Kementrian Lembaga: KPK

  • Awang Farouk Meninggal, KPK Segera Keluarkan SP3

    Awang Farouk Meninggal, KPK Segera Keluarkan SP3

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas nama tersangka eks Gubernur Kalimantan Timur Awang Farouk.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menyebut SP3 itu dikeluarkan KPK karena mendapat kabar tersangka Awang Farouk meninggal dunia. 

    Menurut Tessa, sesuai aturan KPK, penyidik KPK harus terlebih dulu menerima surat kematian tersangka Awang Farouk yang telah diproses secara administrasi, setelah itu baru diterbitkan SP3

    “SP3 atas nama yang bersangkutan akan keluarkan oleh KPK, setelah menerima surat kematian dan diproses secara administrasi,” tuturnya di Jakarta, Senin (23/12/2024).

    Tessa mengatakan KPK juga mengucapkan berbela sungkawa atas wafatnya tersangka Awang Farouk. Dia mendoakan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.

    “Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan,” katanya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, 19 September 2024, KPK telah memulai penyidikan untuk dugaan tindak pidana korupsi di Provinsi Kalimantan Timur dan telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Kalimantan Timur.

    Meski demikian, KPK belum menyampaikan soal inisial dan jabatan tersangka karena proses penyidikan yang sedang berjalan. Terkait perkara tersebut pihak KPK telah memberlakukan cegah ke luar negeri terhadap tiga orang terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi di Provinsi Kalimantan Timur. 

    “Pada 24 September 2024, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1204 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap tiga orang warga negara Indonesia yaitu AFI, DDWT dan ROC,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika. 

    Tessa mengatakan larangan keluar negeri tersebut berlaku untuk enam bulan dan larangan tersebut dilakukan oleh penyidik karena keberadaan ketiganya dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi di Provinsi Kaltim. 

  • KPK Tanya Dirjen Bea Cukai soal Ekspor Batu Bara di TPPU Eks Bupati Kutai

    KPK Tanya Dirjen Bea Cukai soal Ekspor Batu Bara di TPPU Eks Bupati Kutai

    Jakarta

    KPK telah memeriksa Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani (AK), sebagai saksi dugaan korupsi TPPU mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari (RW). KPK mendalami Askolani terkait ekspor batu bara.

    “Saksi hadir didalami terkait dengan ekspor batu bara,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).

    Pemeriksaan dilakukan pada Jumat (20/12) kemarin. Pemeriksaan dilakukan di gedung KPK, Jakarta.

    “Hari Jumat (20/12), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan korupsi TPPU Kutai Kartanegara dengan tersangka RW,” ucapnya.

    KPK telah memanggil Dirjen Bea Cukai Askolani. Askolani dipanggil sebagai saksi kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rita Widyasari (RW).

    “Hari ini Jumat (20/12), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan korupsi TPPU Kutai Kartanegara dengan tersangka RW,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Jumat (20/12).

    “Atas nama AK Direktur Jenderal Bea dan Cukai,” katanya.

    (ial/lir)

  • Pilkada untuk Kesejahteraan Bersama

    Pilkada untuk Kesejahteraan Bersama

    Pilkada untuk Kesejahteraan Bersama
    Aktivis yang Nyambi Jadi Politisi. Selalu belajar dari sekitar. Politisi Partai Golkar, Anggota DPR RI, Koordinator Presidium MN KAHMI
    PRESIDEN
    Prabowo Subianto melempar wacana pentingnya kita mengkaji ulang sistem
    Pilkada langsung
    yang saat ini berjalan. Proposal itu disampaikan pada HUT ke-60 Tahun Partai Golkar, beberapa waktu lalu.
    Inti dari pesan Presiden bahwa
    demokrasi
    harus berjalan beriringan dengan kesejahteraan rakyat. Barangkali itu berbasis dari Pembukaan UUD 1945, “…untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”.
    Dalam konteks tersebut, pemborosan APBN untuk Pilkada harus dihindari.
    “Berapa puluh triliun (rupiah) habis dalam satu-dua hari, baik anggaran dari negara maupun dari masing-masing tokoh politik. Kalau dilakukan oleh DPRD, negara bisa hemat dan efisien seperti di Malaysia dan Singapura,” kata Presiden.
    Tak menunggu lama, isu ini menjadi debat publik dan memancing pro dan kontra.
    Jauh sebelum polemik tersebut muncul, penulis dalam Kolom di
    Kompas.com
    , beberapa waktu lalu, sudah mengulas
    pentingnya penyempurnaan sistem politik
    .
    Ibarat tubuh manusia, sistem politik merupakan jaringan yang hidup dan saling memengaruhi satu sama lain.
    Saat tangan kita tergores, misalnya, maka mulut dan otak akan merasakan sakit. Begitu juga dengan sistem politik, bila virus moral hazard seperti
    money politics
    menjalar “merata” ke seluruh tubuh, maka demokrasi akan menjerit. Tak hanya itu, keuangan negara akan terpukul dan inflasi melejit.
    Begitu juga dengan usia, di mana semakin lama (atau tua) sistem politik berlaku, maka perlu dilakukan penyempurnaan (evaluasi) untuk menjawab tantangan zaman yang terus berubah.
    Saat pertama kali digelar, Juni 2005, Pilkada langsung membawa semangat demokratisasi pemilihan, yaitu memindahkan
    votes right
    dari meja parlemen ke meja rakyat di TPS.
    Saat itu, konteks politiknya adalah bahwa kita baru keluar dari sistem Orde Baru yang otoriter, sehingga ruang untuk partisipasi publik di semua hal menjadi kebutuhan.
    DPR saat Orde Baru tak lebih dari ornamen politik yang sulit melakukan terobosan. Tentu saja image parlemen hari ini berbeda dengan dahulu.
    Setelah hampir dua dasawarsa berlangsung, benar bahwa Pilkada langsung menghasilkan kemajuan di beberapa daerah. Namun pada saat yang sama, terjadi penurunan kualitas demokrasi dan beban pembiayaan politik yang semakin besar.
    Dampak negatifnya lebih massif daripada kemajuan di sejumlah titik tadi. Itu juga bukan preseden yang baru, karena di medio 2010-2012, Pilkada langsung juga sempat mendapat gugatan dari berbagai pihak.
    Mengutip pandangan Ryas Rasyid, mantan Menteri Dalam Negeri, di
    Kompas
    tahun 2011, beliau mencatat setidaknya ada tiga dampak negatif Pilkada langsung yang memprihatinkan.
    Yaitu penggunaan uang yang semakin marak untuk membeli suara konstituen (
    vote buying
    ), tidak adanya jaminan pasangan calon terbaik akan menang, dan potensi perilaku koruptif kepala daerah terpilih akibat
    high costs
    politik.
    Kita harus berani mengakui bahwa tiga dampak negatif tersebut semuanya sudah terjadi hari ini.
    Vote buying
    misalnya, pada Pileg dan Pilpres lalu sebagian besar elite politik menyimpulkan bahwa praktik
    money politics
    tidak hanya terjadi, tapi dilakukan secara “ugal-ugalan”.
    Kurang tegasnya penyelenggara Pemilu dalam melakukan pengawasan, membuat banyak pihak “menormalisasi” politik sembako, bantuan,
    cash money
    dan sebagainya.
    Jumlahnya mencengangkan, mendekati Rp 1.000 Triliun di Pileg dan Pilpres lalu. Itu hitungan kasar dari penulis, yang terdiri dari Rp 200-an trilun biaya pelaksanaan dari APBN dan biaya yang dikeluarkan tiap caleg berjumlah ribuan.
    Imbasnya, parlemen didominasi oleh mereka yang berlatar belakang pebisnis. Sepintas tidak salah dengan praktik tersebut. Namun, bila menengok frasa “ugal-ugalan” di atas, maka yang sesungguhnya terjadi adalah
    unfairness competition
    , pihak yang memiliki logistik berlebih (pengusaha) akan diuntungkan dari proses ini.
    Hasilnya pun dapat dilihat pada Pileg terakhir (2024), di mana 61 persen anggota DPR terpilih terafiliasi dengan kelompok bisnis tertentu. Angka yang lebih besar bahkan terekam di Pemilu lima tahun sebelumnya.
    Sementara para aktivis dan akademisi yang memiliki komitmen perjuangan, sering kali kalah di TPS dalam Pileg maupun Pilkada langsung, karena sulit bersaing dengan para pengusaha dalam mobilisasi logistik.
    Di sisi lain, pemilih yang rata-rata lulusan SMP belum mencapai tahapan memilih secara rasional.
    Akibatnya, keprihatinan kedua terjadi, di mana pemilih tidak mendapatkan pemimpin ideal yang bersih dan berpihak ke rakyat, karena
    popular vote
    sangat rentan dengan mobilisasi suara melalui
    vote buying
    tersebut.
    Dampak lanjutannya, performance pembangunan di banyak daerah yang
    busines as usual
    selama rezim Pilkada langsung, menjadi bukti bahwa ada yang salah dengan sistem yang berlaku selama ini.
    Alih-alih membangun, ratusan kepala daerah hasil Pilkada langsung justru menjadi tersangka kasus korupsi.
    Data KPK menyebutkan, sejak 2004 hingga 2023, terdapat 601 kasus korupsi di pemerintah kabupaten, kota, melibatkan wali kota, bupati, dan jajarannya. Angka ini akan bertambah jika kasus di provinsi dimasukkan.
    Artinya, kita tidak bisa lagi menganggap kasus-kasus tersebut sebagai moral hazard personal. Bila kejadiannya massal, maka itu menggambarkan sistem politik yang sakit atau terganggu.
    Benar bahwa tidak selalu Pilkada langsung memacu seorang calon untuk melakukan korupsi. Namun, faktor politik biaya tinggi membuat mereka tidak punya pilihan. Ditambah hasrat berkuasa yang membuncah, maka korupsi tak terelakkan.
    Sekali lagi, baik Pilkada langsung maupun perwakilan, dua-duanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Lebih dari itu, keduanya harus
    relate
    dengan kultur politik aktual di negara tersebut.
    Menurut penulis, Pilkada langsung hanya akan efektif bila masyarakat imun terhadap
    money politics
    . Itu artinya pendapatan per kapita (IPC) warga negara harus meningkat dulu, sehingga roda demokrasi langsung akan berjalan di atas jalan pikiran, bukan di atas statistik kemiskinan dan pengangguran.
    Fenomena ini juga mengingatkan kita pada pidato Prof Dr Boediono, yang juga Wapres 2009-2014, pada pengukuhan Guru Besarnya di UGM, 2007.
    Beliau menganalisis bahwa
    based on
    pengalaman empiris di seluruh dunia selama 1950-1990, rezim demokrasi di negara-negara dengan IPC 1.500 dollar AS atau kurang hanya bertahan 8 tahun.
    Lalu, negara dengan IPC 1.500-3.000 dollar AS, demokrasinya
    average
    stabil hanya dalam 18 tahun.
    Baru pada negara dengan IPC di atas 6.000 dollar AS, daya tahan sistem demokrasi jauh lebih besar.
    Dalam hal ini, bila melihat IPC Indonesia saat ini sekitar 4.900 dollar AS, maka perlu strategi tertentu untuk mengawal demokrasi agar
    on the tracks
    dan memiliki daya tahan.
    Termasuk keberanian kita melakukan transisi dan modifikasi, agar tidak “plek-ketiplek” meng-
    copy
    demokrasi yang berlaku di negara maju. Misalnya, demokrasi liberal di negara Barat yang dianggap ideal di sana, belum tentu sesuai dengan kultur masyarakat di Timur.
    Pengalaman negara lain dalam Pilkada juga beragam, termasuk banyak juga yang memilih melalui parlemen, bahkan ditunjuk oleh kepala negara.
    Misalnya India, di mana gubernur negara bagian ditunjuk oleh PM. Lalu Jerman, yang gubernurnya atau
    Ministerpräsident
    dipilih oleh parlemen. Begitu juga Spanyol, Italia dan banyak negara lainnya.
    Memang sebagian negara-negara di atas menganut sistem parlementer. Namun, ada juga negara dengan sistem presidensial yang melakukannya.
    Termasuk AS di masa-masa awal, di mana gubernur di sejumlah negara bagian sempat dipilih oleh parlemen.
    Indonesia selama era Orde Baru menerapkan sistem presidensial. Saat itu pemilihan gubernur dilakukan melalui penunjukan oleh presiden. Terlepas dari image otoritarian, tapi semua mengakui bahwa pembangunan di era Orde Baru relatif lebih sistematis daripada era sekarang.
    Poinnya adalah, selama pemerintah dan DPR berkomitmen menjaga segala bentuk potensi pelanggaran, pemilihan kepala daerah melalui DPRD belum tentu lebih buruk dari Pilkada langsung.
    Begitu juga dengan
    Pilkada Langsung
    yang berjalan selama ini dan menghasilkan ratusan kasus korupsi.
    Bila memang kita ingin mempertahankan sistem langsung, maka perlu penyempurnaan sistem penyelenggaraan Pilkada secara ketat. Tujuannya agar virus lama dapat diminimalkan, khususnya
    money politics
    dan keterlibatan birokrasi.
    Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono beberapa tahun lalu juga memberikan 10 catatan dalam Perppu saat pembatalan Pilkada via DPRD. Pertanyaannya, apakah 10 catatan itu sudah dilaksanakan? Atau jangan-jangan kita tidak menghiraukannya?
    Di atas semuanya, penulis memberikan apresiasi kepada Presiden Prabowo yang membuka diskursus ini di awal-awal pemerintahannya. Sehingga tidak memancing spekulasi adanya
    vested interests
    , sebagaimana rencana amandemen UUD 1945 yang gagal tahun lalu, karena terlalu dekat dengan Pemilu.
    Dengan adanya perdebatan publik di awal pemerintahan, semua pihak dapat menyampaikan pikirannya, sehingga nantinya akan ditemukan formula terbaik untuk mendorong Pilkada yang prorakyat, prokesejahteraan, bukan hanya asal kelihatan demokratis.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Panggil 2 Saksi Kasus Dugaan Penyalahgunaan CSR BI

    KPK Panggil 2 Saksi Kasus Dugaan Penyalahgunaan CSR BI

    loading…

    KPK memanggil dan memeriksa dua saksi kasus dugaan penyalahgunaan dana CSR Bank Indonesia (BI). Foto/Dok.SINDOnews

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan penyalahgunaan dana corporate social responsibility (CSR) di Bank Indonesia (BI).

    Tim Penyidik KPK menjadwalkan pemanggilan terhadap dua orang, yakni Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tahun 2021-sekarang, Erwin Haryono dan Kepala Divisi PSBI-Dkom BI, Hery Indratno.

    Keduanya dipanggil untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus yang dimaksud pada hari ini, Senin (23/12/2024).

    “Hari ini Senin (23/12) KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan dugaan TPK terkait dana CSR di Bank Indonesia,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Senin (23/12/2024).

    Materi apa yang akan digali dari kedua saksi belum dijelaskan. Tessa hanya menyebutkan, pemeriksaan mereka akan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK.

    Sebelumnya, KPK menggeledah kantor Bank Indonesia (BI) pada Senin (16/12/2024) malam. Penggeledahan tersebut, salah satunya menyasar ruangan Gubernur BI, Perry Warjiyo.

    “Di sana ada beberapa ruangan yang kita geledah, diantaranya adalah ruang Gubernur BI,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Rudi Setiawan, Selasa (17/12/2024).

  • Gus Muhdlor Divonis 4,5 Tahun, Pendukung dan Simpatisan Menangis

    Gus Muhdlor Divonis 4,5 Tahun, Pendukung dan Simpatisan Menangis

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Bupati Sidoarjo non aktif Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus pemotongan insentif ASN BPPD. Vonis tersebut dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya pada Senin (23/12/2024)

    Sidang putusan itu diwarnai isak tangis loyalis dan pendukung Gus Muhdlor yang hadir dan menyimak jalannya sidang putusan tersebut. Mereka datang sejak pagi sebelum dimulainya sidang untuk memberi dukungan kepada Bupati termuda dalam sejarah pemerintahan Kabupaten Sidoarjo itu.

    Dalam putusan yang dibacakan Hakim, terdakwa diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp1,4 miliar subsider 1,5 tahun penjara.

    Vonis yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Ni Putu Sri Indayani SH MH itu subsidernya lebih rendah dibandingkan subsider tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

    JPU KPK menuntut Gus Muhdlor dengan hukuman 6 tahun 4 bulan penjara dengan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan dalam tuntutannya. Serta uang pengganti Rp1,4 miliar subsider 3 tahun kurungan penjara.

    Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim, Ni Putu Sri Indayani menyatakan Ahmad Muhdlor terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah meminta, memotong dan menyimpan uang pemotongan insentif para pegawai ASN BPBD.

    “Menyatakan terdakwa Ahmad Muhdlor terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dalam Pasal 12 huruf F, Jo Pasal 16 UU RI No 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP,” ucap ketua majelis hakim.

    Dalam amar putusannya, hal yang meringankan bagi terdakwa Gus Muhdlor yakni terdakwa tidak pernah dipenjara, sopan, kooperatif selama proses peradilan, mempunyai tanggungan sebagai kepala keluarga.

    Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa Mustofa mengatakan, meskipun hukuman pidana yang dijatuhkan lebih rendah dari tuntutannya. Namun, baginya dan terdakwa berdasarkan fakta-fakta persidangan sebenarnya kesalahan Ahmad Muhdlor tidak terbukti.

    “Kita tetap menghormati keputusan majelis hakim, meski penafsiran majelis hakim terkait fakta-fakta persidangan berbeda dengan pandangan kami. Ada beberapa catatan yang kami pelajari. Untuk melakukan upaya hukum selanjutnya akan kami kaji terlebih dahulu,” terang Mustofa. [isa/beq]

     

  • Pengamat UI: Presiden jangan berkompromi dengan koruptor

    Pengamat UI: Presiden jangan berkompromi dengan koruptor

    Jangan sampai prinsip pengampunan lebih ditekankan daripada tanggung jawab hukum dan pengembalian kerugian negara secara utuh

    Depok (ANTARA) – Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono menyatakan pentingnya sikap tegas Presiden Prabowo dan jangan sampai berkompromi dengan koruptor.

    “Presiden Prabowo tidak seharusnya berkompromi dengan para koruptor dan kroninya, terlebih yang menyalahgunakan mandat negara untuk melayani masyarakat,” ujar Vishnu Juwono dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

    Menurutnya, koruptor, terutama pejabat tinggi negara seperti menteri, gubernur, wali kota, atau bupati beserta para kroni yang biasanya pengusaha besar wajib mempertanggungjawabkan perbuatan mereka yang telah merugikan negara dan masyarakat luas, khususnya golongan tidak mampu.

    Dalam kunjungan ke Mesir, Presiden Prabowo sempat berpidato di hadapan mahasiswa asal Indonesia di Mesir (13/12/2024) dengan mengutarakan keinginan untuk memperoleh pengembalian aset negara dari koruptor dengan cepat dan sebesar-besarnya.

    Vishnu memahami niat tersebut, tetapi ia menegaskan bahwa prinsip keadilan harus menjadi prioritas.

    “Jangan sampai prinsip pengampunan lebih ditekankan daripada tanggung jawab hukum dan pengembalian kerugian negara secara utuh. Setelah mereka menghadapi konsekuensi hukum dan mengembalikan aset yang dikorupsi, barulah pengampunan dapat dipertimbangkan,” tegasnya.

    Vishnu juga menanggapi argumen bahwa pernyataan Prabowo ini merupakan pendekatan Asset Recovery yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra.

    Menurut Vishnu, pendekatan ini agar efektif dan memaksimalkan pengembalian hasil korupsi, harus diterapkan secara tegas agar memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.

    Dengan pengangkatan lima komisioner baru KPK yang dipimpin oleh Setyo Budianto serta lima anggota Dewan Pengawas KPK yang dipimpin oleh Gusrizal, Vishnu berharap KPK di bawah eksekutif dapat lebih mengakselerasi upaya pemberantasan korupsi.

    Vishnu juga menekankan bahwa Presiden Prabowo sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintah memiliki otoritas penuh untuk mendorong Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia agar bersama-sama KPK lebih masif dalam memberantas korupsi, terutama kasus korupsi nilai besar yang melibatkan elit politik dan pengusaha besar.

    “Presiden Prabowo memanfaatkan otoritasnya untuk menggerakkan aparat penegak hukum dan KPK yang sekarang dibawah eksekutif secara maksimal. Dengan langkah tegas terhadap elit politik termasuk bagian dari koalisi politiknya jika terbukti korupsi,” katanya.

    Indonesia memiliki peluang untuk memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi Transparency International yang selama kepemimpinan Presiden Jokowi terus menurun dan yang terpenting dapat menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat bahwa penegakan hukum.

    Pewarta: Feru Lantara
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2024

  • Respons Menkes soal Temuan KPK Terkait PPDS Ditanya Isi Saldo Rekening

    Respons Menkes soal Temuan KPK Terkait PPDS Ditanya Isi Saldo Rekening

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tak berkomentar banyak soal temuan kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Menurutnya, hasil dari temuan tersebut lebih tepat ditindaklanjuti oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

    “Saya rasa itu di ranah Kemendikbudristek ya,” tegasnya kepada detikcom di Gedung RSCM Kencana, Senin (23/12/2024).

    Sebelumnya diberitakan, KPK mengidentifikasi risiko korupsi PPDS, salah satu indikasinya juga terlihat dalam proses seleksi di tahap wawancara. Calon peserta wajib menunjukkan saldo rekening mereka, dengan dalih keperluan selama pendidikan membutuhkan biaya yang cukup besar.

    Pihak universitas disebut tidak ingin peserta nantinya putus jalan di tengah program PPDS. Survei KPK menemukan hal semacam ini dialami 58 responden dari lebih 1.400 residen atau lulusan PPDS yang disurvei hingga 2023.

    Enam di antaranya bersedia menunjukkan saldo tabungan di atas Rp 500 juta, empat responden dengan saldo di sekitar Rp 250 hingga Rp 500 juta, 11 responden memiliki saldo tabungan Rp 100 hingga Rp 250 juta, 19 responden di bawah Rp 100 juta, dan 18 responden tersisa tidak bersedia atau berkenan menunjukkan saldo tabungan mereka.

    Responden tersebar merata dari universitas di wilayah Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Baik dari prodi radiologi, penyakit dalam, bedah saraf, bedah, anestesi, saraf/neurologi, kedokteran jiwa, anak, mata, THT-KL, bedah plastik rekonstruksi dan estetik, bedah urologi, patologi klinik, obgyn, orthopedi, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran fisik dan rehab dan BTKV.

    Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Azhar Jaya ikut menyayangkan temuan tersebut. Menurut dia, tidak seharusnya wawancara tersebut dijadikan pertimbangan, atau dilibatkan dalam tahap seleksi PPDS.

    “Saya rasa namanya kuliah tentu membutuhkan pengorbanan baik dari segi waktu, biaya, perhatian ke keluarga dll, namun jika masalah saldo rekening dijadikan bahan pertimbangan, menurut saya tidak perlu lah seperti itu,” beber dia kepada detikcom, Senin (23/12).

    (naf/kna)

  • Korupsi CSR BI, KPK Periksa Erwin Haryono dan Hery Indratno

    Korupsi CSR BI, KPK Periksa Erwin Haryono dan Hery Indratno

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Erwin Haryono selaku eks Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia dan Hery Indratno selaku Kepala Divisi PBSI Divisi Komunikasi Bank Indonesia

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menyebut bahwa keduanya diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi penyelewengan dana CSR di Bank Indonesia

    “Keduanya diperiksa sebagai saksi,” tutur Tessa di Jakarta, Senin (23/12/2024).

    Tessa menegaskan bahwa pihaknya bakal memanggil saksi-saksi lainnya terkait kasus korupsi penyelewengan dana CSR tersebut. 

    Menurutnya, pemanggilan saksi dilakukan penyidik untuk membuat kasus korupsi CSR Bank Indonesia terang berderang.

    “Tentu penyidik akan memanggil saksi lain terkait perkara itu,” katanya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK juga telah melakukan penggeledahan di lingkungan kantor OJK pada Kamis (19/12/2024), tak berselang lama dari tindakan serupa di kantor Bank Indonesia pada Senin lalu. 

    “Tanggal 19 Desember kemarin telah dilakukan kegiatan penggeledahan di salah satu ruangan Direktorat Otoritas Jasa Keuangan,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan. 

    Dari penggeledahan di kantor BI dan salah satu ruangan OJK itu, penyidik menemukan sejumlah barang bukti elektronik serta beberapa dokumen berbentuk surat. 

    Tessa lalu memastikan bahwa penyidik nantiya bakal meminta klarifikasi dari saksi-saksi atas barang bukti yang ditemukan dalam penggeledahan.  

    Dia mengingatkan bahwa belum ada pihak yang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut, karena surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan masih bersifat umum.

  • Heboh Kasus Korupsi Dana CSR BI, Segini Harta Kekayaan Perry Warjiyo

    Heboh Kasus Korupsi Dana CSR BI, Segini Harta Kekayaan Perry Warjiyo

    Bisnis.com, JAKARTA – Sosok Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerjanya di kantor BI di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat terkait dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) di bank sentral. 

    Perry Warjiyo diketahui mulai menjabat sebagai Gubernur BI sejak tahun 2018-2023. Dia kembali dipilih oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) untuk melanjutkan tugas menjadi Gubernur BI periode kedua, yaitu 2023-2028. 

    Perry Warjiyo buka usara terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengusut adanya dugaan korupsi terhadap dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR di bank sentral. 

    Dia menegaskan BI sebagai lembaga yang bertatakelola kuat dan menjunjung asas hukum, telah memberikan keterangan yang diperlukan kepada KPK dalam proses penyelidikan tersebut. 

    “Kami tegaskan bahwa proses yang kami lakukan dalam CSR selalu berdasarkan tata kelola ketentuan dan prosedur yang sudah berlaku,” ungkapnya dalam konferensi pers, Rabu (18/9/2024). 

    Gubernur dua periode tersebut menjelaskan prosedur dan ketentuan tersebut mencakup dua hal, yakni prosesnya dan pengambilan keputusan. Perry turut mengungkapkan bahwa CSR hanya diberikan kepada yayasan, tidak diberikan kepada individu perorangan. yayasan yang menerima dana dari CSR BI pun hanya terdiri dari tiga bidang, yaitu pendidikan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan sosial. 

    Dalam hal ini BI memberikan beasiswa. Tercatat saat ini terdapat sekitar 11.000 penerima aktif dan total penerima kumulatif beasiswa mencapai ratusan ribu orang. Untuk pemberdayaan yayasan-yayasan yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat, seperti UMKM, dana CSR BI juga mengalir di sana.

    Selain itu, CSR BI juga menyasar Yayasan yang bergerak di bidang sosial, seperti gereja, wihara, hingga masjid. 

    Meski demikian, BI tidak semata-mata memberikan CSR. Hanya Yayasan yang memenuhi persyaratan yang dapat menerima dana tersebut. Mulai dari Yayasan dengan lembaga hukum yang sudah sah, progamnya jelas dan konkret, dan standar jumlah CSR yang sudah ditentukan untuk masing-masing bidang. 

    “Sehingga untuk menentukan proyeknya itu, juga dilakukan survei. Yayasan itu setelah menerima menyalurkan menggunakannya juga ada laporan pertanggungjawaban,” jelas Perry. 

    Kendati demikian, karena penggeledahan yang dilakukan KPK tersebut, harta kekayaan Perry Warjiyo pun ikut menjadi perhatian publik. Lantas, berapakah harta kekayaannya menurut LHKPN?

    Harta Kekayaan Perry Warjiyo 

    Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Perry memiliki total harta kekayaan sebesar Rp65.935.705.218 atau Rp65 miliar. Laporan kekayaannya disampaikan pada 24 Maret 2024 periodik 2023 dengan status jabatannya sebagai Gubernur Bank Indonesia.

    Harta kekayaannya meliputi berbagai aset, yakni memiliki sebelas tanah dan bangunan yang tersebar di berbagai lokasi seperti Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, Sleman, dan Jakarta Pusat yang mencapai nilai Rp46,4 miliar dan dua unit mobil mewah seharga Rp1,2 miliar.

    Kemudian, dalam daftar kekayaannya tercantum harta lainnya yang menambah nilai total kekayaannya yakni harta bergerak yang senilai Rp1,03 miliar, surat berharga sebesar Rp9,97 miliar, kas atau setara kas mencapai Rp5,18 miliar. Sementara, Perry tidak memiliki catatan beban hutang.

    Berikut rincian harta kekayaan Perry Warjiyo, Gurbernur BI yang tercatat dalam LHKPN dan dirilis oleh KPK.

    1. Tanah dan bangunan: Rp46.480.000.000

    Tanah dan bangunan seluas 253 m2/257 m2 di Kab / Kota Kota Jakarta Selatan, hasil sendiri Rp7.300.000.000
    Tanah dan bangunan seluas 250 m2/110 m2 di Kab / Kota Tangerang Selatan, hasil sendiri Rp1.600.000.000
    Tanah seluas 1000 m2 di Kab / Kota Sukoharjo, warisan Rp130.000.000
    Tanah seluas 799 m2 di Kab / Kota Sleman, warisan Rp1.200.000.000
    Tanah dan bangunan seluas 436 m2/260 m2 di Kab / Kota Sleman, warisan Rp900.000.000
    Bangunan seluas 54 m2 di Kab / Kota Kota Jakarta Pusat, hasil sendiri Rp1.200.000.000
    Bangunan seluas 76 m2 di Kab / Kota Kota Jakarta Pusat, hasil sendiri Rp1.700.000.000
    Bangunan seluas 35 m2 di Kab / Kota Kota Jakarta Selatan, hasil sendiri Rp1.200.000.000
    Tanah dan bangunan seluas 700 m2/540 m2 di Kab / Kota Kota Jakarta Selatan, hasil sendiri Rp24.000.000.000
    Tanah dan bangunan seluas 96 m2/96 m2 di Kab / Kota Kota Jakarta Selatan, hasil sendiri Rp4.500.000.000
    Tanah dan bangunan seluas 55 m2/55 m2 di Kab / Kota Kota Jakarta Selatan, hasil sendiri Rp2.750.000.000
     

    2. Alat transportasi dan mesin: Rp1.289.010.417

    Mobil, Honda CRV tahun 2018, hasil sendiri Rp375.000.000
    Mobil, Mercedes Benz S450 tahun 2018, lainnya Rp914.010.417
     

    3. Harta bergerak lainnya: Rp1.032.000.000

    4. Surat berharga: Rp9.974.188.057

    5. Kas dan setara kas: Rp5.183.723.196

    6. Harta lainnya: Rp1.976.783.548

    7. Hutang: Rp. 0

    Total harta kekayaan (harta-hutang): Rp65.935.705.218

    Perbesar

    Profil Perry Warjiyo 

    Sebelum menduduki posisi tertinggi di BI, Perry dikenal memiliki jejak karir yang cukup panjang dan berpengalaman di Bank Indonesia sejak tahun 1984, hingga ia berhasil menduduki posisi strategisnya.

    Dilansir dari Antara, Perry pernah menjadi Deputi Gubernur BI pada 2013-2018. Sebelumnya pada 2009-2013, ia menjabat dua posisi yakni menjadi Asisten Gubernur dalam kebijakan moneter, makroprudensial dan internasional sekaligus sebagai Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia.

    Selain berkarir di BI, Perry juga pernah menjadi Direktur Eksekutif di International Monetary Fund (IMF) sebagai perwakilan dari 13 negara yang merupakan anggota South-East Asia Voting Group 2007-2009. 

    Beberapa bulan lalu atau tepatnya pada 20 September 2024, melalui kongres ISEI di Solo, Perry juga kembali dipercayai menjadi Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dalam periode 2024-2027.

  • Eks Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Meninggal Dunia

    Eks Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Meninggal Dunia

    Jakarta, CNN Indonesia

    Mantan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) dua periode Awang Faroek Ishak yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi meninggal dunia.

    Informasi tersebut disebarluaskan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim melalui akun Instagram @pemprov_kaltim.

    “Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengucapkan turut berduka cita atas wafatnya Prof. Dr. H. Awang Faroek Ishak (Gubernur Kalimantan Timur periode 2008-2013 dan 2013-2018,” demikian dilansir dari laman Instagram tersebut.

    Pemprov Kaltim menyebut kehilangan sosok pemimpin yang visioner dan tokoh pembangunan.

    “Kami kehilangan seorang pemimpin visioner, tokoh pembangunan dan panutan yang telah memberikan dedikasi luar biasa bagi kemajuan Kalimantan Timur,” tertulis dalam caption postingan tersebut.

    “Semoga almarhum mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT, diterima segala amal ibadahnya, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan serta ketabahan. Selamat jalan, Bapak Pembangunan Kaltim. Kalimantan Timur berduka,” lanjutnya.

    KPK tengah memproses hukum kasus dugaan korupsi perizinan usaha pertambangan (IUP) di Pemprov Kaltim. Berdasarkan sumber CNNIndonesia.com yang mengetahui penanganan kasus tersebut, KPK telah menjerat tiga orang sebagai tersangka.

    Mereka ialah Awang Faroek, Ketua KADIN Kaltim Dayang Donna Walfiaries Tania dan Rudy Ong Chandra selaku Komisaris PT Sepiak Jaya Kaltim, PT Cahaya Bara Kaltim, PT Bunga Jadi Lestari dan PT Anugerah Pancaran Bulan, dan Pemegang Saham 5 persen PT Tara Indonusa Coal.

    Dayang Donna merupakan putri dari Awang Faroek.

    KPK belum memberikan tanggapan merespons kabar duka tersebut. Berdasarkan hukum acara, KPK nantinya akan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk perkara Awang Faroek.

    (ryn/DAL)

    [Gambas:Video CNN]