Kementrian Lembaga: KPU

  • Telusuri Data Ganda hingga Pelosok, Bawaslu Blitar Pastikan Hak Pilih Lansia Terlindungi

    Telusuri Data Ganda hingga Pelosok, Bawaslu Blitar Pastikan Hak Pilih Lansia Terlindungi

    Blitar (beritajatim.com) – Akurasi data pemilih adalah nyawa dari demokrasi. Prinsip inilah yang dipegang teguh oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Blitar.

    Tak hanya memantau dari balik meja, komisioner Bawaslu turun gunung mengawasi langsung proses Pencocokan dan Penelitian Terbatas (Coktas) di Desa Tumpakkepuh, Kecamatan Bakung, pada Selasa (25/11/2025).

    Langkah ini diambil guna memastikan validitas data dalam tahapan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Blitar.

    Dalam pengawasan yang dipimpin langsung oleh Anggota Bawaslu Kabupaten Blitar, Masrukin dan Jaka Wandira, tim gabungan menelusuri data pemilih yang terindikasi memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda. Fokus tertuju pada satu nama yakni Sukini.

    Dalam data awal, nama Sukini tercatat ganda. Hal ini tentu menjadi anomali yang harus segera diluruskan untuk mencegah potensi kerawanan administrasi maupun penyalahgunaan hak suara.

    “Setelah dilakukan verifikasi lapangan secara langsung, dipastikan bahwa pemilih atas nama Sukini tersebut adalah satu orang yang sama. Fakta di lapangan juga mengungkap bahwa yang bersangkutan belum pernah melakukan perekaman administrasi kependudukan (E-KTP),” jelas Jaka Wandira, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kabupaten Blitar.

    Mengingat Mbah Sukini sudah berusia lanjut, yakni 83 tahun, tim tidak membiarkan masalah ini menggantung. Dispendukcapil Kabupaten Blitar langsung melakukan tindakan responsif dengan melakukan perekaman biometrik di tempat (on the spot).

    Langkah taktis ini memastikan Mbah Sukini tidak hanya tercatat sebagai satu identitas tunggal yang sah, tetapi juga menjamin hak konstitusionalnya sebagai warga negara terlindungi secara administrasi.

    Jaka Wandira menegaskan, kegiatan Coktas seperti di Desa Tumpakkepuh ini bukan sekadar formalitas. Ini adalah benteng pertahanan untuk memastikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) nantinya benar-benar bersih, akurat, dan bebas dari data ganda.

    “Data pemilih yang valid adalah fondasi penting dalam memastikan pemilu berjalan Luber dan Jurdil. Karena itu, Bawaslu wajib mengawasi setiap tahapan, termasuk Coktas yang dilakukan KPU,” tegas Jaka.

    Bawaslu Kabupaten Blitar berkomitmen bahwa pengawasan semacam ini akan dilakukan secara berkesinambungan. Tujuannya jelas yakni memastikan seluruh proses pemutakhiran data berjalan transparan, akuntabel, dan mencegah hilangnya hak pilih warga yang memenuhi syarat.

    Dengan tuntasnya masalah data ganda di Tumpakkepuh, Bawaslu berharap integritas proses pemilihan di Kabupaten Blitar terus terjaga, dimulai dari hal yang paling mendasar: data pemilih yang jujur. [owi/suf]

  • 6
                    
                        Ini Alasan KPU Sembunyikan NIM dan Tanda Tangan Rektor di Salinan Ijazah Jokowi
                        Nasional

