Kementrian Lembaga: LPS

  • Cegah Penumpukan, Menkeu Purbaya Bagi Dana Daerah Tiap Awal Januari

    Cegah Penumpukan, Menkeu Purbaya Bagi Dana Daerah Tiap Awal Januari

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bakal mengubah waktu pembayaran dana daerah menjadi awal Januari sehingga tidak ada penumpukan.

    Menurutnya, dana daerah atau anggaran transfer ke daerah (TKD) seharusnya tak mengendap di rekening kas daerah sebagai sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa). Oleh karena itu, dia tengah mempersiapkan cara dan proses pembayaran TKD pada awal tahun.
    Hal itu dilakukan setelah dia mengetahui total nilai simpanan pemerintah daerah (pemda) di perbankan mencapai Rp233 triliun, mengacu pada data Bank Indonesia (BI) per akhir September 2025.

    “Nanti tahun depan akan kami kembangkan sistem di mana transfernya bisa cepat tanggal 1, 2 Januari sudah keluar lah ke [rekening] pemda, sehingga pemda enggak usah menumpuk uang lagi,” terangnya kepada wartawan, dikutip Jumat (24/10/2025).

    Selama ini, terang Purbaya, secara historis sisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahunnya bisa mencapai Rp100 triliun. Dengan perubahan pembayaran TKD, dia berharap agar kebiasaan menumpuk uang atau sisa anggaran pemda setiap tahunnya itu tidak terjadi lagi.

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menilai sisa anggaran itu lebih baik dibelanjakan secara optimal sehingga mendorong perekonomian.

    “Kalau cara perencanaan yang lain ya mereka harus lebih rajin belajar gimana cara merencanaakan belanja tepat waktu, tepat sasaran,” ungkapnya.

    Sebelumnya, pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Senin (20/10/2025), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mendorong agar pemda memiliki cadangan anggaran setiap dua bulan pertama setiap tahun. Alasannya, pemda memiliki kebutuhan untuk membayar gaji pegawai.

    “Untuk daerah memang perlu harus ada Silpa karena di daerah-daerah ini di Januari mereka harus membayar belanja pegawai dan kontrak yang sudah selesai di deadline akhir Desember, dibayarnya Januari,” terangnya pada acara yang juga dihadiri Purbaya itu.

    Mantan Kapolri itu turut mengingatkan bahwa penyaluran TKD hibah dari provinsi ke kabupaten/kota juga kerap mengalami keterlambatan. Akibatnya, eksekusi anggaran TKD di level kabupaten/kota turut terdampak. Tito turut menyampaikan keluhan sejumlah pemda kepada pemerintah pusat melalui Purbaya mengenai pengiriman Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun Dana Alokasi Umum (DAU). Pemda mengeluhkan keterlambatan penyerahan petunjuk teknis (juknis) penggunaan DAK dari kementerian teknis, serta syarat salur dalam pemberian DAU.

    Namun demikian, Tito mengimbau pemda untuk mempercepat dan mengoptimalkan belanja daerah yang kini masih lambat. Terutama, bagi pemda-pemda yang memiliki pendapatan tinggi. Dia juga meminta agar uang pemda tidak ditanam pada bank-bank di pusat.

    “Saya tahu ada beberapa bank di pusat yang ditaruh karena memang dianggap bank sehat. Akibatnya uangnya beredar di pusat,” terangnya.

  • Menkeu Purbaya Pernah Jadi Bintang Tamu di Lapor Pak Trans 7, Wendy Cagur: Sombong juga Ini Orang!

    Menkeu Purbaya Pernah Jadi Bintang Tamu di Lapor Pak Trans 7, Wendy Cagur: Sombong juga Ini Orang!

    GELORA.CO –  Siapa sangka Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ternyata pernah menjadi bintang tamu di acara Lapor Pak Trans 7.

    Kala itu Purbaya masih menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

    Purbaya hadir di Lapor Pak dengan tajuk SIMPAN UANG YAA DI BANK BUKAN CELENGAN AYAM, yang tayang pada 8 Agutus 2025.

    “Kita sambut Bapak Purbaya Yudhi Sadewa selaku ketua Dewan Komisioner dari LPS atau Lembaga Penjamin Simpanan,” ucap Andika Pratama.

    “Saya mohon terima kasih diundang ke kantor Lapor Pak,” kata Purbaya.

    Purbaya mengatakan kedatanganya ke Lapor Pak untuk menjelaskan menabung di bank sangat aman.

    Sebelumnya, Wendy Cagur dalam perannya mengungkapkan khawatiran saat menabung di bank, dan merasa lebih aman menyimpan uang di dalam celengen ayam.

    “Untuk menjelaskan kemasyarakat atau mengimbau ke teman-teman semua bahwa menabung di bank itu aman,” ujar Purbaya.

    “Jadi nggak usah ketakutan kayak Pak Wendy tadi,” imbuhnya.

    “Nah, nggak usah khawatir, Wend,” celetuk Andika Pratama.

