Kementrian Lembaga: KPK

  • Alexander Marwata Gugat Pasal UU KPK ke MK, Jubir Sebut Langkah Pribadi

    Alexander Marwata Gugat Pasal UU KPK ke MK, Jubir Sebut Langkah Pribadi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan langkah Wakil Ketua KPK Alexander Marwata melakukan uji materiel Pasal 36 huruf a UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan langkah pribadi. 

    Langkah tersebut disebut dilakukan Alex bukan atas nama lembaga KPK.

    “Proses pengajuan itu dilakukan secara pribadi. Bukan atas nama lembaga,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/11/2024).

    Oleh sebab itu, Tessa mengaku belum bisa memberikan komentar lebih lanjut terkait langkah Alexander Marwata tersebut. KPK pun menyerahkan sepenuhnya proses uji materiel itu ke MK.

    “Apa pun yang dilakukan oleh beliau maupun pihak-pihak yang mewakili dalam proses pengajuan judicial review kita ikuti saja prosesnya,” ujar Tessa.

    Sebelumnya, Alex mengajukan gugatan tersebut bersama auditor muda KPK Lies Kartika Sari dan pelaksana pada unit sekretariat pimpinan KPK Maria Fransiska. Ketiganya menunjuk Periati BR Ginting, Ario Montana, dan Abdul Hakim dari GSA Law Office sebagai kuasa hukum.

    Alex dkk menguji norma dimaksud dengan Pasal 28D ayat (1) dan 28I ayat (2) UUD 1945. Pasal 28D ayat (1) mengatur bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil, serta perlakuan setara di mata hukum.

    Lalu, Pasal 28 I ayat (2) mengatur, setiap orang berhak bebas atas perlakuan diskriminatif atas dasar apa pun serta punya hak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif.

    Alex merasa dirugikan akibat norma yang diatur dalam Pasal 36 huruf a UU KPK tersebut. Dalam permohonan, Alex menyebut pertemuan dirinya dengan sosok yang sengaja menyampaikan laporan dugaan korupsi secara resmi di kantor didampingi staf.

    Pertemuan dimaksud diketahui terjadi antara Alex dengan mantan pejabat Bea Cukai Eko Darmanto. Eko kemudian mesti menjalani proses hukum di KPK atas dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Pertemuan tersebut pun kini diproses oleh Polda Metro Jaya.

    Padahal, pertemuan tersebut diklaim hanya untuk menerima laporan dugaan korupsi yang disampaikan Eko Darmanto. Alex pun menyebut ada ketidakjelasan batasan terkait larangan hubungan.

    Imbas Pasal 36 huruf a UU KPK tersebut, Alex menyebut pertemuannya dengan Eko Darmanto yang sejatinya berdasarkan itikad baik malah diselidiki oleh penegak hukum atas dugaan melanggar Pasal 36 huruf a UU KPK.

  • KPK Masih Punya Petunjuk Soal Keberadaan Gubernur Kalsel

    KPK Masih Punya Petunjuk Soal Keberadaan Gubernur Kalsel

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku masih punya petunjuk seputar dugaan keberadaan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor (SHB) yang menjadi tersangka atas kasus dugaan suap dan gratikasi. Keberadaan sosok yang akrab disapa Paman Birin itu masih misterius.

    “Masih ada informasi-informasi yang kami juga enggak bisa share secara terbuka di sini untuk penyidik jajaki, datangi, dan cari keberadaan yang bersangkutan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/11/2024).

    Tessa menyebutkan, KPK sudah mengajukan cegah ke luar negeri kepada Ditjen Imigrasi terhadap Sahbirin Noor. Untuk itu, pihaknya tetap berkeyakinan yang bersangkutan masih berada di Indonesia.

    “Penyidik masih memiliki opsi-opsi informasi lokasi di mana yang bersangkutan ini bisa ditemukan. Jadi masih dilakukan proses pencarian yang bersangkutan,” ujar Tessa.

    KPK pun belum berencana memasukkan nama Gubernur Kalsel Sahbirin Noor ke daftar pencarian orang (DPO). Tessa menyebut, pada umumnya langkah memasukkan nama seseorang ke DPO akan dilakukan ketika tidak ada lagi upaya yang bisa dilakukan untuk menemukan.

    “Umumnya DPO itu dikeluarkan setelah semua opsi sudah dilakukan dan sudah tidak ada lagi yang bisa, tidak ada informasi segala macam, penegak hukum menerbitkan DPO,” tutur Tessa.

