Kementrian Lembaga: LPSK

  • Dewan Pers perkuat perlindungan pers lewat MoU dengan LPSK

    Dewan Pers perkuat perlindungan pers lewat MoU dengan LPSK

    Bentuk kekerasan yang mereka hadapi makin beragam seiring dengan munculnya media digital, media sosial, hingga teknologi baru seperti AI.

    Jakarta (ANTARA) – Dewan Pers memperkuat komitmen perlindungan terhadap jurnalis dengan menandatangani nota kesepahaman (MoU) bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait dengan perlindungan kerja pers sebagai saksi dan atau korban tindak pidana di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Senin.

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyampaikan apresiasinya atas terwujudnya kerja sama tersebut.

    Ninik Rahayu mengatakan bahwa MoU ini sebagai langkah penting yang lebih maju dari sebelumnya, mengingat perjanjian sebelumnya telah berakhir sejak September 2024.

    “Memang sempat ada keterlambatan, tetapi kami bersyukur di akhir masa jabatan periode 2022—2025 ini, kerja sama ini bisa disegerakan,” kata Ninik.

    Dikatakan pula bahwa masih ada sejumlah perjanjian kerja sama (PKS) lanjutan yang ingin difinalisasi, bahkan dengan penambahan mitra dari lembaga-lembaga yang selama ini sudah terjalin baik.

    Menurut dia, lembaga pers terdiri atas dua entitas, yaitu media dan jurnalis, yang keduanya rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dalam menjalankan profesinya.

    Ia menegaskan bahwa jurnalis merupakan pembela hak konstitusional warga negara atas informasi, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E UUD NRI Tahun 1945.

    Dalam konteks ini, lanjut dia, insan pers memerlukan dukungan penuh, baik dalam mencari, mengolah, menyimpan, memproduksi, maupun menyebarkan informasi.

    “Terlebih saat ini bentuk kekerasan yang mereka hadapi makin beragam seiring dengan munculnya media digital, media sosial, hingga teknologi baru seperti AI,” ujarnya.

    Ninik menyoroti bahwa banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tidak ditangani dengan tuntas. Beberapa kasus berhenti di tahap penyelidikan, sementara lainnya bahkan tak sempat diproses karena korban belum berani melapor.

    Ketua Dewan Pers ini mencatat peningkatan jumlah kekerasan yang tak tertangani, termasuk kasus doxing dan perusakan alat kerja, seperti yang dialami oleh jurnalis Tempo beberapa waktu lalu.

    “Kami berharap LPSK juga dapat memperluas perlindungan, termasuk terhadap alat kerja jurnalis, website, hingga percakapan digital seperti WhatsApp yang sering kali menjadi sasaran serangan,” tambah Ninik.

    Lebih lanjut dia mendorong pembentukan Satuan Tugas Nasional Perlindungan Jurnalis yang melibatkan LPSK, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan lembaga independen lainnya. Perlindungan ini harus secara sistematis dan terintegrasi, mencakup pencegahan dan percepatan penanganan.

    “Kami berharap kerja sama ini tidak berhenti di penandatanganan saja, tetapi ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama yang lebih perinci siapa melakukan apa, dengan cara apa, kapan, dan bagaimana evaluasinya,” tegasnya.

    Ia juga menitipkan perhatian khusus pada jurnalis kampus yang kerap menghadapi tekanan saat menyampaikan kebenaran.

    “Upaya pemulihan terhadap mereka sering kali belum maksimal. Mereka membutuhkan dukungan agar hak untuk mendapatkan keadilan, pengungkapan kebenaran, dan pemulihan benar-benar terpenuhi,” ucap Ninik.

    Sementara itu, Ketua LPSK Brigjen Pol. Purn. Achmadi menyambut baik kerja sama ini dan menilai MoU tersebut penting untuk memperkuat perlindungan terhadap jurnalis dalam rangka menjamin pelaksanaan kemerdekaan pers.

    Brigjen Pol. Purn. Achmadi berharap pembahasan lanjutan dapat segera dilakukan untuk menindaklanjuti poin-poin teknis dalam kerja sama tersebut.

    “Kami juga menyambut baik upaya-upaya perlindungan terhadap pers dalam rangka jaminan pelaksanaan kemerdekaan pers itu sendiri,” pungkas Brigjen Pol. Purn. Achmadi.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • LPSK Masih Telaah Permohonan Perlindungan 2 Saksi Kasus Kematian Mahasiswa UKI

    LPSK Masih Telaah Permohonan Perlindungan 2 Saksi Kasus Kematian Mahasiswa UKI

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih menelaah permohonan perlindungan dari dua saksi kasus kematian Kenzha Ezra Walewangko (22).

