Kementrian Lembaga: LPS

  • Purbaya Beri Sinyal Perpanjang Insentif Pajak UMKM, Ini Syaratnya!

    Purbaya Beri Sinyal Perpanjang Insentif Pajak UMKM, Ini Syaratnya!

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa membuka peluang untuk memperpanjang periode insentif pajak penghasilan (PPh) final UMKM 0,5% setelah 2029.

    Dia bahkan sempat menyatakan pemberlakuan secara permanen khusus untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP).

    Sekadar informasi, pemerintah telah memperpanjang periode pemberian insentif PPh 0,5% untuk UMKM dengan omzet hingga Rp4,8 miliar sampai dengan 2029. 

    Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Purbaya menyebut otoritas masih mengkaji lebih lanjut peluang untuk memperpanjang periode pemberian insentif dimaksud. 

    “PPh final UMKM untuk wajib pajak orang pribadi masih dirapikan [kajian] katanya. Jawaban pejabat, belum dikerjain maksudnya,” ungkapnya sambil berkelakar kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (14/11/2025). 

    Namun demikian, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu tidak menutup kemungkinan untuk memperpanjang lagi periode pemberian insentif pajak itu. Syaratnya, pelaku UMKM yang omzetnya sudah melebih batas Rp4,8 miliar setahun tidak mengakali lagi kewajiban pajaknya. 

    “Nanti kami lihat keadaannya seperti apa. Kalau UMKM mereka enggak ngibul-ngibul, udah gede [omzetnya], seharusnya enggak apa-apa diperpanjang. Kami lihat dua tahun ke depan seperti apa,” kata Purbaya. 

    Pada keterangan sebelumnya, Bendahara Negara itu sempat melempar wacana untuk mencocokkan data wajib pajak UMKM dengan data badan usaha yang dimiliki Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum. 

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mewanti-wanti pengusaha agar tidak mengakali insentif pajak penghasilan (PPh) final UMKM 0,5% dengan praktik “arisan faktur”.  

    Airlangga mengingatkan agar keputusan pemerintah untuk memperpanjang insentif pajak itu disalahgunakan. Dia menyebut pemerintah sudah memahami praktik-praktik untuk mengakali kebijakan PPh final UMKM 0,5%.  

    “Jangan buka toko [lagi], yang omzetnya sudah Rp5 miliar diturunin ke toko tetangga, tukar-menukar faktur. Nah kita sudah agak paham, bagaimana di pasar itu berlaku arisan faktur. Nah ini juga harus kita jaga,” ujar Airlangga dalam acara Investor Daily Summit 2025 di Jakarta, Kamis (9/10/2025).

  • bjb Hadirkan Program SiSuka, Investasi Deposito Kini Lebih Praktis

    bjb Hadirkan Program SiSuka, Investasi Deposito Kini Lebih Praktis

    Jakarta

    bank bjb terus berupaya memberikan kemudahan investasi kepada masyarakat. Salah satunya melalui bjb SiSuka (Deposito Suka-Suka) Online.

    Corporate Secretary Herfinia mengatakan Program bjb SiSuka Online dirancang untuk memudahkan nasabah dalam berinvestasi melalui platform digital. Melalui aplikasi DIGI bank bjb, nasabah dapat membuka deposito secara mandiri, menyesuaikan nominal penempatan, dan menentukan jangka waktu sesuai preferensi pribadi.

    “Kemudahan ini menjadikan investasi semakin praktis, cepat, dan bisa dilakukan kapan saja dari mana saja,” kata Herfinia dalam keterangan tertulis, Jumat (14/11/2025).

    Dia menjelaskan Program bjb SiSuka Online berlangsung mulai 1 November 2025 hingga 31 Desember 2025 dan terbuka bagi nasabah perorangan, baik yang baru bergabung maupun yang sudah lama menjadi bagian dari keluarga besar bank bjb.

    Menariknya, nasabah berkesempatan memperoleh suku bunga kompetitif hingga 4.50% per tahun untuk penempatan dana selama tiga bulan dengan nominal penempatan mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 1 miliar. Tingkat suku bunga ini berlaku sepanjang masa program hingga deposito jatuh tempo.

    “Untuk mengikuti program ini, nasabah hanya perlu memiliki rekening utama berupa tabungan atau giro di bank bjb serta telah terdaftar sebagai pengguna DIGI bank bjb. Semua proses dilakukan melalui aplikasi, dari pembukaan hingga pencairan deposito, tanpa perlu ke kantor cabang,” ujarnya.

    Untuk membuka deposito bjb SiSuka Online, nasabah cukup mengakses aplikasi DIGI bank bjb dan memilih menu ‘bjb Deposito’ dari halaman utama. Setelah itu, memilih menu ‘Pembukaan Deposito Baru’ dan pilih ‘Deposito Suka-Suka’.

    “Setelah dipilih akan muncul halaman persetujuan syarat dan ketentuan. Pada tahap ini, nasabah diwajibkan untuk membaca dan memahami seluruh ketentuan umum penempatan bjb Deposito Suka-Suka Online, termasuk pernyataan bahwa seluruh data pribadi yang disampaikan adalah benar dan dapat diproses oleh bank untuk keperluan penempatan deposito,” ungkapnya.

    Nasabah juga menyatakan setuju dan bersedia mengikatkan diri untuk mematuhi seluruh ketentuan yang berlaku dalam program ini. Di antaranya adalah komitmen untuk mematuhi ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66 Tahun 2008 tentang Besaran Nilai Simpanan yang Dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mengatur jaminan terhadap dana deposito sepanjang memenuhi persyaratan nilai simpanan yang dijamin dan tidak melanggar ketentuan.