    Sebelumnya, KPK telah memberikan bukti Gubernur Kalsel Sahbirin Noor (SHB) melarikan diri pada sidang praperadilan. Keberadaan Gubernur Kalsel masih misterius usai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

    Diungkapkan pada sidang lanjutan praperadilan Sahbirin Noor, Rabu (6/11/2024), KPK telah menyampaikan bukti-bukti mengenai formalitas kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek pekerjaan di wilayah Pemprov Kalsel, baik di tahap penyelidikan maupun penyidikan.

    Bukti-bukti permulaan yang telah dikantongi KPK dalam kasus ini antara lain, keterangan, surat dokumen, petunjuk, dan bukti elektronik. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP.

  • KPK kantongi 152 bukti penetapan tersangka Sahbirin Noor sesuai aturan

    KPK kantongi 152 bukti penetapan tersangka Sahbirin Noor sesuai aturan

    Jakarta (ANTARA) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengantongi sebanyak 152 bukti untuk penetapan tersangka Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor dalam kasus dugaan suap lelang proyek, sudah sesuai aturan.

    “Kemarin ada 152 alat bukti yang kita sampaikan termasuk juga bukti-bukti elektronik,” kata anggota Biro Hukum KPK, Mia Suryani kepada wartawan usai kesimpulan persidangan gugatan praperadilan
    Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.

    Ia mengatakan penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK sudah termasuk dalam serangkaian dari operasi tangkap tangan (OTT) oleh lembaga anti rasuah itu.

    Dinyatakan, penetapan tersangka ini telah dilakukan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sebagaimana yang diatur dalam pasal 44 undang-undang KPK termasuk juga dalam putusan MK.

    Terkait dengan keterangan permohonan praperadilan Sahbirin, dia mengatakan harusnya tidak bisa diajukan karena yang bersangkutan juga tidak diketahui keberadaannya.

    “Karena si pemohonnya memang tidak diketahui keberadaannya. Termasuk juga kita sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap diri pemohon itu adalah untuk sewaktu-waktu pemohon ini muncul, kita bisa langsung tangkap,” jelasnya.

    Sementara, Kuasa hukum Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB), Agus Sudjatmoko menyatakan penetapan sang klien sebagai tersangka juga tidak sah lantaran tak memenuhi alasan.

    Dikatakan, sang klien belum pernah diperiksa dan langsung ditetapkan tersangka.

    Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menggelar sidang putusan gugatan praperadilan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB) pada Selasa (12/11).

    KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT), Minggu (6/10), terkait kasus dugaan korupsi di Kalimantan Selatan (Kalsel).

    Pada Selasa (8/10), KPK mengumumkan penetapan status tersangka Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dalam kasus dugaan suap lelang proyek di Kalimantan Selatan.

    Selain itu, KPK juga turut menetapkan status tersangka terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalsel Ahmad Solhan, Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel Yulianti Erlynah, Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad, dan Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean.

    Proyek yang menjadi objek perkara tersebut adalah pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar dan pembangunan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp9 miliar.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2024

  • KPK Tegaskan Tetap Bisa Tahan Bupati Situbondo Meski Maju Jadi Cabup

    KPK Tegaskan Tetap Bisa Tahan Bupati Situbondo Meski Maju Jadi Cabup

    Jakarta

    KPK mengatakan tetap bisa menahan Bupati Situbondo Karna Suswandi meski dirinya maju di Pilkada 2024 sebagai calon Bupati Situbondo. KPK menyebut selama tidak ada kendala kesehatan maka setiap tersangka bisa ditahan.

    “Jadi sepanjang tidak ada kendala kesehatan, maka semua tersangka yang ada di tahapan penyidikan itu akan ditahan,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/11/2024).

    Tetapi terkait kapannya, Tessa mengatakan akan menunggu perkembangan dari proses penyidikan. Dirinya mencontohkan bisa saja menunggu perhitungan kerugian negaranya jika dikenakan Pasal 2 dan 3 Tipikor, atau menunggu berkas atau kesaksian 90 persen jika dikenakan pasal suap.

    “Jadi tidak ada formula yang pasti di situ. Tapi yang pasti adalah semua tersangka pasti ditahan pada waktunya jadi kan wajib ditahan. Cuman kapannya itu melihat situasi,” tuturnya.

