Kementrian Lembaga: LPSK

  • 9 Santriwati Dicabuli Pimpinan Ponpes di Lombok, Pelaku Mengancam dan Menawarkan Nikah – Halaman all

    9 Santriwati Dicabuli Pimpinan Ponpes di Lombok, Pelaku Mengancam dan Menawarkan Nikah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus pencabulan santriwati di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) terungkap setelah korban menonton film Malaysia berjudul ‘Bidaah’ dengan tokoh utama bernama Walid.

    Aksi pencabulan dilakukan pimpinan pondok pesantren berinisial AF dalam rentang waktu 2016 hingga 2023.

    Para korban menilai tindakan AF seperti tokoh Walid dalam film, yakni menggunakan modus agama untuk melakukan pencabulan.

    Perwakilan Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, meminta pelaku pencabulan dihukum mati atau penjara seumur hidup.

    Sebanyak sembilan santriwati telah melapor dan lima di antaranya menjadi korban rudapaksa.

    “Sejauh ini belum ada yang hamil,” paparnya, Rabu (23/4/2025), dikutip dari TribunLombok.com.

    Setelah mendapat kekerasan seksual, para korban diancam oleh pelaku.

    “Ada oknum-oknum yang mencoba mengancam (korban), ada juga yang mencoba menawarkan untuk dinikahkan dan dibiayai,” imbuhnya.

    Kini, pihaknya sedang mengupayakan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Sanksi dan Korban (LPSK).

    Menurutnya, pengawasan dari Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) NTB terhadap kegiatan ponpes sangat kurang.

    “Ini sebenarnya menujukan bahwa Kanwil Kemenag NTB gagal untuk mengelola Ponpes di NTB, sehingga desakan dari kami (Aliansi) untuk mengganti Kakanwil Kemenag NTB,” tuturnya.

    Kasus pelecehan santriwati mendapat sorotan dari Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal yang menemui para korban.

    Lalu Muhammad Iqbal menangis saat mendengar cerita korban yang masih di bawah umur.

    “Semua kita akan coba tracing, baik yang masih mondok maupun yang sudah keluar, harus kita bantu,” sambungnya.

    Joko berjanji akan menjaga kerahasiaan identitas para korban yang mengalami trauma atas tindakan pelaku.

    Menurut Joko, Gubernur NTB tak perlu menutup ponpes lantaran tindakan pencabulan dilakukan oleh oknum.

    “Yang bersangkutan (pelaku) juga sudah dikeluarkan dari ponpes,” lanjutnya.

    Modus Pelaku

    Joko Jumadi mengatakan modus yang digunakan pelaku yakni menjanjikan dapat membuat suci rahim korban.

    “Kelak santriwati tersebut dijanjikan akan melahirkan anak yang menjadi seorang wali,” imbuhnya.

    Menurutnya, sebagaian korban dirudapaksa dan sebagian mengalami pencabulan.

    “Artinya yang dicabuli ini tidak mau untuk disetubuhi,” terangnya.

    Pihak ponpes yang mendegar adanya laporan kasus pencabulan meminta klarifikasi ke korban.

    Sejumlah saksi telah diperiksa dan penyidik telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). 

    Sebagian artikel telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Kasus Pelecehan Seksual di Ponpes Lombok Barat, Aktivis Anak Dorong Hukuman Mati Bagi Pelaku

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)

  • Korban Pencabulan "Walid Lombok" Minta Perlindungan LPSK
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        24 April 2025