    “Jujur, saya masih ngerasa takut nih nabung di bank. Takut uangnya nggak bisa balik. Kemaleman kali makanya nggak bisa balik,” kata Wendy Cagur disambut tawa penonton.

    “Atau takut uang saya hilang karena banknya bangkrut, Pak,” tambah Wendy Cagur.

    Purbaya lalu menjelaskan semua bank di Indonesia mengikuti program LPS.

    “Semua bank di Indonesia ikut program penjaminan LPS. Jadi kalau ada bank bangkrut, uangnya diganti oleh LPS. Semua bank, jadi bank umum, bank syariah, maupun BPR dan BPRS yang syariahnya merupakan peserta program penjaminan LPS,” ujar Purbaya.

    “Dengerin dia, Pak. anaknya overthinking. Tapi ini mohon maaf nih, Pak. Bener nggak ya, Pak Purbaya, kalau misalnya tabungan kita di bank itu dijamin oleh LPS? ” ucap Andika Pratama.

    Purbaya lantas berseloroh, dirinya merupakan orang kaya sehingga mampu menjamin Rp2 miliar per nasabah di bank.

    Ucapan Purbaya langsung disambut tawa penonton, dan celetukan kocak Wendy Cagur.

    “Bener. Anda mesti tahu saya orang kaya. Saya punya uang Rp260 triliun sekarang,” kata Purbaya.

    “Jadi saya bisa jamin uang dari bank sampai Rp2 miliar per nasabah per bank. Jadi nggak usah takut. Anda berhadapan dengan orang kaya di Indonesia sekarang,” imbuhnya.

    “Waduh, sombong juga orang ini ya,” celetuk Wendy Cagur.

    Video yang merekam kedatangan Purbaya ke Lapor Pak Trans 7, kini kembali viral di media sosial.

    Ditegur Ajudan

    Aksi Purbaya Yuhdi Sadewa saat menegur ajudannya menjadi perhatian publik.

    Peristiwa itu terjadi saat wartawan mewawancarai Purbaya Yudhi Sadewa usai rapat bersama Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (23/10/2025) malam.

    Di tengah wawancara doorstop, ajudan Purbaya Yudhi Sadewa tiba-tiba meminta wartawan menyudahi pertanyaan.

    “Cukup ya,” ujar ajudan dikutip dari tayangan youtube Kompas TV, Jumat (24/10/2025).

    Ajudan tersebut berdiri di belakang Purbaya. Seketika, Purbaya lalu meminta ajudan tidak menghalangi wartawan untuk mengajukan pertanyaan

    Lantaran wartawan telah lama menunggu kehadirannya seusai rapat bersama Direktur Utama Pertamina.

    “Kasihan-kasihan mereka sudah nunggu lama, lo ngapain nyuruh gue pulang,” kata Purbaya sambil tertawa.

    Ajudan tersebut pun ikut tertawa bersama awak media.

    “Semangat, pak,” kata salah satu wartawan.

    Peristiwa serupa 

    Momen Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, meminta agar ajudannya tidak menghalangi wartawan yang tengah mengajukan pertanyaan juga sempat terjadi saat dirinya hendak keluar dari Gedung Kementerian Keuangan pada Selasa (21/10/2025).

    Dikutip dari Youtube Kompas.com, awak media saat itu masih mencecar Purbaya sejumlah pertanyaan, meski telah melakukan doorstop.

    Namun, saat Purbaya ingin menjawab pertanyaan, salah satu ajudan berupaya untuk menjaga agar wartawan tak terlalu dekat.

    “Nanti lagi ya, awas kena pagar,” ujar ajudan Purbaya.

    “Jangan ngedorong kasihan,” kata Purbaya sambil meminta sang ajudan untuk membiarkan wartawan mendekat.

  • Purbaya Ubah Pola Pembayaran Kompensasi Energi agar PLN dan Pertamina Tak Bergantung pada Utang

    Purbaya Ubah Pola Pembayaran Kompensasi Energi agar PLN dan Pertamina Tak Bergantung pada Utang

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana mengubah skema pembayaran kompensasi energi kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dan PT Pertamina (Persero) mulai tahun depan. Perubahan ini bertujuan memperbaiki arus kas dua badan usaha milik negara (BUMN) tersebut agar tidak terlalu bergantung pada pinjaman perbankan.

    Saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (23/10/2025), Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut ingin membantu arus keuangan PLN dan Pertamina sehingga mereka tidak perlu banyak meminjam ke perbankan.

    Sebelumnya, skema pembayaran kompensasi energi dilakukan secara triwulanan dengan besaran 100%. Mulai 2026, Purbaya berencana membayar kompensasi tersebut setiap bulan, tetapi hanya sebesar 70% terlebih dahulu.