    Adapun KPK sendiri memanggil Karna untuk diperiksa hari ini. Namun Karna belum memenuhi panggilan KPK.

    “Belum terinfo yang bersangkutan hadir dan juga tidak terinfo apakah ada pemberitahuan kepada penyidik secara resmi atau tidak,” kata dia.

    Sebelumnya, KPK memanggil Karna Suswandi (KS) yang telah menjadi tersangka. Perkaranya yaitu dugaan korupsi pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Pemkab Situbondo periode 2021-2024.

    Pemeriksaan kepada Karna Suwandi semulanya dijadwalkan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Dia diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi.

    “KS, Bupati Situbondo,” tambahnya.

    Selain Karna, KPK juga memanggil satu orang lain yaitu Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Situbondo, Eko Prionggo.

    “Pemeriksaan dilakukan Gedung KPK Merah Putih,” sebutnya.

    (ial/lir)

  • Presiden Prabowo Persilakan DPR Proses 10 Capim KPK yang Dikirim Jokowi

    Presiden Prabowo Persilakan DPR Proses 10 Capim KPK yang Dikirim Jokowi

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menkumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyebut, Presiden Prabowo Subianto mempersilakan DPR memproses lebih lanjut 10 nama calon pimpinan (capim) KPK yang dikirim oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    “Ini merupakan jalan tengah agar Pasal 30 UU KPK dipatuhi dan putusan MK juga dipatuhi,” kata Yusril dalam keterangannya, Jumat (8/11/2024).

    Yusril menyebut, Prabowo tak berniat menarik nama-nama hasil seleksi panitia seleksi (pansel) yang telah disampaikan Jokowi ke DPR. Pemerintah sadar butuh waktu 6 bulan untuk memproses seleksi pimpinan KPK yang periode jabatannya akan berakhir Desember 2024.

    Ditambah lagi, putusan MK pada 2022 soal perpanjangan masa jabatan pimpinan dalam pertimbangannya menyatakan, presiden hanya diberi satu kali kesempatan mengajukan nama capim KPK ke DPR.

    “Jalan tengah ini, insyaallah dapat mengatasi kemungkinan terjadinya kevakuman pimpinan KPK yang akan segera berakhir di pengujung Desember,” ungkap Yusril.

    Yusril mengatakan, pimpinan DPR sempat bersurat ke Prabowo untuk menanyakan apakah akan menarik nama-nama yang diajukan Jokowi dengan membuat pansel baru dan memilih calon lain. 

    Namun, kata dia, Prabowo merespons surat DPR itu dan setuju dengan nama-nama yang telah diusulkan Jokowi. DPR dipersilakan untuk memproses nama-nama tersebut.

  • Prabowo Setujui 10 Nama Capim KPK Usulan Jokowi untuk Diproses DPR

    Prabowo Setujui 10 Nama Capim KPK Usulan Jokowi untuk Diproses DPR

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui 10 nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diproses Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    Adapun, sepuluh nama tersebut berasal dari usulan Presiden Ke-7 RI, Joko Widodo pada pemerintahan sebelumnya, yakni Agus Joko Pramono, Ahmad Alamsyah Saragih, Djoko Poerwanto, Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Ida Budhiati, Johanis Tanak, Michael Rolandi Cesnanta Brata, Poengky indarti, dan Setyo Budiyanto.

    “DPR dipersilakan memproses nama-nama tersebut untuk memilih lima nama agar ditetapkan oleh presiden,” kata Yusril dilansir dari Antara, Jumat (8/11/2024).

    Yusril menegaskan Prabowo tidak akan menarik nama-nama hasil seleksi panitia yang telah disampaikan Jokowi ke DPR pada pemerintahan sebelumnya.

    Dia mengatakan bahwa pemerintah menyadari berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2022 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dibutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk memproses pemilihan pimpinan KPK yang akan berakhir pada pengujung Desember 2024.

    Sementara pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2022 terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK menyatakan bahwa presiden hanya diberi kesempatan satu kali mengajukan nama-nama calon pimpinan KPK ke DPR.

    Menanggapi hal tersebut, Yusril menuturkan pimpinan DPR belum lama ini telah melayangkan surat yang menanyakan apakah Presiden Prabowo akan menarik nama-nama yang telah diajukan Jokowi, membentuk panitia seleksi baru, dan memilih calon-calon baru atau tidak.