    Korban Pencabulan "Walid Lombok" Minta Perlindungan LPSK Regional 24 April 2025

    Korban Pencabulan “Walid Lombok” Minta Perlindungan LPSK
    Tim Redaksi
    MATARAM, KOMPAS.com
    – Sejumlah alumni
    santriwati
    yang diduga menjadi korban
    pencabulan
    oknum pimpinan yayasan salah satu Pondok Pesantren di
    Lombok Barat
    , NTB, meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (
    LPSK
    ).
    “Tim sudah mengirimkan surat permohonan perlindungan dan permohonan restitusi ke LPSK,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Rabu (23/4/2025).
    Joko mengatakan, korban santriwati sempat mendapat sejumlah ancaman dan tawaran untuk dinikahkan oleh seorang oknum yang diduga kerabat terduga pelaku.
    “Ada oknum yang mencoba mengancam, ada yang menawarkan untuk dinikahkan dengan seseorang, udah nikah aja nanti kita yang biayai,” kata Joko menirukan.
    “Bahkan ada iming-iming untuk menikah dengan adik pelaku,” kata Joko.
    Joko menyebutkan, dari identifikasi oleh Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB, ada sekitar 22 alumni santriwati yang menjadi korban pencabulan yang diduga dilakukan oleh oknum ketua yayasan pondok pesantren.
    Dari jumlah tersebut, 9 orang korban sudah berani buka suara dan melaporkan kekerasan seksual tersebut ke polisi.
    Korban yang melapor merupakan alumni ponpes tahun 2016-2023.
    Saat kejadian, para korban yang melapor masih di bawah umur dan duduk di bangku sekolah setingkat SMP – SMA.
    Diberitakan sebelumnya, AF, pimpinan yayasan salah satu pondok pesantren di
    Lombok Barat
    , dilaporkan ke polisi atas dugaan pencabulan terhadap santriwati, setelah para korbannya menonton film serial Malaysia berjudul Bidaah (Walid).
    Kasus dugaan pencabulan dan kekerasan seksual terungkap berawal dari percakapan di grup alumni yang memperbincangkan film Bidaah (Walid) yang tengah viral.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Eks Pemain Sirkus OCI, Komnas Perempuan Desak TPF Independen

    Kasus Eks Pemain Sirkus OCI, Komnas Perempuan Desak TPF Independen

    Jakarta, Beritasatu.com – Komnas Perempuan mendesak pemerintah segera membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) independen guna mengusut tuntas dugaan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI). 

    Permintaan ini disampaikan Anggota Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor dalam rapat Komisi XIII DPR bersama para korban di Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Menurut Maria, pembentukan TPF lintas lembaga sangat penting mengingat kasus ini telah berlangsung lama, sejak 1979. Tim ini diharapkan melibatkan Komnas HAM, LPSK, Kementerian Hukum, Kementerian HAM, KPPPA, Kemenaker, hingga Polri untuk mengusut dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami para korban.

    “Kasus ini bukan hanya soal kekerasan fisik, tetapi juga menyangkut pelanggaran hak-hak anak, identitas, pendidikan, hingga kekerasan berbasis gender dan eksploitasi ekonomi,” ujar Maria terkait desakan Komnas Perempuan terkait pembentukan TPF Independen kasus dugaan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus OCI.

    Komnas Perempuan juga merekomendasikan KPPPA untuk memberikan pendampingan psikologis serta pemulihan ekonomi korban. Kementerian Ketenagakerjaan turut diminta untuk melakukan investigasi kerugian kerja serta memberikan rekomendasi penegakan hukum terhadap pelaku.

    Pemilik OCI Diminta Beri Kompensasi

    Maria menegaskan, Jansen Manansang selaku pemilik Oriental Circus Indonesia harus bertanggung jawab memberikan kompensasi kepada para korban. Menurutnya, penentuan nilai kompensasi memerlukan kajian para ahli mengingat kompleksitas kerugian yang diderita korban, baik secara fisik, psikis, hingga ekonomi.

    “Beberapa korban mengalami trauma berat, bahkan bisa berlangsung seumur hidup. Maka pendampingan psikologis wajib dilakukan,” kata Maria.

    Komnas Perempuan juga menilai kasus dugaan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus OCI dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM, baik menurut hukum nasional maupun internasional, terutama dalam konteks perbudakan anak (child slavery) dan kekerasan berbasis gender.

  • Kuasa Hukum Korban Pelecehan Seksual Eks Rektor UP Laporkan Dugaan Intimidasi Oknum Yayasan – Halaman all

    Kuasa Hukum Korban Pelecehan Seksual Eks Rektor UP Laporkan Dugaan Intimidasi Oknum Yayasan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan pelecehan seksual eks Rektor Universitas Pancasila (UP) Edie Toet Hendratno (ETH) terhadap karyawannya RZ kini memasuki babak baru.

    Kuasa hukum korban Yansen Ohoirat mengatakan pihaknya saat ini melaporkan dugaan intimidasi yang dilakukan oknum yayasan ke LLDikti Wilayah III Kemendiktisaintek RI.