    6 Ini Alasan KPU Sembunyikan NIM dan Tanda Tangan Rektor di Salinan Ijazah Jokowi Nasional

    Ini Alasan KPU Sembunyikan NIM dan Tanda Tangan Rektor di Salinan Ijazah Jokowi
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjelaskan alasan pihaknya menyembunyikan sembilan informasi dalam salinan ijazah kelulusan Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
    Diketahui, pengamat kebijakan publik, Bonatua Silalahi mengajukan sengketa ke Komisi Informasi Pusat (
    KIP
    ) karena
    KPU
    dinilai menyembunyikan informasi publik.
    Sembilan hal yang disembunyikan KPU RI dalam salinan ijazah
    Jokowi
    adalah nomor ijazah; nomor induk mahasiswa; tanggal lahir; tempat lahir; tanda tangan pejabat legalisir; tanggal dilegalisir; tanda tangan rektor UGM, dan tanda tangan dekan Fakultas Kehutanan UGM.
    Perwakilan KPU yang hadir dalam sidang menyampaikan, lembaganya sebagai badan publik mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam melindungi data pribadi.
    “Oleh karena itu, kami mempedomani dalam undang-undang, misalnya kaya adminstrasi kependukan, jadi menurut kami tandan tangan dan nomor-nomor yang disebutkan sembilan item tadi memang kami hitamkan,” ujar perwakilan KPU dalam sidang sengketa informasi publik yang digekar KIP, dikutip dari tayangan Kompas TV, Senin (24/11/2025)
    Ketua Majelis Sidang kemudian bertanya, apa alasan KPU RI menyembunyikan atau mengaburkan sembilan informasi dari salinan
    ijazah Jokowi
    .
    Sebab, penyembunyian sembilan informasi tersebut bisa saja merupakan bentuk pengecualian terhadap ijazah Jokowi.
    Sidang sengketa informasi publik terkait ijazah Jokowi yang digelar Komisi Informasi Pusat (KIP), Jakarta, Senin (24/11/2025).
    “Jadi kan Anda menghitamkan, oke. Anda beralasan bahwa itu untuk melindungi data pribadi dan lain-lain, gitu kan. Berarti kan Anda mengecualikan? Betul?” tanya Ketua Majelis Sidang.
    Perwakilan KPU RI kemudian menjawab bahwa salinan ijazah Jokowi merupakan dokumen publik yang terbuka, tetapi informasi yang ditampilkan terbatas.
    “Terbatas yang kami maksud adalah ada bagian-bagian tertentu yang itu merupakan data pribadi. Oleh karena itu kita hitamkan,” ujar perwakilan KPU RI.
    Ketua Majelis Sidang KPI pun memutuskan agar KPU RI melakukan uji konsekuensi dan diberi waktu satu minggu.
    “Nanti pada persidangan berikutnya Anda bawa itu hasil uji konsekuensinya, beserta bukti-buktinya, alat buktinya, sekaligus juga Anda bawa salinan dokumen yang memuat informasi yang dikecualikan itu,” ujar Ketua Majelis Sidang.
    Sebagai informasi, sengketa di KIP ini bermula ketika Bonatua meminta permohonan informasi ke KPU RI pada 3 Agustus 2025.
    Setidaknya terdapat tiga jenis dokumen yang dimohonkan ke KPU RI, meliputi:
    Kemudian pada 2 Oktober 2025, KPU RI hanya menyerahkan sebagian dokumen, yakni salinan ijazah Jokowi yang dipakai untuk Pilpres 2019, berkas hasil penelitian dokumen perbaikan syarat pencalonan, dan dokumen penetapan pasangan calon peserta Pilpres 2019.
    Ketidakpuasan atas jawaban tersebut membuat Bonatua mengajukan sengketa informasi publik ke KIP pada 15 Oktober 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Salinan Ijazah Jokowi Dipersoalkan, KPU RI Disebut Sembunyikan 9 Informasi
                        Nasional

