Kementrian Lembaga: KPK

  • 8 ASN Kemnaker Didakwa Peras Agen Tenaga Kerja Asing Rp 135 Miliar

    8 ASN Kemnaker Didakwa Peras Agen Tenaga Kerja Asing Rp 135 Miliar

    Liputan6.com, Jakarta – Sebanyak delapan aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) didakwa memeras agen perusahaan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) sebesar Rp 135,29 miliar terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan RPTKA di lingkungan Kemenaker pada kurun waktu 2017-2025.

    Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi Nur Haris Arhadi menyebutkan kedelapan terdakwa juga meminta para agen untuk memberikan barang berupa satu unit sepeda motor Vespa tipe Primavera 150 ABS A/T dan satu unit mobil Innova Reborn.

    “Para terdakwa memaksa para pemberi kerja serta agen pengurusan RPTKA yang mengajukan permohonan untuk memberikan sejumlah uang atau barang dan apabila tidak dipenuhi maka pengajuan RPTKA tidak akan diproses,” kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (12/12) seperti dilansir Antara.

    Kedelapan terdakwa dimaksud, yakni Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, Alfa Eshad, Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, dan Gatot Widiartono.

    JPU menjelaskan pemerasan dilakukan bertujuan untuk memperkaya para ASN Kemenaker tersebut, yaitu memperkaya Putri sebesar Rp 6,39 miliar; Jamal Rp 551,16 juta; Alfa Rp 5,24 miliar; Suhartono Rp 460 juta; Haryanto Rp 84,72 miliar dan satu unit mobil Innova Reborn; Wisnu Rp 25,2 miliar dan satu unit sepeda motor Vespa tipe Primavera 150 ABS A/T; Devi Rp 3,25 miliar; serta Gatot Rp 9,48 miliar.

    Atas perbuatannya, para terdakwa terancam pidana yang diatur dalam Pasal 12e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    JPU membeberkan RPTKA adalah rencana penggunaan tenaga kerja asing pada jabatan tertentu dan jangka waktu tertentu yang diterbitkan oleh Kemenaker kepada pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA di Indonesia.

    Adapun proses permohonan RPTKA dilakukan secara daring dengan cara pihak pemohon mengajukan pengesahan RPTKA melalui laman resmi tka-online.kemnaker.go.id.

    “Pada proses itu, pihak pemohon diwajibkan untuk mengunggah seluruh berkas kelengkapan yang dipersyaratkan pada laman tersebut,” ungkap JPU.

     

  • Penggugat UU Polri: Maunya Rakyat Sederhana, Polisi Kerja Sesuai Undang-Undang Dasar…

    Penggugat UU Polri: Maunya Rakyat Sederhana, Polisi Kerja Sesuai Undang-Undang Dasar…

