Kementrian Lembaga: KPK

  • Rezim Jokowi Manfaatkan Kekuasaan Buat Kepentingan Pribadi & Politik

    Rezim Jokowi Manfaatkan Kekuasaan Buat Kepentingan Pribadi & Politik

    GELORA.CO – Seorang pejabat di Kementerian Perhubungan mengungkapkan kesaksian yang mengejutkan berbagai pihak terkait dugaan korupsi yang melibatkan Menteri Perhubungan era Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), Budi Karya Sumadi.

    Dalam persidangan kasus korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan (DJKA), pejabat tersebut mengaku diperintahkan untuk mengumpulkan dana guna mendukung kampanye pemilihan Presiden Joko Widodo-Maruf Amin pada Pilpres 2019.

    Pengamat politik, Rocky Gerung dan Jurnalis Senior Hersubeno Arief dalam podcast Rocky Gerung Official menilai, keterlibatan Budi Karya Sumadi, yang dikenal sebagai salah satu orang kepercayaan Jokowi, menambah bobot dugaan tersebut.

    “Sekarang, ada seorang pejabat di Kementerian Perhubungan yang membawahi soal perkeretaapian, yang menjadi saksi dalam kasus korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Dia mengaku ditugaskan oleh Menteri Perhubungan saat itu, Budi Karya Sumadi, untuk mengumpulkan uang bagi kampanye Pilpres 2019. Ini menunjukkan bagaimana sistem kekuasaan saat itu digunakan untuk mendesain penggalangan dana melalui berbagai hierarki birokrasi, dari kementerian hingga kontraktor proyek,” ujar Rocky dalam podcastnya Rocky Gerung Official seperti dikutip Optika.id, Jumat (17/1/2025).

    Rocky menjelaskan, dugaan ini menguatkan tuduhan sebelumnya bahwa rezim Jokowi memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan politik. Dia menyoroti hierarki sistemik dalam kasus ini, di mana menteri memerintahkan direktur jenderal, yang kemudian memberi tekanan kepada kepala dinas dan seterusnya hingga tingkat kontraktor.

    “Ini bukan hanya korupsi biasa, tetapi korupsi yang terorganisasi dengan baik dalam satu orkestrasi kekuasaan. Fakta-fakta yang baru dibuka ini menunjukkan bahwa ada orkestrasi yang terjadi dalam pengumpulan dana untuk pemilu, di mana Presiden Jokowi memerintahkan menterinya, menteri memerintahkan dirjen, dirjen memerintahkan kepala dinas, dan seterusnya,” jelasnya gamblang.

    Dia juga menyebut bahwa modus seperti ini memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan secara sistematis untuk memaksimalkan pengumpulan dana demi melanggengkan posisi kekuasaan.

    “Jika kita telusuri lebih lanjut, akan terlihat ke mana arah dari kasus korupsi ini. Tidak mungkin kasus ini terus disembunyikan,” sambungnya.

    Menurutnya, pengungkapan ini menunjukkan bahwa ada tim yang dibentuk untuk kepentingan Pemilu 2019, dengan pengumpulan uang yang terjadi di wilayah-wilayah yang dikendalikan oleh pemerintah.

    “Jika pejabat-pejabat di kementerian atau BUMN dipaksa mengumpulkan uang untuk kepentingan pemilu, artinya ada pola korupsi yang sama di seluruh sistem,” ujarnya.

    Sesuai Penilaian OCCRP

    Rocky juga menegaskan bahwa rezim Jokowi ini sesuai dengan penilaian lembaga OCCRP yang menyebutkan pemerintahan ini terlibat dalam praktik korupsi.

    Rocky juga semakin yakin bahwa pengakuan ini memperkuat label yang diberikan OCCRP terhadap Jokowi sebagai pemimpin korup. Dia menyebutkan bahwa sertifikasi tersebut bukan tuduhan tanpa dasar, melainkan sebuah kenyataan yang mulai terbongkar.

    Kasus ini diperkirakan akan membuka lebih banyak fakta lain di berbagai kementerian dan lembaga. Rocky mendesak para pejabat yang mengetahui atau pernah dipaksa terlibat dalam praktik korupsi di era Jokowi untuk bersuara dan melapor ke KPK. Menurutnya, langkah ini penting untuk mengembalikan moralitas politik dan demokrasi di Indonesia.

    “Kejujuran adalah kunci. Mereka yang pernah ditekan untuk korupsi demi mendukung rezim harus berani mengungkapkan kebenaran. Ini bukan soal balas dendam, melainkan pemulihan integritas bangsa,” tegasnya.

