Kementrian Lembaga: LPSK

  • Menko Yusril Serahkan 33 Rekomendasi Kebijakan Strategis ke-14 Kementerian/Lembaga

    Menko Yusril Serahkan 33 Rekomendasi Kebijakan Strategis ke-14 Kementerian/Lembaga

    Menko Yusril Serahkan 33 Rekomendasi Kebijakan Strategis ke-14 Kementerian/Lembaga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyerahkan 33 rekomendasi kebijakan kepada 14 Kementerian dan Lembaga (K/L).
    Yusril mengatakan, 33 rekomendasi disusun melalui proses sinkronisasi dan koordinasi sektoral terkait isu-isu strategis.
    Tujuannya adalah untuk menjamin keselarasan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan visi Astacita Presiden.

    Rekomendasi kebijakan
    ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih kebijakan, memastikan efektivitas program, serta menyelesaikan isu-isu yang tidak dapat ditangani oleh satu kementerian secara mandiri,” kata Yusril, dalam konferensi pers di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (17/12/2025).
    Yusril mengatakan, dari 33 rekomendasi tersebut,
    Kementerian Hukum
    mendapatkan porsi terbesar, yaitu 13 rekomendasi.
    Poin-poin penting yang dilampirkan di antaranya adalah beneficial
    ownership
    , interoperabilitas data kekayaan intelektual, keadilan restoratif (
    restorative justice
    ), hingga pembaruan KUHP.
    Sementara itu, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mendapatkan 6 rekomendasi yang menyoroti penanganan warga keturunan Filipina (Filipino Descent), penanganan tahanan
    overstay
    , serta penguatan Balai Pemasyarakatan (BAPAS).
    Kemudian, terdapat rekomendasi untuk Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), salah satunya berisi pembentukan lembaga regulasi nasional atau badan legislasi nasional.
    “Pembentukan lembaga regulasi nasional atau istilah lain dalam badan legislasi nasional ini adalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perubahan undang-undang 2012 dan 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,” ujar dia.
    Selain itu, Yusril juga menyerahkan rekomendasi untuk Kementerian HAM, Komnas HAM, dan LPSK.
    Kementerian/Lembaga di sektor HAM ini diminta melakukan sinkronisasi satu data korban dan pemulihan korban pelanggaran HAM berat.
    Yusril mengatakan, kementeriannya terus memantau pelaksanaan rekomendasi ini secara ketat.
    Dia memastikan, Kemenko Kumham Imigrasi akan melakukan evaluasi pada tahun 2026.
    “Kami akan melakukan pemantauan dan evaluasi atas tindak lanjut rekomendasi ini pada tahun 2026 mendatang untuk memastikan implementasi berjalan sesuai rencana aksi dan memberikan manfaat nyata bagi
    pembangunan nasional
    ,” ucap dia.
    Berikut ini rincian rekomendasi yang diserahkan Kemenko Kumham Imipas kepada 14 Kementerian/Lembaga:
    1. Kementerian Hukum (13 Rekomendasi): Fokus pada beneficial ownership, interoperabilitas data kekayaan intelektual, royalti musik, keadilan restoratif, pembaruan KUHP, arbitrase, partisipasi publik (meaningful participation), akses keadilan, dan reformasi regulasi.
    2. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (6 Rekomendasi): Termasuk interoperabilitas data, penanganan Filipino Descent (Sumatera Utara), tahanan overstay, implementasi KUHP, dan penguatan layanan BAPAS.
    3. Kementerian Dalam Negeri (6 Rekomendasi): Meliputi data Pos Lintas Batas Negara (PLBN), status warga keturunan Filipina di Sulawesi Utara, perlindungan pekerja migran, dan diklat HAM terpadu.
    4. PPATK (3 Rekomendasi): Fokus pada transparansi korporasi dan kepatuhan Financial Action Task Force (FATF).
    5. OJK (3 Rekomendasi): Penguatan tata kelola
    beneficial ownership
    dan verifikasi multipihak.
    6. BNPP (1 Rekomendasi): Optimalisasi tata kelola Pos Lintas Batas Negara.
    7. Kementerian HAM (1 Rekomendasi): Sinkronisasi satu data korban pelanggaran HAM berat.
    8. BKN (1 Rekomendasi): Percepatan diklat HAM terpadu bagi ASN dan guru.
    9. Komnas HAM (1 Rekomendasi): Sinkronisasi pemulihan korban pelanggaran HAM berat.
    10. LPSK (1 Rekomendasi): Penguatan satu data pemulihan korban pelanggaran HAM berat.
    11. KemenPPPA (1 Rekomendasi): Akselerasi revisi UU Perlindungan Anak.
    12. BP2MI (1 Rekomendasi): Pembentukan Perda perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
    13. Baleg DPR (1 Rekomendasi): Percepatan pembahasan revisi UU Perlindungan Anak.
    14. KemenPAN-RB (1 Rekomendasi): Pembentukan lembaga regulasi nasional (Badan Legislasi Nasional).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • LPSK Puji Ketegasan Oditur Tuntut Terdakwa Kasus Prada Lucky Bayar Restitusi: Berpihak Pada Korban