    Seorang mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang tewas di dalam area kampus dalam keadaan terluka pada Selasa (4/3/2025) malam.

    Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias mengatakan pihaknya masih melakukan penelaahan tersebut untuk memutuskan apakah akan menerima permohonan dan bentuk perlindungan diberikan.

    “Sedang kami lakukan penelaahan dan kami dalami. Pastinya kami nanti juga akan berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya,” kata Susilaningtias di Ciracas, Jakarta Timur, Jumat (2/5/2025).

    Koordinasi tersebut dilakukan karena penyelidikan kasus dugaan pengeroyokan terhadap Kenzha kini ditangani jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

    Tidak hanya Polda Metro Jaya, LPSK juga akan berkoordinasi dengan Polres Metro Jakarta Timur yang sempat menangani kasus kematian Kenzha namun penyelidikannya sudah dihentikan.

    Berbeda dengan laporan kasus dugaan pengeroyokan Kenzha yang penyelidikannya dihentikan Polres Metro Jakarta Timur, Polda Metro Jaya masih melakukan penyelidikan.

    “Ini kan ada dua laporan, pertama di Polres Metro Jakarta Timur, baru nanti kemudian juga kami koordinasi dengan Polda Metro Jaya. Kalau yang satu sudah SP3, satu lagi masih dalam proses,” ujarnya.

    Sementara terkait bentuk perlindungan diajukan, Susilaningtias menuturkan bentuk perlindungan diajukan kedua saksi di antaranya berupa pendampingan selama proses hukum.

    Namun bentuk perlindungan ini dimungkinkan dapat bertambah, bila dari hasil penelaahan tim LPSK ditemukan ada risiko ancaman terhadap kedua saksi selama proses hukum.

    “Kalau yang disampaikan ke kami lebih utama kepada pendampingan. Nanti kita dalami, bisa saja mereka enggak hanya mengajukan pendampingan hukum. Tapi perlindungan fisik,” tuturnya.

    Sebelumnya Saksi kasus kematian mahasiswa UKI, Kenzha Ezra Walewangko (22) mengajukan permohonan ke LPSK didampingi tim penasihat hukumnya pada Senin (28/4/2025) siang.

    Perlindungan tersebut diajukan karena tim penasihat menilai terdapat risiko ancaman terhadap kedua saksi, bahkan sudah ada indikasi intimidasi secara lisan dialami para saksi kasus.

    Tim kuasa hukum mencontohkan bahwa saat sedang berada di kampus saksi pernah dihampiri seseorang yang menepuk pundaknya, lalu melontarkan ucapan ‘baik-baik kuliah’.

    “Ada juga ketika mereka di-BAP di Polres Jakarta Timur mereka dikatakan kalau enggak benar (keterangannya) kami tuntut kamu,” ujar tim penasihat hukum, Samuel Parasian Sinambela.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Polisi Sita Rp 75 Miliar Hasil Kasus Judi Online – Page 3

    Polisi Sita Rp 75 Miliar Hasil Kasus Judi Online – Page 3

    Sebagaimana ramai diberitakan, aktivitas perjudian online yang merajalela, sistematis dan masif telah menyebabkan munculnya banyak perilaku kriminal turunan. Seperti meningkatnya kasus bunuh diri dan pembunuhan antar anggota keluarga.

    Pada akhir tahun lalu, seorang pria di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, nekat merampok dan membunuh ibu kandungnya sendiri berinisial R berusia 80 tahun. Ia membunuh ibunya sendiri demi bisa bermain judi online.

    Puan menyoroti bagaimana judi online telah memengaruhi banyak sendi kehidupan.

    “Judi online benar-benar telah merusak sendi-sendi kehidupan bangsa, termasuk ketahanan keluarga. Fenomena seperti ini harus dihentikan,” tegasnya.

    Adapun Komnas HAM hingga LPSK melaporkan, lonjakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penelantaran anak, hingga bunuh diri dalam beberapa tahun terakhir kerap memiliki benang merah dengan keterlibatan anggota keluarga dalam praktik judi daring. 

    “Dari situ kita dapat melihat bahwa dampak judi online bukan hanya finansial, tapi juga dari sisi sosial dan psikologis. Pemerintah harus secepatnya memberantas judi online ini sampai ke akar-akarnya,” ujar Puan.

    Puan pun menilai, penanganan judi online harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak dan menggunakan pendekatan yang berkelanjutan.