    Dengan pendekatan deduktif, Rocky menduga bahwa hampir seluruh kementerian, BUMN, dan instansi pemerintah berada dalam tekanan untuk menyumbang dana demi kepentingan politik Jokowi.

    Dia menggambarkan ini sebagai bentuk pemerasan terstruktur, yakni pejabat dipaksa mengumpulkan dana untuk kampanye Jokowi-Amin pada Pilpres 2019 dengan cara yang melanggar hukum dan etika.

    “Ini adalah pemerasan, yang merupakan bentuk korupsi,” tukasnya.

    Menurutnya, pengungkapan ini menunjukkan bahwa korupsi bukanlah insiden terisolasi, melainkan praktik yang merasuki banyak lini pemerintahan. Dia menekankan bahwa dugaan korupsi di era Jokowi tampaknya dilakukan secara sistematis dan terorganisir.

    Dia mengkritik rezim Jokowi yang cenderung menyembunyikan praktik-praktik korupsi dan menyebut pengakuan pejabat Kemenhub ini sebagai pintu gerbang untuk mengungkap lebih banyak fakta besar lainnya.

    Tanggung Jawab Pemerintahan Prabowo

    Rocky menekankan bahwa era pemerintahan Presiden Prabowo, yang baru berjalan beberapa bulan ini, memiliki tanggung jawab besar untuk menuntaskan kasus-kasus seperti ini.

    “Prabowo telah berjanji memberantas korupsi, dan ini adalah momen untuk membuktikan komitmen tersebut,” ungkapnya.

    Dia menambahkan bahwa keberanian KPK dan penegak hukum lainnya akan diuji, mengingat laporan-laporan dugaan korupsi yang melibatkan Jokowi dan lingkarannya selama ini sering kali terhenti tanpa kejelasan.

    “Sekarang saatnya untuk membuka semuanya, agar tidak ada lagi kebohongan,” ujarnya.

    Rocky juga mengingatkan agar aparat penegak hukum tidak gentar menghadapi tekanan politik dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan!

    Sidang Kasus Korupsi DJKA

    Diketahui, para pejabat di lingkungan Kementerian Perhubungan diduga ditugasi mengumpulkan uang untuk membantu pemenangan Presiden ke-7 RI Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2019.

    Hal tersebut terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) dengan terdakwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Bagian Tengah Yofi Okatriza di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (13/1/2025), dengan agenda pemeriksaan mantan Direktur Sarana Transportasi Jalan Kemenhub Danto Restyawan sebagai saksi.

    Danto mengatakan pada tahun 2019, Direktur Prasarana Kemenhub Zamrides yang mendapat tugas dari Menteri Perhubungan untuk mengumpulkan uang sekitar Rp5,5 miliar guna keperluan pemenangan pada pilpres.

    Saat itu, Danto masih menjabat sebagai Direktur Lalu Lintas Kereta Api Kemenhub. Dia menuturkan uang tersebut dikumpulkan dari para PPK di DJKA yang bersumber dari para kontraktor proyek perkeretaapian.

    “Informasinya Pak Zamrides diminta untuk lari ke luar negeri sementara karena terpantau oleh KPK,” katanya pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi itu.

    Kemudian, Danto diperintahkan oleh Menhub untuk menjadi pengganti Zamrides sebagai pengumpul dana dari para PPK.

    Ia menjelaskan ada sembilan PPK yang menyetor masing-masing sekitar Rp600 juta, termasuk terdakwa Yofi Akatriza.

    Setoran lain yang berasal dari fee kontraktor, kata Danto, ditujukan untuk membeli 25 ekor hewan kurban.

    Selain itu, Biro Umum Kementerian Perhubungan juga diminta patungan sebesar Rp1 miliar untuk keperluan bahan bakar pesawat Menhub saat kunjungan ke Sulawesi.

    Sementara secara pribadi, Danto menerima uang dari terdakwa Yofi Okatriza sebesar Rp595 juta yang seluruhnya telah dikembalikan melalui penyidik KPK.

    Sebelumnya, mantan PPK Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Bagian Tengah Yofi Okatriza menerima suap Rp55,6 miliar dari belasan kontraktor pelaksana proyek di wilayah Purwokerto dan sekitarnya pada kurun waktu 2017 hingga 2020.

    Selain uang, terdakwa juga menerima hadiah berupa barang dengan nilai mencapai Rp1,9 miliar.

    Operasi Tangkap Tangan KPK

    Dugaan korupsi DJKA Kementerian Perhubungan ini bermula dari operasi tangkap tangan pada April 2023. KPK awalnya menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan pemberian suap proyek pembangunan dan pemeliharaan rel di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Enam dari 10 tersangka itu berperan sebagai pemberi suap. Sedangkan empat lainnya adalah penerima suap.