    Yansen membuat laporan terkait dugaan intimidasi yang dilakukan oleh dua orang dosen inisial DT dan YP terhadap korban.

    Namun korban pada 12 Februari 2025 diminta untuk mencabut laporannya.

    “Dan disampaikan di situ ini berdasarkan perintah dari rektor (saat itu) berarti kan relasi kuasa masih ada sampai dengan tahun 2024,” tambah Yansen didampingi rekannya Amanda Manthovani saat dijumpai di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (23/4/2025).

    Intimidasi kedua dialami RZ pada 20 Januari 2024.

    Dosen YP menyampaikan bahwa atas perintah yayasan korban akan dipindahkan dari rektorat ke fakultas. 

    “Kalau kita lihat dari kedua kejadian intimidasi tersebut semua atas dasar perintah berarti ini tidak terlepas dari relasi kuasa yang memang selama ini sudah kita duga,” jelas Yansen. 

    Laporan kedua pengacara korban meminta agar Kemendiktisaintek menyelidiki beberapa dosen dan staf UP yang hadir dalam pertemuan mediasi di Pondok Indah Mall (PIM) 2 pada 1 Februari 2024.

    Mereka yang hadir saat itu adalah sekretaris yayasan sekaligus dosen berinisial YS, Wakil Rektor II berinisial NY, Kabiro SDM inisial JH, Kabiro Umum inisial G dan staf khusus rektor inisial G. 

    Pengacara korban mempertanyakan pertemuan yang dilakukan di jam kerja. 

    “Ketika mereka keluar dari tempat bekerja mereka, apakah ada agenda khusus atau adakah syarat-syarat administratif yang telah dilewati oleh mereka, kemudian ketika mereka keluar melakukan mediasi tersebut itu untuk operasional itu dibiayai oleh siapa?” tutur Yansen.

    Pihak korban meminta agar gelar profesor ETH dicabut.

    Dia berharap korban yang saat ini berstatus mendapat perlindungan LPSK tidak lagi diintimidasi. 

    “Korban RZ ini sedang dalam perlindungan lembaga saksi dan korban. Jadi segala macam bentuk intimidasi dan sebagainya itu, harap agar tidak dilakukan karena negara sedang melindungi seorang korban,” ujarnya.

    Untuk diketahui, Mantan Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno dilaporkan RZ ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024.

    Selain itu, laporan juga datang dari korban lainnya berinisial DF yang diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024. 

    Namun, kini laporan tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

     

  • 9 Santriwati Dicabuli Pimpinan Ponpes di Lombok, Pelaku Mengancam dan Menawarkan Nikah – Halaman all

    Update Pencabulan Santriwati di Lombok: Gubernur NTB Temui Korban, Pimpinan Ponpes Dipecat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak 9 santriwati di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengaku dicabuli pimpinan pondok pesanteren berinisial AF.

    Kasus pencabulan terjadi dalam rentang waktu 2016 hingga 2023 dan kini para korban telah lulus.

    Perwakilan Koalisi Stop Anti Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, menyatakan para korban yang masih di bawah umur melapor ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram.

    “Hari ini kami memproses perlindungan ke LPSK dan permohonan restitusi sebagai hak dari korban, ini kita sedang siapkan berkasnya bersama korban,” bebernya.

    Ia telah berkomunikasi dengan Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal yang memberi atensi pada kasus ini.

    “Semua kita akan coba tracing, baik yang masih mondok maupun yang sudah keluar, harus kita bantu,” sambungnya.

    Gubernur NTB akan menemui para korban dan meminta bantuan Lembaga Perlindungan Anak (LPA).

    “Iya, Pak Gubernur sudah telepon saya meminta supaya komunikasi dengan dinas teknis, UPTD, dan Kabupaten Lombok Barat,” tuturnya.

    Joko berjanji akan menjaga kerahasiaan identitas para korban yang mengalami trauma atas tindakan pelaku.

    Menurut Joko, Gubernur NTB tak perlu menutup ponpes lantaran tindakan pencabulan dilakukan oleh oknum.

    “Yang bersangkutan (pelaku) juga sudah dikeluarkan dari ponpes,” lanjutnya.

    Modus Pelaku

    Para korban berani melapor setelah menonton serial drama Malaysia berjudul ‘Bidaah’ dengan tokoh fiktif Walid.