    Setelah menyetujui persyaratan, nasabah akan diarahkan untuk mengisi formulir pembukaan deposito secara digital. Pada formulir ini, nasabah akan diminta untuk memilih nominal penempatan dana mulai dari Rp1 juta hingga Rp 1 miliar serta menentukan jangka waktu deposito, mulai dari satu bulan sampai dengan dua belas bulan.

    “Nasabah juga perlu menentukan sumber dana yang digunakan, yaitu dari rekening utama mereka di bank bjb,” ujar Herfinia.

    Setelah semua data diisi dengan lengkap, aplikasi akan menampilkan estimasi nilai bunga yang akan diperoleh berdasarkan jumlah penempatan dan jangka waktu yang dipilih.

    Estimasi ini membantu nasabah memahami potensi keuntungan yang akan diterima. Jika semua informasi sudah sesuai, nasabah dapat melanjutkan proses dengan mengklik tombol ‘Selanjutnya’ dan masuk ke tahap konfirmasi pembukaan deposito.

    Konfirmasi pembukaan deposito dilakukan dengan melakukan otorisasi menggunakan PIN DIGI bank bjb yang dimiliki nasabah. Jika proses otorisasi berhasil, maka pembukaan deposito dianggap selesai. Bukti transaksi akan secara otomatis tersimpan di menu Inbox dalam aplikasi.

    Selain proses pembukaan, bank bjb juga mempermudah proses pencairan deposito bjb SiSuka Online dengan alur yang sangat sederhana. Nasabah hanya perlu kembali membuka aplikasi DIGI bank bjb dan masuk ke menu ‘bjb Deposito’. Setelah itu, pilih menu ‘Pencairan Deposito’ yang akan menampilkan daftar deposito aktif milik nasabah.

    Nasabah kemudian memilih salah satu deposito yang ingin dicairkan dan mengklik tombol ‘Cairkan’. Aplikasi akan menampilkan rincian informasi deposito yang akan dicairkan untuk dikonfirmasi. Jika data sudah sesuai, nasabah dapat melanjutkan dengan menekan tombol ‘Selanjutnya’.

    “Seperti pada tahap pembukaan, pencairan juga memerlukan otorisasi menggunakan PIN DIGI bank bjb. Setelah otorisasi berhasil dilakukan, dana hasil pencairan akan langsung dikreditkan ke rekening sumber dana yang digunakan saat pembukaan deposito. Proses ini berlangsung otomatis, cepat, dan tanpa perlu interaksi langsung dengan petugas,” tuturnya.

    Bukti transaksi pencairan akan secara otomatis tersimpan di menu Inbox dalam aplikasi, sama seperti saat pembukaan. Dengan demikian, seluruh proses transaksi tercatat rapi dan bisa diakses kapan saja.

    bjb SiSuka Online turut menegaskan keunggulan bank bjb dalam membangun inovasi layanan keuangan berbasis teknologi digital. Nasabah kini tak hanya menabung, tetapi juga berinvestasi dengan lebih produktif melalui pengalaman perbankan digital yang nyaman.

    “Dengan teknologi yang semakin canggih dan kebiasaan masyarakat yang semakin digital, program bjb SiSuka Online menjadi jawaban atas kebutuhan finansial masa kini. Nasabah tak perlu lagi bingung memilih antara fleksibilitas dan keamanan karena keduanya bisa diperoleh dalam satu produk,” ungkapnya.

    Dia memastikan pihaknya bakal terus mendorong literasi dan inklusi keuangan melalui berbagai inisiatif, termasuk memperluas akses terhadap produk deposito digital ini secara nasional. Tak hanya untuk warga perkotaan, tapi juga menjangkau komunitas di berbagai daerah.

    “Melalui pendekatan teknologi dan pelayanan prima, bank bjb percaya bahwa setiap individu memiliki kesempatan untuk membangun masa depan finansial yang lebih mapan. bjb SiSuka Online menjadi jembatan antara keinginan masyarakat akan kemudahan dan kebutuhan akan stabilitas finansial,” jelasnya.

    “Kini saatnya nasabah memanfaatkan momentum ini. Program bjb SiSuka Online hanya berlaku hingga 31 Desember 2025. Jangan lewatkan kesempatan untuk berinvestasi cerdas dengan suku bunga yang menguntungkan, melalui proses yang mudah dan sesuai gaya hidup modern,” tutupnya.

    Informasi lebih lanjut mengenai program ini dapat diakses melalui situs resmi bank bjb di infobjb.id/deposito lalu pilih produk deposito online atau mengunjungi kantor cabang terdekat, atau menghubungi bjb Call 14049. bank bjb berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) & Bank Indonesia (BI) serta bank bjb merupakan peserta penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

    (akd/akd)

  • Aprindo: Redenominasi Rupiah Tak Berdampak Langsung ke Penjualan Ritel

    Aprindo: Redenominasi Rupiah Tak Berdampak Langsung ke Penjualan Ritel

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menilai bahwa rencana redenominasi mata uang rupiah tidak akan memberikan dampak langsung terhadap penjualan di sektor usaha ritel.

    Ketua Umum Aprindo Solihin mengatakan, kebijakan tersebut lebih berdampak pada kepraktisan dalam pelabelan harga barang yang dijual di gerai-gerai ritel modern.

    “Kita pegang [nominal] nolnya banyak, nanti kalau dibelanjakan atau ditukarkan jadi kelihatannya kecil,” ujar Solihin saat ditemui usai acara Hari Ritel Nasional 2025 di Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2025).