    “Mengatasi judi online, termasuk bagi anak-anak dan remaja, memerlukan kerja sama antara pemerintah, platform media sosial, penyedia layanan internet, serta masyarakat luas,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Puan menanggapi laporan dari Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkap bahwa nilai perputaran dana judi online di Indonesia telah mencapai Rp 1.200 triliun sepanjang tahun berjalan. Menurutnya, laporan ini mengejutkan sekaligus menyentak nurani kolektif bangsa. 

    “Bukan hanya karena besarnya nilai uang tersebut yang melampaui anggaran pendidikan nasional tetapi juga fakta ini mengindikasikan bahwa sistem pengawasan finansial digital memiliki masalah yang sangat krusial,” terang Puan.

  • Komisi III DPR RI Minta Polda Metro Ambil Alih dan Tuntaskan Kasus Kematian Kenzha Ezra Walewangko – Halaman all

    Komisi III DPR RI Minta Polda Metro Ambil Alih dan Tuntaskan Kasus Kematian Kenzha Ezra Walewangko – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi III DPR RI meminta Polda Metro Jaya mengambil alih kasus kematian mahasiswa Fisipol UKI, Kenzha Ezra Walewangko, dari Polres Jakarta Timur (Jaktim). 

    Polda Metro Jaya juga diminta mengusut dugaan pengeroyokan yang menyebabkan Kenzha meninggal di lingkungan kampus hingga tuntas.

    Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Sari Yuliati saat membacakan poin kesimpulan rapat dengar pendapat umum bersama jajaran Polres Jakarta Timur, Polda Metro Jaya, dan keluarga Kenzha.

    Dalam poin itu, Sari menekankan bila Komisi III DPR meminta Polda Metro Jaya mengusut kasus kematian Kenzha dengan profesional. Terpenting, terbuka ke publik dan memberi keadilan bagi korban.

    “Komisi III DPR RI meminta kepada Polda Metro Jaya untuk segera menindaklanjuti dan mengusut tuntas perkara nomor: LP/B/1904/III/2025/SPKT/Polda Metro Jaya terkait kasus kematian mahasiswa Universitas Kristen Indonesia atas nama Sdr. Kenzha Ezra Walewangko secara profesional, transparan, dan berkeadilan,” kata Sari di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (30/4/2025).

    Kesimpulan kedua, Sari menyatakan Komisi III DPR meminta Polda Metro Jaya menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 

    Khususnya, dalam memberikan perlindungan terhadap para saksi yang memberika keterangan terkait ihwal pengeroyokan Kenzha.

    “Komisi III DPR RI meminta kepada Polda Metro Jaya bekerja sama dengan LPSK untuk memberikan perlindungan kepada keluarga korban dan saksi dalam kasus meninggalnya Sdr. Kenzha Ezra Walewangko,” ujar Sari.

    Sementara itu, dalam rapat tersebut juga anggota Komisi III DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka, menilai kasus kematian Kenzha merupakan masalah serius yang harus diselesaikan pihak Polda Metro Jaya.

    Legislator dari Dapil Sulawesi Utara (Sulut) itu bahkan menyesalkan kinerja Kapolres Jakarta Timur (Jaktim) Kombes Nicolas Ary Lilipaly yang tidak profesional dalam mengusut tuntas kasus kematian Kenzha. 

    Apalagi, kata dia, Kapolres Nicolas dengan gegabah menyebut bahwa Kenzha meninggal karena meminum minuman keras.

    “Kami melihat di sini bahwa permasalahan ini cukup serius karena hilangnya nyawa seseorang, saya sangat menyesalkan terlalu dini pihak Polres Jakarta Timur untuk mengatakan bahwa kasus ini karena minuman keras, dengan apa yang kami lihat dan diskusi ada kejanggalan di sini yang perlu didalami, harus diungkap, jangan sampai faktanya dibelokkan, misalnya meninggal karena minuman keras tapi ada beberapa saksi yang lain menyatakan hal yang berbeda,” kata Martin.

    Untuk itu, Legislator dari Fraksi Partai Gerindra itu meminta Polda Metro Jaya segera mengambil alih penanganan kasus kematian Kenzha. Polda Metro Jaya diharap benar-benar profesional menuntaskan kasus tersebut.

    Polda Metro Jaya diingatkan tidak ragu mendalami kesaksian para saksi kunci yang mengungkap ihwal kematian Kenzha. Terutama, dalam mengusut nama Thomas, Gery, dan Delon yang disebut-sebut sebagai pelaku pengeroyokan Kenzha.

    “Kami di sini meminta dilakukan pendalaman lagi oleh Polda Metro Jaya karena sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya, tentu kami berharap Polda Metro Jaya melakukan pendalaman lagi, karena ini ada 3 saksi yang berada di lokasi tidak ada yang dipanggil Polres Jakarta Timur, yakni Thomas, Gery, Delon, itu 3 nama di bap Polda Metro yang sudah berjalan belum pernah dipanggil,” ujarnya.

