Kementrian Lembaga: KPK

  • 6
                    
                        MK Larang Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Harus Mundur atau Pensiun 
                        Nasional

    6 MK Larang Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Harus Mundur atau Pensiun Nasional

    MK Larang Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Harus Mundur atau Pensiun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota polisi aktif diputuskan tidak boleh lagi menduduki jabatan sipil sebelum mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
    Termasuk apabila ada arahan maupun perintah Kapolri semata.
    Hal ini menyusul putusan
    Mahkamah Konstitusi
    (MK) yang mengabulkan permohonan perkara 114/PUU-XXIII/2025 untuk seluruhnya terhadap gugatan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (
    UU Polri
    ) terkait kedudukan anggota polisi di
    jabatan sipil
    .
    “Amar putusan, mengadili: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang yang digelar di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
    Hakim konstitusi Ridwan Mansyur berpandangan, frasa “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri untuk menduduki jabatan sipil.
    Rumusan tersebut adalah rumusan norma yang expressis verbis yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain.
    Sementara itu, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud.
    Terlebih, adanya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” telah mengaburkan substansi frasa “setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” dalam Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002.
    Menurutnya, hal tersebut berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian; dan sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
    “Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil para Pemohon bahwa frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 telah ternyata menimbulkan kerancuan dan memperluas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 adalah beralasan menurut hukum,” jelas Ridwan.
    Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh Syamsul Jahidin yang menggugat Pasal 28 Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
    Alasan mereka menggugat adalah karena saat ini banyak anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, dan Kepala BNPT.
    Para anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun.
    Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik, serta merugikan hak konstitusional pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
    Pemohon juga menilai, norma pasal tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Indah Bekti Pertiwi Gugat Cerai Suami di Tengah Kasus KPK Ponorogo

    Indah Bekti Pertiwi Gugat Cerai Suami di Tengah Kasus KPK Ponorogo

    Ponorogo (beritajatim.com) – Badai yang menimpa Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko lewat dugaan kasus suap dan gratifikasi tampaknya ikut menyeret sejumlah nama lain dalam pusarannya. Salah satu yang kembali mencuri perhatian publik adalah Indah Bekti Pertiwi (IBP), sosok perempuan yang disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai teman dekat Direktur RSUD dr Harjono, Yunus Mahatma.

    Namun kali ini, bukan soal politik atau proyek, melainkan urusan pribadi — gugatan cerai terhadap suaminya sendiri.

    Data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) mencatat, perkara perceraian itu terdaftar di Pengadilan Agama (PA) Ponorogo dengan Nomor 1623/Pdt.G/2025/PA.PO. Gugatan tersebut diajukan oleh Indah terhadap suaminya berinisial PU pada 29 Oktober 2025, dan telah melalui dua kali persidangan, masing-masing pada 6 dan 12 November 2025.

    Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Juru Bicara PA Ponorogo, Maftuh Basuni, yang membenarkan bahwa perkara tersebut memang tengah berjalan di lembaganya. “Benar, yang bersangkutan sudah mendaftarkan perkara. Namun untuk lebih lanjut kami belum bisa berkomentar karena perkara tersebut masih dalam proses,” kata Maftuh, Kamis (13/11/2025).

    Maftuh menegaskan, perkara perceraian merupakan sidang tertutup sehingga detail isinya tidak dapat diakses oleh pihak luar. Penegasan ini sekaligus menepis berbagai spekulasi liar di media sosial yang mulai ramai membicarakan alasan perceraian Indah.

    Nama Indah Bekti Pertiwi sendiri sudah lama menghiasi ruang publik Ponorogo, terutama setelah turut diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Jumat, 7 November 2025.

    Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut Indah memiliki peran penting dalam pencarian dana sebesar Rp500 juta bersama seorang pegawai bank bernama Endrika (ED).