    Oleh karena itu, Solihin menyatakan bahwa Aprindo mendukung rencana tersebut sebagai salah satu strategi pemerintah untuk mengatur peredaran uang di masyarakat.

    Sejalan dengan itu, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) juga menyatakan dukungan terhadap rencana redenominasi rupiah.

    Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menjelaskan, redenominasi akan mempermudah peritel dalam menampilkan label harga produk, karena selama ini angka nol yang terlalu banyak sering menyulitkan sistem kasir dan pencetakan label harga elektronik.

    “Kalau dari Hippindo, kami mendukung [redenominasi], karena saat ini penjualan di kasir maupun price tag itu nolnya kebanyakan. Misalnya barang elektronik seharga Rp10 juta, di sistem komputer atau mesin pencetak name tag kadang tidak terdeteksi. Jadi, ini akan sangat memudahkan,” ujar Budihardjo kepada Bisnis, Senin (10/11/2025).

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa kebijakan redenominasi rupiah akan dijalankan oleh Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral.

    Mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menyebutkan bahwa realisasi kebijakan redenominasi rupiah akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan BI.

    “Redenom [redenominasi] itu kebijakan bank sentral, dan nanti akan diterapkan sesuai kebutuhan pada waktunya. Tetapi, [realisasi redenominasi] tidak sekarang, dan tidak tahun depan,” ujar Purbaya usai menghadiri Dies Natalies ke-71 Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya, Senin (10/11/2025).

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa rencana redenominasi rupiah tidak akan memengaruhi daya beli masyarakat maupun nilai tukar terhadap barang dan jasa.

    Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan bahwa redenominasi merupakan penyederhanaan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengubah nilai riilnya.

    “Ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi transaksi, memperkuat kredibilitas rupiah, dan mendukung modernisasi sistem pembayaran nasional,” ujar Denny dalam keterangannya, Senin (10/11/2025).

  • Soal Rp 1.000 Jadi Rp 1, Misbakhun Ingatkan Transisi Bertahap untuk Hindari Risiko

    Soal Rp 1.000 Jadi Rp 1, Misbakhun Ingatkan Transisi Bertahap untuk Hindari Risiko

    Jakarta

    Komisi XI DPR RI mengingatkan rencana redenominasi yang menyederhanakan mata uang rupiah memerlukan perencanaan yang komprehensif agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat. Pemerintah dinilai perlu menyusun peta jalan yang jelas, termasuk tahap transisi dari uang lama ke uang baru.

    Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan pihaknya siap membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah yang menyederhanakan nominal uang misalnya dari Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal ini dianggap sebagai bagian dari modernisasi sistem keuangan nasional.

    “Pada prinsipnya, kami menyambut baik rencana redenominasi ini. Kami siap membahasnya sepanjang seluruh aspek teknis, transisi dan kesiapan publik telah dipertimbangkan dan dipersiapkan secara matang,” ujar Misbakhun dalam keterangan tertulis, Selasa (11/11/2025).

    Misbakhun menilai redenominasi berpotensi mempermudah transaksi dan pencatatan keuangan, namun tetap memerlukan perencanaan yang matang. Oleh karena itu perlunya edukasi publik terutama bagi pelaku UMKM yang akan merasakan dampak langsung dari perubahan nominal harga.

    “Kami ingin kebijakan ini berjalan hati-hati dan tidak menimbulkan gangguan di lapangan. Fokus utamanya adalah kejelasan tahapan dan kesiapan masyarakat,” katanya.

    Untuk memastikan kelancaran implementasi, ia juga mengusulkan agar pemerintah melalui Bank Indonesia nantinya terlebih dahulu melakukan uji coba terbatas (pilot project) sebelum redenominasi diberlakukan secara penuh.

    “Yang paling penting, Bank Indonesia harus memastikan stabilitas inflasi dan sistem pembayaran tetap terjaga selama proses perubahan,” tambahnya.

    Menutup pernyataannya, Misbakhun menegaskan komitmen Komisi XI DPR untuk mengawal pembahasan RUU ini agar redenominasi dapat diterapkan dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi perekonomian nasional.

    “DPR siap bekerja bersama pemerintah agar kebijakan ini tidak menimbulkan beban baru bagi rakyat,” imbuhnya.

    Redenominasi Rupiah Belum Berlaku di Waktu Dekat

    Sebelumnya, rencana redenominasi rupiah kembali muncul dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pihaknya menyiapkan kerangka regulasi terkait redenominasi dengan menyusun RUU tentang Perubahan Harga Rupiah yang ditargetkan selesai 2027.

    “RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027,” tulis isi PMK tersebut.

    Lebih lanjut dijelaskan, urgensi pembentukan RUU Redenominasi ialah untuk efisiensi perekonomian, menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional, menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat, serta meningkatkan kredibilitas rupiah.

    Saat dikonfirmasi, Purbaya mengatakan kebijakan redenominasi dilakukan sepenuhnya oleh Bank Indonesia. Eks bos Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu juga menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak akan direalisasikan dalam waktu dekat, apalagi pada 2026.

    “Redenom itu kebijakan bank sentral dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya, tapi (penerapan) nggak sekarang, nggak tahun depan,” kata Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dikutip dari detikJatim, Senin (10/11).

    Tonton juga video “Misbakhun Tanggapi Defisit APBN”

    (acd/acd)

  • Menkeu Purbaya: APBN Siap Biayai Gedung Baru Ponpes Al-Khoziny

    Menkeu Purbaya: APBN Siap Biayai Gedung Baru Ponpes Al-Khoziny

    Bisnis.com, SURABAYA – Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah siap digunakan dalam pembiayaan rencana pembangunan gedung baru Pondok Pesantren Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, yang sempat ambruk, pada Senin (29/9/2025).