    Penggugat UU Polri: Maunya Rakyat Sederhana, Polisi Kerja Sesuai Undang-Undang Dasar…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Advokat Syamsul Jahidin yang pernah menggugat UU Polri ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan, keinginan masyarakat terhadap Polri sebenarnya sederhana.
    Hal ini disampaikan Syamsul menanggapi langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang baru meneken Peraturan
    Polri
    Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    “Rakyat itu sebenarnya sederhana, Anda (Polri) bertugas sesuai undang-undang dasar,” ujar Syamsul saat dihubungi, Jumat (12/12/2025).
    Merujuk pada Pasal 30 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, Polri merupakan alat negara yang bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum.
    Dalam UUD 45, tidak disebutkan Polri punya tugas dan kewenangan untuk membuat aturan seperti
    Perpol 10/2025
    yang isinya menandingi putusan MK.
    Syamsul mengatakan, masyarakat berharap Polri dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai UUD 1945 agar tidak ada lagi elemen sipil yang dikriminalisasi.
    “Tidak ada wartawan yang dikriminalisasi. Tidak ada aktivis yang dikriminalisasi. Tidak ada orang yang dimarginalkan,” katanya.
    “Tidak ada pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh penegak hukum itu sendiri. Tidak ada jenderal-jenderal lagi yang diadili karena membacking-membackingi. Itu sebenarnya yang kami inginkan,” lanjut Syamsul.
    Menurut Syamsul, jika seseorang sudah memutuskan untuk menjadi polisi, ia seharusnya menjalankan tugas selayaknya seorang polisi, bukannya melaksanakan tugas lain, misalnya, dengan masuk ke ranah sipil.
    “Awal mulanya terciptanya parcok (partai cokelat) ini kan gara-gara ini, gara-gara mereka (polisi) menempati jabatan sipil,” imbuhnya.
    Syamsul menegaskan, polisi bukan seorang aparatur sipil negara (ASN) sehingga UU ASN tidak berlaku untuk mereka.
    Jabatan di kementerian dan lembaga seharusnya diisi oleh ASN sesuai dengan keahliannya.
    Diberitakan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meneken Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    Beleid ini mengatur bahwa polisi aktif dapat menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga sipil di luar institusi Polri.
    “Pelaksanaan Tugas Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Pelaksanaan Tugas Anggota Polri adalah penugasan anggota Polri pada jabatan di luar struktur organisasi Polri yang dengan melepaskan jabatan di lingkungan Polri,” demikian bunyi Pasal 1 Ayat (1) peraturan tersebut.
    Kemudian, Pasal 2 mengatur bahwa anggota Polri dapat melaksanakan tugas di dalam maupun luar negeri.
    Selanjutnya, pada Pasal 3 Ayat (1) disebutkan, pelaksanaan tugas anggota Polri pada jabatan di dalam negeri dapat dilaksanakan pada kementerian/lembaga/badan/komisi dan organisasi internasional atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia.
    Daftar kementerian/lembaga yang dapat diduduki oleh anggota Polri itu diatur dalam Pasal 3 Ayat (2), yakni Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Lembaga Ketahanan Nasional, Otoritas Jasa Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, Badan Siber Sandi Negara, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Aturan Baru Kapolri Dinilai Langgar Putusan MK, Penggugat UU Polri: Itu Pembangkangan

    Aturan Baru Kapolri Dinilai Langgar Putusan MK, Penggugat UU Polri: Itu Pembangkangan