    Martin menegaskan bakal mengawal seluruh proses penanganan kasus kematian Kenzha. Dia berharap hasil penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya bisa membuat terang kasus, terpenting memberi rasa keadilan bagi keluarga Kenzha.

    “Dapil saya ini Pak yang meninggal, konstituen saya di Sulut, saya pasti mengawal kasus ini hingga terang benderang, dan keluarga yang ditinggalkan mendapat informasi yang jelas dan mereka bisa tenang dengan peristiwa ini. Tolong dari pihak Polda Metro Jaya, kami berharap dilakukan pendalaman hingga terang,” pu

  • Prabowo Tugaskan Sri Mulyani Jadi Ketua Panitia Seleksi Dewan Komisioner LPS – Halaman all

    Prabowo Tugaskan Sri Mulyani Jadi Ketua Panitia Seleksi Dewan Komisioner LPS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Prabowo Subianto telah meneken aturan terkait tugas yang diemban Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

    Sri Mulyani ditetapkan sebagai Ketua Panitia Seleksi Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (ADK LPS).

    Prabowo telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2025 tentang Susunan Keanggotaan Panitia Seleksi dan Tata Cara Pelaksanaan Seleksi Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.

    Serta Keputusan Presiden Nomor 42/P Tahun 2025 tanggal 17 April 2025 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (ADK LPS).

    Sri Mulyani mengungkapkan, dua aturan itu dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS. 

    UU LPSK telah beberapa kali diubah, terakhir perubahannya adalah dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau P2SK.

    Pada UU tersebut, pemilihan ADK LPS dilakukan melalui panitia seleksi atau pansel. 

    UU P2SK juga disebutkan pembentukan panitia seleksi yang dibentuk oleh Presiden Republik Indonesia untuk memilih ADK LPS yang berasal dari dalam atau luar LPS. 

    “Susunan panitia seleksi terdiri atas Menteri Keuangan sebagai ketua serta anggota panitia seleksi yang diambil dari unsur pemerintah, unsur Bank Indonesia, unsur dari OJK, dan unsur dari industri perbankan dan atau asuransi di dalam menjalankan undang-undang ini, Bapak Presiden telah mengeluarkan surat Keppres nomor 42/P tahun 2025 yaitu mengenai anggota panitia seleksi,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers secara daring,  Senin (28/4/2025).

    Berikut daftar Pansel ADK LPS:

    Sri Mulyani Indrawati (Ketua merangkap Anggota)
    Thomas AM Jiwandono (perwakilan pemerintah)
    Aida S Budiman (Bank Indonesia)
    Dian Ediana Rae (OJK)
    Fauzi Ichsan (perwakilan profesional/komunitas perbankan)
    Rizal Bambang Prasetyo (perwakilan profesional/industri asuransi)

    Tugas Pansel

    Sri Mulyani menjelaskan, panitia seleksi memiliki berbagai tugas, yaitu:

    Menyusun dan menetapkan jadwal kegiatan seleksi calon Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (ADK LPS).
    Menyusun dan menetapkan mekanisme seleksi calon ADK LPS
    Mengumumkan penerimaan calon ADKLPS
    Melakukan seleksi administrasi atau administratif calon ADK LPS dan kemudian
    Melakukan seleksi kelayakan dan kepatutan calon ADK LPS
    Melakukan penilaian dan pemilihan calon ADK LPS
    Menyampaikan dari hasil penilaian pemilihan calon ADK LPS
    Menyampaikan nama calon ADK LPS kepada Presiden paling sedikit tiga orang calon untuk setiap jabatan ADK yang dibutuhkan.

    Seleksi Wakil Ketua DK LPS akan Dimulai

    Sri Mulyani menjelaskan, pansel akan menyampaikan kepada Bapak Presiden tiga calon untuk jabatan Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS yang saat ini proses seleksinya akan dimulai.

    Panitia seleksi juga akan menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugas kepada Bapak Presiden dan melakukan tugas lainnya dalam rangka menyelenggarakan seleksi calon ADK LPS.

    “Untuk proses seleksi pansel saat ini di dalam rangka untuk merekrut Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS, jangka waktu seleksi adalah paling lama 20 hari kerja,” ungkapnya.

    Setelah tiga nama diserahkan, nantinya Presiden akan memilih dan meneruskan minimal dua nama untuk setiap jabatan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam waktu maksimal 10 hari kerja terhitung sejak diterimanya nama calon ADK LPS dari panitia seleksi.