    Purbaya menjelaskan bahwa dirinya pun telah berdiskusi dengan Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo mengenai ihwal tersebut. Namun, dirinya menegaskan bahwa keputusan final mengenai penggunaan APBN untuk proses pembangunan ponpes itu tetap menunggu pengajuan resmi oleh kementerian terkait.

    “Yang runtuh itu ya? Saya enggak tahu akhirnya seperti apa, tapi saya sudah, kalau saya sudah diskusi dengan Menteri PU,” ucap Purbaya kepada Bisnis.com usai mengisi studium generale di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (10/11/2025).

    Bekas Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini menerangkan, secara prinsip pemerintah memiliki alokasi pos anggaran yang dapat digunakan, apabila seluruh rangkaian proses administrasi dari kementerian terkait telah diajukan dan disetujui pihaknya.

    “Pada dasarnya uangnya ada. Kalau menteri itu mengajukan, bisa dijalankan dengan cepat,” ucapnya.

    Meski begitu, Purbaya pun mengaku bahwa dirinya belum mengetahui secara detail mengenai perkembangan terkini mengenai rencana pembangunan ulang bangunan pondok pesantren tersebut.

    “Tapi detail akhirnya saya belum tahu seperti apa, ya belum diskusi lebih lanjut, tapi saya sih bilang uangnya ada,” jelasnya.

    Diberitakan sebelumnya, gedung baru Ponpes Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo akan segera dibangun kembali, pasca insiden ambruknya bangunan tiga lantai yang menewaskan sebanyak 63 santri, pada Senin (29/9/2025) silam.

    Kepala Kantor Pertanahan Sidoarjo Nursuliantoro bahkan menyebut bahwa Presiden Prabowo Subianto direncanakan akan langsung melakukan groundbreaking pembangunan gedung baru Ponpes Al-Khoziny pada 25 November 2025 mendatang. Rencananya, bangunan baru Ponpes Al-Khoziny tersebut akan digarap di lahan baru, yang terletak di Jalan Antartika, Desa Siwalanpanji, Sidoarjo.

  • Purbaya Ingin Terlibat Soal Nego Utang Kereta Cepat Whoosh ke China

    Purbaya Ingin Terlibat Soal Nego Utang Kereta Cepat Whoosh ke China

    Bisnis.com, SURABAYA – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa berharap bisa ikut terlibat dalam rencana negosiasi pembayaran utang Kereta Cepat Whoosh antara Indonesia dengan Pemerintah China.

    Pemerintah saat ini juga tengah merencanakan untuk mengirim tim negosiasi yang telah ditunjuk untuk mengurus perihal rencana restrukturisasi skema pembayaran utang pembangunan Kereta Cepat Whoosh tersebut ke China.

    Purbaya yang merupakan mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini juga berharap dirinya turut serta dilibatkan dalam pembicaraan dengan Pemerintah China dan perusahaan-perusahaan mitra yang tergabung dalam Konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).

    “Tapi nanti akan diskusikan dan mungkin Indonesia akan kirim tim ke China lagi kan, untuk diskusi seperti apa nanti pembayaran [utang Whoosh] persisnya. Kalau itu saya diajak biar saya tahu diskusinya seperti apa nanti,” ucap Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (10/11/2025) malam.

    Dirinya juga angkat bicara mengenai rencana yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto untuk menggunakan dana sitaan dari para koruptor dalam rangka pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.

    Purbaya menjelaskan, pemerintah saat ini masih berdiskusi lebih lanjut mengenai rencana penggunaan harta pengembalian atas hasil tindak pidana korupsi tersebut. Saat ini, rencana tersebut menurutnya masih baru dalam bentuk garis besar semata.

    “Masih didiskusikan, masih didiskusikan, nanti detailnya. Itu masih yang ada adalah masih garis-garis besarnya,” katanya.

    Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa Indonesia akan membayar sekitar Rp1,2 triliun per tahun, dalam skema pelunasan utang kereta cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh. Hal tersebut disampaikan Prabowo setelah meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru, Jakarta Pusat pada Selasa (4/11/2025) lalu.

    Prabowo menyatakan bahwa salah satu sumber pendanaan utang tersebut akan bersumber dari uang hasil rampasan korupsi. Dia lantas berujar bahwa pemerintah tak akan memberikan kesempatan lagi bagi para koruptor untuk kembali mencari celah dalam keuangan negara demi keuntungan pribadi.

    “Jadi saudara saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita. Untuk rakyat semua,” tutur Prabowo.

  • Sederet Alasan Target Pajak Purbaya 2025 Sulit Dicapai

    Sederet Alasan Target Pajak Purbaya 2025 Sulit Dicapai

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menghadapi risiko pelebaran shortfall alias selisih antara realisasi dengan target penerimaan pajak tahun 2025. Risiko pelebaran itu dipicu oleh rendahnya daya pungut penerimaan pajak, yang sampai kuartal III/2025 hanya di angka 8,58%. 

    Angka itu mengonfirmasi bahwa pengumpulan penerimaan pajak sebesar Rp1.295,3 triliun hanya mencakup 8,58% dari total PDB hingga kuartal III/2025 yang mencapai Rp17.672,9 triliun. 