    5 Salinan Ijazah Jokowi Dipersoalkan, KPU RI Disebut Sembunyikan 9 Informasi Nasional

    Salinan Ijazah Jokowi Dipersoalkan, KPU RI Disebut Sembunyikan 9 Informasi
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengamat kebijakan publik, Bonatua Silalahi mempersoalkan sembilan informasi yang disembunyikan atau dikaburkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dalam salinan ijazah kelulusan Joko Widodo (Jokowi) dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
    Atas dasar hal tersebutlah, Bonatua mengajukan sengketa ke
    Komisi Informasi Pusat
    (
    KIP
    ) karena Komisi Pemilihan Umum (
    KPU
    ) RI dinilai menyembunyikan informasi publik.
    Sembilan hal yang disembunyikan KPU RI dalam salinan ijazah
    Jokowi
    adalah nomor ijazah; nomor induk mahasiswa; tanggal lahir; tempat lahir; tanda tangan pejabat legalisir; tanggal dilegalisir; tanda tangan rektor UGM, dan tanda tangan dekan Fakultas Kehutanan UGM.
    “Yang mana ini dalam ketentuan undang-undang bukan sesuatu yang yang harus ditutupin, dikecualikan,” ujar kuasa hukum Bonatua dalam sidang sengketa informasi publik yang digelar KIP, dikutip dari tayangan Kompas TV, Senin (24/11/2025)
    “Jadi (salinan) ijazah-ijazah ini kami dapatkan ada sembilan item (yang disembunyikan),” sambungnya.
    Adapun Bonatua mengatakan, dirinya membutuhkan data dan informasi dari salinan
    ijazah Jokowi
    untuk penelitian.
    Penelitiannya, kata Bonatua, merupakan kepentingan publik perihal keaslian ijazah pejabat publik.
    “Jadi penelitian saya memang saya lakukan pribadi, tapi sudah saya publish ke publik. Artinya ini kepentingan publik. Karena penelitian saya ini berangkat dari masalah publik, yaitu masalah ijazah yang misterius,” ujar Bonatua.
    “Jadi ini untuk kepentingan publik, walaupun saya yang meneliti,” sambungnya.
    Setelah mendengarkan Bonatua sebagai Pemohon, Ketua Majelis Sidang meminta jawaban kepada KPU RI sebagai Termohon.
    “Berkaitan dengan norma-norma nomor ijazah, NIK, dan tanda tangan yang dihitamkan, Anda (KPU) punya alasan?” tanya Ketua Majelis Sidang.
    Perwakilan KPU RI yang hadir menjelaskan, lembaganya sebagai badan publik mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam melindungi data pribadi.
    “Oleh karena itu, kami mempedomani dalam undang-undang, misalnya kaya administrasi kependudukan, jadi menurut kami tandan tangan dan nomor-nomor yang disebutkan sembilan item tadi memang kami hitamkan,” ujar perwakilan KPU RI.
    Ketua Majelis Sidang kemudian bertanya lagi, apa alasan KPU RI menyembunyikan atau mengaburkan sembilan informasi dari salinan ijazah Jokowi.
    Sebab, penyembunyian sembilan informasi tersebut bisa saja merupakan bentuk pengecualian terhadap ijazah Jokowi.
    “Jadi kan Anda menghitamkan, oke. Anda beralasan bahwa itu untuk melindungi data pribadi dan lain-lain, gitu kan. Berarti kan Anda mengecualikan? Betul?” tanya Ketua Majelis Sidang.
    Perwakilan KPU RI kemudian menjawab bahwa salinan ijazah Jokowi merupakan dokumen publik yang terbuka, tetapi informasi yang ditampilkan terbatas.
    “Terbatas yang kami maksud adalah ada bagian-bagian tertentu yang itu merupakan data pribadi. Oleh karena itu kita hitamkan,” ujar perwakilan KPU RI.
    Ketua Majelis Sidang KPI pun memutuskan agar KPU RI melakukan uji konsekuensi dan diberi waktu satu minggu.
    “Nanti pada persidangan berikutnya Anda bawa itu hasil uji konsekuensinya, beserta bukti-buktinya, alat buktinya, sekaligus juga Anda bawa salinan dokumen yang memuat informasi yang dikecualikan itu,” ujar Ketua Majelis Sidang.
    Sebagai informasi, sengketa di KIP ini bermula ketika Bonatua meminta permohonan informasi ke KPU RI pada 3 Agustus 2025.
    Setidaknya terdapat tiga jenis dokumen yang dimohonkan ke KPU RI, meliputi:
    Kemudian pada 2 Oktober 2025, KPU RI hanya menyerahkan sebagian dokumen, yakni salinan ijazah Jokowi yang dipakai untuk Pilpres 2019, berkas hasil penelitian dokumen perbaikan syarat pencalonan, dan dokumen penetapan pasangan calon peserta Pilpres 2019.
    Ketidakpuasan atas jawaban tersebut membuat Bonatua mengajukan sengketa informasi publik ke KIP pada 15 Oktober 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kisruh Pemusnahan Ijazah Peserta Pemilu, Anggota DPR Minta Penjelasan KPU dan ANRI

    Kisruh Pemusnahan Ijazah Peserta Pemilu, Anggota DPR Minta Penjelasan KPU dan ANRI