    “DPR RI kemudian akan melakukan kembali proses uji kelayakan dan kepatutan untuk calon yang disampaikan
    oleh Bapak Presiden dan hasil dari proses uji kelayakan dan kepatutan DPR kemudian disampaikan kepada Presiden untuk ditetapkan,” jelasnya.

    (Tribunnews.com/Gilang Putranto)

  • Kasus Kematian Mahasiswa UKI, Keluarga Bawa 2 Saksi Kunci ke Penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya – Halaman all

    Kasus Kematian Mahasiswa UKI, Keluarga Bawa 2 Saksi Kunci ke Penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Kasus kematian Kenzha Erza Walewangko (22) mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) memasuki babak baku.

    Keluarga mendiang mendatangi Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (28/4/2025) dengan membawa dua saksi baru kepada penyidik Ditreskrimum.

    Hal itu sebagai tindak lanjut dari keputusan Polres Metro Jakarta Timur yang menghentikan penanganan perkara.

    Ayah Kenzha, Eben Haezar Happy Walewangko, didampingi kuasa hukum, Raja Butarbutar memberikan keterangan kepada wartawan.

    Mereka mempertanyakan laporan polisi yang dilayangkan pada bulan lalu terkait dugaan Tindak Pidana Penganiayaan.

    Laporan itu teregister dengan nomor LP/B/1904/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 17 Maret 2025.

    “Terkait kematian Kenzha, terakhir kali kan Polres Jakarta Timur sudah menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), tapi sebelum itu kami sudah melaporkan, keluarga sudah membuat laporan juga di Polda, sehingga ini adalah menindaklanjuti laporan itu,” ujar Raja.

    “Kami membawa dua saksi baru, hari ini dimintai keterangan. Dua saksi ini saksi kunci ya, termasuk saksi kunci, ada di lokasi juga,” ucapnya.

    Dua saksi kunci ini yang berada di tempat kejadian perkara (TKP) dan melihat kejadian secara langsung.

    Saksi kunci tersebut sempat diperiksa penyidik Polres Metro Jakarta Timur.

    Ia merahasiakan identitas dua saksi kunci guna dapat membantu membuka fakta-fakta baru.

    “Karena kami ragu ya sama keterangan yang dibuat oleh Polres Jakarta Timur. Kami mendengarkan keterangan dari saksi berbeda,” katanya.

    “Makanya kami nilai bahwa perlu untuk dibawa ke Polda untuk didengar keterangan yang lebih lanjut,” lanjut Raja.

    Pihaknya mengajukan permohonan perlindungan terhadap dua saksi kunci ini ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

    “Tadi pagi juga kami sudah meminta perlindungan ke LPSK terkait status saksi ini, karena dua orang saksi ini adalah mahasiswa,” tutur dia.

    “Kami takut bahwa ada intimidasi, karena ada relasi kuasa di situ, takut ada intimidasi dari kampus dan lain-lain,” sambungnya.

    Selain dua saksi kunci, bukti baru juga dibawa dalam pemeriksaan kali ini.

    “Kami juga menampilkan bukti yang baru. Nanti di keperluan penyidikan, selain saksi baru, ada bukti baru yang kami bawa,” kata Eben Haezar.

    “(Buktinya) tampilan gambar korban dan video. Waktu dia di kamar pemulasaran, waktu dia dimandikan. Jadi kondisi badan setelah dimandikan, sementara dimandikan ada videonya,” lanjut dia.

    Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Timur menghentikan penyelidikan kasus Kenzha Erza Walewangko (22) mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) yang meninggal di area kampus pada Selasa (4/3/2025). 

    Kasus itu teregister dengan nomor LP/B/794/III/2025/SPKT/Polres Metro Jakarta Timur/Polda Metro Jaya tertanggal 5 Maret 2025 atas nama pelapor Roparulian Evander Ellia Napitupulu.

    Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly mengatakan kasus kematian Kenzha Erza Walewangko tidak dapat ditingkatkan penyelidikannya ke tahap penyidikan karena tidak ditemukan unsur pidana.

    “Untuk itu penyelidik akan menghentikan proses ini dan melengkapi administrasinya,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).

    Nicolas berujar penyelidikan dihentikan setelah petugas melakukan gelar perkara.

    Gelar perkara dilaksanakan pada Selasa (15/4/2025) mengundang pihak eksternal bagian wassidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Propam Polda Metro Jaya, Itwasda Polda Metro Jaya, dan Bidkum Polda Metro Jaya 

    “Penyelidik menyajikan semua data dan fakta hasil penyelidikan berupa keterangan saksi-saksi, ahli pidana dan ahli kedokteran forensik, yang diperkuat dengan hasil autopsi oleh Rumah Sakit Polri,” ujar Nicolas.