    Dalam catatan Bisnis, rendahnya daya pungut penerimaan pajak itu terjadi karena 3 aspek. Pertama, karena kinerja perekonomian yang jelas berdampak langsung terhadap penerimaan pajak. Kedua, celah kepatuhan atau compliance gap. Ketiga, policy gap atau celah penerimaan pajak karena kebijakan tertentu, salah satunya pengecualian pajak atau tax exemption.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa target fiskus senilai Rp2.076,9 triliun yang sulit dicapai disebabkan oleh kondisi ekonomi yang melemah. “Makanya target anda susah dicapai. Saya pernah bilang kan di meeting besar bahwa bukan salah orang pajak itu enggak tercapai, karena ekonominya turun, tetapi orang-orang kan enggak peduli di luar,” jelasnya dikutip dari akun Instagram resmi @menkeuri, Minggu (9/11/2025).

    Oleh sebab itu, dia meminta agar Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu tetap berusaha seoptimal mungkin. Dia meyakini kondisi perekonomian sudah berbalik arah sejak akhir kuartal III/2025, atau tak lama setelah dia menjabat Menkeu.

    Beberapa gebrakan Purbaya yakni memindahkan kas pemerintah Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI) ke himbara guna memacu pertumbuhan kredit, maupun menggelontorkan beberapa stimulus. “Mudah-mudahan nanti pajaknya agak membaik sedikit. Saya harapkan target-targetnya bisa tercapai,” paparnya.

    Untuk tahun depan, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu memperkirakan penerimaan pajak akan membaik. Sebab, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan didorong mencapai 6% (yoy). “Kita akan dorong tumbuhnya ke 6%, itu harusnya kalau rasionya kita betul itu, private sektornya bisa jalan, tetapi anda ngerti kan apa yang anda kerjain? Jaga terus integritas,” terangnya.

    Target Ekonomi Sulit Tercapai 

    Adapun pelambatan laju perekonomian pada kuartal III/2025 yang realisasinya hanya 5,04% semakin memperberat posisi pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan tahunan di angka 5,2%. Pelambatan pertumbuhan ekonomi ini akan mempengaruhi penerimaan pajak, karena pajak adalah babak terkahir dari siklus ekonomi.

    Orang atau badan yang memperoleh tambahan penghasilan secara otomatis akan membayar pajak. Kalau rugi atau mengalami kondisi tertentu yang dibenarkan oleh undang-undang, orang atau badan tidak wajib membayar pajak. 

    Kalau menurut perhitungan secara akumulatif, untuk mencapai angka pertumbuhan 5,2%, pemerintah perlu mengejar target pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025 di angka 5,77% – 5,8%. Sementara proyeksi pemerintah saat ini, kuartal IV/2025 hanya tumbuh di angka 5,5%.

    Hal itu berarti, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 hanya akan berada di kisaran 5,13%. Meski simulasinya jauh lebih baik 2024 yang hanya tumbuh di angka 5,03%, secara tren pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 di angka 5,5% apalagi 5,77% sangat jarang bisa dicapai.

    Dalam catatan Bisnis, selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 tidak pernah mencapai angka 5,5%. Apalagi dengan kondisi ekonomi 2025, yang selain ditopang dukungan dari stimulus pemerintah, nyaris tidak ada momentum politik atau ekonomi dalam skala besar yang bisa membawa ekonomi Indonesia tumbuh 5,5% pada kuartal IV/2025.

    Rata-rata pertumbuhan ekonomi kuartal IV dari tahun 2015-2024 hanya di kisaran 4,3%. Nilai rata-rata ini memperhitungkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2020 yang terkontraksi 2,19% akibat pandemi Covid-19.

    Sedangkan pencapaian tertinggi pertumbuhan ekonomi kuartal IV dalam 10 tahun terakhir, terjadi pada tahun 2017. Saat itu realisasi pertumbuhannya di angka 5,19%. Menariknya, kuartal IV tahun 2018 dan 2023 yang didukung booming komoditas, realisasi pertumbuhannya masing-masing hanya di angka 5,18% dan 5,04%.

    Artinya, kalau menilik tren tersebut, pertumbuhan ekonomi di angka 5,5% atau 5,77% pada kuartal IV nyaris tidak pernah terjadi selama 10 tahun terakhir. Apalagi dengan fakta bahwa terjadi tren pelambatan kinerja konsumsi rumah tangga selama kuartal III/2025 lalu di angka 4,89%. Padahal, target pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 yang harus dipenuhi pemerintah agar bisa tumbuh sebesar 5,2% pada tahun 2025, minimal harus di angka 5,77%.  

    Policy Gap

    Soal celah dari kebijakan, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara pada pertengahan Oktober lalu mengungkapkan bahwa terdapat potensi penerimaan pajak sebesar Rp530 triliun yang tidak terpungut pada 2025.

    Suahasil menjelaskan bahwa ratusan triliun potensi pendapatan negara itu tak terpungut akibat berbagai program belanja perpajakan yang pemerintah luncurkan sepanjang tahun ini.

    Dia mencontohkan bahwa Kementerian Keuangan membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan makanan, barang/jasa pendidikan, kesehatan, maupun listrik di bawah 6.600 volt-ampere. Selain itu, bea masuk ke sejumlah komoditas juga dibebaskan.

    Di sisi lain, kebijakan insentif tax holiday (pembebasan pajak), tax allowance (pengurangan pajak), tax incentive (insentif pajak), hingga PPN dan pajak penghasilan (PPh) yang sifatnya final.

