Kementrian Lembaga: KPK

  • Proses Hukum Hasto Kristiyanto Dibajak untuk Kepentingan Politik

    Proses Hukum Hasto Kristiyanto Dibajak untuk Kepentingan Politik

    PIKIRAN RAKYAT – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai proses hukum yang dijalani Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai upaya membajak penegakan hukum demi kepentingan politik. PDIP juga menganggap kasus Hasto berkaitan dengan manuver politik yang ingin membalas kebijakan partai dalam menegakkan aturan internal dengan memecat sejumlah kader.

    “Kami meyakini proses yang sedang berjalan ini, adalah bentuk pembajakan fungsi-fungsi penegakan hukum untuk kepentingan politik atau bahkan balas dendam politik atas sikap politik PDI Perjuangan dalam menegakkan aturan internal, yang berujung pada pemecatan sejumlah kader partai,” kata Tim Hukum PDIP Ronny Tallapessy di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025).

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ketika ditahan oleh KPK.

    Ronny menegaskan PDIP mendukung penuh Hasto dalam menghadapi proses hukum yang segera memasuki tahap persidangan pada Jumat (14/3/2025). Ia menilai proses hukum ini sebagai bagian dari perjuangan politik untuk menegakkan konstitusi dan demokrasi.

    “Sikap dan pemahaman ini bukan tanpa dasar, karena Kami menemukan sejumlah pelanggaran mendasar terhadap prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia,” ujar Ronny.

    Ia juga mengungkap adanya tahapan hukum yang dipaksakan, pelanggaran prinsip keadilan, serta penyiasatan hukum acara oleh KPK. Selain itu, penetapan Hasto sebagai tersangka disebut diiringi aksi demonstrasi dari kelompok tak dikenal serta pemasangan spanduk yang menyerang PDIP.

    Ronny juga mengkritik dugaan rekayasa gugatan hukum yang mengatasnamakan kader PDIP untuk menggugat kepemimpinan partai.

    “Lebih vulgar lagi, operasi politik terhadap PDI Perjuangan, dan kriminalisasi hukum terhadap Sekjen Hasto Kristiyanto, sampai harus menggunakan lembaga survei untuk menggiring opini publik,” ucapnya.

    Menurutnya, pembajakan fungsi penegakan hukum telah mencederai cita-cita pemberantasan korupsi dan juga terjadi pada beberapa politisi lain.

    “Oleh karena itu, kami memilih untuk melawan praktik-praktik buruk pembajakan institusi penegakan hukum ini. Karena Kami meyakini, ini adalah bagian dari perjuangan demokrasi yang sejalan dengan nilai-nilai Partai,” tegas Ronny.

    Hasto Dibela Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah

    Hasto akan menjalani sidang perdana kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku pada Jumat (14/3/2025). Menjelang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Hasto didampingi 17 pengacara dalam menghadapi KPK.

    Salah satu pengacaranya adalah Febri Diansyah, mantan juru bicara KPK di era kepemimpinan Agus Raharjo. Ronny Tallapessy mengumumkan susunan tim pengacara tersebut.

    “Kami telah mempersiapkan tim hukum yang akan membela Sekjen PDI Perjuangan Pak Hasto Kristiyanto. Dalam kesempatan ini, saya ingin memperkenalkan tim penasihat hukum yang akan mendampingi Pak Hasto,” kata Ronny.

    Ia menjelaskan bahwa tim ini merupakan kolaborasi antara tim hukum PDIP dan pengacara profesional nonpartai.

    Berikut nama-nama pengacara Hasto:

    Todung M. Lubis (koordinator) Maqdir Ismail Ronny B. Talapessy Arman Hanis Febri Diansyah Patramijaya Erna Ratnaningsih Johannes Oberlin L. Tobing Alvon Kurnia Palma Rasyid Ridho Duke Arie W Abdul Rohman Triwiyono Susilo Willy Pangaribuan Bobby Rahman Manalu Rory Sagala Annisa Eka Fitria Ismail

    “Tim ini merupakan tim kolaboratif antara tim hukum yang ditugaskan oleh partai, dengan tim hukum yang berlatar belakang non-partai atau full-profesional,” ujar Ronny.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPK OTT di OKU Sumsel, Segini Jumlah Orang yang Ditangkap

    KPK OTT di OKU Sumsel, Segini Jumlah Orang yang Ditangkap

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan, hari ini Sabtu, 15 Maret 2025.

    Tim penindakan KPK mengamankan delapan orang dalam operasi senyap tersebut. Kabar OTT ini telah dibenarkan oleh Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika.

    “Benar KPK telah mengamankan 8 orang dari Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatra Selatan,” kata Tessa dalam keterangannya, Sabtu, 15 Maret 2025.

    Kasus apa?

    Akan tetapi, Tessa belum mengungkap mengenai perkara yang sedang ditangani KPK sehingga menangkap delapan orang di daerah tersebut.

    Menurutnya, status hukum pihak yang tertangkap tangan beserta konstruksi perkara akan disampaikan dalam konferensi pers.

    “Untuk lebih jelasnya akan disampaikan nanti pada saat Konpers resmi terkait kegiatan tersebut,” ucap Tessa.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Korban Pertamax Oplosan Berhak Tuntut Ganti Rugi, Ini Jalur Hukumnya

    Korban Pertamax Oplosan Berhak Tuntut Ganti Rugi, Ini Jalur Hukumnya

    PIKIRAN RAKYAT – Pengguna Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax yang diduga dioplos, berhak menuntut ganti rugi kepada perusahaan tata kelola minyak. Atas kerugian yang diderita ini, tuntutan bisa diajukan baik ke pengadilan maupun ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

    Firman T. Endipradja Dosen Politik Hukum Perlindungan Konsumen Pascasarjana Universitas Pasundan mengatakan hukum atau peraturan perundang-undangan tidak mengatur tentang penyampaian permohonan maaf atas megakorupsi yang merugikan rakyat banyak ini.

    Hal tersebut untuk menyikapi permintaan maaf dari Direktur Pertamina atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) periode 2018-2023.

    Tetapkan 9 tersangka

    Dikatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan Kejagung sudah membuktikan ada ketidaksesuaian standar dalam produk BBM jenis Pertamax ini.

    Firman yang juga Mantan Ketua Perhimpunan BPSK se-Jawa Barat ini menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), PT Pertamina sebagai BUMN adalah termasuk pelaku usaha yang dapat dikenakan tiga sanksi sekaligus atas kasus ini. Yaitu, sanksi perdata, sanksi pidana, dan sanksi administratif.

    Ketentuan Pasal 19 UUPK menyebutkan, pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

    “Jadi, tidak hanya sanksi perdata dalam bentuk penggantian ganti rugi atau kompensasi yang dapat dikenakan. Juga sanksi pidana yang maksimal hukumannya 5 tahun penjara, sampai dengan sanksi administratif seperti pencabutan izin usaha,” ujarnya.

    Bagi konsumen perseorangan yang selama ini mengonsumsi Pertamax oplosan, dapat menuntut Pertamina melalui tiga jalur upaya hukum. Yakni gugatan ke pengadilan atau ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), membuat laporan polisi atau ke KPK, ataupun menggugat secara administratif ke MA atau PTUN.

    Khusus tuntutan ganti rugi/kompensasi konsumen melalui BPSK, UUPK menyebutkan BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Badan ini dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen yang efisien, cepat, murah dan profesional.

    Firman melanjutkan, BPSK dibentuk oleh pemerintah di kabupaten dan kota untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. BPSK sebagai lembaga quasi yudisial berperan dalam mengadili dan menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan serta menjatuhkan putusan berdasarkan ketentuan dalam UUPK.

    “Putusan majelis BPSK bersifat final dan mengikat dan wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 hari kerja setelah gugatan diterima. Dalam waktu paling lambat tujuh hari kerja sejak menerima putusan BPSK, pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut,” kata Firman.

    Apabila Putusan BPSK tidak dijalankan oleh pelaku usaha, BPSK menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Putusan BPSK merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.

    Selain itu, UUPK menganut asas pembuktian terbalik (Pasal 22 dan Pasal 28 UUPK). Artinya dengan bukti awal, konsumen bisa mengajukan gugatan/tuntutan ganti rugi ke Pertamina melalui BPSK.

    “Atas kejadian ini cukup banyak masyarakat pengguna Pertamax yang marah dan kecewa, sehingga tidak terlalu aneh jika ada gerakan massal dari konsumen untuk menyampaikan aspirasi sesuai ketentuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dengan menuntut haknya berupa ganti rugi melalui BPSK,” ujarnya.

    Terlebih, Hukum Perlindungan Konsumen sudah menyediakan Hukum Acara Penyelesaian Sengketa Konsumen (Hukum Formil) yaitu Kepmenperindag Nomor 350/MPP/KEP/ 12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News