    Korban menilai tindakan AF seperti tokoh Walid yang digambarkan sebagai pemimpin kelompok aliran sesat.

    Joko Jumadi mengatakan modus yang digunakan pelaku yakni menjanjikan dapat membuat suci rahim korban.

    “Kelak santriwati tersebut dijanjikan akan melahirkan anak yang menjadi seorang wali,” imbuhnya.

    Menurutnya, sebagaian korban dirudapaksa dan sebagian mengalami pencabulan.

    “Artinya yang dicabuli ini tidak mau untuk disetubuhi,” terangnya.

    Pihak ponpes yang mendegar adanya laporan kasus pencabulan meminta klarifikasi ke korban.

    Sejumlah saksi telah diperiksa dan penyidik telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). 

    Kata Kemenag NTB

    Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) NTB, H Zamroni Aziz, mengaku akan mencabut izin ponpes yang melakukan tindak kekerasan seksual ke santriwati.

    “Kami akan tindak tegas sesuai dengan regulasi yang ada.” 

    “Kita minta APH (Aparat Penegak Hukum) tindak tegas yang bersangkutan (terduga pelaku AF),” paparnya.

    Ia menjelaskan Kemenag NTB tidak dapat mengintervensi ponpes karena termasuk lembaga swasta.

    “Tentu juga punya batasan bisa masuk dalam pengelolaan ponpes. Hanya bisa kita tekan lewat kurikulum pembelajaran,” bebernya.

    Evaluasi terhadap ponpes di Lombok Barat tersebut akan segera dilakukan.

    Kemenang NTB juga membentuk Satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di setiap kabupaten atau kota.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Usai Nonton Serial Drama Walid, 7 Santriwati di Lombok Laporkan Oknum Pimpinan Ponpes ke Polisi

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)

  • LPSK Beri Perlindungan terhadap 3 Korban Pencabulan Eks Kapolres Ngada

    LPSK Beri Perlindungan terhadap 3 Korban Pencabulan Eks Kapolres Ngada

    Bisnis.com, Jakarta — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan bantuan berupa perlindungan kepada tiga korban pencabulan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

    Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati menilai bahwa bantuan berupa perlindungan itu sudah sesuai dengan Keputusan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada hari Rabu 9 April 2025 lalu.

    “Ketiga korban diputuskan mendapatkan perlindungan berupa pemenuhan hak prosedural dan fasilitas penghitungan restitusi,” kata Sri Nurherwati  di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Sri menjelaskan layanan pemenuhan hak prosedural diberikan LPSK kepada korban berupa melakukan pendampingan kepada korban setiap memberikan keterangan saat memasuki peradilan.

    Kemudian, dalam pelaksanaannya LPSK bekerja sama dengan Sahabat Saksi dan Korban NTT, LBH APIK-NTT, Pendamping Rehsos Kemensos Prov. NTT dan UPTD PPA Provinsi NTT.

    “Kami sudah bekerja sama dengan banyak pihak,” katanya.

    Selain itu, menurutnya, bantuan rehabilitasi psikologis juga akan diberikan pada salah satu korban yang masih berusia 6 tahun.

    Dia menegaskan fokus utama yang perlu ditekankan terkait penanganan perkara ini adalah kaitannya dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan tujuan eksploitasi seksual yang terjadi di NTT.

    “Status korban adalah anak perempuan yang dieksploitasi secara seksual menggunakan aplikasi media sosial. Untuk itu, pelaku dapat dijerat dengan UU TPKS, Perlindungan Anak, TPPO dan ITE,” ujar Nurherwati.

    Pada pemberitaan Bisnis sebelumnya, Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja mengajukan banding usai memperoleh sanksi pemberhentian tidak dengan hormat akibat kasus dugaan kekerasan seksual dan narkoba.

    Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan Fajar dinyatakan telah melakukan perbuatan tercela dalam kasus asusila hingga narkoba.

    “Dalam sanksi administratif diputuskan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri,” ujarnya di TNCC, Mabes Polri, Jakarta, Senin (17/3/2025).

    Dia menambahkan, pelecehan seksual itu berupa persetubuhan anak di bawah umur, mengonsumsi narkoba hingga menyebarkan video pelecehan seksualnya.