    “Itu semua adalah bentuk fasilitas perpajakan yang kita maksudkan, ya sudah, uangnya biar tetap di perekonomian, berputar di perekonomian. Estimasi kita untuk 2025 adalah sekitar Rp530 triliun yang tidak dikumpulkan oleh pemerintah,” jelas Suahasil dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

    Tabel Belanja Pajak 2021-2026

    Jenis Pajak
    2021
    2022
    2023
    2024
    2025
    2026

    PPN & PPnbM
    169,9
    190,4
    208,2
    227,8
    343,3
    371,9

    PPh
    106,5
    120,7
    129,2
    140,7
    150,3
    160,1

    Bea Masuk & Cukai
    16,6
    16,4
    21,5
    31,3
    36,2
    31,1

    PBB S5L
    0
    0,6
    0,7
    0,1
    0,1
    0,1

    Bea Meterai 

    0,4
    0,5
    0,3
    0,3
    0,4

    Total
    293
    328,5
    360
    400,1
    530,3
    563,6

    Keterangan: Kemenkeu, dalam triliun, 2025-2026 proyeksi

    Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia ini pun mengklaim bahwa besarnya belanja perpajakan itu menjadi salah satu alasan tax ratio atau rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia kerap rendah. Dia mencontohkan, Rp530 triliun potensi penerimaan pajak yang tak terpungut itu setara 2% dari PDB Indonesia.

    Lebih lanjut, dia merincikan sektor-sektor yang paling menikmati belanja perpajakan itu sepanjang tahun ini. Menurutnya, sektor manufaktur menjadi penikmat utama belanja perpajakan itu dengan estimasi sebesar Rp137 triliun sepanjang tahun ini, diikuti sektor pertanian (Rp60,5 triliun) dan perdagangan (Rp55 triliun).

    Sementara berdasarkan agennya, Suahasil mengungkapkan rumah tangga menikmati sekitar 55% belanja perpajakan itu, diikuti dunia bisnis dan investasi (25%) serta UMKM (18%). Dia pun mendorong agar setiap lapisan masyarakat terus menikmati belanja perpajakan tersebut. Suahasil menggarisbawahi bahwa belanja perpajakan bukan stimulus ekonomi yang terbatas untuk periode tertentu melainkan terus berjalan.

    “Kalau udah ada insentifnya dipakai, silakan. Pakainya bagaimana? Pakainya adalah dengan menjalankan terus kegiatan ekonomi. Kalau kegiatan ekonominya jalan, transaksinya jalan, ada sejumlah pajak yang enggak perlu dibayar,” tutup Suahasil.

    Rumitnya Administrasi PPN 

    Selain insentif PPh, rumitnya administrasi PPN di Indonesia juga turut menyumbang rendahnya daya pungut penerimaan pajak. Hal itu terjadi karena semakin banyaknya kebijakan yang membebaskan pengenaan PPN atau tax exemption. 

    Sekadar ilustrasi, pada tahun 2024 lalu penerimaan PPN tercatat hanya sebesar Rp828,5 triliun. Meski tercatat tumbuh, kinerja penerimaan PPN pada 2024 lalu hanya sebesar 6,9% dari total konsumsi rumah tangga atas harga berlaku yang angkanya sebesar Rp11.1964,9 triliun. Padahal, normalnya, kalau mengacu kepada tarif PPN sebesar 11%, penerimaan PPN seharusnya bisa menembus angka Rp1.316,13 triliun. 

    Tidak hanya itu kalau menggunakan rumus VAT gross collection ratio yang rumusnya adanya realisasi penerimaan PPN dibagi dengan tarif PPN dikalikan konsumsi rumah tangga, maka penerimaan PPN yang dipungut oleh pemerintah hanya sekitar 62,9% dari potensinya. Padahal, kalau mengacu kepada benchmark negara lain, angka ideal PPN yang seharusnya dipungut pemerintah ada di kisaran 70% dari potensi PPN.

    Aktivitas perekonomian di pasar tradisional./JIBI

    Belum optimalnya kinerja pemungutan PPN itu merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang royal menggelontorkan insentif dan stimulus yang efeknya tidak terlalu signifikan ke perekonomian. Pertumbuhan ekonomi stagnan di kisaran 5%. Tidak pernah menembus angka 6% kecuali ada booming komoditas. 

    Bukti royalnya insentif dan stimulus pemerintah itu tampak dari realisasi belanja pajak. Saat ini, insentif untuk aktivitas konsumsi masih mendominasi struktur belanja pajak atau tax expenditure yang digelontorkan pemerintah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Besarannya mencapai Rp371,9 triliun atau 65,9% dari total belanja perpajakan tahun depan sebesar Rp563,6 triliun.

    Sementara itu, belanja perpajakan untuk Pajak Penghasilan (PPh) pada RAPBN 2026 diproyeksikan sebesar Rp160,1 triliun atau lebih besar dari 2025 yakni Rp150,3 triliun. Kemudian, untuk bea masuk dan cukai diproyeksikan Rp31,1 triliun atau lebih kecil dari tahun sebelumnya yakni Rp36,2 triliun. Sedangkan, PBB P5L diproyeksikan pada 2026 sebesar Rp0,1 triliun atau hampir sama dengan tahun sebelumnya. 

    Compliance Gap

    Selain celah kebijakan, kepatuhan wajib pajak alias compliance gap juga menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Tren rasio kepatuhan formal wajib pajak yang hanya di angka 71% menunjukkan bahwa tudingan bahwa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak masih berburu di kebun binatang bukan isapan jempol semata.

    Sekadar catatan, Direktorat Jenderal Pajak melaporkan terjadi penurunan kepatuhan formal penyampaian surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan) 2024 wajib pajak orang pribadi (WP OP).

    Kantor Direktorat Jenderal Pajak alias DJP./Istimewa

    Setiap tahunnya, SPT Tahunan dilaporkan paling lambat pada 31 Maret untuk WP OP dan 30 April untuk WP Badan.