    Presiden Prabowo telah menjawab surat DPR tersebut dan menyatakan setuju dengan nama-nama yang telah diusulkan, sebagai jalan tengah agar Pasal 30 UU KPK dan putusan MK dipatuhi.

    “Jalan tengah ini Insyaallah dapat mengatasi kemungkinan terjadinya kevakuman pimpinan KPK yang akan segera berakhir pada pengujung Desember yang akan datang,” tuturnya.

    Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan Presiden Prabowo memiliki wewenang untuk melanjutkan atau menganulir 10 nama calon limpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2024–2029.

    “Pak Prabowo saat ini sebagai Presiden juga memiliki kewenangan untuk menganulir, kan ini sudah estafetnya ke presiden yang baru. Oleh karena itu, (Presiden Prabowo) memiliki kewenangan juga untuk melanjutkan atau tidak, itu kewenangannya presiden,” kata Ghufron di Jakarta, Selasa (5/11).

    Ghufron mengatakan salah satu alasan agar calon pimpinan dan Dewas KPK dipilih oleh panitia seleksi bentukan presiden pada periode yang sama adalah dalam rangka menjaga independensi sehingga calon pimpinan dan Dewas KPK tidak mempunyai relasi dengan presiden periode sebelumnya.

    Sejumlah pihak pun juga sempat minta Presiden Prabowo mengulang seleksi calon pimpinan dan Dewas KPK karena menilai pansel yang sah merupakan pansel yang dibentuk Prabowo selaku Presiden saat ini.

    Salah satunya Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, yang mengajukan uji materi ke MK secara pribadi, terkait keabsahan Pansel KPK yang dibentuk oleh Jokowi.

    Boyamin mengajukan permohonan pengujian materiel Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1, 2, 3), dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  • Alexander Marwata Ajukan Judicial Review Pasal 36 UU KPK ke MK, Ngaku Dirinya Rawan Dikriminalisasi

    Alexander Marwata Ajukan Judicial Review Pasal 36 UU KPK ke MK, Ngaku Dirinya Rawan Dikriminalisasi

    GELORA.CO  – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait norma Pasal 36 huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

    Selain dia, ada dua pegawai KPK, yakni Lies Kartika Sari selaku auditor muda KPK dan Maria Fransiska selaku pelaksana pada unit sekretaris pimpinan KPK yang mengajukan JR ke MK. Mereka mengajukan uji materi terkait norma Pasal 37 UU KPK.

    Menurut Alex, dua pasal dimaksud bisa dijadikan pihak-pihak luar untuk mengkriminalisasi pimpinan dan pegawai.

    Alex mengatakan bahwa rumusan pasal itu tidak jelas, sekalipun dalam penjelasan UU KPK dinyatakan cukup jelas.

    Ketidakjelasan itu lantaran adanya batasan yang tidak pasti di dalam normal Pasal 36 huruf a UU KPK. Selain itu, juga banyak kejanggalan di norma pasal yang dimaksud.

    “Apa urgensinya? Pasal itu bagi kami (pimpinan dan pegawai) bisa dijadikan alat untuk mengriminalisasi pimpinan dan pegawai KPK,” kata Alex kepada wartawan, Jumat (8/11/2024).

    Adapun Pasal 36 huruf (a) UU KPK diketahui berbunyi: “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun.”

    “UU menyebutkan dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara, dengan alasan apa pun,” kata Alex.

    “Kalau dengan tersangka sudah jelas perkara sudah di tahap penyidikan dan tersangka sudah ada. Tapi pihak lain itu siapa? Batasan perkara itu di tahap apa? Dengan alasan apa pun itu apa maknanya? Kalau tidak ada penjelasannya bisa jadi penerapannya pun akan semau-maunya penegak hukum,” imbuh pimpinan KPK berlatar belakang hakim ini.

    Alex kemudian mempertanyakan penafsiran frasa “dengan alasan apa pun” di dalam Pasal 36 huruf a tersebut dalam rangka melakukan tugas sebagai pimpinan KPK.

    “Bagaimana kalau dalam rangka melaksanakan tugas? Bagaimana kalau pertemuan/komunikasi dilakukan dengan iktikad baik atau misalnya pada saat bertemu tidak tahu status orang yang ditemui?” ujar Alex.

    “Kalau tanpa pengecualian berarti bertemu di kondangan pun bermasalah, sekalipun tidak ada hal penting yang dibahas,” lanjutnya.

    Alex menilai, mestinya ada penjelasan konteks pertemuan yang dimaksud di dalam pasal tersebut. 

    Semisal, yang mengakibatkan munculnya konflik kepentingan atau terhambatnya penanganan perkara di KPK.

    Lebih lanjut, Alex pun menyebut bahwa hanya aparat penegak hukum yang tak memahami esensi dari dua pasal yang digugatnya bersama pegawai KPK tersebut.

    Sehingga, lanjut dia, justru menilai pertemuan dengan setiap orang yang berurusan dengan lembaga antirasuah sebagai perbuatan pidana.

    “Pasal 36 dan 37 merupakan ranah etik untuk menjaga integritas insan KPK dan marwah KPK. Jadi, sebelum ke pidana mestinya dilihat apakah ada pelanggaran kode etik,” kata Alex.

    Alex menyebut, permohonan uji materi itu diajukan juga untuk pimpinan saat ini dan yang akan datang. Termasuk, juga untuk insan KPK secara keseluruhan.

    “Jangan ada keraguan sedikit pun dalam memaknai pasal undang-undang oleh penegak etik maupun penegak hukum. Selain itu, juga supaya ada perlakuan yang sama antarpenegak hukum,” ujar dia.

    Oleh karena itu, Alex berpendapat bahwa perlakuan yang diterima insan KPK justru berbeda dengan aparat penegak hukum lainnya.

    “Larangan bertemu/berkomunikasi dengan pihak beperkara hanya berlaku untuk insan KPK, tapi aparat penegak hukum yang lain tidak ada masalah ketika pimpinannya bertemu dengan pihak yang berperkara. Ini tidak adil dan diskriminatif,” kata dia.

    Di samping itu, ia sepakat jika pertemuan atau komunikasi yang dilakukan dengan pihak beperkara dapat menimbulkan konflik kepentingan mesti disanksi etik maupun pidana.

    “Apalagi jika hubungan atau komunikasi yang dilakukan para pihak mendapat keuntungan atau manfaat,” kata Alex.

    Adapun terkait penerapan norma Pasal 36 huruf a UU KPK yang dianggap tidak berkepastian hukum itu, dalam gugatannya ia meminta MK perlu mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi.

    “Atau memaknai Pasal 36 dengan ‘Pasal 36: Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang: (a) mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau yang mewakilinya dengan maksud untuk meringankannya’,” sebut Alex

  • Menteri Yusril Tegaskan Pemerintah Tak Akan Tarik RUU Perampasan Aset dari DPR

    Menteri Yusril Tegaskan Pemerintah Tak Akan Tarik RUU Perampasan Aset dari DPR

    GELORA.CO – Pemerintah menegaskan tidak akan menarik Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyebutkan saat ini pemerintah sudah menyampaikan surat presiden (surpres) kepada DPR dan menunggu kapan pembahasan RUU tersebut akan dilaksanakan.

    “Kalau sudah disampaikan, maka pemerintah tidak akan menarik,” ujar Yusril saat menerima kunjungan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta, Kamis (7/11/2024).

    Sebagai menteri koordinator, dia akan mengoordinasikan dengan Menteri Hukum terkait beberapa isu dalam RUU Perampasan Aset.

    Demikian pula dengan beberapa peraturan perundang-undangan yang akan dilakukan perubahan atau penggantian, khususnya untuk penegakan hukum.

    “Akan kami koordinasikan demi terwujudnya kepastian hukum dan pertumbuhan ekonomi,” katanya.

    Saat menerima kunjungan, Menko Yusril bersama para pimpinan KPK turut membahas keluhan warga negara asing yang diadukan melalui kedutaan besar mereka soal pengurusan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) di Indonesia yang berbelit-belit.

    Menurut dia, proses pemberian izin untuk pekerja asing di Indonesia harus mendapatkan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dari Kementerian Tenaga Kerja atau izin kerja.

    Setelah mendapat RPTKA, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) mengeluarkan notifikasi untuk diproses mendapat visa bekerja dari Imigrasi. Setelah itu, barulah pekerja asing bisa masuk ke Indonesia untuk mengurus visa.

    “Jika perlu adanya pelayanan satu pintu dan lebih ditingkatkan layanan digital atau online, agar masyarakat dapat dilayani secara cepat, tepat, akurat dan dapat menumbuhkan perekonomian bangsa,” ujar Yusril.

    Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan kedatangannya bersama pimpinan KPK lainnya bertujuan untuk silaturahmi sekaligus mengucapkan selamat atas pelantikan Yusril sebagai Menko Kumham Imipas.

    Adapun pimpinan KPK yang datang meliputi Ketua KPK Nawawi Pomolango, didampingi Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Johanis Tanak.

    Sedangkan Menko Yusril didampingi Staf Khusus Bidang Administrasi Rildo Ananda Anwar, Staf Khusus Bidang Isu Strategis Karjono Atmoharsono, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Hukum Nofli, Plt Deputi Bidang HAM Andika Dwi Prasetya, serta Plt Deputi Bidang Imigrasi dan Pemasyarakatan Surya Mataram.

  • KPK Bongkar Modus Fraud Debitur LPEI yang Rugikan Negara Rp1 Triliun

    KPK Bongkar Modus Fraud Debitur LPEI yang Rugikan Negara Rp1 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus yang digunakan oleh sejumlah debitur fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk melakukan kecurangan atau fraud. 

    Untuk diketahui, KPK telah menetapkan tujuh orang swasta dan penyelenggara negara sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Sejauh ini, lembaga antirasuah menaksir kerugian keuangan negara akibat fraud tersebut sekitar Rp1 triliun. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebutkan para debitur LPEI yang ditetapkan tersangka di kasus itu diduga menggunakan modus ‘tambal sulam’ untuk melakukan peminjaman serta pembayaran kredit pembuayaan di LPEI. 

    “Di mana pinjaman berikutnya untuk menutup pinjaman sebelumnya,” kata Tessa kepada wartawan, Kamis (7/11/2024).

    Di sisi lain, tersangka dari pihak debitur LPEI diduga mendapatkan fasilitas kredit pembiayaan ekspor untuk lebih dari satu perusahaan.

    “Diduga bahwa Tersangka dari pihak Debitur telah mendapatkan fasilitas kredit dari LPEI dengan perusahaan lain miliknya,” ungkap Tessa.

    Dalam proses penyidikan, KPK telah menyita sejumlah aset milik tersangka yang meliputi 44 bidang tanah dan bangunan tidak diagunkan. Nilanya kurang lebih Rp200 miliar. 

    Di samping itu, penyidik KPK juga telah enyita aset kendaraan dan barang lainnya yang saat ini masih dihitung nilainya. 

    “Sementara aset lainnya yang statusnya diagunkan, masih dipelajari lebih lanjut oleh penyidik,” imbuhnya.  

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, KPK telah menetapkan sebanyak tujuh orang tersangka dalam kasus tersebut. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut pihak-pihak itu masih berupa perseorangan, atau belum merambah ke tersangka korporasi. 

    Hal itu kendati lembaga antirasuah sudah mengendus ada sekitar 11 debitur kredit ekspor LPEI yang diduga melakukan fraud. 

    “Perorangan,” ujar Alex, sapaannya, kepada Bisnis, Minggu (4/8/2024). 

  • Kasus Tom Lembong Berpotensi Cacat dan Diusut Ulang, Begini Penjelasannya

    Kasus Tom Lembong Berpotensi Cacat dan Diusut Ulang, Begini Penjelasannya

    Jakarta: Pengusutan perkara mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) disorot, karena kontroversi. Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta memastikan penanganan perkara dugaan korupsi impor gula itu, apakah lawful atau sah dan diperbolehkan oleh hukum, atau tidak.

    “Begitu prosesnya tidak lawful, maka cacat. Kalau cacat, maka ulang dari awal. Itu konsekuensi terhadap pelanggaran hukum acara. Nah, diulang dari awal,” kata pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksamana Bondan dalam materikulasi hukum di KPK yang dikutip pada Kamis, 7 November 2024.

    Gandjar menjelaskan pembukaan kronologi kasus dari Kejagung penting untuk keterbukaan publik untuk menyegah adanya kecurigaan atas kepentingan politik dari perkara yang diusut. Data terpenting yang harus dibuka yakni tanggal pelaporan, serta waktu dibukanya penyelidikan, dan penyidikan.
     

    “Cuma laporannya kapan, dan ini mulai proses karena apa? Karena ada laporan, kalau ada laporan, kapan? Supaya kita lihat. Jangan-jangan sudah dilaporkan sejak 2017. Makin enggak masuk akal kan kenapa sekian lama diabaikan. Jangan-jangan dilaporkan sejak 3 hari sebelum ditetapkan tersangka? Oh cepat banget prosesnya,” ujar Gandjar.

    Jioka dibuka, timeline pengusutan kasus itu bisa membuat kecurigaan publik atas kasus Tom Lembong hilang jika dibuka. Tuduhan berpolitik pun diyakini buyar jika Kejagung memerinci informasi tersebut.

    “Begitu ada yang tidak wajar, jadi sulit nanti, publik percaya bahwa ini ada politik dan lain-lain,” ucap Gandjar.

    Gandjar mengamini penegak hukum harus menjaga kerahasiaan proses penyidikan sampai persidangan digelar. Namun, ada sejumlah data yang boleh dibuka di tahap penyidikan, dan diyakini tidak merusak perkara.

    “Iya, substansi dan pembuktian tentu di pengadilan, tapi publik ini harus dikasih keyakinan bahwa kasusnya ada lho, prosesnya seperti ini, begini, begini. Nah, penjelasan yang ada memunculkan pertanyaan kenapa menteri lain tidak dikejar,” terang Gandjar.

    Thomas ‘Tom’ Trikasih Lembong ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait importasi gula pada Kementerian Perdagangan periode 2015-2016. Kasus ini disebut merugikan negara hingga mencapai Rp400 miliar.

    “Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp400 miliar,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, di Kompleks Kejagung Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024.

    Qohar menjelaskan kasus itu berawal saat Tom memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih pada 2015. Padahal, saat itu Indonesia mengalami surplus gula.

    Jakarta: Pengusutan perkara mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) disorot, karena kontroversi. Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta memastikan penanganan perkara dugaan korupsi impor gula itu, apakah lawful atau sah dan diperbolehkan oleh hukum, atau tidak.
     
    “Begitu prosesnya tidak lawful, maka cacat. Kalau cacat, maka ulang dari awal. Itu konsekuensi terhadap pelanggaran hukum acara. Nah, diulang dari awal,” kata pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksamana Bondan dalam materikulasi hukum di KPK yang dikutip pada Kamis, 7 November 2024.
     
    Gandjar menjelaskan pembukaan kronologi kasus dari Kejagung penting untuk keterbukaan publik untuk menyegah adanya kecurigaan atas kepentingan politik dari perkara yang diusut. Data terpenting yang harus dibuka yakni tanggal pelaporan, serta waktu dibukanya penyelidikan, dan penyidikan.
     

    “Cuma laporannya kapan, dan ini mulai proses karena apa? Karena ada laporan, kalau ada laporan, kapan? Supaya kita lihat. Jangan-jangan sudah dilaporkan sejak 2017. Makin enggak masuk akal kan kenapa sekian lama diabaikan. Jangan-jangan dilaporkan sejak 3 hari sebelum ditetapkan tersangka? Oh cepat banget prosesnya,” ujar Gandjar.
    Jioka dibuka, timeline pengusutan kasus itu bisa membuat kecurigaan publik atas kasus Tom Lembong hilang jika dibuka. Tuduhan berpolitik pun diyakini buyar jika Kejagung memerinci informasi tersebut.
     
    “Begitu ada yang tidak wajar, jadi sulit nanti, publik percaya bahwa ini ada politik dan lain-lain,” ucap Gandjar.
     
    Gandjar mengamini penegak hukum harus menjaga kerahasiaan proses penyidikan sampai persidangan digelar. Namun, ada sejumlah data yang boleh dibuka di tahap penyidikan, dan diyakini tidak merusak perkara.
     
    “Iya, substansi dan pembuktian tentu di pengadilan, tapi publik ini harus dikasih keyakinan bahwa kasusnya ada lho, prosesnya seperti ini, begini, begini. Nah, penjelasan yang ada memunculkan pertanyaan kenapa menteri lain tidak dikejar,” terang Gandjar.
     
    Thomas ‘Tom’ Trikasih Lembong ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait importasi gula pada Kementerian Perdagangan periode 2015-2016. Kasus ini disebut merugikan negara hingga mencapai Rp400 miliar.
     
    “Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp400 miliar,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, di Kompleks Kejagung Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2024.
     
    Qohar menjelaskan kasus itu berawal saat Tom memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih pada 2015. Padahal, saat itu Indonesia mengalami surplus gula.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ADN)