    “Telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, persetubuhan anak di bawah umur, perzinaan, mengonsumsi narkoba. Serta menyimpan menyebar video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” imbuhnya.

    Adapun, Fajar juga telah menyatakan banding atas putusan terkait pemecatannya sebagai anggota korps Bhayangkara.

    “Atas putusan tersebut pelanggar banding yang menjadi bagian hak pelanggar,” pungkasnya.

  • LPSK Terima Permohonan Perlindungan Keluarga dan Saksi Pembunuhan Jurnalis Juwita
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 April 2025

    LPSK Terima Permohonan Perlindungan Keluarga dan Saksi Pembunuhan Jurnalis Juwita Megapolitan 21 April 2025

    LPSK Terima Permohonan Perlindungan Keluarga dan Saksi Pembunuhan Jurnalis Juwita
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerima permohonan dari keluarga korban dan saksi pada kasus pembunuhan jurnalis, Juwita (23), oleh Kelasi Satu Jumran, anggota TNI AL di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
    “LPSK menerima enam permohonan perlindungan dari keluarga korban dan saksi dalam kasus dugaan pembunuhan jurnalis perempuan asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan, oleh anggota TNI AL aktif. Permohonan mencakup pendampingan hukum, bantuan psikologis, hingga fasilitasi restitusi,” ucap Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati dalam keterangan resmi, Senin (21/4/2025).
    Sri menekanakan, LPSK terus berkomitmen untuk mengawal kasus pembunuhan jurnalis serta memastikan keluarga dan korban mendapatkan haknya.
    “LPSK juga membuka ruang bagi siapa pun yang memiliki informasi atau bukti tambahan untuk turut memperkuat proses penegakan hukum,” kata Sri.
    Sri menjelaskan, LPSK juga berkoordinasi dengan penyidik Polisi Militer dan Oditur Militer selaku penuntut umum pada peradilan militer.
    Di sisi lain, Sri menegaskan bahwa keluarga korban juga telah mengajukan ganti rugi atau restitusi kepada pelaku.
    “Kami juga menyampaikan kepada keluarga korban, haknya berkaitan dengan fasilitasi restitusi. Karena memang restitusi itu bagian dari hak yang sudah termaktub di dalam undang-undang,” ungkap Sri.
    Sri menjelaskan bahwa permohonan restitusi tersebut menjadi bagian dari tuntutan hukum yang ditetapkan majelis hakim.
    “Kami minta supaya Oditur juga membuka diri untuk bisa kami sampaikan restitusi tersebut masuk ke dalam bagian dari perkara persidangan, dan untuk diputuskan oleh Majelis Hakim,” tegas Sri.
    Diberitakan sebelumnya, Juwita (23), seorang wartawati dari salah satu media online di Banjarbaru, ditemukan tidak bernyawa di kawasan Gunung Kupang pada Sabtu (22/3/2025) sore.
    Oleh karena penyebab kematiannya dinilai janggal, organisasi pers dan rekan sesama jurnalis di Banjarbaru mendesak Polres Banjarbaru melakukan penyelidikan.
    Sejumlah saksi diperiksa petugas Polres Banjarbaru untuk mengungkap penyebab kematiannya.
    Lima hari setelah kematiannya, terduga pelaku pembunuhan mulai terungkap setelah Detasemen Polisi Militer Lanal Balikpapan menggelar konferensi pers.
    Juwita diduga tewas dibunuh oknum anggota TNI AL, Jumran, yang merupakan kekasihnya. Pihak keluarga Juwita menuntut keadilan dan berharap pelaku dapat dihukum seberat-beratnya.
    Menurut keterangan Pazri, kuasa hukum keluarga Juwita, pelaku Jumran telah ditetapkan sebagai tersangka.
    Setelah penetapan tersangka, terungkap fakta-fakta baru, termasuk dugaan pemerkosaan yang dilakukan Jumran terhadap Juwita sebelum ia dihabisi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keluarga ABG yang Tewas Dicekoki Narkoba Ternyata Sudah Terima Uang Damai Rp 300 Juta Dari Terdakwa – Halaman all

    Keluarga ABG yang Tewas Dicekoki Narkoba Ternyata Sudah Terima Uang Damai Rp 300 Juta Dari Terdakwa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kuasa Hukum keluarga korban FA (16) yang tewas akibat dicekoki miras dan narkoba oleh anak bos Prodia, Toni RM mengungkap, sejatinya kliennya sudah menerima uang damai dari terdakwa.