    Belakangan, jumlah trsangka bertambah menjadi 17 orang dan satu perusahaan. Salah satunya adalah Yofi Oktarisza yang pernah menjadi PPK BTP Semarang pada 2017 hingga 2021.

    Seperti dilansir Majalah Tempo dalam laporannya berjudul Siapa Saja Penikmat Duit Korupsi Proyek Rel Kereta Api, sejumlah nama diduga menerima aliran dana dari duit haram tersebut. Salah satunya adalah seseorang yang diklaim sebagai kerabat dekat Presiden Jokowi, yaitu Wahyu Purwanto. Dia diduga turut menikmati uang suap itu.

    Hal ini berdasarkan sejumlah fakta penting yang terungkap dalam persidangan dan salinan putusan Harno Trimadi, mantan Direktur Prasarana Perkeretaapian. Dia adalah salah satu tersangka dalam kasus korupsi tersebut.

    Harno terbukti menerima suap sebesar Rp 3,2 miliar dari pengusaha pelaksana proyek rel kereta api Jawa Tengah, Dion Renato Sugiarto. Akibat perbuatannya, dia pun divonis lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta pada 11 Desember 2023.

    Dalam persidangan, Harno mengungkapkan mengenal Wahyu Purwanto setelah dikenalkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Harno menuturkan, Menteri Budi kerap menitipkan kenalannya untuk menggarap proyek kereta api. “Wahyu berpartisipasi memberikan Rp 100 juta,” kata Harno seperti tertulis dalam putusannya.

    Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi sudah memeriksa Wahyu sebagai saksi pada Kamis, 30 November 2023 lalu. Nama Wahyu juga disebut Dion Renato, terdakwa kasus korupsi rel kereta api, dalam persidangannya pada 16 November 2023.

  • KPK Sebut 23 Pejabat Kabinet Merah Putih Belum Serahkan LHKPN

    KPK Sebut 23 Pejabat Kabinet Merah Putih Belum Serahkan LHKPN

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan 23 pejabat pembantu Presiden Prabowo Subianto di Kabinet Merah Putih belum menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

    “Tercatat dari total 124 wajib lapor, sejumlah 101 telah menyampaikan LHKPN-nya, atau mencapai sekitar 81%,” kata Anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Jumat (17/1/2025).

    Budi menjelaskan dari 52 menteri/kepala lembaga setingkat menteri di kabinet Prabowo, baru 46 pejabat yang melaporkan LHKPN ke KPK. Lalu dari 57 wakil menteri/wakil kepala lembaga setingkat menteri, ada 46 di antaranya telah menyampaikan laporan harta kekayaan.

  • Penambahan Reses DPD Dianggap Bebani APBN

    Penambahan Reses DPD Dianggap Bebani APBN

    loading…

    Pelantikan 152 anggota DPD periode 2024-2029 dalam Sidang Paripurna di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, pada 1 Oktober 2024. Foto/Dok. SINDOphoto/Arif Julianto

    SURABAYA – Jumlah masa reses di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada rentang Oktober-Desember 2025 bertambah. Dari yang seharusnya satu kali menjadi dua kali.

    Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho mengkritik keras kebijakan penambahan jumlah masa reses tersebut. Keputusan menambah jumlah reses dari empat kali menjadi lima kali pada tahun persidangan terakhir dianggap tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan dapat berujung pada pelanggaran prinsip pengelolaan keuangan negara.

    Sebab, masa reses DPD harus mengikuti masa reses DPR. Sedangkan di rentang Oktober hingga Desember 2025, DPR hanya satu kali reses. “Selain melanggar UU MD3, penambahan reses membebani APBN. Ini mencerminkan para pembuat kebijakan di DPD tidak memiliki sense of crisis,” kata Hardjuno di Surabaya, Jumat (16/1/2025).

    Hardjuno menegaskan, uang pajak rakyat yang dipakai untuk membiayai penambahan reses anggota DPD ini sangat besar. Bahkan angkanya mencapai miliaran rupiah.

    “Kalau tidak salah setiap orang menerima lebih kurang Rp350 juta sekali reses. Sedangkan jumlah anggota DPD sekarang 152 orang. Jadi dikalikan saja, berapa uang APBN yang terkuras untuk penambahan reses DPD RI ini,” ujarnya.

    Peneliti studi perampasan aset di beberapa negara itu mengatakan penambahan reses DPD bisa dianggap tidak sesuai dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam UU yang mengatur pengelolaan keuangan negara. “Selama ini jadwal sidang dan reses DPD telah disinkronkan dengan DPR untuk memastikan fungsi legislasi, pengawasan, dan representasi berjalan efektif,” tuturnya.