    LPSK Puji Ketegasan Oditur Tuntut Terdakwa Kasus Prada Lucky Bayar Restitusi: Berpihak Pada Korban

    Liputan6.com, Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengapresiasi Oditur Militer III-14 Kupang juga menuntut para terdakwa penganiayaan Prada Lucky membayar restitusi. Hal itud disampaikan dalam sidang tuntutan Pengadilan Militer III-15 Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Diketahui, dalam sidang agenda pembacaan tuntutan pada Kamis (11/12), salah satu berkas perkara Oditur menyatakan restitusi merupakan bentuk pertanggungjawaban atas kerugian yang dialami keluarga korban akibat perbuatan para terdakwa yang menyebabkan Prada Lucky meninggal dunia.

    Menurut perhitungan LPSK, nilai ganti rugi untuk korban Prada Lucky dan atau keluarganya, mencapai total sebesar Rp1.650.379.008 (satu miliar enam ratus lima puluh juta tiga ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah).

    Wakil Ketua LPSK, Antonius PS Wibowo menjelaskan, nilai itu dihitung dari proyeksi gaji sampai usia pensiun dan kebutuhan hidup sampai dengan rata-rata umur harapan hidup di NTT. Menurut dia, restitusi tersebut dibebankan kepada seluruh terdakwa yang mencapai 22 orang. Permohonan restitusi tersebut tertuang dalam 3 berkas yang terpisah, yaitu untuk Terdakwa perkara nomor: 40-K sampai dengan 42-K/PM.III-15/AD/X/2025.

    “Kami menyambut baik dan mengapresiasi tuntutan tersebut dan menilai langkah Oditur Militer mencerminkan keberpihakan kepada keluarga korban, yakni hak restitusi, khususnya di lingkungan Peradilan Militer. Tuntutan ini menegaskan posisi korban dalam sistem peradilan pidana militer sebagai subjek hukum yang memiliki hak atas pemulihan,” ungkap Antonius, seperti dikutip dari siaran pers, Minggu (14/12/2025).

    Antonius menambahkan, keputusan hakim dalam perkara ini nantinya dapat juga mencontoh putusan Kasasi No. 213/K/Mil/2025 bulan September 2025. Dalam putusan tersebut Majelis Hakim Agung menghukum terdakwa “perkara penembakan Bos Rental Mobil” membayar restitusi sejumlah ratusan juta rupiah untuk korban.

    Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23), prajurit TNI AD meninggal dunia setelah 3 hari dirawat intensif di ruang ICU RSUD Aeramo, Kecamatan Aesesa, Rabu (6/8/2025). Dia diduga mengalami penganiayaan oleh seniornya.

  • Menanti Rekomendasi Komisi Reformasi dan Revisi UU Polri

    Menanti Rekomendasi Komisi Reformasi dan Revisi UU Polri

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dipimpin oleh pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie, bergerak cepat dalam menyusun cetak biru perubahan mendasar bagi institusi kepolisian.