    Pernyataan itu diungkap Toni menjelang sidang lanjutan perkara atas terdakwa anak bos Prodia, Arif Nugroho alias Bastian bersama rekannya Muhammad Bayu.

    Kata Toni, sejatinya keluarga korban melalui sang ayah bernama Radiman telah menerima uang senilai Rp 300 juta sebagai bentuk perdamaian dari perkara ini.

    “Sebelumnya sudah ada perdamaian 300 juta, makanya itu akan disampaikan juga di persidangan ya,” kata Toni saat ditemui awak media di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).

    Meski begitu, Toni menyebut, dalam perkara ini, pihak keluarga tetap ingin menuntut restitusi atau uang ganti rugi kepada para terdakwa.

    Permohonan restitusi itu didasari karena korban FA saat ini tengah memiliki anak yang masih kecil dan memerlukan biaya untuk membesarkan.

    “Tapi untuk restitusi pak Radiman ini akan meminta restitusi melalui LPSK pengajuannya, restitusi itu korban tindak pidana anak akibat kejahatan, kaya seperti pembunuhan ini bisa minta restitusi,” kata dia.

    Perihal dengan hukuman terhadap para terdakwa, keluarga FA kata Toni, menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim.

    Kata dia, majelis hakim pasti memiliki pertimbangan hukum yang adil tanpa mengenyampingkan adanya perdamaian antara keluarga korban dengan terdakwa.

    “Jadi kalau hukuman, itu diserahkan kepada hakim ya kepada pengadilan dengan melihat situasi kondisi bagaimana ada peristiwa tindak pidana tapi di sisi lain juga ada perdamaian kan gitu, hakim menilai nya bagaimana ya hakim lah memutus yang adil,” kata dia.

    “Nah tapi restitusi itu, kami berharap hakim mengabulkan karena anak nya korban ini, ini masih kecil,masih membutuhkan biaya banyak sampai umur 18 tahun itu,” tandas Toni.

    Sebelumnya, Ayah korban remaja atau anak baru gede (ABG) ‘open BO’ yang meninggal dunia karena dicekoki miras FA (16) yakni Radiman (46), dihadirkan sebagai saksi perkara yang menewaskan anaknya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).

    Sebelum persidangan, Radiman menyatakan, kalau nantinya dalam persidangan, dirinya bakal menyampaikan tuntutan keluarga terhadap terdakwa anak bos Prodia, Arif Nugroho alias Bastian dan Muhammad Bayu berupa restitusi atau uang ganti rugi kepada Majelis Hakim.

    “Saya rasa cuma itu doang ya, maksudnya minta restitusi doang. Hanya meminta restitusi saja (yang disampaikan dalam sidang),” kata Radiman saat ditemui awak media, jelang persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin sore.

    Kendati saat ditanyakan soal sikap pribadinya terhadap perkara ini, Radiman mengaku dirinya sudah memberikan maaf kepada para terdakwa.

    Hanya saja, perihal dengan tuntutan restitusi tersebut, dia berharap agar majelis hakim bisa mengabulkan nantinya saat menjatuhkan putusan.

    “Kalau dari diri saya sendiri sudah (memaafkan) cuma masalah hukuman tetap hakim yang memutuskan,” kata dia.

    “Ya mudah-mudahan apa yang saya pikir bisa ajukan restitusi saya bisa dikabulkan oleh majelis hakim,” sambung Radiman.

    Ditemui di lokasi yang sama, Kuasa Hukum Radiman, Toni RM mengungkap soal besaran restitusi yang diinginkan kliennya.

    Kata dia, besarannya yakni Rp1 Miliar, yang akan digunakan untuk biaya membesarkan anak dari korban FA.

    “Sudah, jadi kami mengajukan restitusi melalui LPSK itu tidak besar ya hanya Rp 1miliar untuk biaya hidup dan biaya pendidikan anaknya korban sampai dewasa,” beber Toni.

    Hanya saja kata Toni, penyampaian restitusi itu nantinya akan disampaikan oleh LPSK mengingat saat ini Radiman berada dalam perlindungan LPSK.