    Beberapa saksi yang diperiksa dari mahasiswa hingga sekuriti menyebut Kenzha dengan posisi berdiri menggoyang-goyangkan besi pagar dengan kedua tangannya.

    Sehingga besi pagar tersebut lepas hingga akhirnya mahasiswa Fisipol UKI itu terjatuh dan masuk ke selokan.

    “Korban jatuh ke dalam selokan, korban tidak bisa berdiri lagi,” tambah Kapolres.

    Yang mengangkat korban dari selokan dua orang saksi sekuriti yaitu WS dan AJW.

    Mereka melihat langsung jaraknya kurang lebih 1,5 meter sampai 2 meter dari korban.

    Sementara Dokter Forensik RS Polri Arfiani Ika Kusumawati menambahkan alkohol yang dikonsumsi oleh Kenzha menunjukkan dosis yang sangat tinggi di bagian lambung. 

    Adapun dosis alkohol di darah sangat rendah.

    “Berarti korban tersebut mengkonsumsi alkohol yang dalam jumlah besar, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran,” paparnya.

    Menurutnya, alkohol tersebut tidak menyebabkan meninggal, tapi dia berperan penting dalam penurunan kesadaran. 

    “Pada saat saya koordinasi dengan penyidik ada adegan korban tersebut (jatuh ke selokan) dan posisi kepala di bawah,” jelas Arfiani.

    Orang dengan kesadaran yang baik akan mudah bangun saat terjatuh.

    Sedangkan Kenzha, imbuh dia, dalam pengaruh alkohol yang sangat besar sudah dalam kondisi lemas.

  • Keluarga Mahasiswa UKI Desak Polisi Ungkap Fakta Kematian, Bawa Saksi dan Bukti Baru
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        28 April 2025

    Keluarga Mahasiswa UKI Desak Polisi Ungkap Fakta Kematian, Bawa Saksi dan Bukti Baru Megapolitan 28 April 2025

    Keluarga Mahasiswa UKI Desak Polisi Ungkap Fakta Kematian, Bawa Saksi dan Bukti Baru
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Keluarga mendiang Kenzha Erza Walewangko (22), mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), mendatangi Polda Metro Jaya, Senin (28/4/2025), untuk menindaklanjuti laporan terkait kematian anak mereka.
    Keluarga yang diwakili oleh ayah Kenzha, Happy Walewangko, dan kuasa hukum Raja Butar Butar mendesak polisi untuk mengungkap fakta-fakta yang belum terungkap, setelah penyelidikan kasus tersebut dianggap tidak jelas.
    “Polres Metro Jakarta Timur sudah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), tapi sebelum itu kami sudah melaporkan di Polda Metro Jaya. Kami membawa dua saksi baru, dua saksi ini saksi kunci yang ada di lokasi juga mahasiswa dari UKI,” ujar Raja, Senin, dikutip dari
    Antara
    .
    Raja mengemukakan, saksi tersebut merupakan mahasiswa dari UKI yang diduga memiliki informasi kunci terkait peristiwa yang menyebabkan tewasnya Kenzha pada Maret 2025.
    Pihak keluarga juga telah mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk kedua saksi tersebut.
    Mereka khawatir saksi akan mendapat intimidasi, mengingat adanya relasi kuasa di antara pihak-pihak terkait.
    “Karena ada relasi kuasa di situ, takut ada intimidasi dari kampus dan lain-lain, sehingga kita kuasa hukum perlu berpikir bahwa perlu untuk dilindungi saksi ini,” lanjut Raja.
    Dia berharap keterangan dari saksi-saksi baru tersebut dapat membuka fakta-fakta baru yang akan mengarah pada pengungkapan penyebab kematian Kenzha.
    “Ini saksi baru dua. Kita berharap nanti setelah ada keterangan saksi yang baru ini, akan ada saksi lain. Mungkin sekarang masih takut, kami harap berani untuk bicara (speak up). Harapannya seperti itu ya,” ujar Raja.
    Pihak keluarga sebelumnya telah melaporkan kasus ini pada 17 Maret 2025 dengan nomor LP/B/1904/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.
    Namun, meskipun laporan telah dibuat, pihak Polres Metro Jakarta Timur mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus tersebut.
    “Polres Metro Jakarta Timur sudah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), tapi sebelum itu kami sudah melaporkan di Polda Metro Jaya. Kami membawa dua saksi baru, dua saksi ini saksi kunci yang ada di lokasi juga mahasiswa dari UKI,” ujar Raja.
    Di sisi lain, ayah Kenzha, Happy Walewangko, juga menyampaikan bahwa selain membawa saksi baru, mereka juga membawa sejumlah bukti yang diduga dapat mengungkapkan kondisi Kenzha setelah kejadian.
    “Seperti tampilan gambar dan video korban waktu Kenzha di kamar pemulasaran, waktu dimandikan. Jadi kondisi badan Kenzha setelah dimandikan,” ungkap Happy.
    Dalam gambar dan video yang dibawa, terlihat adanya lebam di tubuh Kenzha, termasuk tanda tapak sol sepatu di pundak kiri, luka robek di kepala kanan, dan lebam-lebam di bagian belakang tubuhnya.
    Bukti tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa kematian Kenzha tidak wajar dan patut diselidiki lebih lanjut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keluarga Belum Terima Hasil Otopsi Mahasiswa UKI yang Tewas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        28 April 2025