    Di tengah tuntutan publik terhadap akuntabilitas penegak hukum, Komisi ini bekerja senyap mengumpulkan data dan perspektif vital demi merumuskan rekomendasi akhir untuk revisi Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri). Langkah ini difokuskan untuk menata ulang mandat, fungsi pengawasan, dan transparansi korps Bhayangkara.

    Jimly Asshiddiqie menggarisbawahi dua prasyarat mutlak dalam proses penyusunan rekomendasi. Pertama, dokumen harus disusun secara menyeluruh (komprehensif), mencakup seluruh temuan yang terungkap selama audiensi. Kedua, persetujuan dan pelaporan kepada Presiden merupakan tahapan esensial sebelum materi reformasi dipublikasikan.

    “Kami tentu harus melapor dahulu ke Presiden Prabowo Subianto sebelum diumumkan, materi reformasi untuk dituangkan dalam rancangan revisi Undang-Undang Polri,” tegas Jimly dilansir dari Antara, seperti ditulis Rabu (10/12/2025).

    Prosedur ini ditempuh guna menjamin usulan reformasi tersebut selaras penuh dengan visi, prioritas, dan kerangka kebijakan nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

    Jimly Asshiddiqie menyatakan, fase ini telah dimulai pada pekan ini, dengan agenda pertemuan untuk menggodok kesimpulan akhir yang diharapkan dihadiri banyak pihak terlibat.

    Proses perumusan dilakukan secara cermat dan terstruktur, mengingat dokumen rekomendasi ini akan menentukan arah institusi kepolisian untuk dekade mendatang. “Minggu ini kami sudah mulai. Hari Kamis (11/12/2025) mudah-mudahan banyak yang datang, kami mulai membuat kesimpulan,” tegasnya.

    Pengawasan dan Kompleksitas Kompolnas

    Pada Selasa (9/12/2025), Gedung Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menjadi lokasi serangkaian pertemuan penting. Komisi Reformasi, dalam sesi maraton, menerima pandangan dari pilar-pilar penting yang terkait langsung dengan kinerja Polri, yakni Kompolnas (pengawas internal), Peradi (organisasi advokat), serta lembaga independen Ombudsman RI (ORI) dan LPSK (perlindungan dan pengawasan kinerja publik).

    Diskusi tersebut berhasil menghimpun perspektif unik yang akan menjadi landasan utama perumusan perubahan UU.

    Audiensi dengan Kompolnas memakan waktu paling lama karena kompleksitas isu. Jimly menyoroti Kompolnas memiliki rekam jejak dua dekade dalam merumuskan arahan, kebijakan, pengawasan, hingga rekrutmen pimpinan Polri, sehingga posisinya strategis.

    “Hasil diskusi dengan Kompolnas menunjukkan bahwa permasalahan paling kompleks terpusat pada lembaga ini, mengingat Kompolnas selama dua dekade terakhir secara rutin terlibat dalam perumusan arahan, kebijakan yang direkomendasikan kepada pemerintah, serta menjalankan fungsi pengawasan dan rekrutmen calon Kapolri. Oleh karena itu, posisinya dinilai sangat strategis,” papar Jimly.

    Pernyataan ini tidak hanya menegaskan pentingnya Kompolnas, tetapi juga mengindikasikan permasalahan paling kompleks dalam reformasi justru berada pada ranah pengawasan dan akuntabilitas internal.

    Lalu, Komisi Reformasi dan Kompolnas mencapai kesepakatan krusial yang menjadi penguatan lembaga pengawas eksternal Polri tersebut. “Terdapat aspirasi kuat untuk mempertegas dan meningkatkan kapabilitas pengawasan Kompolnas,” jelas Jimly. Peningkatan kapabilitas ini diarahkan untuk mutu kinerja pengawasan terhadap institusi dan aparatur di lapangan yang menjadi kunci peningkatan transparansi.

    Penguatan ini secara khusus diarahkan untuk meningkatkan efektivitas fungsi pengawasan Kompolnas, meliputi pengawasan terhadap institusi kepolisian dan aparat di tingkat operasional. Tujuan akhirnya adalah membentuk mekanisme checks and balances yang lebih kuat dan akuntabel.

    Peningkatan kapabilitas Kompolnas ini diposisikan sebagai kunci untuk mendorong transparansi institusional, mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang, dan merehabilitasi kepercayaan publik terhadap kinerja kepolisian.

    Presiden Prabowo Subianto melantik 10 anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri di Istana Merdeka, Jakarta pada 7 November 2025. Komite ini dibentuk untuk mempercepat pembenahan di tubuh Kepolisian agar semakin profesional dan dipercaya publik – (Antara/Antara)Peran Sentral Lembaga Independen

    Selain Kompolnas, Komisi juga menyerap data dari pihak yang mengalami langsung dampak interaksi dengan kepolisian.

    “Komisi juga menerima masukan dari entitas independen, termasuk Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Secara substantif, lembaga-lembaga negara ini memiliki peran sentral dalam menangani berbagai laporan dan pengaduan yang berkaitan erat dengan kinerja dan maladministrasi kepolisian,” tutur Jimly.

    Masukan dari Peradi sebagai organisasi advokat juga memberikan perspektif praktis mengenai hambatan prosedural dalam penegakan hukum sehari-hari. Keterlibatan lembaga-lembaga ini menjamin revisi UU Polri tidak hanya bersifat normatif, tetapi responsif terhadap masalah struktural di masyarakat.

    Keterlibatan ORI dan LPSK memastikan revisi UU Polri bersifat responsif terhadap masalah struktural yang dikeluhkan publik, melampaui sekadar aspek normatif. Pengalaman kedua lembaga ini menjadi indikator kritis yang mencerminkan kebutuhan perbaikan mendasar dalam operasional kepolisian, dari prosedur penanganan perkara hingga jaminan perlindungan saksi dan korban.

    Kontribusi dari Peradi, ORI, dan LPSK diharapkan memperkaya substansi revisi UU Polri. Masukan tersebut mencakup dinamika dalam ruang penyidikan, tantangan perlindungan bagi pihak rentan, dan isu penyimpangan prosedur. Upaya ini diarahkan untuk membentuk lembaga kepolisian yang lebih responsif, akuntabel, dan profesional dalam penegakan keadilan. Partisipasi komprehensif seluruh pemangku kepentingan tersebut mengukuhkan keseriusan agenda reformasi.

    Sinergi Legislatif dan Eksekutif untuk RUU Polri

    Anggota Komisi III DPR Rikwanto meyakini hasil kerja keras Komisi Reformasi akan menjadi bahan utama penyusunan RUU Polri.

    “Insyaallah. Hasil kesimpulan Komisi Percepatan Reformasi Polri dan hasil akhir dari panitia kerja (Panja) Komisi III DPR untuk reformasi Polri bisa menjadi bahan untuk RUU Polri nantinya,” kata Rikwanto kepada Beritasatu.com.

    Ia menjelaskan, materi reformasi akan diubah menjadi rancangan revisi UU Polri. Proses pelaporan kepada Presiden Prabowo Subianto sebelum diumumkan publik bertujuan untuk menjaga sinergi antara kebijakan legislatif dan eksekutif.

    Pengamat hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Riza Alifianto, saat berbincang dengan Beritasatu.com, Rabu (10/12/2025), mendukung langkah tersebut. Ia berharap, revisi UU Polri yang dihasilkan dapat membawa perubahan signifikan, menciptakan kepolisian yang benar-benar menjadi pelindung, pengayom, dan penegak hukum berintegritas tinggi bagi masyarakat.

    Komisi Reformasi kini memasuki fase perumusan kesimpulan pada pekan ini. Proses penyusunan rekomendasi ini mencerminkan komitmen untuk memastikan setiap celah, kelemahan, dan potensi perbaikan telah dipertimbangkan. Masa depan akuntabilitas Polri kini bergantung pada detail dan keberanian yang termaktub dalam dokumen rekomendasi ini.

    “Masa depan akuntabilitas Polri kini bergantung pada detail dan keberanian yang termaktub dalam dokumen rekomendasi ini,” pungkasnya.

  • LPSK telaah permohonan “Justice Collaborator” yang diajukan Ammar Zoni

    LPSK telaah permohonan “Justice Collaborator” yang diajukan Ammar Zoni

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih menelaah permohonan Ammar Zoni sebagai Justice Collaborator (JC) dalam perkara tindak pidana narkotika yang saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    “Saat ini, permohonan masih dalam proses penelaahan dan membutuhkan pendalaman lebih lanjut berkaitan dengan permohonan saksi pelaku,” kata Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Dia menjelaskan posisi saksi pelaku memiliki standar kontribusi yang berbeda jika dibandingkan dengan terdakwa lainnya.

    Dalam mekanisme JC, keterangan pemohon harus bernilai strategis, bukan sekadar pengakuan, tetapi mampu membuka struktur kejahatan, alur transaksi, hingga aktor yang berada pada level pengendali dalam jaringan.

    “Seperti yang kita ketahui, saksi pelaku itu setidaknya harus mengetahui dan bisa membongkar kejahatan yang sebenar-benarnya, jadi kualitas keterangannya harus lebih besar,” ujar Sri.

    Terkait perkara narkotika, dia menekankan indikator utama dalam permohonan JC adalah sejauh mana pemohon dapat membantu mengungkap jaringan yang lebih besar, bukan hanya pembuktian tindak pidana di persidangan.

    “Harapannya, pemohon bisa membongkar jaringan-jaringan besar di atasnya,” tutur Sri.

    Dia menambahkan LPSK telah menerima pengajuan permohonan perlindungan Ammar Zoni (AZ) pada 26 November 2025 yang dilakukan oleh kuasa hukum bersama keluarga.

    “Permohonan tersebut terkait permohonan status sebagai Justice Collaborator (JC) dalam perkara tindak pidana narkotika yang saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ungkap Sri.

    Seperti diketahui, perkara yang menjerat AZ berkaitan dengan dugaan tindak pidana percobaan atau pemufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi lima gram.

    Sebanyak enam terdakwa dalam perkara tersebut dijerat Pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) atau Pasal 112 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • LPSK Telaah Permohonan Justice Collaborator Ammar Zoni

    LPSK Telaah Permohonan Justice Collaborator Ammar Zoni

    Jakarta, Beritasatu.com – Ammar Zoni mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melalui kuasa hukum dan keluarga pada 26 November 2025. Permohonan ini diajukan seiring statusnya sebagai justice collaborator (JC) dalam perkara tindak pidana narkotika yang kini bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Wakil Ketua LPSK, Sri Suparyati, membenarkan bahwa permohonan dari Ammar Zoni telah diterima dan sedang dalam tahap penelaahan. Permohonan tersebut berkaitan dengan perlindungan bagi saksi pelaku sesuai Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban serta PP Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Khusus Saksi Pelaku.

    “LPSK sudah menerima pengajuan permohonan perlindungan dari Ammar Zoni. Saat ini permohonan perlindungan diajukan berkaitan dengan permohonan sebagai saksi pelaku,” ujar Sri dalam keterangan tertulis, Jumat (5/12/2025).

    Sri menjelaskan bahwa status justice collaborator diberikan dengan mempertimbangkan kontribusi pemohon terhadap pengungkapan tindak pidana, termasuk kemampuan mengungkap jaringan yang lebih luas dalam kasus narkotika. Kualitas kesaksian juga harus benar-benar membantu penegak hukum mengurai perkara secara menyeluruh.

    Jika permohonan dikabulkan, maka keterangan Ammar Zoni sebagai justice collaborator harus memiliki nilai strategis, mulai dari membuka struktur kejahatan, alur transaksi, hingga pihak-pihak di tingkat yang lebih tinggi dalam jaringan narkotika tersebut. Untuk itu, proses pendalaman masih terus dilakukan.

    “Saksi pelaku harus memiliki standar kontribusi yang berbeda dibanding terdakwa lainnya. Setidaknya harus mengetahui dan bisa membongkar kejahatan yang sebenar-benarnya,” ujar Sri.