    Kisruh Pemusnahan Ijazah Peserta Pemilu, Anggota DPR Minta Penjelasan KPU dan ANRI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Khozin, mempertanyakan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) terkait polemik dugaan pemusnahan ijazah peserta pemilu yang belakangan mencuat ke publik.
    Hal tersebut disampaikan oleh Khozin dalam rapat kerja (raker) dan rapat dengar pendapat (RDP) dengan agenda evaluasi serta proyeksi program kerja kementerian/lembaga tahun 2025.
    Mulanya, Khozin menyinggung Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 17 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa
    ijazah
    tidak termasuk dalam dokumen Jadwal Retensi Arsip (JRA).
    Namun, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu kemudian membandingkannya dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
    “Nah, ini saya mohon penjelasan dari
    ANRI
    dan
    KPU
    . Sebetulnya ijazah itu masuk benda yang untuk diarsipkan atau enggak?” tanya Khozin dalam rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (24/11/2025).
    Menurut Khozin, jumlah ijazah calon presiden tidak banyak.
    Sebab, setiap lima tahun sekali hanya tiga hingga empat dokumen.
    Oleh karena itu, dia mempertanyakan apakah hal tersebut dapat menjadi bagian dari khazanah yang diarsipkan di Arsip Nasional, sesuai ketentuan Undang-Undang Kearsipan, atau tidak.
    “Kita jujur, Pak, di Komisi II ini sebagai mitra ANRI dan KPU, agak kurang nyaman akhir-akhir ini narasi publik ini berseliweran urusan ijazah enggak kelar-kelar gitu,” keluh Khozin.
    “Yang ini bilang palsu, yang ini bilang asli, yang ini bilang dimusnahkan, tiba-tiba bilang enggak dimusnahkan. Sebetulnya seperti apa sih?” lanjut dia.
    Dalam hal ini, Khozin meminta KPU dan ANRI menyampaikan kepada publik soal duduk perkara kisruh pengarsipan agar publik dapat mengetahui dengan gamblang.
    “Saya tidak mau masuk ke substansi urusan ijazahnya asli apa enggak, itu tidak tertarik saya membahas itu, tapi terkait dengan kewenangannya seperti apa,” kata dia.
    “KPU juga sama, jangan berubah-ubah dalam memberikan
    statement
    . Yang awal bilangnya dimusnahkan, tiba-tiba diralat bilang tidak dimusnahkan. Sebetulnya seperti apa sih? Tolong sampaikan di forum yang terhormat ini,” tambah dia.
    Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Mego Pinandito, menegaskan bahwa arsip merupakan dokumen yang bersifat otentik.
    “Sehingga kalau kita bicara ijazah saja, maka ijazah itu biasanya selalu disimpan oleh yang punya ijazah, yang pertama. Jadi kalau ditanya itu arsipnya di mana? Arsip pasti ada dan dimiliki yang bersangkutan,” tegas Mego dalam kesempatan serupa.
    Ia menambahkan, untuk kepentingan pencalonan presiden, KPU hanya menyimpan salinan atau fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi.
    Oleh karena itu, dia menyebut dokumen yang ijazah salinan legalisasi yang telah diserahkan kepada KPU bukan arsip otentik.
    Terkait pertanyaan apakah dokumen tersebut seharusnya diserahkan kepada ANRI, Mego menegaskan bahwa penyerahan arsip baru dilakukan jika dokumen telah masuk klasifikasi arsip statis atau memiliki nilai guna yang sangat penting.
    “Begitu harus disimpan, kami harus klasifikasi lagi. Ini arsip yang berupa fotokopi yang dilegalisir dan sebagainya itu harus diklasifikasi lagi, Pak,” jelas dia.
    Mego menekankan ketentuan mengenai masa retensi arsip bukan ditetapkan ANRI, melainkan oleh KPU sebagai lembaga pencipta arsip.
    “Kalau kita, menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik atau Undang-Undang Kearsipan, dan sebagainya, itu yang kemudian menjadi jelas sebetulnya, tapi kita tidak masalahkan kenapa itu diangkat ya, dan itu nanti ada masa retensi yang ditetapkan bukan oleh ANRI, tapi KPU, mau berapa tahun dan sebagainya,” tegas dia.
    Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, menegaskan, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 17 Tahun 2023 yang belakangan menjadi sorotan publik dalam sidang sengketa ijazah di Komisi Informasi Pusat (KIP) ini mengatur penyimpanan dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden serta calon kepala daerah.
    Dalam PKPU tersebut, dokumen pencalonan diatur dalam Jadwal Retensi Arsip (JRA), dengan masa simpan total lima tahun atau tiga tahun aktif dan dua tahun inaktif.
    Dokumen-dokumen tersebut meliputi surat pernyataan pasangan calon, susunan tim kampanye, bukti nomor rekening, naskah visi, surat keterangan, serta daftar riwayat hidup pasangan capres-cawapres, dan sebagainya.
    “Ini yang masuk JRA, jadwal retensi arsip,” tegas Afifuddin dalam rapat di Komisi II DPR RI.
    Terkait polemik permintaan salinan ijazah calon di sejumlah daerah, Afifuddin menyebut bahwa dokumen tersebut sejatinya sudah diberikan kepada pihak yang mengajukan permohonan, termasuk di Jakarta dan di tingkat pusat.
    Ia mengatakan, persoalan yang mencuat dalam persidangan di Komisi Informasi lebih berkaitan dengan buku agenda, bukan keberadaan dokumen ijazah.
    “Dokumen tersebut, menurut keterangan teman-teman, ada. Hanya buku agenda yang kemarin dalam sidang KIP itu ditanya,” kata dia.
    “Tapi pada intinya kita semua pasti akan menjaga semua dokumen yang ada, dan catatannya ini menjadi masukan dan perkembangan terakhir kita,” jelas dia.
    Permintaan dokumen pascapemilu yang marak pada periode ini menjadi catatan penting bagi KPU RI untuk memperbaiki tata kelola dan mengantisipasi kebutuhan serupa di masa mendatang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anggota DPR Bertanya Apakah Ijazah Capres Diarsipkan, KPU-ANRI Menjawab