    Sementara dalam sidang hari ini, Radiman hanya akan menyampaikan pengantar dan penjelasan kepada majelis hakim, agar nantinya tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) perihal restitusi bisa dikabulkan.

    “Makanya kami berharap juga nanti seandainya restitusi itu sudah diajukan oleh LPSK melalui jaksa penuntut umum dalam agenda tuntutan nanti, saya berharap kami berharap hakim mengabulkan restitusi pak Radiman sebagai ayah korban,” tutup Toni.

  • Orangtua Korban yang Tewas Dicekoki Narkoba oleh Anak Bos Prodia Minta Restitusi Rp1 Miliar – Halaman all

    Orangtua Korban yang Tewas Dicekoki Narkoba oleh Anak Bos Prodia Minta Restitusi Rp1 Miliar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ayah korban remaja atau anak baru gede (ABG) ‘open BO’ yang meninggal dunia karena dicekoki narkoba FA (16) yakni Radiman (46), dihadirkan sebagai saksi perkara yang menewaskan anaknya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).

    Sebelum persidangan, Radiman menyatakan, kalau nantinya dalam persidangan, dirinya bakal menyampaikan tuntutan keluarga terhadap terdakwa anak bos Prodia, Arif Nugroho alias Bastian dan Muhammad Bayu berupa restitusi atau uang ganti rugi kepada Majelis Hakim.

    “Saya rasa cuma itu doang ya, maksudnya minta restitusi doang. Hanya meminta restitusi saja (yang disampaikan dalam sidang),” kata Radiman saat ditemui awak media, jelang persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin sore.

    Kendati saat ditanyakan soal sikap pribadinya terhadap perkara ini, Radiman mengaku dirinya sudah memberikan maaf kepada para terdakwa.

    Hanya saja, perihal dengan tuntutan restitusi tersebut, dia berharap agar majelis hakim bisa mengabulkan nantinya saat menjatuhkan putusan.

    “Kalau dari diri saya sendiri sudah (memaafkan) cuma masalah hukuman tetap hakim yang memutuskan,” kata dia.

    “Ya mudah-mudahan apa yang saya pikir bisa ajukan restitusi saya bisa dikabulkan oleh majelis hakim,” sambung Radiman.

    Kuasa Hukum Radiman, Toni RM mengungkap soal besaran restitusi yang diinginkan kliennya.

    Kata dia, besarannya yakni Rp1 Miliar, yang akan digunakan untuk biaya membesarkan anak dari korban FA.

    “Sudah, jadi kami mengajukan restitusi melalui LPSK itu tidak besar ya hanya Rp1miliar untuk biaya hidup dan biaya pendidikan anaknya korban sampai dewasa,” beber Toni.

    Hanya saja kata Toni, penyampaian restitusi itu nantinya akan disampaikan oleh LPSK mengingat saat ini Radiman berada dalam perlindungan LPSK.

    Radiman hanya akan menyampaikan pengantar dan penjelan kepada majelis hakim, agar nantinya tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) perihal restitusi bisa dikabulkan.

    “Makanya kami berharap juga nanti seandainya restitusi itu sudah diajukan oleh LPSK melalui jaksa penuntut umum dalam agenda tuntutan nanti, saya berharap kami berharap hakim mengabulkan restitusi pak Radiman sebagai ayah korban,” kata Toni.

    Dalam sidang sebelumnya, Pahala Manurung, kuasa hukum dua terdakwa kasus dugaan pembunuhan gadis remaja alias anak baru gede (ABG) “open BO” mengatakan pihaknya akan mengajukan eksepsi.

    Dua terdakwa yang terjerat kasus ini, di antaranya yakni anak bos Prodia Arif Nugroho alias Bastian dan Muhammad Bayu.

    “Kami berembug dulu dan sepakat ini kita mengajukan eksepsi atau keberatan,” ucap Pahala, kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (12/3/2025).

    Pahala menjelaskan, Arif dan Bayu menilai dakwaan jaksa penuntut umum kurang tepat. 

    Mereka pun keberatan dengan dakwaan jaksa.

    Pahala enggan menjelaskan poin-poin dakwaan jaksa terhadap Arif dan Bayu.

    Ia beralasan, hal itu sebagaimana sikap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan sidang perkara ini digelar tertutup, kecuali pada agenda pembacaan putusan.

    Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Selatan telah melimpahkan tahap dua (tersangka dan barang bukti) kasus pembunuhan seorang gadis remaja ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan pada Selasa, 12 Februari 2025.

    Arif Nugroho, anak bos Prodia, diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap.

    Polres Metro Jakarta Selatan kemudian menangkap Arif Nugroho dan rekannya, Muhammad Bayu Hartoyo, yang diduga menjadi dalang dibalik pembunuhan FA (16 tahun), seorang gadis remaja yang menawarkan jasa ‘Open BO’ di sebuah hotel di kawasan Jalan Senopati, Jakarta Selatan, pada 22 April 2024.

    FA, yang disewa seharga Rp 1,5 juta, tewas akibat dicekoki ekstasi dan minuman campuran sabu hingga overdosis.

    Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, mengungkapkan bahwa para pelaku mengenal korban melalui media sosial dan telah ‘bermain’ sebanyak empat kali dengan pelaku.

    “Kami akan upayakan mengungkap ini sampai sedetail mungkin bagaimana ini bisa terjadi, masih empat kali, yang disasar anak di bawah umur, ini yang kami coba dalami,” kata Bintoro dalam jumpa pers di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Jumat, 26 April 2024.

    Kasus ini sempat terhenti, namun kemudian terungkap bahwa Arif Nugroho diduga menyuap sejumlah uang kepada mantan Kasat Reskrim Polres Jaksel AKBP Bintoro dan timnya melalui kuasa hukumnya.

    Suap tersebut bertujuan untuk menghentikan penyidikan kasus.

    Hal ini terungkap setelah Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo mengajukan gugatan perdata untuk pengembalian uang Rp 1,6 miliar dan beberapa mobil mewah ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025.

    Setelah sempat mengalami penundaan, kasus ini kembali diproses.

     

     

     

     

     

     

  • Mahasiswi Korban Dugaan Kekerasan Seksual Guru Besar UGM Belum Lapor LPSK

    Mahasiswi Korban Dugaan Kekerasan Seksual Guru Besar UGM Belum Lapor LPSK

    TRIBUNJATENG.COM, YOGYAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap melindungi korban maupun saksi dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, berinisial EM.

    Kendati demikian hingga saat ini, korban kekerasan seksual di UGM belum melapor ke LPSK. 

    Padahal  LPSK masih menunggu laporan resmi untuk memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual.

    Ketua LPSK Brigjen Purn Achmadi menyatakan dalam melindungi korban maupun saksi, penting untuk mengetahui secara detail proses hukum yang berlaku. 

    “Proses hukumnya seperti apa itu penting satu. Yang kedua permohonan perlindungan belum ada,” ujar Achmadi pada Minggu (13/4/2025). 

    “Pada prinsipnya LPSK siap memberikan perlindungan saksi dan korban sesuai dengan mekanisme prosedur yang berlaku,” imbuhnya.

    Achmadi menambahkan bahwa pihaknya masih menunggu laporan resmi dari para korban kekerasan seksual.

    “Pengajuan kan penting, dasar pengajuan jadi hal yang sangat penting,” pungkasnya. 

    Modus 

    Sebelumnya, oknum guru besar Fakultas Farmasi UGM, berinisial EM, terjerat kasus kekerasan seksual dan telah diberhentikan dari jabatannya sebagai dosen.

    Modus operandi yang dilakukan oleh EM lebih banyak terjadi di rumahnya.

    Kekerasan seksual di UGM Sekretaris UGM Andi Sandi mengungkapkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh EM lebih sering terjadi di luar kampus.

    “Modusnya kegiatannya dilakukan lebih banyak di rumah, mulai dari diskusi, bimbingan akademik baik itu skripsi, tesis, juga disertasi,” ujarnya saat ditemui di Balirung, UGM, pada Selasa (8/4/2025). 

    Andi juga menjelaskan kegiatan di pusat penelitian (research center) merupakan salah satu modus untuk melakukan kekerasan seksual. 

    “Kemudian juga di research center-nya dan juga kegiatan-kegiatan lomba. Jadi biasanya ada lomba, mereka membuat dokumen, persiapan proposalnya dilakukan di luar kampus,” tambahnya. (*)