    Ia berharap kesaksian Ammar Zoni mampu mengungkap jaringan peredaran narkotika yang lebih besar, sehingga proses penegakan hukum dapat berjalan lebih komprehensif.

  • LPSK Turun ke TKP, Permohonan Perlindungan Misri Puspita Tetap Ditolak

    LPSK Turun ke TKP, Permohonan Perlindungan Misri Puspita Tetap Ditolak

    MATARAM – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan dari Misri Puspita Sari, salah satu tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi (MN).

    LPSK menilai tidak ada dasar kuat untuk memberikan perlindungan karena keterangan Misri dianggap tidak konsisten.

    “Permohonan Misri kami tolak,” kata Tenaga Ahli LPSK Tomi Permana, di Mataram, Antara, Rabu, 3 Desember. 

    Tomi menjelaskan keputusan tersebut diambil setelah melalui rangkaian telaah. LPSK menilai keterangan Misri berulang kali berubah dan dinilai tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

    “Yang bersangkutan tidak mengetahui peristiwa itu sama sekali, padahal saat itu dia berada di lokasi,” ujarnya.

    LPSK bahkan melakukan pengecekan langsung di vila lokasi kejadian untuk memastikan keterangan Misri, yang mengaku berada di kamar mandi saat Brigadir Nurhadi diduga tenggelam di kolam kecil.

    “Kalau posisi di kamar mandi, jelas kedengaran suara di luar. Apalagi situasi vila itu sepi, masih bisa masuk suara dari luar kamar mandi,” kata Tomi.

    Dalam kasus ini, Misri ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 221 KUHP tentang obstruction of justice karena diduga menghalang-halangi penyidikan. Berbeda dengan dua tersangka lainnya—Kompol Yogi dan Ipda Aris—yang dikenai Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan/atau Pasal 354 ayat (2) KUHP.

    Berkas perkara Misri saat ini masih berada di penyidik kepolisian dengan status penahanan ditangguhkan. Prosesnya tertinggal satu langkah dari berkas Kompol Yogi dan Ipda Aris yang sudah masuk tahap persidangan.

    Brigadir Nurhadi ditemukan tak sadarkan diri di kolam kecil vila tempat Kompol Yogi dan Misri menginap di Gili Trawangan. Temuan luka lebam dan robek pada tubuh korban membuat keluarga meminta polisi mengusut tuntas penyebab kematian almarhum. 

  • LPSK Tolak Permintaan Perlindungan Misri Tersangka Pembunuhan Brigadir MN

    LPSK Tolak Permintaan Perlindungan Misri Tersangka Pembunuhan Brigadir MN

    MATARAM – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK menolak permintaan perlindungan Misri Puspita Sari yang menjadi salah seorang tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi alias MN.

    “Permohonan Misri kami tolak,” kata Tenaga Ahli LPSK Tomi Permana di Mataram, Rabu, 3 Desember dilansir ANTARA.

    Ia menyampaikan keputusan tersebut sudah melalui rangkaian telaah permohonan. Alasannya, belum ada materi yang dapat menjadi landasan Misri memperoleh perlindungan.

    “Keterangannya selalu berubah-ubah. Tidak konsisten. Yang bersangkutan juga tidak mengetahui peristiwa itu sama sekali, padahal saat itu dia berada di lokasi,” ucapnya.

    LPSK pun telah turun lapangan untuk memastikan keterangan Misri perihal dalih dirinya berada di kamar mandi. Posisi tersebut yang menjadi alasan Misri tidak mengetahui penyebab Brigadir Nurhadi tenggelam di kolam kecil tempat menginap bersama Kompol Yogi.

    “Kami sampai menginap di vila tempat lokasi kejadian untuk memastikan keterangannya. Kalau posisi di kamar mandi, jelas kedengaran suara di luar. Apalagi situasi di vila itu sepi. Masih bisa masuk suara dari luar kamar mandi,” ujar Tomi.

    Misri dalam kasus ini turut menjadi tersangka yang dikenakan Pasal 221 KUHP tentang Obstruction of Justice. Misri diduga menghalang-halangi proses penyidikan.

    Sangkaan pidana ini berbeda dengan Kompol Yogi dan Ipda Aris yang kini sudah dipecat sebagai anggota Polri, yakni Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan/atau Pasal 354 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan nyawa orang hilang.

    Dalam penanganan, berkas perkara milik Misri masih di tangan penyidik kepolisian dengan status penahanan ditangguhkan. Berkas Misri tertinggal satu langkah dari berkas Kompol Yogi dan Ipda Aris yang kini masuk tahap pembuktian di persidangan.

    Brigadir Nurhadi meninggal usai ditemukan tidak sadarkan diri tenggelam di kolam kecil tempat menginap Kompol Yogi bersama Misri di kawasan Gili Trawangan.

    Karena ada hal yang janggal, yakni temuan luka lebam dan sobek pada tubuh almarhum menjadi dasar pihak keluarga meminta kepolisian untuk mengungkap penyebab kematian Brigadir Nurhadi.

  • Kejagung sebut RUU PSDK perlu perkuat jejaring LPSK di banyak daerah

    Kejagung sebut RUU PSDK perlu perkuat jejaring LPSK di banyak daerah

    Jakarta (ANTARA) – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undangan-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelindungan Saksi dan Korban (PSDK) perlu memperkuat jejaring Lembaga Pelindungan Saksi dan Korban (LPSK) di banyak daerah.

    Plt Wakil Jaksa Agung Asep N Mulyana mengatakan selama ini LPSK kerap berperan untuk turut memverifikasi korban-korban yang memerlukan perlakuan khusus, termasuk pemberian restitusi. Namun, hal itu tidak maksimal terlaksana di seluruh daerah di Indonesia.

    “Demikian juga mereka juga memberikan kewenangan-kewenangan lain yang tentu saja memberikan akses pada korban,” kata Asep saat rapat harmonisasi RUU PSDK di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Menurut dia, RUU PSDK juga diperlukan untuk memberikan pelindungan yang lebih kepada saksi dan korban. Nantinya, kata dia, saksi maupun korban tidak semata-mata hanya menyampaikan hal yang diketahui kepada penyidik, tetapi juga menyampaikan perasaan dan pandangannya.

    Selain itu, menurut dia, pelindungan juga tidak hanya perlu diberikan kepada korban, tetapi juga harus dilakukan kepada keluarganya. Dalam beberapa kasus kejahatan seksual, menurut dia, keluarga korban juga membutuhkan perhatian khusus.

    “Sehingga kalau kita sepakat bahwa undang-undang akan disempurnakan, tentu juga ada perluasan-perluasan kewajiban negara ataupun kehadiran negara dalam konteks perluasan terhadap (pelindungan) korban tersebut,” kata dia.

    Di sisi lain, dia pun mendorong diaturnya mekanisme formal antara Kejaksaan dan LPSK dalam penanganan perkara-perkara tertentu yang prioritas. Termasuk juga, kata dia, dalam mekanisme akuntabilitas, standar operasi prosedur, dan indikatornya.

    “Kami harapkan dalam undang-undang ini adalah bagaimana memperkuat koordinasi yang struktural, koordinasi yang kemudian terlembagakan, koordinasi kolaborasi yang kemudian semakin terpadu,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Benardy Ferdiansyah
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Baleg DPR harmonisasi RUU PSDK cegah ego sektoral Polri-Kejaksaan

    Baleg DPR harmonisasi RUU PSDK cegah ego sektoral Polri-Kejaksaan

    Saya lebih menebalkan tentang kedudukan LPSK (Lembaga Pelindungan Saksi dan Korban), yang kedua tentang koordinasi, kinerja koordinatif antara LPSK dengan aparat penegak hukum

    Jakarta (ANTARA) – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat harmonisasi terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelindungan Saksi dan Korban (PSDK) untuk mencegah ego sektoral antara Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung.

    Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan mengatakan harmonisasi RUU tersebut seyogyanya jangan menimbulkan perbedaan-perbedaan tentang kedudukan lembaga dalam mengurus pelindungan saksi dan korban, melainkan harus bertujuan untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum.