    Aturan Baru Kapolri Dinilai Langgar Putusan MK, Penggugat UU Polri: Itu Pembangkangan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Advokat Syamsul Jahidin mempertanyakan kewenangan Polri untuk membuat aturan penempatan polisi di kementerian dan lembaga eksternal setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatasi keterlibatan mereka di ranah sipil.
    Syamsul menegaskan, putusan MK mengubah tatanan di level undang-undang, secara spesifik, Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
    Sementara itu, peraturan Polri yang baru diteken Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ini secara hierarkis memiliki tata aturan yang lebih rendah dari undang-undang.
    “Peraturan polisi itu bukan undang-undang. Itu hanya bagi Polri. (Peraturan) Polri turunan daripada undang-undang. Berarti apa? Dia (Polri) sudah bukan alat negara lagi kalau dia mengeluarkan Perpol seperti itu,” ujar Syamsul saat dihubungi, Jumat (12/12/2025).
    Syamsul menilai, Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 ini merupakan bentuk pembangkangan Polri terhadap MK.
    “Itu pembangkangan, pengkhianatan terhadap konstitusi atau pengkhianatan terhadap undang-undang. Murni itu makar,” tegas Syamsul.
    Syamsul mengatakan, melalui putusan MK nomor 114/PUU-XXIII/2025, Polri sudah tidak bisa lagi menduduki jabatan sipil atau mengisi kursi di kementerian/lembaga.
    Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia ini dinilai janggal karena bertentangan dengan putusan MK.
    “Undang-undangnya (setelah diputus MK) ngelarang (penempatan polisi di kementerian). Perpol-nya mengizinkan. Apakah itu enggak… Ah… Gua bingung,” kata Syamsul.
    Ia pun menyinggung tugas dan fungsi pokok Polri yang termaktub dalam Pasal 30 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi, “Kepolisian Republik Indonesia adalah alat negara yang bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum.”
    Syamsul menegaskan, dalam UUD 45, Polri tidak berwenang untuk membuat aturan setara undang-undang.
    “Pertanyaannya, apakah itu tidak melanggar hukum kalau enggak ada di undang-undang?” tanyanya.
    Syamsul juga menyinggung asas lex superior derogat legi inferiori yang artinya, peraturan yang lebih tinggi (lex superior) mengesampingkan (derogat) peraturan yang lebih rendah (lex inferior).
    “Jadi, pertanyaannya Perpol itu lebih tinggi dari undang-undang?” tanyanya lagi.
    Diberitakan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meneken Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    Beleid ini mengatur polisi aktif dapat menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga sipil di luar institusi Polri.
    “Pelaksanaan Tugas Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Pelaksanaan Tugas Anggota Polri adalah penugasan anggota Polri pada jabatan di luar struktur organisasi Polri yang dengan melepaskan jabatan di lingkungan Polri,” demikian bunyi Pasal 1 Ayat (1) peraturan tersebut.
    Kemudian, Pasal 2 mengatur bahwa anggota Polri dapat melaksanakan tugas di dalam maupun luar negeri.
    Selanjutnya, pada Pasal 3 Ayat (1) disebutkan, pelaksanaan tugas anggota Polri pada jabatan di dalam negeri dapat dilaksanakan pada kementerian/lembaga/badan/komisi dan organisasi internasional atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia.
    Daftar kementerian/lembaga yang dapat diduduki oleh anggota Polri itu diatur dalam Pasal 3 Ayat (2), yakni Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, serta Kementerian Kehutanan.
    Kemudian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Lembaga Ketahanan Nasional, Otoritas Jasa Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, Badan Siber Sandi Negara, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Belum Setahun Menjabat, Sederet Kepala Daerah Terjaring OTT KPK

    Belum Setahun Menjabat, Sederet Kepala Daerah Terjaring OTT KPK

    Bisnis.com, JAKARTA — Belum genap satu tahun menjabat, sejumlah kepala daerah satu per satu mulai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Sejak pelantikan kepala daerah pada Februari 2025, lembaga anti rasuah setidaknya telah menangkap 4 orang kepala daerah saat menggelar OTT.

    Adapun, kepala daerah yang terciduk pertama kali adalah Bupati Kolaka Timur Abdul Aziz, disusul Gubernur Riau Abdul Wahid, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, dan terakhir Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya.

    Berikut ringkasan kasus OTT para kepala daerah sepanjang 2025:

    OTT Bupati Kolaka Timur

    Dalam OTT KPK pada 7 Agustus 2025 telah menjaring Bupati Kolaka Timur periode 2024-2029, Abdul Aziz. Dia ditangkap atas dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) Rumah Sakit di Kolaka Timur.

    Penangkapan ini setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) karena sudah mengendus penyelewengan alokasi DAK.

    Tidak berselang lama, KPK langsung menetapkan Abdul Azis periode 2024-2029 menjadi tersangka.

    “KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 5 orang sebagai tersangka, yakni: ABZ [Abdul Azis], ALH [Andi Lukman Hakim], AGD [Ageng Dermanto], DK [Deni Karnady], dan AR [Arif Rahman],” Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers Sabtu, (9/8/2025).

    OTT Gubernur Riau

    KPK melakukan aksi OTT di wilayah Riau, Senin (3/11/2025) yang menjaring 10 orang, termasuk Gubernur Riau Abdul Wahid.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pihaknya menemukan dugaan ‘jatah preman’ terkait tambahan anggaran di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Riau.

    “Terkait dengan penambahan anggaran di Dinas PUPR tersebut, kemudian ada semacam japrem atau jatah preman sekian persen begitu, untuk kepala daerah. Itu modus-modusnya,” kata Budi.

    OTT Bupati Ponorogo

    KPK telah mengadakan OTT di wilayah Ponorogo, Jawa Timur dan mengamankan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko.