    Dalam pandangan Hardjuno, langkah penambahan reses ini dapat mencederai prinsip-prinsip tata kelola keuangan negara. “Kami minta stop menghambur-hamburkan dana APBN untuk kegiatan reses ini,” tandasnya.

    Hardjuno juga menguraikan perilaku korup tidak hanya berbentuk tindakan melawan hukum secara langsung, tetapi juga yang tidak mematuhi prinsip-prinsip dasar pengelolaan keuangan negara. Dalam konteks ini, prinsip keadilan, transparansi, dan tanggung jawab harus tetap ditegakkan.

    Karenanya, dia berharap kritik ini dapat menjadi perhatian bagi pimpinan DPD agar lebih bijak dalam membuat kebijakan anggaran. “Kami harapkan, semua pihak yang terlibat bersikap terbuka terhadap kritik dan segera mengambil langkah korektif untuk memperbaiki kebijakan yang telah diambil,” tuturnya.

    Sebelumnya, Indonesian Corrupt Workflow Investigation (ICWI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan pelanggaran yang terjadi. Menurut ICWI, penambahan jumlah reses yang tidak sesuai aturan berimplikasi pada penggunaan anggaran negara yang tidak semestinya, terutama di tengah kondisi fiskal negara yang defisit.

    (poe)

  • 7
                    
                        Mobil Porsche yang Digunakan Pegawai KPK Gadungan Peras Pejabat Bogor Dikembalikan
                        Bandung

    7 Mobil Porsche yang Digunakan Pegawai KPK Gadungan Peras Pejabat Bogor Dikembalikan Bandung

    Mobil Porsche yang Digunakan Pegawai KPK Gadungan Peras Pejabat Bogor Dikembalikan
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com –
    Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibinong memutuskan untuk mengembalikan sejumlah
    barang bukti
    kepada terdakwa
    kasus penipuan
    dan pemerasan terhadap pejabat
    Dinas Pendidikan
    (Disdik) Kabupaten Bogor,
    Yusuf Sulaeman
    (33).
    Barang bukti
    yang dikembalikan ke pria yang mengaku pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, yakni satu unit mobil Porsche, Toyota Alphard, dan sejumlah barang branded lainnya.
    “Menimbang bahwa terhadap barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan berupa satu unit mobil Porsche, Alphard, satu buah tas warna hitam, dan hand bag akan dikembalikan kepada terdakwa,” ucap Ketua Majelis Hakim saat membacakan vonis terhadap Yusuf dalam sidang putusan di PN Cibinong, Jumat (17/1/2025).
    Sementara itu, untuk barang bukti handphone merek iPhone 15 Pro Max warna titanium dirampas negara.
    Sebab, iPhone tersebut dipergunakan terdakwa sebagai alat komunikasi kejahatan untuk memeras korban pejabat.
    Kuasa Hukum Yusuf, Berto Harianja, menilai keputusan hakim sudah benar karena mobil Porsche tidak berhubungan dengan tindak pidana yang dilakukan terdakwa.
    “Barang bukti mobil dikembalikan ke terdakwa ya karena secara logika kerugian negara apa dalam hal ini. Tidak ada kerugian negara,” ucap Berto.
    Lebih lanjut ia menegaskan bahwa mobil Porsche itu dibeli bukan dari hasil memeras pejabat, melainkan hasil kerja terdakwa sebagai kontraktor di Kota Bogor.
    “Kan mobil itu juga sudah kita buktikan pembeliannya, dibeli kapan, asal uangnya, bukti pembeliannya lengkap dilampirkan di dalam pembelaan kita. Jadi pembelian mobil itu jelas asal uangnya dari mana, jadi bukan uang dari Warman atau Yanto (pejabat Disdik yang diperas) yang digunakan untuk membeli. Jadi memang layak dan sepatutnya harus dikembalikan ke terdakwa,” kata dia.
    Dalam kasus ini, mobil Porsche warna putih tersebut dikendarai Yusuf saat mendatangi pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor.
    Pria yang berprofesi sebagai kontraktor ini juga mengenakan jaket hitam agar seolah-olah seperti pegawai KPK.
    Hal itu ia lakukan supaya sandiwaranya bisa meyakinkan korbannya, YP, pejabat Disdik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor.
    Kepada korban, Yusuf mengaku sebagai pegawai Bidang Informasi dan Data KPK.
    Pria berkacamata ini kemudian menunjukkan foto surat panggilan KPK yang ada di ponselnya kepada YP.
    Yusuf lantas berdalih, agar tak dipanggil KPK, korban diminta menyerahkan sejumlah uang.
    Karena ketakutan, korban akhirnya menyerahkan uang Rp 700 juta dalam tiga tahap atau selama periode 2023-2024.
    Sementara uang hasil pemerasan, merupakan uang pribadi para pejabat Disdik yang patungan untuk diberikan ke Yusuf saat terjadi pemerasan pada periode 2022-2024.
    Korban atau pejabat tersebut disebut telah ikhlas dalam memberikan uang ke Yusuf.
    Kuasa hukum pun tidak mengetahui asal-usul uang yang diberikan ke Yusuf, apakah hasil korupsi pengadaan e-katalog di Dinas Pendidikan atau tidak.
    “Kita tidak tahu (sumber uang) itu, apakah pelapor korupsi atau tidak. Yang jelas keterangan fakta di persidangan, pelapor menyampaikan bahwa itu uang pribadi. Mereka patungan memberikannya ke Yusuf. Itu mereka ikhlas dalam memberikannya,” ujarnya.
    “Jadi harus kita gali lagi asalnya dari mana. Tapi itu juga sudah kita gali dan mereka menyampaikan bahwa itu uang pribadi mereka,” imbuh Berto.
    Pejabat yang memberi uang kepada Yusuf tidak dijatuhi hukuman.
    “Dalam pemberian uang tersebut, untuk hal itu tidak terbukti karena ini pasal penipuan. Jika pasalnya dikenakan suap, maka pemberi dan penerima baru dikenakan. Karena ini pasalnya penipuan, maka yang memberi (pejabat) pun tidak dikenakan hukum,” pungkasnya.
    Dalam sidang tuntutan yang berlangsung pada Jumat kemarin, terungkap fakta bahwa terdakwa melakukan penipuan terhadap korban (pejabat) selama kurun waktu 2022 sampai 2024 dengan modus sama di kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Walkot Semarang: KPK Tahan 2 Tersangka, Mbak Ita Mangkir Pemeriksaan

    Kasus Walkot Semarang: KPK Tahan 2 Tersangka, Mbak Ita Mangkir Pemeriksaan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, Jumat (17/1/2025). 

    Dua orang tersangka itu seluruhnya merupakan pihak swasta, yakni Ketua Gapensi Semarang Martono serta Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa P. Rachmat Utama Djangkar. 

    “Penahanan dilakukan untuk 20 hari ke depan sampai dengan tanggal 5 Februari 2025. Kedua tersangka akan ditahan di Rutan KPK,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Jumat (17/1/2025).

    Tessa menjelaskan, Martono ditetapkan tersangka dan ditahan lantaran diduga menerima gratifikasi bersama dua orang tersangka lainnya yaitu Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita serta Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah Alwin Basri.

    Sementara itu, tersangka Rachmat Djangkar ditetapkan tersangka dan ditahan lantaran dugaan suap pengadaan meja dan fabrikasi sekolah dasar di Dinas Pendidikan Kota Semarang. 

    Adapun dua tersangka lain yang merupakan penyelenggara negara yakni Mbak Ita dan Alwin, suaminya, masih belum ditahan karena belum memenuhi panggilan pemeriksaan hari ini. 

    Tessa menjelaskan bahwa Ita dan Alwin telah mengonfirmasi ketidakhadirannya ke penyidik KPK hari ini. Menurut Tessa, Ita tidak hadir lantaran sudah memiliki kegiatan yang terjadwal dan tidak bisa ditinggalkan. 

    Sementara itu, Alwin tidak hadir karena masih mempersiapkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. “Keduanya minta pemeriksaan ditunda,” terang Tessa, pada keterangan terpisah. 

    Sekadar informasi, Mbak Ita dan tiga orang tersangka lainnya ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi berupa pengadaan barang dan jasa, gratifikasi serta pemerasan terhadap pegawai negeri atas insentif pemungutan pajak dan retribusi Semarang.

  • Isu Politik Terkini: Kemungkinan Gibran dan Jokowi Gabung Golkar lewat MKGR hingga 100 Hari Presiden Prabowo Subianto

    Isu Politik Terkini: Kemungkinan Gibran dan Jokowi Gabung Golkar lewat MKGR hingga 100 Hari Presiden Prabowo Subianto

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah isu politik terkini menjadi fokus pembaca pada Jumat (17/1/2025). Berita kemungkinan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bergabung dengan Partai Golkar menjadi isu politik yang hangat diperbicangkan pembaca Beritasatu.com.

    Isu politik lainnya, terkait kinerja 100 hari Presiden Prabowo Subianto, anggaran makan bergizi gratis yang ditambah Rp 100 triliun, hingga politisi PDIP Maria Lestari diperiksa KPK terkait kasus Hasto Kristiyanto.

    Berikut isu politik terkini Beritasatu.com.

    1. Jokowi Buka Suara Soal Gabung Golkar melalui MKGR
    Jokowi buka suara terkait peluang bergabung dengan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). Ormas pendiri Partai Golkar itu merayakan HUT ke-65 pada Sabtu (18/1/2025).

    Namun, Jokowi belum menerima undangan untuk hadir ke HUT MKGR. Padahal Ketua Umum MKGR Adies Kadir sebelumnya bilang akan menyiapkan tempat khusus untuk Jokowi.

    Saat ditanya soal apakah dirinya akan menerima tawaran untuk bergabung ke Partai Golkar melalui MKGR, Jokowi tak menjawab dengan pasti. Jokowi hanya tersenyum ke wartawan ketika ditanyai apakah kehadirannya di HUT MKGR nanti menjadi sinyal bergabung dengan ormas tersebut.

    2. Kabar Gibran Masuk Golkar Lewat MKGR, Bahlil: Kita Lihat Nanti
    Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia angkat bicara soal menguatnya isu Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bakal bergabung dengan partai berlambang pohon beringin tersebut.

    Bahlil meminta awak media dan masyarakat bersabar dan menanti kemungkinan Gibran bergabung di organisasi sayap partai Golkar, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Sabtu (18/1/2025).

    Diketahui, MKGR akan menggelar acara rakernas, rapat Majelis Permusyawaratan Organisasi (MPO) dan acara puncak HUT ke-65 MKGR pada Sabtu (18/1/2025) dari pagi hingga malam hari. Hanya saja, Bahlil tidak mengetahui detail acara MPO hingga puncak HUT ke-65 MKGR tersebut. Pasalnya, dirinya juga menjadi undangan di acara tersebut dan teknis kegiatannya menjadi kewenangan MKGR.

    3. Prabowo Bakal Tambah Anggaran Makan Bergizi Gratis, Rp 100 Triliun untuk 82,9 Juta Penerima Manfaat
    Selain berita kemungkinan Jokowi dan Gibran gabung Golkar, isu politik lainnya yang juga menjadi perbincangan hangat yakni Presiden Prabowo Subianto berencana mempercepat perluasan program makan bergizi gratis (MBG) untuk mencapai target 82,9 juta penerima manfaat pada akhir 2025.

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebut akan ada tambahan anggaran dari Rp 71 triliun menjadi Rp 100 triliun. Dadan menyebutkan bahwa berdasarkan hitungan BGN, tambahan anggaran menjadi Rp 100 triliun sudah cukup untuk target 82,9 juta penerima manfaat.

    Selain itu, Dadan menekankan program makan bergizi gratis  juga bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya lokal dalam rantai pasok makanan bergizi.

    4. Apresiasi 100 Hari Kerja Presiden Prabowo: Program Prorakyat Jadi Sorotan
    Apresiasi diberikan terkait kinerja luar biasa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto selama 100 hari kerja. Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024, berbagai program inovatif telah diluncurkan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

    Ketua Harian DPP Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Anan Wijaya memaparkan sejumlah program unggulan yang telah berhasil dilaksanakan. Pertama, program makan bergizi gratis (MBG). Program ini mendapatkan respons positif, terutama dari anak-anak sekolah karena mendukung kebutuhan nutrisi generasi muda.

    5. Diperiksa KPK, Maria Lestari Bantah Komunikasi dengan Hasto Terkait PAW
    Anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Maria Lestari menepis dugaan dirinya berkomunikasi dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto (HK) terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 lalu.

    Hal itu disampaikannya seusai diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikannya, Jumat (17/1/2025). Total ada tiga tersangka dalam kasus tersebut yakni Harun Masiku (HM) yang kini buron; Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto (HK); dan tangan kanan Hasto, Donny Tri Istiqomah (DTI).

    Demikian berita-berita politik terkini yang menarik perhatian pembaca Beritasatu.com, di antaranya terkait kemungkinan Jokowi dan Gibran gabung Golkar.

  • Hasto PDIP: Banyak Pakar Hukum Siap Bantu Saya Memperjuangkan Keadilan – Page 3

    Hasto PDIP: Banyak Pakar Hukum Siap Bantu Saya Memperjuangkan Keadilan – Page 3

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap menghadapi praperadilan yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK).

    Praperadilan ini diajukan oleh Hasto ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait dengan penetapannya sebagai tersangka atas kasus Harun Masiku.

