negeri Trenggalek, Dian Nur Pratiwi dalam sidang pembacaan putusan atau vonis di Pengadilan Negeri Trenggalek, Jalan Dewi Sartika, Kelurahan Sumbergedong, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek.

    Dalam sidang tersebut, Dian menyebutkan terdakwa Imam Syafii alias Supar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya.

    “Menjatuhkan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sejumlah Rp 200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti kurungan 6 bulan,” kata Dian, Kamis (27/2/2025).

    Selain itu, majelis juga memutuskan agar Supar membayar restitusi kepada anak korban sejumlah Rp 106.541.500 dengan ketentuan apabila dalam waktu 30 hari setelah inkrah tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang oleh jaksa untuk membayar restitusi.

    “Apabila tidak mencukupi diganti pidana kurungan selama satu tahun,” lanjutnya.

    Putusan dari Pengadilan Negeri Trenggalek tersebut sama dengan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Namun untuk restitusi, putusan dari majelis PN Trenggalek lebih rendah dibandingkan yang diajukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melalui JPU yaitu senilai Rp 247 juta subsider 6 bulan kurungan penjara