    Sugiri diciduk atas kasus dugaan suap peralihan jabatan Direktur Utama RSUD Harjono Ponorogo dan Proyek RSUD Harjono Ponorogo. 

    Setelah menjalani pemeriksaan setibanya di gedung KPK, Sugiri langsung ditetapkan sebagai tersangka.

    “Bahwa sebelum kegiatan tangkap tangan, pada 3 November 2025, SUG meminta uang kepada YUM senilai Rp1,5 miliar. Kemudian pada 6 November 2025, SUG kembali menagih uang tersebut,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers, Minggu (9/11/2025) dini hari.

    OTT Bupati Lampung Tengah

    KPK menetapkan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.

    Ardito meminta fee sebesar 15%-20% dari sejumlah proyek di Pemkab Lampung Tengah. Anggaran tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, hingga program prioritas daerah.

    Ardito melakukan pengkondisian sejak dirinya dilantik menjadi bupati. Dia memerintahkan Riki untuk mengatur Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), di mana perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut merupakan milik keluarga Ardito.

    Ardito meminta Riki berkoordinasi dengan Anton dan Iswantoro selaku Sekretaris Bapenda yang selanjutnya akan berhubungan dengan para SKPD untuk pengaturan pemenang PBJ.

    Ardito memperoleh Rp5,25 miliar pada periode Februari-November 2025 yang diberikan oleh sejumlah rekanan melalui Riki dan Ranu.

    Ardito juga mengkondisikan pengadaan jasa alat kesehatan di Dinas Kesehatan melalui Anton dengan memenangkan vendor pengadaan barang tersebut. Alhasil, PT Elkaka Mandiri dimenangkan memperoleh 3 paket pengadaan alat kesehatan di Dinkes dengan total nilai proyek Rp3,15 miliar.

    Dari pengadaan tersebut, Ardito diduga mendapat fee Rp500 juta dari Mohamad Lukman. Sehingga total uang yang diterima Ardito senilai Rp5,75 miliar.

  • Kapolri Tetap Bolehkan Polisi Aktif Menjabat di Luar Polri, Ini Aturannya

    Kapolri Tetap Bolehkan Polisi Aktif Menjabat di Luar Polri, Ini Aturannya

    Liputan6.com, Jakarta – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meneken Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polisi aktif pun dapat menjabat di 17 Kementerian/Lembaga.

    Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang polisi aktif menduduki jabatan di luar Polri alias jabatan sipil, dengan mengharuskan pengunduran diri atau pensiun terlebih dahulu.

    Aturan yang diteken Kapolri ini diundangkan pada 10 Desember 2025. Dalam dokumen yang dilihat Liputan6.com, Jumat (12/12/2025), Pasal 1 berisikan sejumlah pengertian, termasuk pelaksanaan tugas di luar struktur Polri.

    “Pelaksanaan Tugas Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Pelaksanaan Tugas Anggota Polri adalah penugasan anggota Polri pada jabatan di luar struktur organisasi Polri yang dengan melepaskan jabatan di lingkungan Polri,” tulis poin satu.

    Kemudian dalam Pasal 2 dijelaskan pelaksanaan tugas anggota Polri meliputi jabatan di dalam negeri. jabatan di luar negeri. Pasal 3 melanjutkan, bahwa pelaksanaan tugas anggota Polri pada jabatan di dalam negeri dilaksanakan pada kementerian/lembaga/badan/komisi, dan organisasi Internasional atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia.

    Pelaksanaan tugas anggota Polri dapat dilaksanakan pada 17 kementerian/lembaga/badan/komisi, yaitu Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan; Kementerian Kehutanan.

    Disusul Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Perhubungan; Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia; Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional; Lembaga Ketahanan Nasional.