    “Saya lebih menebalkan tentang kedudukan LPSK (Lembaga Pelindungan Saksi dan Korban), yang kedua tentang koordinasi, kinerja koordinatif antara LPSK dengan aparat penegak hukum,” kata Bob di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Dalam rapat itu, Baleg DPR RI menghadirkan Plt Wakil Jaksa Agung Asep N Mulyana hingga Kepala Divisi Hukum Polri Irjen Agus Nugroho.

    Bob mengatakan bahwa Polri dan Kejaksaan memegang peranan penting dalam pelindungan saksi dan korban, khususnya dalam tahap penyelidikan, penyidikan, maupun pemungutan.

    Dia menjelaskan bahwa revisi terhadap UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelindungan Saksi dan Korban itu akan lebih banyak mengandung muatan materi untuk memperkuat independensi dari LPSK, meskipun irisan proses hukumnya tetap dalam lingkup pro yustisia.

    “Tetapi dari sisi hak asasi manusia ini juga perlu menjadi perhatian dari sisi perundang-undangan,” kata dia.

    Di sisi lain, dia pun ingin mendengar masukan dari Polri maupun Kejaksaan dalam evaluasi penerapan UU yang lama, serta berbagai tantangan yang dihadapi dalam melindungi saksi dan korban, baik mengatasi ancaman fisik maupun psikis.

    “Undang-undang saat ini sebenarnya lebih cenderung kepada sosok maupun kedudukan, eksistensi daripada lembaga LPSK,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Keluarga Almarhum Brigadir Nurhadi Ajukan Restitusi Senilai Rp 771 Juta
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        1 Desember 2025

    Keluarga Almarhum Brigadir Nurhadi Ajukan Restitusi Senilai Rp 771 Juta Regional 1 Desember 2025

    Keluarga Almarhum Brigadir Nurhadi Ajukan Restitusi Senilai Rp 771 Juta
    Tim Redaksi
    MATARAM, KOMPAS.com
    – Pihak keluarga almarhum Brigadir Nurhadi mengajukan restitusi atau ganti rugi sebesar Rp 771 juta.
    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Budi Muklish mengatakan, jumlah restitusi tersebut telah dihitung oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
    “Dari keluarga korban juga mengajukan restitusi ganti rugi sudah dihitung sama LPSK didampingi LPSK totalnya ada sekitar Rp 771 juta, itu digunakan untuk biaya pemakaman dan lain-lain,” kata Budi dikonfirmasi usai sidang, Senin (1/12/2025).
    Permohonan restitusi disampaikan LPSK saat sidang yang menghadirkan istri almarhum
    Brigadir Nurhadi
    , Elma Agustina di
    Pengadilan Negeri Mataram
    .
    Sidang dengan agenda pembuktian tersebut menghadirkan 3 saksi yang merupakan keluarga korban Nurhadi.
    Mereka adalah Elma Agustina yang merupakan istri korban, Sukarmidi mertua Nurhadi dan Rafika Dewi kakak kandung Brigadir Nurhadi.
    Dalam sidang ketiga saksi mengaku melihat wajah dan tubuh jenazah Brigadir Nurhadi yang penuh dengan luka dan lebam sebelum jenazah korban dimakamkan.
    Saat itulah keluarga merasa curiga dan tidak percaya bahwa korban Nurhadi mati tenggelam.
    “Setelah kematian tadi dilihat saat pemandian tadi ada luka-luka sempat ditayangkan tadi di layar luka-luka itu sudah sesuai dengan surat dakwaan jaksa, diameternya sama nah itu dibenarkan,” kata Budi.
    Diberitakan sebelumnya, kasus kematian Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan menyedot perhatian publik karena diduga melibatkan kedua atasannya.
    Saat ini kedua atasan korban yaitu Ipda Aris Chandra dan Kompol I Made Yogi Purusa Utama menjadi terdakwa kasus dugaan
    pembunuhan Brigadir Nurhadi
    .
    Sidang memasuki tahap pembuktian dan akan digelar pada Senin (8/12/2025) mendatang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.