    Anggota DPR Bertanya Apakah Ijazah Capres Diarsipkan, KPU-ANRI Menjawab

    Jakarta

    Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan KPU RI hingga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Anggota DPR menanyakan pengarsipan ijazah calon presiden (capres) dalam rapat tersebut.

    “Nah, ini saya mohon penjelasan dari ANRI dan KPU. Sebetulnya ijazah itu masuk benda yang untuk diarsipkan atau nggak?” ujar anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Khozin, dalam rapat di Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).

    Khozin menanyakan ini karena capres hanya muncul 5 tahun sekali dan jumlahnya tidak banyak. Karena faktor tersebut, dia bertanya-tanya apakah ijazah capres diarsipkan atau tidak

    “Maksud kami begini, Pak. Kan kalau ijazah capres itu kan nggak banyak ya. Setiap 5 tahun sekali paling cuman tiga atau empat. Apakah itu tidak menjadi bagian khazanah yang harus kita arsipkan dalam Arsip Nasional mengacu dari Undang-Undang Arsip?” tambahnya.

    Merespons itu, Kepala ANRI Mego Pinandito, menjelaskan benda yang diarsipkan itu harus yang asli. Untuk ijazah, kata dia, biasanya disimpan oleh pemiliknya.

    Jika sesuatu akan diserahkan ke ANRI untuk diarsipkan, harus memiliki nilai manfaat yang bagus. Benda yang diarsipkan pun akan diklasifikasikan kembali.

    “Ada aturan lagi bahwa arsip itu akan diserahkan kepada ANRI kalau sudah masuk klasifikasi statis atau sesuatu yang bersifat sangat memiliki nilai manfaat yang luar biasa sehingga menjadi arsip yang harus disimpan,” ujarnya.

    Ketua KPU Mochammad Afifuddin menjelaskan bahwa pihaknya mengatur dokumen yang jadi persyaratan dalam pendaftaran capres ataupun cawapres. Terkait polemik keaslian ijazah, dirinya menyebut sudah diberikan kepada pihak yang meminta.

    “Khusus ijazah di daerah-daerah yang kemarin di soal sejatinya para pihak yang minta itu sudah dikasih, termasuk di Jakarta, di pusat juga sudah dikasih,” ungkap Afif.

    Afif mengungkap baru kali ini dokumen terkait pemilu dimintakan setelah kontestasi berakhir. Hal tersebut menjadi acuan untuk perbaikan tata kelola KPU ke depan.

    “Mungkin baru periode-periode ini juga pascapemilu bahkan pasca setelah pemilu dokumen-dokumen itu kemudian dimintakan para pihak, sebelumnya belum pernah,” sebutnya.

    (ial/gbr)

  • IKA FISIP UINSA Dorong Pemekaran Dapil dan Penambahan Kursi DPRD Surabaya

    IKA FISIP UINSA Dorong Pemekaran Dapil dan Penambahan Kursi DPRD Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – IKA FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya menilai pemekaran daerah pemilihan (dapil) sekaligus penambahan kursi DPRD Kota Surabaya sudah menjadi kebutuhan mendesak.

    Pertumbuhan penduduk yang kini melampaui tiga juta jiwa disebut menciptakan ketidakseimbangan serius antara jumlah warga dan kapasitas representasi politik di tingkat legislatif.

    “Dengan jumlah penduduk Surabaya yang terus bertambah, kita tidak bisa mempertahankan desain dapil yang sudah tidak lagi proporsional. Rasio penduduk per anggota DPRD harus kembali diseimbangkan agar suara masyarakat memiliki bobot yang setara,” tegas Ketua IKA FISIP UINSA Surabaya, Taufiq M.S, Senin (24/11/2025).

    Saat ini DPRD Surabaya beranggotakan 50 orang yang terbagi ke dalam lima dapil. Menurut IKA FISIP UINSA, komposisi tersebut tidak lagi mencerminkan kebutuhan kota metropolitan dengan perkembangan urban yang cepat serta tuntutan legislasi dan pengawasan yang semakin kompleks.

    IKA FISIP menekankan bahwa ketidakseimbangan representasi berpotensi menurunkan kualitas demokrasi lokal. Konstituen yang terlalu besar dalam satu dapil membuat penyerapan aspirasi publik tidak maksimal dan melemahkan fungsi kontrol terhadap pemerintah daerah.

    “Penambahan dapil atau penambahan kursi DPRD bukan isu teknis pemilu, tetapi menyangkut kualitas pelayanan publik, efektivitas pengawasan anggaran, hingga percepatan pembangunan daerah. Representasi yang kuat adalah fondasi pemerintahan yang responsif,” ujarnya.

    Taufiq menilai prinsip kesetaraan suara, kohesivitas wilayah, dan integritas administratif harus menjadi acuan KPU dalam mengevaluasi struktur dapil Surabaya. Ia menegaskan desain dapil yang baru harus selaras dengan perkembangan kota serta pertumbuhan jumlah penduduk.

    “Surabaya membutuhkan desain dapil yang modern, adaptif, dan adil. Kami mengajak semua pihak untuk melihat isu ini secara objektif demi masa depan demokrasi lokal yang lebih baik,” tutupnya. [asg/beq]

  • DPR RI Diminta Tidak Menunda Pembahasan Revisi UU Pemilu

    DPR RI Diminta Tidak Menunda Pembahasan Revisi UU Pemilu

    JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini meminta DPR RI tidak menunda pembahasan revisi atau Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu untuk menghindari proses yang lebih rumit dan ancaman deadlock.

    Dia menilai, dinamika politik antarfraksi membuat penyusunan regulasi pemilu menjadi tantangan tersendiri. Karena itu, bila DPR baru mulai membahas RUU Pemilu pada awal 2026 seperti wacana yang berkembang, dia mengaku pesimis aturan baru itu dapat rampung tepat waktu untuk menjadi dasar seleksi Komisioner KPU yang berikutnya.

    “Bisa jadi malah deadlock dan tetap mempertahankan status quo,” tukas Titi, Minggu 23 November.

    Menurutnya, pembahasan yang dilakukan terlalu mepet jadwal, berpotensi mengorbankan kualitas penyusunan aturan serta mengurangi ruang partisipasi publik. Apalagi, revisi UU Pemilu tidak bisa dilakukan secara parsial mengingat kompleksitas materinya menuntut penataan yang menyeluruh, bukan sekadar tambal sulam.

    Titi menjelaskan, setidaknya ada enam isu krusial yang harus dibenahi dalam revisi UU Pemilu karena sifatnya fundamental dan berdampak luas yakni sistem pemilu, perbaikan rekrutmen penyelenggara pemilu, dan digitalisasi pemilu.

    Selanjutnya penguatan pengawasan dan penegakan hukum pemilu, penataan jadwal pemilu, termasuk kemungkinan pemisahan pemilu nasional dan daerah, demokrasi internal partai, termasuk pembiayaan politik, kaderisasi, dan inklusivitas.

    “Dengan cakupan sebesar itu, revisi UU Pemilu bukan pekerjaan yang bisa dilakukan tergesa-gesa. Karena itu pembahasannya tidak bisa ditunda-tunda, apalagi injury time. Sebab pembahasan yang mepet waktu pasti akan mengorbankan substansi dan partisipasi publik,” tutup Titi.

  • KPU Tegaskan Arsip Ijazah Jokowi Aman, Sebut KPUD Solo Salah Ucap akibat Nervous

    KPU Tegaskan Arsip Ijazah Jokowi Aman, Sebut KPUD Solo Salah Ucap akibat Nervous

    KPU Tegaskan Arsip Ijazah Jokowi Aman, Sebut KPUD Solo Salah Ucap akibat Nervous
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, August Mellaz ikut memberikan bantahan terkait keterangan KPUD Kota Surakarta yang melakukan pemusnahan dokumen arsip ijazah Presiden Ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) saat mendaftar menjadi walikota Solo.
    Keterangan ini diketahui diucapkan KPUD Kota Surakarta dalam sidang Komisi Informasi Pusat (KIP) yang berlangsung pada 18 November 2025.
    “Kan sudah ada klarifikasi dari KPU Surakarta itu tidak dimusnahkan,” katanya kepada Kompas.com, Kamis (20/11/2025).
    August mengatakan, yang hilang dalam arsip dokumen tersebut hanyalah buku registrasi, bukan arsip syarat pencalonan.
    Adapun terkait pernyataan dalam sidang yang menyebut arsip
    ijazah Jokowi
    dimusnahkan, kemungkinan ada faktor grogi dari KPUD Surakarta.
    “Mungkin dia
    nervous
    ya jadi, dia juga sudah katakan buku agenda yang dimusnahkan, dokumen seperti buku tamu,” ucapnya.
    August juga mengatakan, KPUD Surakarta juga pernah berpindah gedung, sehingga ada kemungkinan dokumen tercecer saat proses pemindahan terjadi.
    Namun dia menegaskan, klarifikasi dari KPUD Surakarta sudah melakukan klarifikasi secara jelas terkait pemusnahan dokumen tersebut.
    Dalam klarifikasinya, KPUD Surakarta masih menyimpan seluruh dokumen pendaftaran Joko Widodo saat mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo pada Pemilihan 2005, termasuk ijazah yang menjadi syarat wajib pendaftaran.
    Pernyataan tersebut disampaikan Ketua KPU Surakarta, Yustinus Arya Artheswara, sebagai respons atas keresahan publik setelah sidang perdana KIP yang mempertanyakan isu dokumen yang disebut telah musnah setelah satu tahun.
    “Begini, kami perlu meluruskan. Yang ditanyakan kemarin adalah nomor dan tanggal agenda surat masuk, bukan berkas pendaftaran atau salinan dokumen ijazah,” jelasnya.
    Ia menerangkan bahwa sesuai Jadwal Retensi Arsip KPU (PKPU No. 17 Tahun 2023), agenda surat masuk memiliki masa simpan 1 tahun aktif + 2 tahun inaktif sebelum dapat dimusnahkan.
    “Jadi yang dimaksud ‘dapat dimusnahkan’ itu agenda suratnya, bukan berkas ijazah atau dokumen pendaftarannya. Selama saya menjabat, kami tidak pernah melakukan pemusnahan dokumen, termasuk yang terkait dengan pendaftaran Pak Joko Widodo,” tegasnya.
    Menurut Arya, pemohon meminta informasi tanggal dan nomor agenda masuk terkait dokumen ijazah ketika proses pendaftaran.
    Karena itu, KPU merujuk aturan retensi arsip untuk menjelaskan masa simpan agenda surat, bukan masa simpan dokumen pendaftaran.
    Menjawab isu ketidaksinkronan PKPU dan UU KIP, Arya menegaskan tidak semua dokumen dalam PKPU bersifat satu tahun, karena tiap jenis punya masa simpan berbeda.
    “Untuk dokumen ijazah, masa penyimpanannya termasuk kategori permanen. Jadi konteks satu tahun itu hanya untuk agenda surat masuk,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kaesang Harap PSI Menang Pemilu 2029 di Sulawesi Tengah

    Kaesang Harap PSI Menang Pemilu 2029 di Sulawesi Tengah

    Kaesang Harap PSI Menang Pemilu 2029 di Sulawesi Tengah
    Tim Redaksi
    PALU, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep berharap partai yang dipimpinnya memenangkan pemilihan umum (Pemilu) 2029 di Sulawesi Tengah (Sulteng)
    Harapannya, partai berlambang gajah itu dapat mengirimkan kadernya ke DPR pada periode 2029-2034.
    “2029 insya Allah nanti kita akan punya anggota dewan di Senayan dari
    Sulawesi Tengah
    . Tingkat provinsi bisa menjadi pemenang,” ujar Kaesang dalam Rakorwil
    PSI
    Se-Sulteng di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Rabu (19/11/2025).
    Jika PSI dapat memenangkan
    Pemilu 2029
    di Sulteng, ia menargetkan partainya dapat mengusung calon gubernur untuk provinsi tersebut.
    “Di mana insya Allah kita bisa memajukan gubernur kita sendiri nanti di pilkada selanjutnya,” ujar Kaesang.
    Untuk merealisasikan harapannya itu, Kaesang mengingatkan seluruh jajaran PSI untuk melengkapi kepengurusan di tingkat DPW, DPD, DPC.
    Dalam kesempatan tersebut, Kaesang pun berseloroh agar PSI dapat lebih baik dari Partai
    Nasdem
    , tempat
    Ahmad Ali
    dulu.
    Ahmad Ali yang baru saja pindah dari Partai Nasdem ke PSI, kata Kaesang, pasti memiliki target tersendiri, yakni memenangkan PSI di Sulawesi Tengah.
    “Sebelum kita menuju 2029, kita akan menghadapi yang namanya verifikasi. Jadi saya minta tolong kepada seluruh jajaran pengurus di tingkat DPW, DPD, DPC, maupun nanti kalau sudah ada DPRT-nya, saya minta tolong strukturnya dibuat sebaik mungkin. Harus lebih baik dari partainya punyanya Pak Ahmad Ali sebelumnya (Nasdem),” ujar Kaesang.
    Pada pemilihan legislatif (Pileg) 2024 di Sulawesi Tengah, Partai Golkar, Partai Nasdem, dan Partai Demokrat menjadi tiga partai yang unggul dengan suara terbanyak.
    Hal itu berdasarkan rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional yang diadakan KPU RI untuk Provinsi Sulawesi Tengah pada Sabtu (16/3/2024).
    Dalam rekapitulasi di Sulteng, Partai Golkar memperoleh 330.971 suara. Menyusul di bawahnya, ada Partai Nasdem yang memperoleh 256.799 suara dan Partai Demokrat dengan 254.852 suara.
    PSI sendiri pada 2024 hanya meraih 20.924 suara di Sulteng. Jumlah perolehan tersebut menempatkan mereka di peringkat 13.
    Berikut perolehan suara 19 partai politik peserta
    Pemilu 2024
    di Sulteng:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Profil Ketua Sidang Rospita yang Viral di Sidang Ijazah Jokowi