    Dana itulah yang kemudian terendus tim KPK dan menjadi pintu masuk OTT. Indah pun disebut-sebut sebagai salah satu saksi kunci yang dapat membuka benang merah dugaan praktik gratifikasi di Ponorogo. Meski status hukumnya masih sebagai saksi, sorotan publik terhadap dirinya seolah tak kunjung reda. (end/kun)

  • Hari Ketiga di Ponorogo, KPK Geledah Kantor DPUPKP

    Hari Ketiga di Ponorogo, KPK Geledah Kantor DPUPKP

    Ponorogo (beritajatim.com) – Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya belum menuntaskan rangkaian penggeledahan di Ponorogo. Memasuki hari ketiga di Bumi Reog, penyidik lembaga antirasuah itu kembali menyasar salah satu dinas teknis strategis, yakni Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kabupaten Ponorogo, pada Rabu (13/11/2025).

    Sekitar pukul 10.45 WIB, tiga unit mobil Toyota Innova hitam masuk ke halaman kantor DPUPKP yang berlokasi di Jalan Gajah Mada, Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo. Seperti dua hari sebelumnya, kedatangan tim KPK mendapat pengamanan ketat dari personel kepolisian bersenjata lengkap.

    Beberapa polisi langsung mengamankan akses keluar-masuk kantor, sementara para penyidik KPK bergerak menuju ruang sekretariat dan sejumlah ruangan lainnya. Aktivitas di lingkungan kantor DPUPKP mendadak berhenti sesaat.

    Hingga berita ini ditulis, proses penggeledahan masih berlangsung. Belum ada keterangan resmi dari pihak KPK mengenai dokumen atau barang bukti apa saja yang menjadi sasaran.

    Namun dari pola penggeledahan sebelumnya, kuat dugaan bahwa langkah ini masih berkaitan dengan kasus dugaan korupsi proyek infrastruktur dan tata kelola keuangan daerah Ponorogo.

    Sebelumnya, selama dua hari berturut-turut, penyidik KPK telah menyisir sejumlah lokasi penting, termasuk ruang kerja Bupati Ponorogo, Sekretaris Daerah, dan kantor Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disbudpora).

    Publik Ponorogo kini menunggu kelanjutan dari penggeledahan maraton yang dilakukan KPK selama tiga hari terakhir. Langkah tegas lembaga antirasuah ini diharapkan mampu membuka tabir dugaan praktik korupsi di tubuh pemerintah daerah, sekaligus menjadi peringatan bagi seluruh aparatur agar bekerja lebih transparan dan akuntabel. [end/beq]

  • Usut Kasus Pemerasan Gubernur Riau, KPK Geledah Kantor BPKAD dan Dinas Pendidikan

    Usut Kasus Pemerasan Gubernur Riau, KPK Geledah Kantor BPKAD dan Dinas Pendidikan

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) pada Rabu (12/11/2025). 

    Dari penggeledahan itu KPK menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) terkait pergeseran anggaran di Provinsi Riau.

    “Dalam lanjutan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi di wilayah Provinsi Riau, Penyidik secara maraton melanjutkan giat penggeledahan di kantor BPKAD dan beberapa rumah pada Rabu (12/11),” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Kamis (13/11/2025).

    Pada hari ini, kata Budi, penyidik lembaga antirasuah akan mengeledah kantor Dinas Pendidikan

    “Tim akan melanjutkan giat penggeledahan di Dinas Pendidikan,” ujar Budi.

    Pada perkara ini, Gubernur Riau Abdul Wahid meminta ‘jatah preman’ sebesar Rp7 miliar. Fee berasal dari penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP dari awalnya Rp71,6 miliar, menjadi Rp177,4 miliar. Ada kenaikan Rp106 miliar.

    Uang diberikan secara berangsur, pada Juni 2025, Ferry selaku Sekda PUPR PKPP Riau mengumpulkan uang dari kepala UPT dengan total Rp1,6 miliar. 

    Dari uang tersebut, atas perintah Arief sebagai representasi Abdul Wahid, Ferry menyalurkan uang Rp1 miliar melalui Dani M Nursalam untuk diserahkan kepada Abdul Wahid.