    “Itu akan membantu keuangan Pertamina dan PLN karena kan paling enggak short term cash-nya terpenuhi di situ. Jadi mereka enggak harus pinjam terlalu banyak ke perbankan dengan semua yang harus dibayar oleh mereka. Bukan tambah yang harus dibayar,” terangnya kepada wartawan, dikutip Jumat (24/10/2025).

    Dalam skema baru tersebut, pembayaran sebesar 70% akan dilakukan setiap bulan hingga September, sedangkan sisa 30% akan dibayarkan setelah hasil audit keuangan keluar.

    Purbaya memastikan perubahan skema pembayaran kompensasi itu tidak akan memengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan hanya mengubah alur arus kas (cash flow).

    “Nanti setiap bulan kami bayar 70% terus sampai bulan September nanti di situ diaudit. Nanti hasil audit yang 30% kurangnya dibayar semua di situ,” terang pria yang juga mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu.

    Berdasarkan catatan, belakangan ini Purbaya telah melakukan pertemuan dengan Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo serta Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri untuk membahas implementasi skema tersebut.

    Sebelumnya, Kemenkeu telah merealisasikan pembayaran subsidi dan kompensasi energi senilai Rp192,2 triliun per 3 Oktober 2025. Nilai realisasi itu setara 49% dari pagu Rp394,3 triliun dan telah diterima oleh 42,4 juta pelanggan.

    Dari jumlah tersebut, Rp123 triliun merupakan subsidi energi yang dibayarkan setiap bulan kepada badan usaha yang mendapatkan penugasan, yaitu PLN dan Pertamina. Sementara itu, Rp69,2 triliun sisanya merupakan pembayaran kompensasi energi.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Oktober 2025 di Jakarta, Selasa (14/10/2025), menuturkan bahwa pembayaran kompensasi energi tahun 2024 telah dilakukan pada Juni 2025.

    Adapun Menkeu Purbaya bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia serta Kepala Badan Pengatur (BP) BUMN Dony Oskaria telah menyepakati angka kompensasi energi untuk triwulan I dan triwulan II tahun 2025.

  • KPK dan Menkeu Purbaya Sepakat Korupsi Masih jadi Masalah di Pemerintahan RI

    KPK dan Menkeu Purbaya Sepakat Korupsi Masih jadi Masalah di Pemerintahan RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Korupsi dianggap masih menjadi akar permasalahan di Indonesia yang mengakibatkan tata kelola pemerintahan dari pusat ke daerah tidak berjalan maksimal. Masyarakatpun turut terdampak atas keegoisan segelintir pihak. 

    Persoalan itu diakui oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa korupsi merupakan biang kerok masalah di Tanah Air. Uang yang digelontorkan pemerintah seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat justru disalahgunakan

    “Ya, sepakat dengan hal tersebut, karena memang korupsi sampai dengan saat ini masih menjadi salah satu PR utama bangsa Indonesia. Dengan adanya korupsi yang masih terus terjadi, maka anggaran-anggaran yang disiapkan menjadi tidak optimal digunakan, diserap untuk pembangunan. Dengan adanya korupsi, sebagian anggaran tersebut bocor,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dikutip Jumat (24/10/2025).

    Budi menyampaikan bahwa korupsi menjadi hal yang ironi karena kualitas layanan masyarakat berada di bawah standar.

    Dia mencontohkan kasus penyelewengan dana hibah untuk Kelompok Kerja (Pokja) di Jawa Timur hanya terserap 50%-60% ke masyarakat. Sebab beberapa pihak melakukan pengkondisian pembagian dana tersebut.

    “Misalnya berangkat dari perkara yang ditangani oleh KPK, salah satunya hibah di Jawa Timur terkait dengan hibah untuk Kelompok Masyarakat. Dalam fakta-fakta yang ditemukan penyidik pada perkara itu, misalnya dari 100% anggaran ternyata hanya sekitar 50%-60%,” ungkap Budi.

    Budi menuturkan bahwa KPK akan memperketat supervisi ke lembaga maupun kementerian serta pihak terkait dari tingkat pusat hingga daerah guna menekan angka korupsi. KPK, katanya, juga akan bekerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam menangani hal tersebut.

    Kegelisahan itu juga disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya. Sebagai bendahara negara, dia mengungkapkan kasus korupsi mengakibatkan anggaran pemerintah tidak terserap secara optimal. 

    Purbaya menyinggung data Survei Penilaian Integritas 2024 berada di level 71,53% atau masih di bawah target 74%. Terlebih dia mengatakan sejumlah Pemerintah Daerah (Pemda) yang masuk dalam zona merah atau zona rawan kasus korupsi, di mana rata-rata kasus terjadi di 67 provinsi dan 69 kabupaten. 

    “Data KPK juga mengingatkan kita dalam 3 tahun terakhir masih banyak kasus di daerah dari suap audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi sampai proyek BUMD di Sumatera Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai,” kata Purbaya pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).  

    Korupsi juga mengakibatkan bocornya anggaran pemerintah untuk program-program strategis. Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjelaskan sejumlah pihak kerap melakukan gratifikasi dan jual-beli jabatan untuk melancarkan aksinya yang merugikan keuangan negara.