    Keluarga Belum Terima Hasil Otopsi Mahasiswa UKI yang Tewas Megapolitan 28 April 2025

    Keluarga Belum Terima Hasil Otopsi Mahasiswa UKI yang Tewas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Keluarga mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI)
    Kenzha Ezra Walewangko
    (22) yang tewas di kampusnya, mengaku belum menerima hasil otopsi.
    “Satu lagi, otopsi ataupun hasil daripada almarhum Kenzha yang di rumah sakit tidak pernah diberikan kepada keluarga korban sampai detik ini salinan apapun tidak diberikan kepada keluarga korban,” ujar kuasa hukum Kenzha, Samuel Parasian Sinambela, di Kantor LPSK, Senin (28/4/2025).
    Samuel menjelaskan, sebelum melakukan otopsi, keluarga diminta persetujuan, tetapi hingga saat ini belum ada hasil.
    “Waktu otopsi ataupun pada saat jenazah ada di rumah sakit, minta tanda tangan daripada keluarga korban,” tutur Samuel.
    Samuel mengungkapkan, meski saat ini kasus penyelidikan kematian Kenzha sudah dihentikan di Polres Jakarta Timur, tetapi di Polda Metro Jaya terus berjalan.
    “Yang jelas, keluarga yang melaporkan sudah diambil keterangannya dan saksi sudah diminta keterangannya. Saya tidak tahu apakah juga mereka dari Polda minta keterangan dari Polres,” ucap Samuel.
    Sebelumnya diberitakan, Polres Metro Jakarta Timur menyatakan tidak ada unsur pidana dalam kematian Kenzha Ezra Walewangko, mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI).
    Hal ini disampaikan oleh Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly, dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis (24/4/2025).
    “Dugaan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama dan atau penganiayaan dan atau kelalaian yang menyebabkan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 351 KUHP dan atau Pasal 359 KUHP. Tidak dapat ditingkatkan penyelidikannya ke tahap penyidikan,” ujar Nicolas, Kamis.
    Nicolas menjelaskan, kesimpulan tersebut diambil berdasarkan gelar perkara yang melibatkan Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Bid Propam Polda Metro Jaya, Itwasda Polda Metro Jaya, serta Bidkum dan dokter forensik.
    Dengan demikian, penyelidikan kasus kematian Kenzha akan dihentikan.
    “Bukanlah merupakan suatu tindak pidana, untuk itu penyelidikan akan menghentikan proses penyelidikan dan akan melengkapi administrasi penghentian penyelidikan,” kata Nicolas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keluarga Belum Terima Hasil Otopsi Mahasiswa UKI yang Tewas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        28 April 2025

    2 Saksi Kasus Kematian Mahasiswa UKI Ajukan Perlindungan ke LPSK Megapolitan 28 April 2025

    2 Saksi Kasus Kematian Mahasiswa UKI Ajukan Perlindungan ke LPSK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Dua saksi kasus kematian mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), Kenzha Ezra Walewangko (21), mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
    “Kalau saat ini dua yang kami sampaikan dan permohonan. Saksi itu inisial, tetap kami jaga rahasianya bahwa adik-adik itu minta, kalau ada apa-apa dengan kami tolong selamatkan kami supaya kami juga bisa mengatakan yang benar adalah benar,” ucap kuasa hukum keluarga Kenzha, Samuel Parasian Sinambela, di Kantor LPSK, Senin (28/4/2025).
    Samuel menjelaskan, permohonan perlindungan bisa bertambah, mengingat ada saksi lain yang telah memberikan keterangan, tetapi juga menginginkan perlindungan.
    “(Soal) Kasus pengeroyokan terhadap Kenzha yang dihentikan oleh Kapolres Jakarta Timur, pihak keluarga sudah melaporkan juga sebelumnya di Polda Metro Jaya dan melaporkan Kapolres tersebut atas SP3-nya di Divisi Propam Mabes Polri. Maka saksi-saksi yang sebetulnya melihat, mengetahui akan
    speak