    Ferry juga memberikan Rp600 juta kepada kerabat Arief. Pada Agustus 2025, Dani menginstruksikan melalui Arief, agar Ferry mengumpulkan uang dengan total Rp1,2 miliar.

    Atas perintah Arief, uang tersebut didistribusikan untuk driver pribadinya sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp300juta.

    KPK juga menetapkan tersangka dan menahan Gubernur Riau Abdul Wahid, M. Arief Setiawan selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau dan Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau.

  • Masih Kasus Gubernur Abdul Wahid, KPK Geledah Kantor BPKAD hingga Dinas Pendidikan Riau

    Masih Kasus Gubernur Abdul Wahid, KPK Geledah Kantor BPKAD hingga Dinas Pendidikan Riau

    Masih Kasus Gubernur Abdul Wahid, KPK Geledah Kantor BPKAD hingga Dinas Pendidikan Riau
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Setelah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Riau, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau dan beberapa rumah lainnya pada Rabu (12/11/2025).
    Penggeledahan itu masih berkaitan dengan pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap
    Gubernur Riau
    , Abdul Wahid.
    “Penyidik secara maraton melanjutkan giat penggeledahan di kantor BPKAD dan beberapa rumah pada Rabu (kemarin),” kata Juru Bicara
    KPK
    , Budi Prasetyo, kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).
    Dari penggeledahan tersebut, penyidik KPK menyita dokumen dan barang bukti elektronik terkait pergeseran anggaran di Provinsi Riau.
    “Hari ini, Kamis, melanjutkan giat penggeledahan di Dinas Pendidikan,” tegas dia.
    KPK menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh masyarakat, khususnya di wilayah Riau, yang terus mendukung penuh penegakan hukum ini.
    “Mengingat, masyarakatlah sebagai pihak yang paling dirugikan akibat korupsi yang secara nyata telah mendegradasi kualitas pembangunan dan pelayanan publik,” jelas dia.
    Sebelumnya, KPK menangkap 10 orang dalam operasi senyap di Riau pada Senin (3/11/2025).
    Mereka di antaranya Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan, Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Ferry Yunanda, dan Tata Maulana yang merupakan orang kepercayaan Abdul Wahid.
    Kemudian, satu orang lain atas nama Dani M. Nursalam yang merupakan Tenaga Ahli Gubernur Riau Abdul Wahid menyerahkan diri pada Selasa (4/11/2025) petang.
    Menurut hasil pemeriksaan, para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Istri Abdul Wahid Curhat ke UAS , Ngaku Uang Dolar Sitaan KPK Tabungan untuk Berobat Anak

    Istri Abdul Wahid Curhat ke UAS , Ngaku Uang Dolar Sitaan KPK Tabungan untuk Berobat Anak

    GELORA.CO – Uang Sitaan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Provinsi terhadap Gubernur Riau dan Kepala Dinas PUPR, memunculkan sejumlah fakta baru, setelah orang dekat Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid buka suara.

    Henny Sasmita istri Gubernur Riau Nonaktif, Abdul Wahid menceritakan perihal sebenarnya kepada Ustadz Abdul Somad (UAS) dan Ustadz Alnofiandri Dinar sebagai sahabat dekat suaminya sebelum ia berangkat ke Jakarta, pasca penetapan suaminya sebagai tersangka.

    Selasa (4/11/2025) pagi setelah Abdul Wahid dibawa ke Jakarta, istri Abdul Wahid datang ke pesantren Az Zahra, pesantren milik UAS di Rimbo Panjang. Ia curhat dan minta doa ke Ustadz Abdul Somad agar diberi kekuatan menghadapi persoalan tersebut.

    Sebab Henny begitu terpukul dengan peristiwa OTT yang menurutnya tidak mungkin dilakukan suaminya dan yakin suaminya tidak melakukan itu.

    Pada saat di Pesantren menurut cerita Ustadz Alnofiandri Dinar, Henny menyampaikan apa perasaannya saat itu. Dia terpukul dengan kejadian itu. Sangat syok serta kaget sekali dengan kejadian ini.

    “Karena sebelumnya tidak pernah informasi terkait ini, kemudian beliau rasanya sangat yakin dengan suaminya, selama di dunia politik sudah lebih 20 tahun, belum pernah ada track record informasi miring terhadap Abdul Wahid,” ujar Alnofiandri .

    Henny Sasmita juga menyampaikan isi hatinya dengan meyakini itu dan selama menjadi Gubernur sering mengingatkan suaminya untuk bekerja lurus dan menjaga nama UAS serta jaga nama Riau, sehingga ia sangat kaget dengan informasi penangkapan suaminya ini.

    Namun ada kejanggalan yang diceritakan Henny Sasmita dari OTT tersebut, terutama uang berbentuk Poundsterling dan Dolar yang disita di kediaman pribadinya di Jakarta, uang tersebut merupakan tabungan untuk anak.

    “Dari informasi beliau, uang itu sengaja ditabung, yang ditargetkan untuk berobat anak beliau, kemudian uang itu sebagian merupakan SPPD dan dana yang sisa dulu, disimpan dalam bentuk valuta asing, sehingga uang itu berasal dari kerja beliau, sebelumnya yang disimpan di Jakarta, dan tidak perlu dibawa ke Pekanbaru karena masih bolak balik ke Jakarta,” ujar Alnofiandri menceritakan.

    Karena lanjut Alnofiandri, Abdul Wahid, selain politikus juga dikenal seorang pengusaha, oleh karena itu, kepentingan terhadap valuta asing itu adalah sebuah kepentingan yang lumrah.

    “Jumlahnya juga tidak besar 800 juta untuk seorang pengusaha dan politikus yang sudah panjang perjalanannya menurut kami jumlah yang sangat lumrah. Oleh karena itu, uang itu adalah dana simpanan bukan sebagai uang setoran,” ujarnya.

    Saat ini istri Abdul Wahid menurut Alnofiandri, karena status Gubernur sudah nonaktif maka sudah kembali pada tugas awal, tugas sebagai pegawai di Badan Penghubung Riau di Jakarta.

    “Begitu suaminya tersangka maka langsung balik ke Jakarta dan menjalankan tugas dinasnya ditengah kondisinya yang masih syok terpukul mental,” jelasnya.

    “Saya harus kuat dan saya harus kuatkan anak saya dan saya harus kembali bekerja. Saya tidak akan peduli apa nanti cakap orang, mau diapakan orang terserah. Yang jelas saya berusaha lagi masuk ke kantor sebagai ASN,” ujar Alnofiandri menirukan pernyataan Henny sebelum berangkat ke Jakarta.

    Saat diskusi dengan istri Abdul Wahid, menurutnya semua tuduhan yang dituduhkan mulai dari Jatah preman dan setoran soal jabatan semuanya dibantah politisi PKB tersebut.

    “Saya diskusi dengan istri Wahid, dibantahnya semua tuduhan itu. Mulai dari Japrem proyek dan Japrem soal jabatan serta tuduhan lainnya,” tegas Alnofiandri.

    Pihaknya berharap masyarakat Riau berbaik sangka dengan Abdul Wahid, dengan hormati hukum ini berjalan. Kemudian meminta sesama orang Riau jangan saling menghakimi dan jangan saling framing sesama.

    “Kita mendoakan agar ini berjalan baik, hasilnya untuk kebaikan negeri dan mudah-mudahan Abdul Wahid bebas tidak ditetapkan sebagai terpidana. Beliau punya niat baik dan membuat program yang baik untuk masyarakat, sampai saat ini berbagai program,” ujarnya.

    Tribunpekanbaru.com mencoba melakukan komunikasi langsung dengan Henny Sasmita namun belum bersedia untuk diwawancarai langsung, karena kondisinya juga masih syok dan trauma berat.

    KPK Sita Rp 1,6 Miliar

    Sebelumya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang Rp 1,6 miliar dalam pecahan Dollar AS, Pound Sterling, dan Rupiah saat operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan Gubernur Riau, Abdul Wahid.

     Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, uang-uang dalam pecahan Dollar AS dan Pound Sterling disita di rumah Abdul Wahid di Jakarta.

    “Dan untuk uang-uang dalam bentuk Dollar AS dan Pound Sterling diamankan di Jakarta. Di salah satu rumah milik saudara AW (Abdul Wahid),” kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

    “Untuk uang-uang yang diamankan dalam bentuk Rupiah itu diamankan di Riau,” sambungnya.

    Budi mengatakan, uang sebesar Rp 1,6 miliar yang disita bukan penyerahan pertama.

    KPK menduga Abdul Wahid sebelumnya sudah pernah menerima penyerahan-penyerahan lainnya.

    “Artinya kegiatan tangkap tangan ini adalah bagian dari beberapa atau dari sekian penyerahan sebelumnya. Jadi sebelum kegiatan tangkap tangan ini diduga sudah ada penyerahan-penyerahan lainnya,” ujarnya.

    Geledah Sejumlah Tempat di Pekanbaru

    Setelah melakukan operasi tangkap tangan terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan perkara tersebut.

    Penyidik KPK telah menggeledah kantor Gubernur Riau Abdul Wahid pada Senin (10/11/2025).

    Sebagai informasi, sebelumnya KPK sudah menggeledah Kantor Dinas PUPR PKPP Riau, rumah dinas hingga rumah pribadi.

    Saat menyambangi kantor Gubernur, tim penyidik KPK datang menggunakan delapan unit mobil dan langsung memasuki kantor berlantai tiga itu, dengan pengawalan personel Brimob Polda Riau bersenjata. 

    Hari ini Rabu (12/11/2025), KPK terlihat mendatangi kantor Dinas BPKAD Riau.

    Setelah enam jam lebih melakukan penggeledahan, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya meninggalkan Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau, Rabu (12/11/2025) sore.

    Pantauan di lokasi, tim KPK keluar dari gedung yang berlokasi di Jalan Cut Nyak Dien, Pekanbaru itu sekitar pukul 15.14 WIB. Berbeda dari penggeledahan sebelumnya, kali ini penyidik tampak tidak membawa koper yang berkas seperti penggeledahan di beberapa lokasi sebelumnya.

    Terlihat hanya satu kotak karton air mineral saja yang dibawa oleh petugas KPK. Kotak itu kemudian dimasukkan ke bagasi salah satu mobil yang ditumpangi tim KPK.

    Menurut keterangan seorang pegawai yang bertugas di Kantor BPKAD Riau, petugas KPK tiba di lokasi sejak pagi.

    “Iya dari pagi bang, sekitar jam 9 lah, lama juga mondar-mandir sampai sore ni baru keluar,” ujar seorang pegawai yang meminta namanya tidak ditulis.

  • Akun Selebgram Ponorogo Indah Bekti Pertiwi Dikunci Usai Namanya Disebut KPK

    Akun Selebgram Ponorogo Indah Bekti Pertiwi Dikunci Usai Namanya Disebut KPK

    Ponorogo (beritajatim.com) – Akun Instagram milik selebgram asal Ponorogo, Indah Bekti Pertiwi (IBP), mendadak dikunci setelah namanya disebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi yang menjerat sejumlah pejabat setempat.

    Pantauan beritajatim.com pada Kamis (13/11/2025), akun Instagram @indah_bekti_pertiwi dengan pengikut sekitar 14 ribu orang kini sudah tidak dapat diakses publik alias diprivat.

    Langkah ini dilakukan tak lama setelah KPK mengumumkan hasil operasi tangkap tangan (OTT) di Ponorogo yang menyeret sejumlah pihak, termasuk Indah Bekti Pertiwi yang disebut sebagai “teman dekat” Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono, yang kini juga telah berstatus tersangka.

    Sebelumnya, penyidik KPK juga menggeledah rumah mewah milik Indah Bekti Pertiwi di Jalan Kawung, Kelurahan Ronowijayan, Ponorogo, pada Rabu (12/11/2025) sore.

    Penggeledahan itu dilakukan setelah tim KPK memeriksa kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Ponorogo.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa operasi tangkap tangan dilakukan pada 7 November 2025, dengan mengamankan 13 orang, termasuk Indah Bekti Pertiwi.

    “Maka pada tanggal 7 November 2025, teman dekat YUM (Yunus Mahatma) yaitu saudari IBP (Indah Bekti Pertiwi) berkoordinasi dengan Saudari ED (Endrika), selaku pegawai Bank Jatim, untuk mencairkan uang Rp500 juta,” kata Asep Guntur dalam keterangannya di Gedung KPK, Jakarta, beberapa waktu lalu.

    Dalam OTT tersebut, KPK menetapkan empat tersangka, yaitu Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekda Agus Pramono, Direktur RSUD dr. Harjono Yunus Mahatma, serta Sucipto dari pihak swasta.

    Sumber beritajatim.com menyebutkan, selain terseret kasus korupsi, Indah Bekti Pertiwi juga tengah menggugat cerai suaminya di Pengadilan Agama Ponorogo.

    Namun hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak IBP terkait kasus maupun kondisi rumah tangganya.

    KPK menyatakan akan terus menelusuri aliran dana dalam kasus tersebut, termasuk dugaan peran sejumlah pihak non-pemerintah yang diduga membantu proses pencairan dan penggunaan uang hasil korupsi. (ted)

  • Rumah Mewah ‘Teman Dekat’ Direktur RSUD Ponorogo Ikut Digeledah KPK

    Rumah Mewah ‘Teman Dekat’ Direktur RSUD Ponorogo Ikut Digeledah KPK

    Ponorogo (beritajatim.com) – Bukan hanya dokumen yang dikejar, mungkin jejak perasaan juga turut terendus dalam operasi senyap KPK kali ini di Bumi Reog.

    Ya, Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggeledah berbagai tempat di Ponorogo. Tempat-tempat yang digeledah, patut diduga masih berkaitan dengan kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menyeret Bupati Sugiri Sancoko jadi tersangka.

    Salah satunya menggeledah rumah mewah dari Indah Bekti Pertiwi (IBP), yang dalam rilis KPK disebut sebagai ‘teman dekat’ dari Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono yang kini statusnya juga sebagai tersangka.

    Penggeledahan di rumah gedong yang berada di Jalan Kawung Kelurahan Ronowijayan tersebut, dilakukan penyidik KPK usai menggeledah kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Ponorogo pada Rabu (12/11/2025) sore.

    Dalam pemaparan KPK beberapa waktu yang lalu, IBP berkoordinasi dengan Endrika selaku pegawai bank, untuk mencairkan uang senilai Rp500 juta. Uang tersebut untuk diserahkan direktur Yunus Mahatma kepala Bupati Sugiri melalui Ninik yang merupakan kerabat sang bupati.

    Plt Deputi Pendindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu menyatakan tangkap tangan dilakukan pada 7 November lalu dengan mengamankan 13 orang salah satunya Indah Bekti Pertiwi (IBP).

    “Maka pada tanggal 7 November 2025, teman dekat YUM (Yunus Mahatma) yaitu saudari IBP (Indah Bekti Pertiwi) berkoordinasi dengan Saudari ED (Endrika) selaku pegawai Bank Jatim untuk mencairkan uang Rp500 juta” kata Asep Guntur dalam keterangan di gedung KPK Jakarta beberapa waktu lalu.

    IBP menjadi salah satu dari 13 orang yang diamankan dalam OTT KPK beberapa waktu yang lalu. Dari jumlah itu, KPK menetapkan 4 tersangka, yakni Bupati Sugiri, Sekda Agus Pramono, Direktur Yunus dan Sucipto (pihak swasta). (end/ted)

  • KPK Sita Dokumen Negosiasi Terkait Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina

    KPK Sita Dokumen Negosiasi Terkait Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur PT Pasifik Cipta Solusi periode 2018-2024 berinisial RJS terkait dugaan korupsi pengadaan digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero) periode 2018 – 2023.