    “KPK bilang sumber risikonya yang masih itu-itu aja, jual-beli jabatan, gratifikasi, intervensi pengadaan. Padahal kalau itu kalau itu enggak diberesin semua program pembangunan bisa bocor di tengah jalan,” ujarnya.

    Dampak lainnya adalah anggaran ke daerah sulit untuk ditambahkan. Purbaya menjelaskan bahwa Presiden masih ragu menambah penyaluran dana ke daerah karena kerap disalahkan gunakan untuk kepentingan pribadi maupun pihak-pihak tertentu.

    “Saya bisa hitung berapa uang yang saya bisa tambah untuk TKD [transfer ke daerah]. Tapi dengan cara tadi tata kelolanya sudah baik, kalau jelek saya enggak bisa ajukan ke atas. Presiden kurang suka rupa-rupanya kalau itu,” ucap Purbaya.

    Baginya uang rakyat harus digunakan dengan optimal agar manfaat dirasakan langsung ke rakyat. Dia meminta kepada seluruh pihak menggunakan anggaran sebaik mungkin dan menjunjung integritas guna kebocoran dana tidak terjadi.

    Purbaya percaya jika anggaran digunakan sebagaimana mestinya mampu mendongkrak investasi di dalam negeri dan ekonomi daerah semakin tangguh.

    “Saya percaya dengan kerja disiplin, dan niat yang bersih kita bisa menjaga stabilitas dan sekaligus memperkuat pertumbuhan ekonomi di daerah maupun secara keseluruhan nasional,” terangnya

  • Awasi WP Prioritas, Purbaya Jamin Ditjen Pajak Tak Pakai Gaya Preman

    Awasi WP Prioritas, Purbaya Jamin Ditjen Pajak Tak Pakai Gaya Preman

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan upaya Direktorat Jenderal Pajak tidak memakai gaya preman saat mengejar target penerimaan 2025 dengan micro-management.

    Purbaya mengatakan bahwa micro-management yang bakal diterapkan dengan melihat potensi-potensi penerimaan pajak yang belum dikerjakan. Apalagi, jika ada potensi penerimaan pajak yang justru bocor. 

    “Bukan berarti jadi kayak preman gedok rumah orang jam 5 pagi, enggak gitu. Kami akan buat penagihan lebih profesional,” terangnya kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Kamis (23/10/2025).

    Selain itu, Purbaya menyebut sistem administrasi perpajakan yakni Coretax sudah siap untuk digunakan lebih luas. Dia menyebut akan mengumumkan kondisi Coretax terbaru setelah pembenahan yang dilakukan oleh pemerintah. 

    “Besok saya umumkan Coretax seperti apa statusnya. Sudah bagus,” terang mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu. 

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto mengatakan bakal memantau secara ketat kepatuhan seluruh wajib pajak (WP) seiring dengan semakin besarnya potensi gap antara target dan realisasi penerimaan alias shortfall pajak tahun ini. 

    Bimo mengatakan fiskus sudah mulai berupaya melakukan micro management untuk memungut pajak. Upaya itu dilakukan hingga ke tingkat kantor wilayah (kanwil) guna melihat lebih dalam potensi penerimaan pajak. 

    “Kami list dari semua kanwil, potensi yang paling besar siapa, kemudian kira-kira kepatuhannya seperti apa, gap kepatuhannya kami endorse untuk bisa jadi optimum. Itu aja sih,” terangnya kepada wartawan saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (22/10/2025).

    Berdasarkan data APBN KiTa edisi Oktober 2025, penerimaan pajak sampai dengan akhir September 2025 tercatat sebesar Rp1.295,3 triliun. Realisasi itu turun sebesar 4,4% (yoy) dari September 2024 yakni Rp1.354,9 triliun. Capainnya baru 62,4% terhadap outlook penerimaan pajak berdasarkan laporan semester I/2025, yakni Rp2.076,9 triliun.

    Menurut hitung-hitungan Purbaya, pertumbuhan penerimaan pajak bisa lebih cepat apabila perekonomian tumbuh lebih cepat. Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 akan melambat, namun bakal melesat di atas 5,5% (yoy) pada kuartal IV/2025. 

    “Tetapi kalau ceteris paribus, kita akan tutupi kebocoran-kebocoran yang timbul. Di cukai, underinvoicing, segala macam kita periksa lagi. Di pajak juga saya harapkan yang main-main, enggak main-main lagi sehingga kita enggak bocor pajaknya,” terangnya kepada wartawan usai sidang kabinet paripurna dalam rangka satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/10/2025).

  • Awasi MBG hingga Kopdes, Satgas Mulai Beroperasi

    Awasi MBG hingga Kopdes, Satgas Mulai Beroperasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah resmi mulai bekerja hari ini setelah mendapatkan arahan dari Presiden Prabowo Subianto. Tugas lintas kementerian/lembaga itu untuk mengawasi program-program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga Koperasi Desa Merah Putih. 