    Selanjutnya, Otoritas Jasa Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; Badan Narkotika Nasional; Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; Badan Intelijen Negara; Badan Siber Sandi Negara; dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

     

  • Kapolri Terbitkan Perpol soal 17 K/L Bisa Dijabat Anggota, Ini Daftarnya

    Kapolri Terbitkan Perpol soal 17 K/L Bisa Dijabat Anggota, Ini Daftarnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah meneken peraturan polri (Perpol) terkait penugasan anggota di luar struktur kepolisian.

    Berdasarkan Perpol No.10/2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri, kini anggota diperbolehkan menjabat di 17 kementerian atau lembaga (K/L).

    Dalam pasal 3 Perpol No.10/2025 memuat anggota Polri bisa mengisi jabatan di dalam maupun di luar negeri seperti organisasi internasional atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia.

    Pada Pasal (3) beleid itu memuat aturan Polri bisa bertugas pada jabatan manajerial dan non-manajerial. Anggota boleh menjabat di luar struktur apabila jabatan itu berkaitan dengan fungsi kepolisian yang dilakukan berdasarkan permintaan dari K/L atau organisasi internasional.

    “Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan jabatan yang ada pada instansi atau instansi lain yang memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian berdasarkan permintaan dari kementerian/ lembaga/badan/komisi, Organisasi Internasional atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia,” bunyi Pasal 3 ayat (4).

    Berikut ini 17 K/L yang bisa dijabat anggota Polri sebagaimana Perpol No.10/2025

    1. Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan

    2. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

    3. Kementerian Hukum

    4. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan 

    5. Kementerian Kehutanan

    6. Kementerian Kelautan dan Perikanan

    7. Kementerian Perhubungan

    8. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia

    9. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

    10. Lembaga Ketahanan Nasional

    11. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

    12. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

    13. Badan Narkotika Nasional (BNN)

    14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)

    15. Badan Intelijen Negara (BIN)

    16. Badan Siber Sandi Negara (BSSN)

    17. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

    Putusan MK

    Sebelumnya, MK menegaskan bahwa anggota Polri tidak dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian atau jabatan sipil selama masih berstatus aktif. Penegasan ini tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

    Adapun, pada putusan itu penggugat menguji soal norma Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 tentang Kepolisian (UU Polri).

    Pasal 28 memang memperbolehkan anggota boleh menjabat di luar struktur setelah tidak berdinas di kepolisian atau mengundurkan diri. Sementara, pada penjelasan Pasal 28 mengatur jabatan di luar kepolisian adalah tidak ada sangkut paut dengan polisi atau tidak ada penugasan Kapolri.

    Kemudian, dalam putusan MK nomor 114PUU-XXIII/2025 juga telah menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri telah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur mengatakan secara substansial Pasal 28 ayat (3) menjelaskan bahwa anggota Polri hanya boleh menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun. 

    Ridwan menegaskan jika Pasal 28 ayat (3) dipahami secara cermat, frasa ‘mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian’ merupakan syarat mutlak bagi anggota Polri untuk menjabat di luar kepolisian.

    “Tidak ada keraguan, rumusan demikian adalah rumusan norma yang expressis verbis [jelas] yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain,” tutur Ridwan.

  • Rieke Diah Pitaloka Sentil Soal Data untuk Cegah Korupsi Dana Bencana

    Rieke Diah Pitaloka Sentil Soal Data untuk Cegah Korupsi Dana Bencana

    Jakarta, Beritasatu.com – Artis sekaligus anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka, meminta adanya pengawasan ketat terhadap penyaluran dana penanganan bencana agar tidak disalahgunakan. Ia menekankan pentingnya data dasar negara yang presisi sebagai acuan dalam pengeluaran anggaran bencana. 

    Rieke menjelaskan, data dasar negara harus menjadi acuan dalam setiap kebijakan pembangunan dan program pemerintah, baik pusat maupun daerah yang berbasis satu data Indonesia terintegrasi, termasuk data geospasial dan sosial ekonomi.