    RJS diperiksa pada hari ini, Rabu (12/11/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. RJS dimintai keterangan terkait perkara tersebut dan penyidik KPK melakukan penyitaan dokumen negosiasi pengadaan electronic data capture (EDC).

    “Hari ini Penyidik melakukan pemeriksaan dan penyitaan dokumen terkait proses klarifikasi negosiasi pengadaan EDC dari saksi RJS,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis, Rabu (12/11/2025).

    Pasalnya, KPK menduga ada 23 ribu mesin EDC yang diduga dikorupsi dalam proyek ini. KPK juga bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan sampling pengecekan mesin EDC di sejumlah SPBU yang tersebar di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, dan Banten.

    Kerja sama dengan BPK sekaligus bertujuan untuk menghitung kerugian negara dari perkara tersebut guna kebutuhan aset recovery. 

    Sekadar informasi, kasus yang menyeret perusahaan pelat merah itu naik ke tahap penyidikan pada 20 Januari 2025.

    Pada 31 Januari 2025, KPK telah menetapkan 3 tersangka dalam perkara ini. Namun identitas para tersangka belum diumumkan.

    Pengungkapan salah satu tersangka baru diumumkan pada 6 Oktober 2025, yakni Elvizar (EL) merupakan Direktur PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) saat kasus digitalisasi SPBU, dan Direktur Utama PCS di kasus mesin EDC.

    Dia juga tersangka di kasus pengadaan mesin electronic data capture di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero).

  • KPK Selidiki Kasus Baru Dugaan Korupsi Fasilitas Jemaah Haji

    KPK Selidiki Kasus Baru Dugaan Korupsi Fasilitas Jemaah Haji

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki kasus dugaan korupsi terkait pengadaan fasilitas bagi jemaah haji. Namun Perkara ini berbeda dengan dugaan kasus korupsi kuota haji.

    Asep sebelumnya menjelaskan bahwa KPK mendeteksi dugaan korupsi pengadaan fasilitas haji di lingkungan BPKH mulai dari fasilitas katering, penginapan, hingga jasa pengiriman barang bagi jemaah.

    “(Perkara) terpisah,” Kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Rabu (12/11/2025).

    Namun Asep belum bisa menjelaskan lebih detail terkait perkara tersebut karena belum naik ke tahap penyidikan seperti kasus kuota haji 2024.

    “Tentang keterlibatan BPKH dan lain-lain. Nah, kami juga, tapi ini kan belum naik penyidikan nih, jadi belum bisa disampaikan secara detail,” kata Asep, Senin (10/11).

    Asep menyampaikan pihaknya akan menyelidiki penggunaan anggaran untuk memenuhi fasilitas para jemaah selama di Arab Saudi. Salah satunya adalah harga sewa fasiltas yang ditentukan berdasarkan jarak.

    “Jadi di sana itu, berdasarkan kedekatan ya, jadi tempat, ini salah satu clue-nya itu berdasarkan tempat tinggal itu, tempatnya seberapa jauh dari Masjidil Haram, seberapa jauh dari Mina, Padang Arafah di Mina, seberapa jauh dari sana, kan seperti itu. Makin dekat ke sana-kemari, itu transportasinya makin mudah, itu makin mahal. Kemudian menu makanan dan lain-lain itu makin mahal, makin bagus makin mahal. Kelayakan tempat dan lain-lain makin mahal,” ujarnya.

    Menanggapi perkara tersebut, BPKH menyatakan mendukung penuh langkah KPK karena bagian dari upaya bersama dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas dari korupsi.

    BPKH menyampaikan akan bersikap kooperatif dan terbuka sepenuhnya, termasuk dalam memberikan data dan informasi yang dibutuhkan untuk membantu memperjelas duduk persoalan

    “BPKH memastikan kepada seluruh Jemaah Haji Indonesia dan masyarakat luas bahwa pengelolaan dana haji tetap berlangsung secara profesional, aman, dan akuntabel. Dalam seluruh aktivitasnya, BPKH berkomitmen kuat untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), yang meliputi Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Keadilan,” ungkap Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah, Rabu (12/11/2025).