    Pembentukan satgas itu merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo pada rapat terbatas (ratas), Rabu (15/10/2025). Arahan itu kemudian ditindaklanjuti dengan rapat koordinasi terbatas (rakortas) di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sore ini, Rabu (22/10/2025). 

    Satgas memulai kerjana dengan melaksanakan rapat kick-off yang dihadiri oleh di antaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi hingga Menteri Pariwisata Widiyanti Putri. 

    “Tujuannya adalah untuk mengkoordinasi dan mengkonsolidasikan, menyelaraskan program strategis pemerintah sehingga dapat diselesaikan tepat waktu, tercapai target dan sasaran program, serta manfaat nyata kepada masyarakat,” terang Airlangga pada konferensi pers usai rakortas tersebut, Rabu (22/10/2025). 

    Usai rapat sore ini, satgas menyepakati pengelompokan menjadi tiga kelompok kerja (pokja). Pokja pertama bertugas untuk mempercepat realisasi dan pelaksanaan anggaran dan dalam program strategis pemerintah. 

    Pokja kedua bertugas untuk mempercepat implementasi program dan penyelesaian kendala atau debottlenecking. 

    Kemudian, pokja ketiga bertugas untuk mempercepat penyelesaiakn penyelesaian regulasi untuk dasar pelaksanaan program dan penegakan hukum. 

    Program pemerintah yang akan menjadi fokus satgas seperti program paket ekonomi 2025, 2026 dan untuk penciptaan lapangan kerja alias 8+4+5. Beberapa program stimulus yang diumumkan September 2025 itu meliputi sejumlah insentif fiskal yang diperpanjang, debottlenecking terhadap hambatan nontarif (non-tariff barrier), isu per komoditas maupun sektor serta beberapa hambatan lainnya. 

    “Kemudian program-program prioritas yang menunjang program utama seperti MBG, Koperasi Desa Merah Putih, dan program utama di kementerian yang anggarannya besar,” terang Airlangga.

    Salah satu anggota satgas, yakni Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyebut akan bekerja di pokja kedua. Dia menyebut secara khusus akan fokus pada penyerapan anggaran program prioritas Presiden. 

    “Nanti yang enggak diserap kita akan alihkan ke tempat yang lebih bermanfaat lagi sehingga dengan adanya stimulus dan program ini saya harapkan nanti triwulan ini ekonomi kita bisa tumbuh di atas 5,5% persen, triwulan tahun depan bisa lebih cepat lagi,” terangnya. . 

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menuturkan bahwa pokja kedua yang fokus pada debottlenecking tidak hanya akan mengurus MBG hingga Kopdes, melainkan juga program-program di luar pemerintah. Purbaya menyebut akan menerima pengaduan dari pelaku usaha dan memimpin gelar perkara setiap minggunya. 

    Dia menyebut masalah-masalah yang ditemukan pada pokja kedua akan diteruskan ke pokja ketiga yang fokus pada hukum dan regulasi. Pokja terakhir itu turut melibatkan penegak hukum. 

    “Saya harapkan nanti dengan jalannya ini mungkin dalam beberapa bulan ke depan mungkin setengah tahun iklim investasi kita sudah membaik dengan signifikan, sehingga ekonomi kita bisa tumbuh dengan lebih cepat dari yang sekarang,” pungkasnya.

  • Purbaya Siapkan Rp 20 Triliun Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan

    Purbaya Siapkan Rp 20 Triliun Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa telah menyiapkan anggaran Rp 20 triliun pada APBN 2026 untuk menghapus atau memutihkan tunggakan iuran BPJS Kesehatan masyarakat tak mampu.

    “Siap, untuk tahun 2026 sudah siap. Rp 20 triliun itu ada, Rp 20 triliun sudah kita anggarkan,” kata Purbaya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (22/10/2025).

    Di sisi lain, Purbaya meminta BPJS Kesehatan melakukan perbaikan manajemen. Salah satunya terkait pemanfaatan IT hingga mengurangi program-program yang tidak efisien.

    “Harus ada perbaikan juga sedikit di sana. Misalnya mereka sudah kemukakan ada banyak program-program mungkin dari Kementerian Kesehatan yang mewajibkan rumah sakit membeli alat-alat yang kemahalan dan kebanyakan. Jadi saya bilang, sudah diskusi saja dengan Kementerian Kesehatan, kita kurangin begitu-begitu,” terang Purbaya

    “Saya juga minta mereka mengefektifkan IT yang mereka punya. Mereka rupanya punya 200 orang yang bekerja di IT, itu sudah perusahaan komputer sendiri. Gede banget saya bilang, ya sudah lu bikin lebih optimal dengan cara mengintegrasikan seluruh IT mereka di seluruh Indonesia, dan pakai AI sehingga program nanti kalau sudah klaim-klaim yang nggak jelas kelihatan langsung terdeteksi,” sambung mantan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan itu.

    Purbaya menambahkan perbaikan manajemen BPJS Kesehatan ini dapat terlaksana dalam 6 bulan ke depan, khususnya dalam hal pemanfaatan IT. Dengan begitu dana Rp 20 triliun dari pemerintah tidak akan terbuang sia-sia.

    “Jadi saya harapkan 6 bulan ke depan itu sudah bekerja, mereka bilang bisa. Kalau itu bisa harusnya IT kita, IT BPJS merupakan IT yang nanti sistem rumah sakit bisa terbesar dan terbaik di dunia. Saya maunya itu, jadi Rp 20 triliun nggak apa-apa,” tutur Purbaya.

    (igo/hns)

  • Purbaya Jawab Tantangan Dedi Mulyadi soal Dana Pemda: Tanya ke BI!

    Purbaya Jawab Tantangan Dedi Mulyadi soal Dana Pemda: Tanya ke BI!

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi keberatan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi soal data simpanan dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di perbankan.

    Dia menegaskan tidak pernah membuka data khusus simpanan untuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar.

    Sebelumnya, data Bank Indonesia (BI) dari perbankan yang diolah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menunjukkan bahwa total simpanan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota secara keseluruhan di bank sampai dengan September 2025 mencapai Rp233 triliun.

    Terbesar adalah milik pemerintah kabupaten yakni Rp134, triliun, sedangkan milik provinsi Rp60,2 triliun dan kota Rp39,5 triliun. 

    Data itu justru diungkap oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025, Senin (20/10/2025).

    Khusus untuk provinsi, simpanan Pemprov Jabar adalah terbesar keempat yakni Rp4,17 triliun. Angka itu masih lebih rendah dari Jakarta yang mencapai Rp14,6 triliun atau tertinggi dari seluruh provinsi. 

    Purbaya, yang juga hadir pada forum tersebut, mengaku data yang dimiliki Tito sama dengan yang dipegang olehnya. Sebab, data tersebut sama-sama berasal dari sistem BI yang menghimpun laporan dari perbankan. Oleh sebab itu, Purbaya menyarankan Dedi Mulyadi untuk langsung bertanya ke bank sentral. 

    “Tanya aja ke bank sentral itu kan data dari sana. Harusnya dia cari, kemungkinan anak buahnya juga ngibulin dia. Itu dari laporan perbankan kan, dan pemda sekian, sekian,” jelasnya kepada wartawan saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (21/10/2025) sore.

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu turut menyoroti respons Dedi yang mempermasalahkan data simpanan Pemprov Jabar di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau BJB (BJBR). Padahal, Purbaya menekankan bahwa tidak pernah mengungkap data simpanan Pemprov Jabar secara khusus. 

    “Saya gak pernah describe data Jabar kan. Kalau dia bisa turunkan sendiri ya saya enggak tahu dari mana datanya. Dia debat sama dia sendiri, saya enggak tahu. Jadi saya enggak pernah bilang Jabar berapa kan? Saya bilang data di perbankan sekian punya pemda,” tuturnya. 

    Menurut Purbaya, dia pun masih mempertanyakan data simpanan milik pemerintah pusat di perbankan. Pada saat menghadiri acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (16/10/2025), Bendahara Negara itu juga sempat membuka data simpanan pemerintah pusat maupun pemda, lengkap dengan kategori simpanannya baik di giro, tabungan serta deposito berjangka. 

    Namun, Purbaya hanya menggambarkannya secara umum. Menkeu yang belum dua bulan menjabat itu menyarankan Dedi untuk memeriksa sendiri data yang dihimpun oleh BI. 

    “Saya bukan pegawai Pemda Jabar, kalau dia mau periksa, periksa saja sendiri. Itu data dari sistem monitoring BI yang dilaporkan oleh perbankan setiap minggu sekali. Ada flag [uangnya] punya siapa, jenisnya apa deposito, giro, lain-lain. Jadi jangan Pak Dedi nyuruh saya kerja,” ungkapnya. 

    Dedi Mulyadi Keberatan

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi membantah pemerintahannya memiliki simpanan di BJB dalam bentuk deposito. Dia menyebut posisi simpanan Pemprov Jabar di BPD itu sebesar Rp2,4 triliun. 

    Dana yang tersimpan sebesar Rp2,4 triliun di rekening BJB itu merupakan bagian dari pendapatan daerah yang disimpan untuk membiayai berbagai proyek pembangunan hingga akhir tahun bukan sengaja disimpan agar mendapatkan bunga.

    “Kondisi keuangan di Provinsi Jawa Barat. Hari ini uang yang tersedia di Provinsi Jawa Barat dan tersimpan di BJB atau Bank Jabar Banten itu sebesar Rp2.418.701.749.621 [Rp2,4 triliun] . Uang itu tersimpan dalam bentuk giro, bukan deposito,” katanya, Selasa (21/10/2025).

    Politisi Partai Gerindra itu menantang Purbaya membuka data seluruh pemerintah daerah yang menyimpan APBD dalam bentuk deposito. 

    “Saya sudah cek [Pemprov] tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu [Purbaya] untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” katanya.

  • Purbaya Ungkap Alasan Tidak Sapa Luhut: Kan Jaraknya Jauh

    Purbaya Ungkap Alasan Tidak Sapa Luhut: Kan Jaraknya Jauh

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap alasan tidak menyapa Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan saat sidang kabinet paripurna satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming, Senin (20/10/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis, secara urutan, Purbaya duduk setelah jajaran Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Pangan Zulkifli Hasan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. 

    Kemudian, setelah Purbaya adalah tempat duduk Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana dan seterusnya.

    Usai pertemuan tersebut, Purbaya menyampaikan alasan mengapa terlihat tak berbincang dengan Luhut yang merupakan mantan atasannya pada pemerintahan Joko Widodo, sejak di Kantor Staf Presiden (KSP), Kemenko Politik Hukum dan Keamanan hingga di Kemenko Kemaritiman dan Investasi.  

    Apabila dilihat dari urutan tempat duduknya, jarak keduanya terpaut dua kursi yang diisi oleh Mensesneg Prasetyo Hadi dan Seskab Teddy Indra Wijaya. Menurut Purbaya, tidak mungkin dia berbincang dengan Luhut karena jarak yang antara tempat duduk mereka. 

    “Kan jauh berapa kursi, masa [saya manggil] ‘Pak Luhut, Pak Luhut’,” ujarnya kepada wartawan di depan mobil dinasnya sebelum meninggalkan lokasi Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip Selasa (21/10/2025). 

    Namun demikian, Purbaya memastikan hubungannya dengan Luhut baik-baik saja kendati momen tertangkap kamera menunjukkan keduanya tidak berbincang. 

    “Tapi baik hubungan saya sama dia, enggak ada masalah,” ujar pria yang juga menjabat Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu.

    Kisruh Family Office

    Adapun keduanya menjadi sorotan usai munculnya kabar rencana pendirian pusat keuangan dunia di Bali, alias family office. Rencana itu tengah digodok oleh DEN, yang saat ini dikomandoi oleh Luhut. Menurutnya, sudah ada konglomerat internasional yang melirik rencana family office RI. 

    Namun demikian, setelah beberapa kali ditanya wartawan, Purbaya mengaku belum diajak berdiskusi terkait dengan konsep family office itu. Pada satu kesempatan, dia mengatakan tidak mau menyertakan APBN dalam rencana DEN itu. 

    “Saya sudah dengar lama isu itu, tapi biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun sendiri. Saya anggarannya enggak akan dialihkan ke sana,” ujarnya kepada wartawan usai pertemuan dengan pemegang SBN pemerintah di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Senin (13/10/2025).

    Pria yang sebelumnya menjabat Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu juga mengaku DEN belum meminta dukungan apapun ke Kemenkeu. Dia mengaku ingin berhati-hati berkomentar agar tidak diduga bersilang pendapat dengan Luhut. 

    “Kalau kami mau dukung pun, saya belum tahu mereka [DEN} minta dukungan apa. Nanti kalau enggak [diberitakan] ‘Purbaya melawan Luhut’ gitu kan?,” ujarnya sambil berkelakar saat bertemu dengan media, Jumat (17/10/2025). 

    Adapun Luhut juga membantah rencana pendirian family office akan didukung APBN. Mantan Menko Kemaritiman dan Investasi tersebut menegaskan bahwa family office yang diusulkan olehnya itu bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pusat keuangan dunia. 

    Harapannya, pendirian family office di Tanah Air seperti di Hong Kong maupun Singapura bisa mendorong para orang kaya di dalam maupun luar negeri menaruh uangnya di Indonesia dengan iming-iming surga pajak. 

    “Family office itu enggak ada urusan dengan APBN. Urusannya bagaimana supaya orang-orang kita atau asing taruh uangnya di Indonesia, nanti dengan zero tax, kemudian setelah di dalam dia baru kena tax karena dia investasi di banyak project di Indonesia,” terang Luhut pada acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (16/10/2025). 

  • Serapan Belanja Daerah Lambat, Purbaya Wanti-wanti Ekonomi Tak Bergerak

    Serapan Belanja Daerah Lambat, Purbaya Wanti-wanti Ekonomi Tak Bergerak

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mencatat bahwa belanja pemerintah daerah (pemda) di APBD 2025 per September 2025 mencapai Rp712,8 triliun atau 51,3% dari pagu Rp1.389,3 triliun. Di sisi lain, pemerintah mencatat bahwa dana pemda mengendap mencapai Rp233 triliun.

    Kalau menilik data tahun lalu, realisasi tersebut turun 13,1% (yoy). Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut realisasi belanja daerah hingga akhir kuartal III/2025 itu menunjukkan perputaran ekonomi yang juga lebih lambat. 