    “Ya, KPK menghormati tindakan hukum yang diambil pihak tersangka, saudara HK, untuk mengajukan praperadilan. KPK tentunya akan menghadapi proses praperadilan tersebut dengan mempersiapkan segala persyaratan dan administrasi yang diperlukan,” kata Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (13/1/2025).

    “Jadi, pada saat nanti waktunya sidang praperadilan dibuka, yang kita harapkan biro hukum yang mewakili KPK bisa hadir dan tidak ada hambatan dalam prosesnya,” sambungnya.

    Selain itu, Tessa memastikan, penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK sudah sesuai dengan prosedur dan profesional.

    “Tentunya KPK meyakini bahwa proses penyidikan termasuk penetapan tersangka, saudara HK sudah prosedural, profesional, dan proporsional,” ujar Tessa.

  • Mbak Ita dan Suami Mangkir, KPK Hanya Tahan 2 Tersangka Korupsi Pemkot Semarang Ini – Page 3

    Mbak Ita dan Suami Mangkir, KPK Hanya Tahan 2 Tersangka Korupsi Pemkot Semarang Ini – Page 3

    Penyidik KPK akan segera melakukan pemanggilan ulang terhadap Hevearita dan Alwin Basri. Namun penyidik KPK belum menetapkan tanggal pemanggilan ulang terhadap keduanya.

    Dalam perkara tersebut penyidik KPK menetapkan Hevearita, Alwin Basri, dan Martono sebagai tersangka penerima gratifikasi.

    Sedangkan Rachmat Utama Djangkar ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait pengadaan meja dan kursi fabrikasi untuk sekolah dasar di Dinas Pendidikan Kota Semarang.

     

  • Ibu Negara Korsel Jatuh Sakit, Badan Kurus Kering Usai Presiden Yoon Ditangkap KPK – Halaman all

    Ibu Negara Korsel Jatuh Sakit, Badan Kurus Kering Usai Presiden Yoon Ditangkap KPK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ibu negara Korea Selatan Kim Keon Hee dilaporkan jatuh sakit usai suaminya, Presiden Yoon Suk Yeol ditangkap Badan Antikorupsi Korea Selatan atau (CIO).

    Kabar ini mencuat ke publik setelah anggota parlemen Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, Kwon Young-jin, mengunjungi kediaman Yoon.

    Ia menuturkan bahwa Ibu negara Korea Selatan Kim Keon-hee saat ini ditinggalkan sendirian di kediaman presiden di Hannam-dong, Seoul.

    Ia menambah bahwa kondisi kesehatan Kim memburuk setelah huru-hara penangkapan suaminya beberapa hari lalu.

    “Saya melihat ibu negara. Wajahnya tampak mengerikan. Saya merasa kasihan padanya,” kata Kwon Young-jin, mengutip SCMP.

    Kwon adalah salah satu dari sekitar 30 anggota parlemen partai berkuasa yang berkumpul di depan kediaman presiden untuk menghalangi pelaksanaan surat perintah penangkapan Yoon untuk diinterogasi atas tuduhan pemberontakan.

    Pernyataan serupa juga dilontarkan pejabat di kantor kepresidenan kepada JoongAng Ilbo.

    Ia menyebut bahwa tubuh Kim Keon-hee menjadi sangat kurus kering usai Presiden Yoon ditangkap KPK Korsel.

    Bahkan akibat kondisinya yang kian memprihatinkan, beberapa ajudannya menyarankan Ibu Negara untuk segera  pergi ke rumah sakit.

    Sejak huru-hara Presiden Yoon mencuat dan diselidiki oleh jaksa, Kim jarang terlihat di depan umum.

    Namun menjelang pelaksanaan penahanan Yoon, sejumlah YouTuber mengunggah video yang memperlihatkan seseorang yang diyakini sebagai Kim sedang berjalan-jalan dengan seekor anjing di dalam kompleks kepresidenan.

    Menanggapi isu miring itu, staf kantor kepresidenan menjelaskan bahwa sosok yang mengajak anjing tersebut  jalan-jalan bukan Kim, melainkan seorang staff.

    “Sebagian besar anjing yang dipelihara presiden dan istrinya sebelumnya ditelantarkan dan belum dilatih menggunakan toilet di dalam ruangan,” kata staf kantor kepresidenan.

    Yoon Ditahan di Sel Isolasi

    Pasca diringkus CIO Yoon kabarnya dibawa ke kantor  Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (untuk diselidiki atas perannya dalam mengumumkan darurat militer pada 3 Desember .

    Sejauh ini Pihak berwenang memiliki waktu 48 jam untuk menginterogasi Yoon.

    Setelah itu mereka harus mencari surat perintah untuk menahannya hingga 20 hari atau membebaskannya.

    Setibanya di pusat penahanan, Yoon akan menjalani pemeriksaan identitas dan pemeriksaan kesehatan sederhana, dan bergabung dengan kehidupan tahanan pra-persidangan.

    Yoon Suk Yeol  diperkirakan akan ditahan di sel isolasi sebuah pusat penahanan di Korea Selatan.

    Kantor tersebut terletak di kompleks pemerintahan yang luas di Gwacheon yang berbatasan dengan ibu kota Seoul, sekitar 10 menit dengan iring-iringan mobil polisi dari kediaman resmi presiden.

    Meski begitu, kabarnya tempat isolasi Yoon dilengkapi sejumlah fasilitas yang lengkap.

    Mencakup area istirahat yang baru dibuat dengan sofa untuk menampung Yoon.

    Kemungkinan lebih besar sel tunggal standar ini memiliki ukuran yang lebih luas ketimbang sel pada umumnya, berukuran hingga 6,56 meter persegi.

    Layanan Pemasyarakatan Korea, yang mengelola penjara dan pusat penahanan negara itu, mengatakan bahwa Yoon akan menerima menu makanan seperti narapidana lainnya.

    Yakni 2.500 kalori makanan per hari bagi dengan biaya sekitar 1.600 won (setara Rp16.000) per makanan.

    Adapun menu di Pusat Penahanan Seoul termasuk makan malam berupa sup tauge, daging sapi panggang, kimchi, saus cabai dan saus gulung, menurut informasi yang diberikan oleh pusat tersebut.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Vonis 3,5 Tahun Penjara, Pegawai KPK Gadungan Masih Pikir-pikir Banding
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        17 Januari 2025

    Vonis 3,5 Tahun Penjara, Pegawai KPK Gadungan Masih Pikir-pikir Banding Bandung 17 Januari 2025

    Vonis 3,5 Tahun Penjara, Pegawai KPK Gadungan Masih Pikir-pikir Banding
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Terdakwa kasus
    penipuan dan pemerasan
    terhadap pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor,
    Yusuf Sulaeman
    (33), masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atas
    vonis 3,5 tahun
    penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim.
    Hal itu diungkapkan terdakwa saat digiring ke dalam mobil tahanan di Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, Jumat (17/1/2025).

    Serahin
    saja semuanya ke hukum Indonesia,” ucap Yusuf pasrah dengan tangan diborgol saat menanggapi vonis hukuman yang diberikan majelis hakim terhadapnya.
    Pria berkacamata yang mengaku pegawai KPK ini kemudian mengaku masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atas vonis 3,5 tahun penjara terhadap dirinya dalam kasus penipuan secara berlanjut kepada pejabat Disdik.
    “(Bakal mengajukan banding?) masih pikir-pikir,” singkat Yusuf saat di dalam mobil tahanan yang dijaga ketat petugas.
    Sementara itu, Kuasa Hukum Yusuf, Berto Harianja, menambahkan bahwa ia dan kliennya masih mempertimbangkan langkah banding atas vonis yang dijatuhkan dalam kasus penipuan terhadap pejabat Disdik Pemkab Bogor.
    Yusuf dan keluarganya diberi waktu satu pekan untuk menentukan sikap apakah bakal mengajukan banding atau menerima vonis majelis hakim.
    “Terdakwa dan keluarga juga akan berdiskusi musyawarah kira-kira terkait dengan putusan tersebut apakah banding atau tidak. Jadi, kami masih menunggu ini, dikasih waktu 7 hari untuk pikir-pikir terkait dengan putusan tersebut,” ucap Berto.
    Berto kemudian mempertanyakan vonis 3,5 tahun terhadap kliennya itu yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya 3 tahun penjara.
    Sebab, kata dia, yang memberatkan Yusuf adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
    Dalam hal ini, Yusuf dianggap telah mencoreng nama baik lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang memberantas KKN.
    “Nah kami juga nanti akan baca putusannya dalam hal ini kaitannya apa, itu yang tadi dibacakan majelis hakim, artinya bahwa perbuatan terdakwa itu melakukan sesuatu yang tidak mendukung tindak pidana korupsi,” ucap dia.
    Pemeran atau pejabat yang memberikan uang Rp 700 juta kepada Yusuf tidak dihukum.
    Hal itu, kata dia, karena terdakwa melakukan tindak penipuan secara berlanjut.
    “Dalam pemberian uang tersebut, untuk hal itu tidak terbukti karena ini pasal penipuan. Jika pasalnya dikenakan suap, pemberi dan penerima baru dikenai hukuman. Karena ini pasalnya penipuan, maka yang memberi (pejabat) tidak dikenakan hukum,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.