    up
    , namun mereka minta dilindungi,” ucap Samuel.
    Samuel mengungkapkan, saksi yang diajukan untuk mendapatkan perlindungan telah menerima ancaman verbal.
    “Saksi secara ancaman mungkin melalui WA dan sebagainya nah ini artinya secara psikis (ancaman) sudah dilakukan nah tinggal bagaimana mereka mengatakan seperti apa,” ungkapnya.
    Kedua saksi tersebut, kata Samuel, meminta perlindungan fisik karena khawatir akan adanya intimidasi berlebihan ketika mereka sedang beraktivitas.
    “Jenis perlindungan saat ini adalah perlindungan terhadap fisik tubuhnya jika kalau nanti mereka diintimidasi atau ditakut-takuti untuk di-
    drop out
    ataupun sanksi apa pun,” ucapnya.
    Diberitakan, Polres Metro Jakarta Timur menyatakan tidak ada unsur pidana dalam kematian Kenzha Ezra Walewangko, mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI).
    Hal ini disampaikan oleh Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis (24/4/2025).
    “Dugaan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama dan atau penganiayaan dan atau kelalaian yang menyebabkan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 351 KUHP dan atau Pasal 359 KUHP. Tidak dapat ditingkatkan penyelidikannya ke tahap penyidikan,” ujar Nicolas, Kamis.
    Nicolas menjelaskan, kesimpulan tersebut diambil berdasarkan gelar perkara yang melibatkan Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Bid Propam, Polda Metro Jaya, Itwasda Polda Metro Jaya, serta Bidkum dan dokter forensik.
    Dengan demikian, kata Nicolas, penyelidikan kasus kematian Kenzha akan dihentikan.
    “Bukanlah merupakan suatu tindak pidana, untuk itu penyelidikan akan menghentikan proses penyelidikan dan akan melengkapi administrasi penghentian penyidikan,” kata Nicolas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • LPSK Siap Lindungi Anak Korban Rudapaksa Oknum Polisi di Bone

    LPSK Siap Lindungi Anak Korban Rudapaksa Oknum Polisi di Bone

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan siap melindungi anak perempuan berinisial K (15) yang dicabuli oknum polisi di Bone, Sulawesi Selatan.

    Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias mengatakan pihaknya sudah mengirimkan tim untuk berkoordinasi dengan Polres Bone yang menangani proses hukum kasus tersangka Bripda MNF.

    “Kita melakukan komunikasi dengan aparat penegak hukum setempat dan  pihak-pihak terkait,” kata Susilaningtias saat dikonfirmasi di Ciracas, Jakarta Timur, Jumat (25/4/2025).

    Koordinasi dengan Satreskrim Polres Bone dan pihak-pihak terkait itu dilakukan guna memastikan hak-hak korban terpenuhi selama jalannya proses hukum hingga tingkat pengadilan nanti.

    Baik hak korban untuk mendapat pendampingan selama memberikan keterangan di tingkat penyidikan, hingga hak pendampingan psikologis untuk memulihkan trauma.

    “Kami belum bertemu dengan korban maupun bulan dengan korbannya. Bila nantinya korban mengajukan permohonan LPSK siap untuk memberikan perlindungan,” ujarnya.

    Sementara terkait proses hukum, Susilaningtias menuturkan LPSK mendorong agar pelaku dapat dihukum sesuai tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang dilakukan.

    Menurut LPSK dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS sudah diatur bahwa oknum penegak hukum yang melakukan TPKS maka hukumannya akan diperberat dibanding warga sipil.

    “Harusnya sih bisa (diperberat hukuman). Karena dia (pelaku) anggota Polri yang seharusnya menegakkan hukum tapi malah melakukan kekerasan seksual terhadap anak,” tuturnya.

    Sebelumnya oknum anggota Polri Bripda MNF mencabuli anak perempuan berinisial K (15), bahkan pelaku juga melakukan kekerasan fisik dan mengancam akan menyebarkan video korban.

    Berdasar penyelidikan sementara Satreskrim Polres Bone antara Bripda MNF dan K sebelumnya menjalin hubungan asmara, namun Polres Bone belum dapat mengungkap kronologi kejadian.

    Hanya saja Polres Bone menyatakan sudah menetapkan Bripda MNF sebagai tersangka dan melakukan penahanan, serta memproses pelanggaran secara kode etik anggota Polri.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya