Kementrian Lembaga: KPK

  • KPK Sebut Pertamina Rugi 124 Juta Dollar AS dalam Pembelian LNG

    KPK Sebut Pertamina Rugi 124 Juta Dollar AS dalam Pembelian LNG

    KPK Sebut Pertamina Rugi 124 Juta Dollar AS dalam Pembelian LNG
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menyebutkan,
    PT Pertamina
    (Persero) rugi 124 juta dollar atau setara dengan Rp 1,9 triliun berdasarkan kurs pada Selasa (7/1/2025) dalam pembelian. Liquefied Natural Gas (LNG)
    Dugaan kerugian negara tersebut didalami penyidik KPK saat memeriksa eks VP LNGPT Pertamina, Achmad Khoiruddin (AK) sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait jual-beli LNG antara Pertamina dan perusahaan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL)
    “Saksi didalami terkait dengan transaksi LNG CCL di 2019-2021 dan kerugian yang dialami Pertamina sebesar USD 124 juta untuk periode 2019-2021,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangan tertulis, Selasa (7/1/2025).
    Tessa mengatakan bahwa kerugian pembelian LNG ini disebabkan produk yang tidak dapat diserap di pasar.
    “Karena LNG yang dibeli tidak dapat diserap pasar,” ujarnya.
    Tessa juga menyebutkan bahwa penyidik memeriksa mantan Manager Legal Services Product Pertamina, Cholid (C), untuk mendalami penandatanganan kontrak pembelian LNG ketikaPT Pertamina belum memiliki calon pembeli.
    Selain itu, KPK juga memeriksa VP SPBD PT Pertamina, Ginanjar (G), untuk mendalami strategi dan manajemen Pertamina dalam membeli LNG.
    “Saksi didalami terkait strategi dan rencana pihak manajemen Pertamina dalam pembelian LNG,” ucap Tessa.
    Diketahui, KPK tengah mengembangkan kasus korupsi pengadaan gas cair alam atau LNG di PT Pertamina.
    Pada 2 Juli 2024, KPK menetapkan dua pejabat PT Pertamina lainnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina tahun 2013-2014, Yenni Andayani, dan Direktur Gas PT Pertamina periode 2012-2014, Hari Karyuliarto.
    Adapun eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan telah divonis sembilan tahun penjara dalam kasus tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perlawanan Balik Tuduhan Rekayasa Kasus Novel Baswedan

    Perlawanan Balik Tuduhan Rekayasa Kasus Novel Baswedan

    JAKARTA – Buntut tudingan Dewi Ambarwati alias Dewi Tanjung yang menyebut Novel Baswedan telah merekayasa kasus dibalas dengan pelaporan balik. Kader PDIP itu dilaporkan oleh Yasri Yudha yang mengklaim mengetahui insiden penyiraman tersebut.

    Pelaporan balik tersebut dilakukan karena yang dituduhkan kepada Novel dianggap tak sesuai dengan kejadian sebenarnya. Sebab, saat kejadian, Yasri merupakan salah seorang yang mengantarkan penyidik senior KPK tersebut ke rumah sakit hingga membuat laporan polisi.

    “Kenapa saya harus melaporkan ini, ya karena pada saat itu kejadiannya saya orang yang pertama yang membawa korban atau Novel, dan mengetahui persis bagaimana mukanya, bentuknya korban pada saat itu, yang kami bawa ke RS di Mitra (Mitra Keluarga) Kelapa Gading,” ucap Yasri di Polda Metro Jaya, Minggu, 17 November.

    Selain itu, diceritakan Yasri, saat peristiwa penyiraman terjadi, para tetangga termasuk dirinya langsung memeberikan pertolongan pertama dengan membawa Novel kembali ke Masjid untuk membasuh atau membersihkan air keras.

    Bahkan, setelah membasuh muka Novel, mata dari penyidik lembaga antirasuah itu tak layaknya orang kebanyakan. Seluruh bola mata Novel disebut-sebut berwarna putih tanpa sedikit pun ada warna hitam.

    Sehingga, Yasri pun mempertanyakan tudingan dari Dewi Tanjung yang mengatakan Novel telah merekayasa kasus tersebut. Baginya, sederhana saja. Tak akan ada satu pun orang yang mau mengalami cacat fisik seumur hidup hanya sekadar untuk merekayasa kasus.

    “Coba anda bayangkan, semuanya putih (mata). Kira-kira orang mau tidak merekayasa kejadian untuk merusak matanya sendiri yang sampai saat ini bahwa Novel sudah cacat seumur hidup,” tutur Yasri.

    “Kira-kira wajar tidak kalau dia (Novel) dibilang merekayasa kejadian itu. Bayangkan, berapa kali operasi, harus berapa kali mengalami pencopotan gusinya, atau semuanya, kok masih dituduh merekayasa,” tambahnya.

    Laporkan balik

    Berdasarkan alasan tersebut, Yasri memantapkan diri untuk melaporkan balik Dewi Tanjung. Bahkan, laporannya telah terdaftar dengan nomor LB/7408/XI/2019/Dit. Reskrimum. Dalam pelaporan itu, Dewi Tanjung disangkakan Pasal 220 KUHP soal pengaduan palsu.

    Selain itu, sejumlah alat bukti pun ikut diserahkan untuk memperkuat laporan yang ditujukan oleh Kader PDIP. “Saya melihatnya di media massa, waktu itu di TV, media online dan beberapa media cetak yang saya baca dan ikuti,” kata Yasri.

    Sebelumnya, Dewi Tanjung melaporkan Novel Baswedan dengan tudingan telah merekayasa kasus penyiraman air keras. Kader PDIP itu berasumsi tentang banyaknya kejanggalan dalam insiden penyiraman itu. Mulai dari bentuk luka hingga dampak dari penyerangan orang tak dikenal kepada Novel Baswedan.

    “Ada beberapa hal yang janggal dari semua hal yang dialami. Dari rekaman CCTV, bentuk luka, perban, dan kepala yang diperban tapi tiba-tiba malah mata yang buta,” kata Dewi usai melakukan pelaporan di Polda Metro Jaya.

    Bahkan, menurut mantan pesinetron itu, kejanggalan kasus Novel juga terlihat dari reaksinya disiram air keras. Dewi yang katanya sudah mempelajari ciri-ciri orang terkena air keras menilai harusnya Novel guling-gulingan saat disiram oleh pelaku.

    “Orang kalau tersiram air panas itu reaksinya tidak berdiri tapi akan duduk jatuh terguling, itu yang saya pelajari,” katanya.

    Atas laporan Dewi itu, Novel terancam jeratan Pasal 26 ayat (2) juncto Pasal 45 A Ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 A ayat 1 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

  • Negosiasi Hasto dan PDIP Penuhi Panggilan Penyidik KPK

    Negosiasi Hasto dan PDIP Penuhi Panggilan Penyidik KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto masih belum memenuhi panggilan Komisi Anti Korupsi (KPK) dalam statusnya sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024.

    Hasto masih bernegosiasi untuk dapat diperiksa pada kesempatan yang lain meski sebelumnya komisi anti rasuah itu telah memanggil untuk pertama kalinya setelah ditetapkan sebagai tersangka.

    Tim penyidik KPK telah mengonfirmasi adanya surat pemberitahuan dari Hasto bahwa ada kegiatan yang tidak bisa dia tinggalkan pada hari ini. 

    “Penyidik menginfokan bahwa Sdr. HK mengirimkan surat pemberitahuan ketidakhadiran dikarenakan ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan melalui keterangan tertulis, Senin (6/1/2025). 

    Ke depan, terang Tessa, tim penyidik akan menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Hasto Kristiyanto. 

    Adapun, penyidik KPK hari ini turut menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua orang mantan terpidana kasus suap penetapan anggota DPR periode sebelumnya, yaitu Wahyu Setiawan dan Agustina Tio F. 

    Sementara itu, PDIP meminta KPK agar menjadwalkan kembali pemeriksaan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto setelah perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) partai berlogo banteng itu pada 10 Januari 2025. 

    Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy mengatakan, PDIP dan Hasto taat hukum dan akan mengikuti seluruh proses di KPK. Namun, partai meminta agar pemeriksaan itu dijadwalkan ulang setelah HUT PDIP. 

    “PDI Perjuangan dan Bapak Hasto Kristiyanto taat pada hukum dan akan mengikuti semua proses hukum, namun kami mohon kepada KPK untuk dapat dijadwalkan ulang setelah tanggal 10 Januari 2025, setelah peringatan HUT PDI Perjuangan,” ujar Ronny melalui keterangan tertulis, Senin (6/1/2025). 

    Ronny lalu mengatakan bahwa partai akan menyerahkan sepenuhnya kepada KPK kapan pemeriksaan bakal dijadwalkan ulang. 

    Hasto Diperiksa Sebagai Tersangka

    Adapun, KPK memanggil Hasto Kristiyanto untuk diperiksa sebagai tersangka pada kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 pada Senin (6/1/2025). 

    Panggilan pemeriksaan terhadap Hasto ini merupakan pertama kalinya setelah KPK mengumumkan elite PDIP tersebut sebagai tersangka. 

    “Sdr HK dijadwalkan panggilan oleh penyidik, hari ini pukul 10.00 WIB di Gedung Merah Putih KPK dalam kapasitasnya sebagai tersangka,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (6/1/2025). 

    Penyidik KPK turut menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua orang mantan terpidana kasus suap penetapan anggota DPR periode sebelumnya, yaitu Wahyu Setiawan dan Agustina Tio F. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Wahyu merupakan mantan anggota KPU dan Agustina mantan anggota Bawaslu. Keduanya telah dijatuhi hukuman pidana sebagaimana putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap lantaran terbukti menerima suap dari Harun Masiku dan Saeful Bahri. 

    Dari empat orang tersangka pertama pada kasus itu sejak 2020, hanya Harun yang belum dibawa ke proses hukum. 

    Kini, KPK telah menambah daftar tersangka pada kasus tersebut. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap penetapan anggota DPR periode lalu, kepada Wahyu Setiawan. 

    Selain tersangka suap, KPK turut menetapkan Hasto sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan. 

    Sebelumnya, penetapan Hasto sebagai tersangka disetujui pada rapat expose yang dihadiri oleh pimpinan dan pejabat struktural Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK, Desember 2024 lalu. Expose itu digelar tidak lama setelah pimpinan KPK Jilid VI mulai menjabat. 

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengumumkan status Hasto sebagai tersangka, Selasa (14/12/2024). Pada kasus suap, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan Sprindik No.153/DIK.00/01/12/2024 di mana terdapat dugaan Hasto dan Donny bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan penyuapan terhadap anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan. 

    Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan. Dia diduga dengan sengaja mencegah, merintangi dan menggagalkan secara langsung dan tidak langsung proses penyidikan. Di antaranya, yakni menyuruh Harun Masiku pada 2020 untuk menenggelamkan ponselnya ketika adanya operasi tangkap tangan (OTT). 

    “Bahwa pada 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan oleh KPK, Saudara HK memerintahkan salah satu pegawainya di Jalan Sutan Syahrir untuk menelpon kepada HM dan memerintahkan supaya merendam HP ke dalam air dan melarikan diri,” papar Setyo.

  • Kalau Hasto Mangkir Panggilan Kedua KPK, Ada Surat Penangkapan

    Kalau Hasto Mangkir Panggilan Kedua KPK, Ada Surat Penangkapan

    Jakarta

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meminta KPK untuk menjadwalkan ulang pemeriksaan sebagai tersangka di kasus Harun Masiku. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyinggung soal adanya surat perintah penangkapan jika Hasto tak kunjung hadiri pemanggilan.

    “Kita tunggu minggu depan, kalau tidak hadir, itu sebagai panggilan kedua. (Jika tak hadir) Diterbitkan panggilan membawa. Kalau Pak Hasto ada alasan, tetap dipanggil kedua, tak hadir lagi, ada panggilan ketiga, dengan surat perintah membawa. Kalau populer orang awam penangkapan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Senin (6/1/2024).

    Boyamin menilai Hasto maupun KPK paham mengenai hal tersebut. Dia merasa Hasto masih kooperatif dengan meminta penjadwalan ulang.

    “Saya yakin Pak Hasto dan KPK sama-sama tahu. Kita tunggu, Pak Hasto juga menyatakan akan taat hukum, patuh hukum, dan kalau dipanggil juga akan datang. Buktinya minta penundaan,” katanya.

    Soal apakah Hasto akan langsung ditahan usai pemerik

    saan, MAKI menyerahkan hal itu kepada KPK. “Apakah ditahan atau tidak, diserahkan ke KPK, tapi biasanya, kalau KPK, ya ditahan,” katanya.

    Hasto Minta Jadwal Ulang

    “Namun kami mohon kepada KPK untuk dapat dijadwalkan ulang setelah tanggal 10 Januari 2025, setelah peringatan HUT PDI Perjuangan,” kata Ronny Talapessy dalam keterangannya, Senin (6/1/2025).

    Ronny mengatakan bahwa Hasto belum dapat memenuhi panggillan hari ini karena ada agenda yang telah terjadwal sebelumnya. Terkait kapan penjadwalan ulang tersebut, pihaknya menyerahkan kepada KPK.

    “Kami menyerahkan kepada KPK soal penjadwalan ulang itu,” tambahnya.

    (aik/idn)

  • KPK Buka Peluang Panggil Lagi Hasto Kristiyanto Seusai HUT PDIP

    KPK Buka Peluang Panggil Lagi Hasto Kristiyanto Seusai HUT PDIP

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memanggil lagi Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) setelah Jumat (10/1/2025) atau seusai hari ulang tahun (HUT) ke-52 PDIP. Jadwal pemanggilan Hasto sejatinya diagendakan hari ini, Senin (6/1/2025), tetapi dijadwalkan ulang.

    “Sudah pasti di-reschedule. Kemungkinan besar di atas tanggal 10,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Tessa menyebut Hasto tak bisa hadir dalam agenda pemeriksaan kali ini karena ada agenda yang sudah terjadwal. KPK pun belum memutuskan soal kapan yang bersangkutan akan dipanggil kembali.

    “Yang bersangkutan meminta penjadwalan ulang di atas 10 Januari karena ada rangkaian kegiatan partai yang sudah terjadwal sebelumnya. Dalam hal ini, penyidik menjadwalkan ulang namun untuk tanggal penjadwalannya masih belum bisa disampaikan,” ujar Tessa terkait agenda pemeriksaan ulang Hasto Kristiyanto.

    Sebelumnya, Hasto meminta KPK menjadwalkan ulang pemeriksaannya setelah HUT ke-52 PDIP pada Jumat (10/1/2025). Hasto sejatinya hari ini diperiksa sebagai tersangka kasus suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku.

    “Sekjen Hasto Kristiyanto belum dapat memenuhi panggilan pada hari ini karena telah memiliki agenda yang telah terjadwal sebelumnya,” kata Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy kepada wartawan, Senin (6/1/2025).

    Ronny menegaskan Hasto Kristiyanto akan kooperatif dan taat menjalani semua proses hukum. “Namun, kami mohon kepada KPK untuk dapat dijadwalkan ulang setelah 10 Januari 2025, setelah peringatan HUT ke-52 PDI Perjuangan,” pungkasnya.

  • Singgung Opsi Penangkapan, KPK Tunggu Sikap Kooperatif Hasto Kristiyanto

    Singgung Opsi Penangkapan, KPK Tunggu Sikap Kooperatif Hasto Kristiyanto

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunggu kehadiran Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto (HK), untuk memenuhi panggilan pemeriksaan yang telah dijadwalkan ulang. Seharusnya, Hasto menjalani pemeriksaan pada Senin (6/1/2025), tetapi ia meminta jadwal pemeriksaan diundur.

    Pemeriksaan Hasto terkait kasus dugaan suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024 serta dugaan perintangan penyidikannya. Kasus ini juga menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku, yang hingga kini masih buron. Dalam pengembangan kasus tersebut, KPK menetapkan Hasto dan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah (DTI), sebagai tersangka baru.

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan  pihaknya mengharapkan Hasto hadir dalam pemeriksaan yang dijadwalkan ulang. KPK menegaskan akan mengeluarkan surat perintah penangkapan jika tersangka tidak kooperatif.

    “Bagi tersangka, penyidik bisa mengeluarkan surat perintah penangkapan. Namun, kita tunggu sikap kooperatif saudara HK, yang sebelumnya menyatakan akan taat pada proses hukum,” ujar Tessa di Gedung KPK, Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Tessa, pemanggilan ulang terhadap Hasto kemungkinan dilakukan setelah tanggal 10 Januari 2025, usai peringatan HUT ke-52 PDIP.

    “Kemungkinan besar di atas 10 (Januari 2025),” tambahnya.

    Hasto Kristiyanto meminta pemeriksaan ditunda karena memiliki agenda internal partai yang tidak bisa ditinggalkan. Ketua DPP PDIP, Ronny Talapessy, memastikan Hasto tetap menghormati proses hukum dan akan hadir sesuai jadwal baru.

    “Sekjen Hasto belum dapat memenuhi panggilan hari ini karena telah memiliki agenda terjadwal sebelumnya. Kami meminta KPK menjadwalkan ulang setelah 10 Januari 2025, setelah peringatan HUT PDIP,” kata Ronny.

  • KRAS Sentil Oknum Aparat Penganiaya Mahasiswa Lewat Pro-Attack!

    KRAS Sentil Oknum Aparat Penganiaya Mahasiswa Lewat Pro-Attack!

    JAKARTA – Aksi demo mahasiswa di depan Gedung Parlemen yang menolak RUU KPK dan RKUHP beberapa waktu lalu mengguggah sisi sosial pasukan berdistorsi level tinggi asal Jakarta, KRAS. Melalui video single-nya yang bertajuk Pro-Attack!, band yang digawangi Bobby (vokal), Eben (gitar), Donny (gitar) dan Gahara (drum) menyentil oknum aparat yang bertindak sewenang-wenang.

    “Alasan lagu Pro-Attack! dirilis video klipnya adalah sebagai bentuk protes mengkritisi aparat yang kerap bertindak represif kepada masyarakat dan segenap sikap mereka yang kurang menyenangkan, terlebih saat dampak chaos soal RUU KUHP,” kata Bobby kepada VOI, Kamis, 14 November.

    “Gue dan drumer gue melihat langsung di lapangan subuh-subuh pasca-bentrokan gerombolan aparat menggebuki warga sipil tanpa ampun (terlepas dari siapa yang salah dan benar), bahkan sempat menyerang kampus sambil mengeluarkan kata-kata kotor menghina mahasiswa,” sambung dia.

    Meski demikian, sesungguhnya lirik lagu ini dibuat Bobby sebagai curahan hatinya yang pernah mengalami hal tidak menyenangkan dengan aparat. Lagu ini dibuat sejak 2017 dan diceploskan ke dalam album terakhir KRAS, Mad Maniac yang dirilis November tahun lalu.

    “Pro-Attack! adalah tentang disfungsi suatu sistem negara yang sudah menggerogoti sampai ke akar-akarnya,” Eben menambahkan.

    Perekaman video musik ‘Pro-Attack’ mengambil lokasi di  Basement Studio, Jakarta dan disutradarai langsung oleh dua personel anyar KRAS, Donny dan Gahara. Video musik ini menampilkan perpaduan footage dari aksi kekerasan dalam demo akhir September kemarin dengan para personel KRAS yang tidak perihatkan wajahnya. Tonton videonya di bawah: 

    Dari 10 trek yang bersemayam dalam album Mad Maniac, rencananya cuma trek paling buncit – ‘Serangan Terakhir – yang tidak akan dirilis dalam format video musik. Sebelumnya, KRAS telah melepas video dari One Shot One Kill dan video lirik dari Metal Maniac dan ‘Bobby Jahat’.

  • Hasto Tersangka, KPK Cecar 2 Mantan Terpidana Kasus Harun Masiku

    Hasto Tersangka, KPK Cecar 2 Mantan Terpidana Kasus Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua orang mantan terpidana kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yakni bekas anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan bekas anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustina Tio Fridelina.

    Untuk diketahui, Wahyu dan Tio merupakan dua dari total empat tersangka pertama yang ditetapkan KPK pada kasus tersebut pada 2020.

    Dua orang lainnya, yakni Saeful Bahri dan Harun Masiku, yang kini masih berstatus buron. 

    Keduanya diperiksa untuk tersangka Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah. Keduanya merupakan dua orang tersangka baru dalam kasus tersebut. 

    Berdasarkan pantauan Bisnis, Agustina keluar lebih dulu dari ruang pemeriksaan sebelum Wahyu. Dia mengaku ditanyai oleh penyidik terkait dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) lama di kasus tersebut. 

    “Kita bahas BAP yang lama, saya kebetulan kondisi lagi enggak sehat, jadi saya minta ditambah lagi,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (6/1/2025). 

    Penasihat hukum Agustina, Army Mulyanto, mengatakan penyidik akan menjadwalkan ulang lagi pemeriksaa terhadap kliennya pada Rabu, 8 Januari 2025.

    Dia menyebut butuh waktu tambahan karena Agustina sedang dalam kondisi sakit. 

    Army menyebut pemeriksaan terhadap Agustinas secara prinsip masih berkutat pada bukti-bukti lama, meski surat perintan penyidikan (sprindik) yang diterbitkan baru. 

    “Pada prinsipnya kurang lebih sama seperti BAP yang sebelumnya. Artinya pertanyaan-pertanyaan situasional terkait Harun Masiku dan sebagainya,” ungkap Army. 

    Senada, Wahyu Setiawan juga mengaku bahwa pemeriksaannya untuk tersangka Hasto. Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepadanya juga masih mengulang dari sebelumnnya. 

    Namun, dia mengaku juga meneliti kembali jawabannya yang telah lalu pada pemeriksaan kali ini. 

    “Jadi tidak ada informasi baru yang saya berikan, tetapi saya meneliti kembali jawaban saya yang dulu. Sehingga pada dasarnya pemeriksaan saya sudah rampung dan tidak ada hal baru yang saya sampaikan karena sudah saya sampaikan sebelumnya,” ucapnya. 

    Untuk diketahui, KPK telah menambah daftar tersangka pada kasus tersebut. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap penetapan anggota DPR periode lalu.

    Selain tersangka suap, KPK turut menetapkan Hasto sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan. 

    Sebelumnya, penetapan Hasto sebagai tersangka disetujui pada rapat expose yang dihadiri oleh pimpinan dan pejabat struktural Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK, Desember 2024 lalu. Expose itu digelar tidak lama setelah pimpinan KPK Jilid VI mulai menjabat. 

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengumumkan status Hasto sebagai tersangka, Selasa (14/12/2024).

    Pada kasus suap, komisi antirasuah menduga Hasto dan Donny bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan penyuapan terhadap anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan. 

    Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan. Dia diduga dengan sengaja mencegah, merintangi dan menggagalkan secara langsung dan tidak langsung proses penyidikan.

    Di antaranya, yakni menyuruh Harun Masiku pada 2020 untuk menenggelamkan ponselnya ketika adanya operasi tangkap tangan (OTT). 

    “Bahwa pada 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan oleh KPK, Saudara HK memerintahkan salah satu pegawainya di Jalan Sutan Syahrir untuk menelpon kepada HM dan memerintahkan supaya merendam Hape ke dalam air dan melarikan diri,” papar Setyo.

  • Apa Wewenang KPK Korsel yang ‘Ngotot’ Mau Tangkap Presiden Yoon?

    Apa Wewenang KPK Korsel yang ‘Ngotot’ Mau Tangkap Presiden Yoon?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Masa-masa sulit tengah menghinggapi Badan antikorupsi Korea Selatan yakni Kantor Investigasi Korupsi untuk pejabat tinggi (CIO), setelah gagal menangkap Presiden yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol pekan lalu.

    Yoon menghadapi tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan wewenang terkait deklarasi militer pada 3 Desember. CIO, dalam hal ini, berusaha menginvestigasi tuduhan tersebut.

    Namun, Yoon selalu mangkir dari panggilan CIO. Lembaga ini lantas meminta pengadilan mengeluarkan surat perintah penahanan dan dikabulkan.

    Pekan lalu, CIO menggerebek kediaman Yoon tetapi mereka gagal karena dihalangi pendukung, polisi, hingga pasukan pengamanan presiden (Paspampres).

    Mereka lalu meminta bantuan polisi untuk menangkap Yoon. Namun, polisi menolak permintaan itu dan menuduh CIO tak punya dasar hukum yang kuat.

    Apa tugas CIO yang terlihat “ngoyo” mau menangkap Yoon?

    CIO memimpin tim investigasi gabungan yang mencakup polisi hingga Kementerian Pertahanan terkait dakwaan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasan oleh Yoon serta pihak yang terlibat dalam deklarasi militer.

    Dalam situs resmi, CIO didirikan untuk memberantas berbagai kejahatan koruptif yang dilakukan pejabat tinggi seperti presiden atau anggota keluarganya.

    Mereka menginvestigasi tindakan seperti penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pembuatan dokumen publik palsu, serta pemberian dan penerimaan dana politik secara ilegal.

    Kepala Jaksa CIO, Oh Dong Woon, juga mengatakan sebagai otoritas investigasi independen, kantor ini didedikasikan untuk memerangi korupsi di kalangan pejabat publik tinggi.

    “Khususnya mereka yang terlibat dalam penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran antikorupsi,” ujar Oh dalam situs resmi CIO.

    Oh, lebih lanjut, mengatakan CIO menghadapi banyak tantangan, tetapi tetap teguh menjaga independensi politik dan netralitas.

    CIO, kata dia, terus melakukan investigasi menyeluruh guna mendorong transparansi nasional dan menumbuhkan kepercayaan terhadap lembaga publik.

    Di luar tujuan mulia CIO, lembaga ini memiliki hak penyidikan dan penuntutan yang terbatas.

    CIO tak punya wewenang menuntut presiden dan harus merujuk kasus yang ditangani ke kantor kejaksaan guna mengambil tindakan termasuk dakwaan setelah pemeriksaan rampung, demikian dikutip Reuters.

    Dalam kasus Yoon, CIO sudah mengantongi surat perintah penahanan dari Pengadilan Distrik Seoul. Surat itu berlaku hingga hari ini dan disebut akan meminta perpanjangan.

    Yoon ogah patuhi CIO

    Namun, surat perintah penahanan itu tak diindahkan Yoon dan timnya. Mereka menganggap CIO tak punya wewenang menangani kasus presiden.

    Tim hukum Yoon merujuk Undang-Undang Prosedur Pidana yang menetapkan daftar panjang pejabat tinggi dan pelanggaran yang bisa diselidiki. Dalam UU tersebut tak tertuang kata pemberontakan.

    Para pengacara Yoon juga menuduh surat perintah itu inkonstitusional karena mengecualikan dua klausul Undang-Undang Prosedur Pidana yakni pembatasan penyitaan dan penggeledahan di tempat yang memiliki informasi militer rahasia atau pejabat publik yang punya rahasia resmi.

    Surat tersebut lanjut mereka juga tak punya dasar hukum jelas.

    Pihak Yoon lalu mengajukan pengaduan dan perintah ke Mahkamah Konstitusi untuk meninjau keabsahan surat perintah tersebut.

    MK kemudian menyatakan akan mulai meninjau pengaduan dan perintah yang diajukan usai hakim ditunjuk.

    CIO sebelumnya sudah menegaskan pengadilan memberi amanat ke mereka untuk menangani kasus Yoon dengan mendapat surat perintah penangkapan. Otomatis dua klausul di UU Prosedur Pidana tak berlaku karena surat perintah terbatas pada penangkapan bukan penyitaan harta kekayaan.

    Selain menghadapi tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan wewenang, Yoon sedang menunggu nasib status presiden.

    MK saat ini menggodok keabsahan pemakzulan dari parlemen. Jika sah, Yoon lengser dari kursi presiden, jika dianggap ilegal dia kembali menggenggam kekuasaan.

    (isa/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kasus Harun Masiku-Hasto Kristiyanto, Wahyu Setiawan Klaim Tak Ditekan PDIP saat Pemilu 2019

    Kasus Harun Masiku-Hasto Kristiyanto, Wahyu Setiawan Klaim Tak Ditekan PDIP saat Pemilu 2019

    Jakarta, Beritasatu.com – Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WS) mengeklaim tak ada tekanan dari PDI Perjuangan (PDIP) terkait dengan proses politik saat Pemilu 2019, khususnya terkait pergantian antarwaktu (PAW) DPR periode 2019-2024 Harun Masiku, yang belakangan menjadikan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.

    Hal itu disampaikan Wahyu seusai menjalani pemeriksaan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (6/1/2025). Wahyu diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024 serta dugaan perintangan penyidikannya.

    Kasus dugaan suap tersebut menyeret mantan caleg PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku yang kini masih buron. KPK di lain sisi melakukan pengembangan hingga kemudian menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut, yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto (HK) dan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah (DTI).

    “Saya perlu jelaskan tak ada tekanan apa pun dari PDI Perjuangan terkait dengan proses-proses politik sepanjang Pemilu 2019. Saya menyampaikan persoalan yang terjadi pada diri saya, sejak awal itu adalah persoalan saya pribadi. Tidak ada kaitannya dengan lembaga KPU. Jadi saya bertanggung jawab penuh atas yang saya lakukan dan saya sudah menjalani proses hukum. Jadi sudah jelas sebenarnya posisi saya,” tuturnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Wahyu diketahui telah diproses hukum karena turut tersandung kasus tersebut. Dia pun mengaku sudah bersikap kooperatif saat pemeriksaan kali ini.

    “Namun, prinsipnya tentu kasus terdahulu yang menyangkut saya. Saya sudah sampaikan segala sesuatunya yang saya tahu, saya dengar, saya lihat, dan saya bersikap kooperatif,” ujarnya terkait pemeriskaan Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto.

    Wahyu irit bicara soal detail materi pemeriksaannya. Dia bahkan mengaku tak memberikan info terbaru kepada tim penyidik KPK terkait kasus tersebut.

    “Saya ditanya pertanyaan yang mengulang dari pertanyaan sebelumnya. Jadi tidak ada informasi baru yang saya berikan. Namun, saya meneliti kembali jawaban saya yang dahulu sehingga pada dasarnya pemeriksaan saya sudah rampung dan tidak ada hal baru yang saya sampaikan, karena sudah saya sampaikan semua sebelumnya,” ungkapnya.

    Wahyu diketahui memiliki keterkaitan dengan kasus tersebut. KPK sempat menyebut Hasto bersama dengan Harun Masiku dan kawan-kawan diduga menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan serta Agustiani Tio pada Desember 2019.

    Suap diberikan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019-2024. Wahyu dan Agustiani diketahui telah menjalani proses hukum atas penerimaan suap tersebut.

    Diketahui, Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku. Hasto diduga berupaya keras agar Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019-2024 lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

    Hasto Kristiyanto juga menjadi tersangka dalam kasus perintangan penyidikan atau menghalangi upaya KPK dalam menyidik Harun Masiku dalam perkara suap proses PAW anggota DPR.