    “Tadi pimpinan KPK mengatakan korupsi itu tidak bisa diselesaikan sendiri. Korupsi itu adalah gerak langkah bergandengan tangan seluruh elemen negeri baru bisa diselesaikan. Untuk menangani persoalan bencana terutama di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat kalau boleh saya berpesan, jangan sampai uang untuk menangani bencana itu ada yang makan termasuk bantuan-bantuannya, ada yang korupsi. Jangan sampai,” serunya. 

    Ia berharap KPK mendukung penuh  upaya legislasi di parlemen untuk memastikan Undang-Undang Satu Data Indonesia bisa segera terealisasi. Sehingga manipulasi data yang berpotensi menimbulkan korupsi dapat dihindari.

    “Karena sebesar apapun anggaran negara, kalau datanya salah ya sudah pasti akan terjadi korupsi. Bangsa ini tidak akan maju kalau tidak ada data yang akurat. Mumpung Pak Prabowo ini selalu bilang soal data, saya yakin Indonesia bisa mewujudkan itu semua dan kita juga harus bantu perjuangan KPK untuk terus membuat bangsa ini turun angka korupsinya,” tutup Rieke. 

  • 2
                    
                        Daftar 17 Kementerian/Lembaga yang Kini Bisa Dijabat Polisi Aktif
                        Nasional

    2 Daftar 17 Kementerian/Lembaga yang Kini Bisa Dijabat Polisi Aktif Nasional

    Daftar 17 Kementerian/Lembaga yang Kini Bisa Dijabat Polisi Aktif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Polri aktif kini resmi dapat menduduki jabatan sipil di 17 kementerian dan lembaga pemerintah.
    Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri.
    Berdasarkan salinan aturan yang dilihat Kompas.com dari situs peraturan.go.id, Kamis (11/12/2025), daftar kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh personel Polri diatur dalam Pasal 3 Ayat (2) Perpol tersebut.
    “Pelaksanaan Tugas Anggota Polri pada kementerian/lembaga/badan/komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan,” bunyi pasal tersebut dilihat Kompas.com, Kamis.
    Berikut 17 kementerian/lembaga yang bisa diisi
    polisi
    aktif:
    1. Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan
    2. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
    3. Kementerian Hukum
    4. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
    5. Kementerian Kehutanan
    6. Kementerian Kelautan dan Perikanan
    7. Kementerian Perhubungan
    8. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
    9. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN
    10. Lembaga Ketahanan Nasional
    11. Otoritas Jasa Keuangan
    12. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
    13. Badan Narkotika Nasional (BNN)
    14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
    15. Badan Intelijen Negara (BIN)
    16. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
    17. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
    Pasal 3 Ayat (3) menjelaskan bahwa penempatan anggota Polri dapat dilakukan pada jabatan manajerial maupun nonmanajerial.
    Sementara itu, Ayat (4) menegaskan bahwa posisi tersebut harus berkaitan dengan fungsi kepolisian dan penempatannya dilakukan atas permintaan kementerian/lembaga terkait.
    Perpol ini ditetapkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 9 Desember 2025 dan diundangkan oleh Kementerian Hukum pada 10 Desember 2025.
    Kompas.com telah menghubungi Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko serta Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho untuk meminta konfirmasi mengenai aturan ini.
    Namun, hingga berita ini tayang, keduanya belum memberikan respons.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Ungkap Bupati Lampung Tengah Rancang Timsesnya Menangkan Proyek Pengadaan

    KPK Ungkap Bupati Lampung Tengah Rancang Timsesnya Menangkan Proyek Pengadaan

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya merancang pengondisian supaya tim suksesnya saat maju sebagai calon kepala daerah bisa memenangkan proyek pengadaan.

     

    Hal ini disampaikan pelaksana harian (Plh) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Mungki Hadipratikto saat mengumumkan penetapan dan penahanan lima tersangka pascaoperasi tangkap tangan (OTT) pada Senin dan Selasa, 9-10 Desember. Ardito diduga memerintahkan Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah untuk mengatur pemenang proyek pengadaan di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

     

    “Rekanan atau penyedia barang dan jasa yang harus dimenangkan adalah perusahaan milik keluarga atau milik tim pemenangan AW, saat AW mencalonkan diri sebagai Bupati Lampung Tengah periode 2025-2030,” kata Mungki dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 11 Desember.