    Profil Ketua Sidang Rospita yang Viral di Sidang Ijazah Jokowi

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua sidang ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) Rospita Vici Paulyn viral usai mencecar pihak KPU Surakarta, Jawa Tengah hingga Universitas Gajah Mada (UGM) di sidang Komisi Informasi Pusat (KIP), Jakarta, Senin (17/11/2025)

    Persidangan ini merupakan lanjutan dari gugatan yang diajukan para pemohon mulai dari akademisi, aktivis, dan jurnalis yang tergabung dalam Bongkar ljazah Jokowi (Bonjowi).

    Sementara itu, pihak termohon mencakup lima pihak, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM), KPU RI, KPU DKI Jakarta, KPU Surakarta, dan Polda Metro Jaya.

    Dalam sidang lanjutan itu, sempat memanas ketika KPU Surakarta mengonfirmasi bahwa arsip pencalonan Jokowi saat maju sebagai Wali Kota Solo telah dimusnahkan.

    Pernyataan itu langsung memicu interupsi tegas dari Ketua Majelis, Rospita Vici Paulyn, yang mempertanyakan dasar hukum pemusnahan dokumen negara yang dinilai krusial.

    “PKPU nomor berapa yang menyatakan itu dimusnahkan?” tanya Rospita.

    Rospita mempertanyakan bagaimana dokumen negara, yang berpotensi menjadi objek sengketa, dapat dimusnahkan hanya dalam satu tahun, terlebih PKPU yang menjadi acuan baru terbit pada 2023 dan belum melewati tiga tahun retensi minimal pada 2025.

    Selain itu, dalam sidang ini juga menyoroti soal keberadaan arsip akademik Jokowi selama kuliah di Fakultas Kehutanan, UGM.

    Pasalnya, UGM menyatakan bahwa mereka tidak memiliki dokumen Kartu Rencana Studi (KRS) maupun laporan Kuliah Kerja Nyata (KKN) atas nama Jokowi.

    Profil Rospita Vici Paulyn

    Berdasarkan lama komisiinformasi.go.id yang dikutip Rabu (19/11/2025), Rospita Vici Paulyn adalah Ketua Bidang Penelitian Komisi Informasi.

    Dia lahir pada 11 Juni 1974 di Jayapura, Papua. 

    Sebelum berkarier di Komisi Informasi, Rospita sempat menjadi Dosen di Lembaga Manajemen Sukabumi 4, dan sebagai Direktur pada perusahaan Jasa Konstruksi CV Prima Karya Khatulistiwa hingga 2016. 

    Perempuan lulusan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Tanjungpura Pontianak ini sempat menjadi Komisioner Komisi Informasi Kalimantan Barat (Kalbar). Dia pun dipercaya menjadi Ketua Komisi Informasi Kalbar.

    Selain itu, Rospita sempat menggeluti jabatan di sejumlah organisasi mulai dari Ketua Umum Forum Sarjana Perempuan (FORSSAP) Kalimantan Barat, Ketua I Ikatan Alumni Fakultas Teknik (IAFT) Universitas Tanjungpura hingga tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kalimantan Barat.