    “Angka ini lebih rendah 13,1% dibanding periode yang sama tahun lalu. Artinya, perputaran ekonomi daerah berjalan lebih lambat,” terang Purbaya pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (20/10/2025). 

    Seluruh pos belanja APBD mengalami pelambatan apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Belanja pegawai baru terealisasi Rp310,8 triliun atau 60,9% dari pagu Rp510,5 triliun. 

    Sementara itu, belanja barang dan jasa baru terealisasi Rp196,6 triliun atau 48,2% dari pagu Rp407,9 triliun. Kemudian, belanja lainnya baru terealisasi Rp147,2 triliun atau 55,1% dari pagu Rp266,9 triliun. 

    Adapun belanja modal adalah pos belanja yang terkontraksi paling dalam dari sisi pertumbuhan, serta paling rendah realisasinya. Hingga September 2025, realisasi belanja modal terkontraksi 31,3% dari September 2024, serta baru terbelanjakan Rp58,2 triliun atau 28,5% dari pagu Rp203,9 triliun. 

    Purbaya pun menekankan bahwa pemda perlu mempercepat realisasi belanja, khususnya yang produktif, pada tiga bulan terakhir tahun ini. Dia meminta agar uang pemda tak diendapkan dalam kas di perbankan. Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu berpesan bahwa fungsi pemda bukan untuk menabung. 

    “Uang daerah jangan dibiarkan mengendap di kas atau deposito. Kalau uangnya bergerak, ekonominya ikut hidup dan masyarakat langsung merasakan manfaatnya,” terang Purbaya. 

    Di sisi lain, pendapatan asli daerah (PAD) juga mengalami kontraksi hingga 10,86% (yoy). Pendapatan dari pajak daerah baru Rp182,8 triliun atau terkontraksi 10,24% (yoy), sedangkan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terkontraksi 8,96% (yoy) atau Rp9,26 triliun. Lain-lain tercatat sebesar Rp24,47 triliun atau terkontraksi paling dalam hingga 30,44% (yoy). 

    Hanya retribusi daerah yang mengalami pertumbuhan pada September 2025 yakni 4,6% (yoy) dari September 2024, dengan posisi terkini sebesar Rp36,8 triliun. “Kalau mau PAD naik, aktivitas ekonomi daerah harus digerakkan. Dorong sektor produktif, permudah izin, hidupkan UMKM, dan pastikan pelayanan publik benar-benar efisien,” terangnya. 

    Dana Mengendap di Perbankan

    Pada saat yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memaparkan data terbaru Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan bahwa uang pemda yang mengendap di rekening kas daerah mencapai Rp233 triliun.  

    Secara terperinci, simpanan pemerintah kabupaten (pemkab) merupakan yang terbesar yakni Rp134,2 triliun. Kemudian, simpanan pemerintah provinsi (pemprov) sebesar Rp60,2 triliun dan pemerintah kota (pemkot) sebesar 39,5 triliun. 

    Namun, Tito menilai data itu kurang valid. Dia mencontohkan data simpanan pemkot yakni Banjar Baru yang mencapai Rp5,1 triliun padahal pendapatannya tidak mencapai Rp5 triliun. 

    Temuan itu, lanjut Tito, mendorong pihaknya untuk mengecek langsung ke setiap rekening kas pemda. Hasilnya, total simpanan kas pemerintah provinsi, kabupaten dan kota hanya mencapai Rp215 triliun. Secara terperinci, simpanan pemda itu meliputi Rp64 triliun di provinsi, kabupaten Rp119,9 triliun dan kota Rp30,1 triliun. 

    Artinya, ada selisih Rp18 triliun antara data BI dan yang dihimpun Kemendagri dari rekening kas daerah. Menurut Tito, ada beberapa hal yang melatarbelakangi simpanan pemda masih tinggi. 

    Beberapa di antaranya adalah efisiensi sebagaimana amanat Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025, penyesuaian visi dan misi program prioritas kepala daerah terpilih setelah pelantikan, kendala administratif, serta proses penyesuaian penggunaan e-Katalog versi terbaru. 

    Kemudian, pengadaan belanja modal yang bersifat fisik, kecenderungan realisasi APBN tinggi di akhir tahun, keterlambatan kementerian/lembaga pengampun dana alokasi khusus (DAK), pengadaan tanah dilakukan bersamaan dengan pekerjaan fisik TA 2025, serta pembayaran utang iuran BPJS. 

    Mantan Kapolri itu juga menyoroti sejumlah daerah yang memiliki pendapatan tinggi, namun tidak pandai dengan cepat membelanjakan anggarannya. Salah satu contohnya seperti Pemkab Bojonegoro yang memiliki simpanan kas daerah hingga Rp3,8 triliun. 

    “Jadi kecepatan para pencari uangnya, Kadispenda dan Kepala BKAD, itu kecepatannya tinggi, sementara yang dinasnya realisasinya lambat,” terang Tito.