    Pada tahun lalu, realisasinya penyampaian SPT Tahunan 2023 mencapai 1.048.242 atau 1,04 juta untuk WP Badan (korporasi) dan 13.159.400 atau 13,15 juta untuk WP OP.Sementara pada tahun ini, realisasi penyampaian SPT Tahunan 2024 sebesar 1.053.360 atau 1,05 juta untuk WP Badan dan 12.999.861 atau 12,99 juta untuk WP OP.

    Artinya, ada penurunan penyampaian SPT Tahunan WP OP pada tahun ini sebesar 159.539 (-1,21%) dibandingkan tahun lalu. Padahal, penyampaian SPT Tahunan WP Badan pada tahun ini meningkat sebanyak 5.118 (+0,49%) dibandingkan tahun lalu.

    Cerminan Ekonomi 

    Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penurunan tax ratio itu bukan semata karena faktor administrasi, melainkan cerminan perlambatan ekonomi nasional.

    “Kinerja penerimaan pajak di negara berkembang seperti Indonesia bersifat pro-cyclical. Ketika pertumbuhan ekonomi melambat, tax ratio juga ikut menurun,” jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025).

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 itu turun dibandingkan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, yaitu 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% per kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19.

    Fajry mencatat, jika melihat tren penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir maka tampak penurunan tahun ini merupakan yang paling tajam yaitu sebesar 0,9 poin persentase (dari 9,48% per kuartal III/2024 menjadi 8,58% per kuartal III/2025).

    Dia mengaku memang banyak terjadi gejolak sepanjang tahun ini dari besarnya restitusi pajak hingga pergantian kepemimpinan otoritas fiskal dan pajak. Hanya saja, Fajry menilai faktor restitusi pajak hanya berdampak pada kuartal I/2025, sedangkan pengaruh pergantian pimpinan di Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak belum terbukti signifikan.

    “Artinya, ini menjadi indikasi jika kondisi ekonomi tahun 2025 lebih lambat dibandingkan tahun 2024, setidaknya sampai kuartal III,” ujarnya.

    Pemerintah sendiri menargetkan tax ratio 2025 sebesar 10,03%, atau 1,44 poin lebih tinggi dari posisi saat ini. Fajry meragukan target tersebut realistis dicapai dalam sisa tahun berjalan.

    Dia berkaca pada realisasi tax ratio tahun lalu. Saat itu, tax ratio mencapai 9,48% sampai dengan kuartal III/2024; pada akhir tahun, tax ratio tercatat di angka 10,08% atau hanya meningkat 0,6 poin persentase meski dengan berbagai usaha ekstra yang telah dilakukan otoritas.

    “Kalaupun sisi penerimaannya mau dipaksa untuk mencapai target, iklim usaha yang akan menjadi korbannya,” wanti-wantinya.

  • Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 8%, Purbaya Ingin Rasio Pajak 15% di 2029

    Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 8%, Purbaya Ingin Rasio Pajak 15% di 2029

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menargetkan rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) naik seiring pertumbuhan ekonomi pada akhir pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di 2029. 

    Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025-2029 yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.70/2025, Kemenkeu diamanatkan mendukung arah kebijakan pembangunan nasional yakni optimalisasi pendapatan negara, belanja negara serta perluasan sumber dan pengembangan inovasi pembiayaan serta pengendalian inflasi. 

    Target itu sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Target indikator sasaran strategis pendapatan negara yang optimal meliputi di antaranya rasio pendapatan negara terhadap PDB 12,36% pada 2025, dan naik ke kisaran 12,86% sampai dengan 18% pada 2029. 

    Adapun penerimaan perpajakan yang merupakan sumber utama pendapatan negara, ditargetkan juga naik. Pada 2025, rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB ditargetkan sebesar 10,24%. Kemudian, target itu naik pada 2029 yakni ke kisaran 11,52% sampai dengan 15%. 

    Berikut target indikator sasaran strategis pendapatan negara yang optimal selengkapnya:

    – Rasio pendapatan negara terhadap PDB = 12,36% (2025); 12,86% — 18% (2029)

    – Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB = 10,24% (2025); 11,52% — 15% (2029)

    – Rasio PNBP = 2,11% (2025); 1,33% — 2,99% (2029)

    – Indeks efektivitas kebijakan belanja negara = 86 (2025); 88 (2029)

    – Rasio defisit APBN terhadap PDB dalam batas aman = -2,53% (2025); -2,24% — -2,50% (2029)

    – Rasio utang pemerintah terhadap PDB yang menjamin keberlanjutan fiskal = 39,43% (2025); 38,55% — 38,64% (2029)

    Optimisme Pertumbuhan

    Pada Jumat (7/11/2025), Purbaya mengunjungi Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak–Wajib Pajak Besar (LTO) dan memberikan arahan kepada para petugas pajak di kanwil tersebut.

    Dia menyampaikan, target fiskus yang sulit dicapai dalam memungut pajak disebabkan oleh kondisi ekonomi yang melemah. 

    Hal ini beberapa kali disampaikan olehnya, merujuk pada saat kondisi memburuk akhir Agustus 2025 lalu ketika terjadi demonstrasi besar-besaran. 

    “Makanya target anda susah dicapai. Saya pernah bilang kan di meeting besar bahwa bukan salah orang pajak itu enggak tercapai, karena ekonominya turun, tetapi orang-orang kan enggak peduli di luar,” jelasnya dikutip dari akun Instagram resmi @menkeuri, Minggu (9/11/2025). 

    Oleh sebab itu, dia meminta agar Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu tetap berusaha seoptimal mungkin. Dia meyakini kondisi perekonomian sudah berbalik arah sejak akhir kuartal III/2025, atau tak lama setelah dia menjabat Menkeu. 

    Beberapa gebrakan Purbaya yakni memindahkan kas pemerintah Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI) ke himbara guna memacu pertumbuhan kredit, maupun menggelontorkan beberapa stimulus. 

    “Mudah-mudahan nanti pajaknya agak membaik sedikit. Saya harapkan target-targetnya bisa tercapai,” paparnya. 

    Untuk tahun depan, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu memperkirakan penerimaan pajak akan membaik. Sebab, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan didorong mencapai 6% (yoy). 

    “Kita akan dorong tumbuhnya ke 6%, itu harusnya kalau rasionya kita betul itu, private sektornya bisa jalan, tetapi  anda ngerti kan apa yang anda kerjain? Jaga terus integritas,” terangnya. 

  • Bukan Salah Orang Pajak Target Tak Tercapai, karena Ekonomi Turun

    Bukan Salah Orang Pajak Target Tak Tercapai, karena Ekonomi Turun

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan optimismenya terhadap target penerimaan pajak tahun 2025. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penerimaan pajak tahun ini ditargetkan bisa mencapai Rp 2.189,3 triliun.

    “Teman pajak jangan putus asa, target pasti tercapai. Kita tetap usahakan seoptimal mungkin penerimaan pajak,” ujar Purbaya dalam unggahan di Instagramnya @menkeuri, Sabtu (8/11/2025).

    Purbaya mengingatkan pegawai pajak tetap menjaga integritas dalam menjalankan tugasnya. Pegawai pajak juga diminta menebar senyuman kepada para wajib pajak.

    “Tetap jaga integritas. Jangan lupa berikan senyum kepada wajib pajak agar wajib pajak tersenyum ketika membayar pajak,” tambah Bendahara Negara.

    Purbaya menambahkan, selama ini target penerimaan pajak sulit tercapai karena ekonomi yang tertekan. Meskipun, hal ini jarang diketahui oleh masyarakat secara luas.

    “Makanya target Anda susah dicapai. Saya pernah bilang kan di meeting besar, bahwa bukan salah orang pajak itu nggak tercapai, karena ekonomi turun. Tapi, orang-orang kan nggak peduli orang di luar,” tutur Purbaya.

    Meski begitu, Purbaya percaya kondisinya akan berbalik pada akhir tahun. Dengan begitu target penerimaan pajak ke negara akan sesuai dengan yang tercantum di APBN.

    Eks Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu juga yakin kondisi di tahun depan akan lebih baik. Pasalnya, pemerintah akan mendorong ekonomi untuk tumbuh ke 6% sehingga berdampak pada setoran pajak sektor swasta.

    “Jadi kita tetap usahakan seoptimal mungkin yang mungkin. Kita udah balikin ekonomi di sejak September minggu ke dua ke sini. Mudah-mudahan nanti pajaknya agak membaik sedikit. Saya harapkan targetnya bisa tercapai lah,” tuturnya.

    “Tapi untuk tahun depan saya pikir akan lebih bagus karena ekonomi kita harusnya udah mulai balik. Kita akan dorong tumbuhnya ke 6%. Itu harusnya kalau rasionya kita betul privat sector-nya bisa jalan,” tutup Purbaya.

    (ily/hns)

  • Bukan Salah Orang Pajak Target Tak Tercapai, karena Ekonomi Turun

    Bukan Salah Orang Pajak Target Tak Tercapai, karena Ekonomi Turun

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan optimismenya terhadap target penerimaan pajak tahun 2025. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penerimaan pajak tahun ini ditargetkan bisa mencapai Rp 2.189,3 triliun.

    “Teman pajak jangan putus asa, target pasti tercapai. Kita tetap usahakan seoptimal mungkin penerimaan pajak,” ujar Purbaya dalam unggahan di Instagramnya @menkeuri, Sabtu (8/11/2025).

    Purbaya mengingatkan pegawai pajak tetap menjaga integritas dalam menjalankan tugasnya. Pegawai pajak juga diminta menebar senyuman kepada para wajib pajak.

    “Tetap jaga integritas. Jangan lupa berikan senyum kepada wajib pajak agar wajib pajak tersenyum ketika membayar pajak,” tambah Bendahara Negara.

    Purbaya menambahkan, selama ini target penerimaan pajak sulit tercapai karena ekonomi yang tertekan. Meskipun, hal ini jarang diketahui oleh masyarakat secara luas.

    “Makanya target Anda susah dicapai. Saya pernah bilang kan di meeting besar, bahwa bukan salah orang pajak itu nggak tercapai, karena ekonomi turun. Tapi, orang-orang kan nggak peduli orang di luar,” tutur Purbaya.

    Meski begitu, Purbaya percaya kondisinya akan berbalik pada akhir tahun. Dengan begitu target penerimaan pajak ke negara akan sesuai dengan yang tercantum di APBN.

    Eks Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu juga yakin kondisi di tahun depan akan lebih baik. Pasalnya, pemerintah akan mendorong ekonomi untuk tumbuh ke 6% sehingga berdampak pada setoran pajak sektor swasta.

    “Jadi kita tetap usahakan seoptimal mungkin yang mungkin. Kita udah balikin ekonomi di sejak September minggu ke dua ke sini. Mudah-mudahan nanti pajaknya agak membaik sedikit. Saya harapkan targetnya bisa tercapai lah,” tuturnya.

    “Tapi untuk tahun depan saya pikir akan lebih bagus karena ekonomi kita harusnya udah mulai balik. Kita akan dorong tumbuhnya ke 6%. Itu harusnya kalau rasionya kita betul privat sector-nya bisa jalan,” tutup Purbaya.

    (ily/hns)