     

    Perintah itu, sambung Mungki, muncul setelah Ardito dilantik atau sekitar Februari-Maret. Adapun postur APBD Kabupaten Lampung Tengah mencapai Rp3,19 triliun.

     

    Dalam proses berjalan, Ardito meminta Riki berkoordinasi dengan Iswantoro selaku Sekretaris Bapenda. “Yang selanjutnya akan berhubungan dengan para SKPD guna pengaturan pemenang PBJ,” tegasnya.

     

    “Atas pengkondisian tersebut, pada periode Februari-November 2025, AW diduga menerima fee senilai Rp5,25 miliar dari sejumlah rekanan atau penyedia barang dan jasa,” sambung Mungki.

     

    Mungki mengatakan pemberian ini dilakukan melalui Riki dan adik Ardito, Ranu Hari Prasetyo. Kemudian, pengondisian juga dilakukan Ardito terkait proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Lampung Tengah.

     

    Ardito diduga minta kepada Anton Wibowo selaku pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah yang juga kerabatnya membantu proses pengondisian. Hasilnya, PT Elkaka Mandiri memenangkan proyek pengadaan tiga paket alat kesehatan oleh Dinas Kesehatan Lampung Tengah dengan nilai Rp3,15 miliar.

     

    “Atas pengkondisian tersebut, AW diduga menerima fee sebesar Rp500 juta,” ujar Mungki sambil menambahkan duit itu diperoleh dari Mohamad Lukman Sjamsuri selaku Direktur PT Elkaka Mandiri.

     

    Adapun dalam kasus ini, KPK kemudian menetapkan Ardito sebagai tersangka bersama empat orang lainnya. Mereka adalah Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Lampung Tengah; Ranu Hari Prasetyo selaku adik Ardito; Anton Wibowo selaku pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah sekaligus kerabat dekat Ardito; dan Mohamad Lukman Sjamsuri selaku pihak swasta atau Direktur PT Elkaka Mandiri.

     

    Akibat perbuatannya Ardito, Anton, Riki, dan Ranu selaku penerima disangkakan telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

     

    Sementara Mohammad Lukman selaku pihak pemberi  disangka telah melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Bupati Lampung Tengah Terjaring OTT, Mendagri Akan Evaluasi Pilkada

    Bupati Lampung Tengah Terjaring OTT, Mendagri Akan Evaluasi Pilkada

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menjadi peringatan serius bagi seluruh kepala daerah di Indonesia. 

    Tito menilai penangkapan tersebut membuktikan mekanisme pilkada langsung tidak otomatis menjamin pemimpin daerah bebas dari praktik korupsi.

    Tito menyampaikan keprihatinannya atas OTT yang dilakukan KPK pada Rabu (10/12/2025) tersebut. Menurutnya, meski belum menerima laporan lengkap mengenai perkara yang menjerat bupati Lampung Tengah, kejadian itu kembali menambah panjang daftar kepala daerah yang terlibat tindak pidana korupsi.

    Ia menjelaskan pemerintah akan melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk terkait sistem pilkada. Menurut Tito, pilkada langsung yang selama ini berjalan tidak selalu menghasilkan kepala daerah yang memiliki integritas tinggi, meski mereka telah melalui pembekalan seperti retret dan penanaman wawasan kebangsaan.

    “Pilkada langsung tidak menjamin kepala daerah itu baik dan bebas dari korupsi, padahal mereka sudah ikut pembinaan dan retret wawasan kebangsaan,” ujar Tito, di kantor Kemendagri, Kamis (11/12/2025).

    KPK diketahui melakukan OTT di Kabupaten Lampung Tengah pada 10 Desember. Dari operasi tersebut, lima orang ditangkap, termasuk Bupati Ardito Wijaya. Mereka diduga terlibat dalam praktik suap terkait proyek-proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah.