Kementrian Lembaga: KPK

  • Dinilai Rugikan Keuangan Negara, 4.132 Polisi Aktif Didesak Mundur dari Jabatan Sipil

    Dinilai Rugikan Keuangan Negara, 4.132 Polisi Aktif Didesak Mundur dari Jabatan Sipil

    GELORA.CO – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, menilai 4.132 personel polisi aktif yang menduduki jabatan sipil telah menghamburkan keuangan negara karena rangkap jabatan.

    “Bayangkan 4.132 personil polisi mendapat gaji ganda dari negara, ini jelas tindakan yang dapat ditafsirkan secara sengaja merugikan keuangan Negara,” kata Ficar melalui keterangannya kepada Inilah.com, Sabtu (15/11/2025).

    Menurut Ficar, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), perwira aktif seharusnya mundur dari jabatan sipil.

    “Putusan ini menegaskan kembali norma yang ada pada UU Kepolisian yang mengharuskan pengunduran diri atau pensiun terlebih dahulu sebelum menduduki jabatan sipil,” ucap Ficar.

    Termasuk Ketua KPK, Setyo Budiyanto, yang menurut Ficar juga seharusnya mundur dari jabatan di lembaga antirasuah tersebut. Hal itu dianggap ironi karena KPK bertugas memberantas korupsi dan kerugian negara. Walaupun Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, telah mengklarifikasi bahwa Setyo sudah pensiun dari Polri dan tidak lagi aktif.

    “Yang ironis, ini juga dialami dan dilakukan justru oleh seorang Ketua KPK yang notabene juga seorang polisi aktif. Jika sudah begini, maka tidak keliru orang menyatakan inilah korupsi yang terjadi di atas pemberantasan korupsi,” ucap Ficar.

    Sebelumnya diberitakan, Ketua KPK Setyo Budiyanto disebut sudah tidak lagi aktif sebagai anggota Polri dan telah memasuki masa pensiun sejak 1 Juli 2025.

    Hal itu disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menanggapi pemberitaan Inilah.com berjudul “Berikut Sebagian Nama Polisi Aktif yang Duduki Jabatan Sipil, Ada Ketua KPK.”

    “Adapun Ketua KPK, Bapak Setyo Budiyanto, sudah purnawirawan per 1 Juli 2025,” kata Budi kepada Inilah.com, Sabtu (15/11/2025).

    Budi menegaskan bahwa Setyo terpilih sebagai Ketua KPK melalui mekanisme seleksi panitia dan telah memenuhi seluruh prosedur yang berlaku.

    “Dan pemilihan Pimpinan KPK, awal prosesnya melalui Pansel yang memberikan kesempatan pada semua WNI yang memenuhi syarat,” ucap Budi.

    Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan permohonan uji materiil Pasal 28 ayat 3 dan Penjelasan Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

    Permohonan dengan nomor 114/PUU-XXIII/2025 tersebut berkaitan dengan penugasan anggota Polri di luar kepolisian. “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo, di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).

    Dengan putusan itu, MK menghapus ketentuan yang selama ini menjadi celah bagi polisi aktif menduduki jabatan sipil tanpa melepas status keanggotaan mereka terlebih dahulu.

  • KPK Sita Jam Tangan Mewah, Sepeda Balap, hingga Rubicon saat Geledah Rumah Direktur RSUD Ponorogo

    KPK Sita Jam Tangan Mewah, Sepeda Balap, hingga Rubicon saat Geledah Rumah Direktur RSUD Ponorogo

    KPK Sita Jam Tangan Mewah, Sepeda Balap, hingga Rubicon saat Geledah Rumah Direktur RSUD Ponorogo
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan dua mobil mewah jenis Jeep Rubicon dan BMW saat menggeledah rumah Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo, Yunus Mahatma (YUM).
    Selain mobil, penyidik juga mengamankan
    jam tangan
    mewah dan puluhan sepeda berbagai merek. Penyitaan ini dilakukan terkait kasus dugaan suap dan penerimaan lainnya atau
    gratifikasi
    di lingkungan Pemerintah Kabupaten
    Ponorogo
    .
    “Selain itu dari rumah saudara YUM, penyidik juga mengamankan sejumlah aset bergerak lainnya, di antaranya sejumlah jam tangan mewah dan 24 sepeda,” kata Juru Bicara
    KPK
    Budi Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (15/11/2025) melansir
    Antara
    .
    Ia menjelaskan, penyidik melakukan penggeledahan secara maraton sejak Selasa (11/11/2025) hingga Jumat (14/11/2025).
    Selain rumah Yunus, lokasi lain yang digeledah yaitu Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU), RSUD Ponorogo, rumah dinas bupati, rumah dinas sekretaris daerah, rumah pribadi tersangka Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), rumah Sucipto (SC) selaku pihak swasta atau rekanan RSUD Ponorogo, serta sejumlah lokasi lainnya.
    Dalam rangkaian penggeledahan tersebut, penyidik juga mengamankan dan menyita beberapa dokumen dan barang bukti elektronik yang terkait dengan perkara, seperti dokumen penganggaran maupun proyek.
    Selanjutnya, Budi menuturkan penyidik akan mengekstrak dan mempelajari setiap dokumen dan barang bukti yang disita untuk mendukung proses penyidikan.
    “Termasuk penyitaan aset-aset tersebut, selain untuk proses pembuktian juga sebagai langkah awal asset recovery,” tuturnya menambahkan.
    Pada 9 November 2025, KPK mengumumkan menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan jabatan, proyek pekerjaan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono Ponorogo, dan penerimaan lainnya atau gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Penetapan tersangka dilakukan setelah diadakan OTT di wilayah Ponorogo.
    Empat orang tersangka itu adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), serta Sucipto (SC) selaku pihak swasta atau rekanan RSUD Ponorogo.
    Dalam klaster dugaan suap pengurusan jabatan, penerima suap adalah Sugiri Sancoko bersama Agus Pramono. Sementara pemberi suapnya adalah Yunus Mahatma.
    Untuk klaster dugaan suap dalam proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo, penerima suap adalah Sugiri Sancoko bersama Yunus Mahatma. Sementara pemberi suapnya adalah Sucipto.
    Adapun pada klaster dugaan gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo, penerima suapnya adalah Sugiri Sancoko. Sementara pemberi suapnya adalah Yunus Mahatma.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kewajiban Bayar Utang Whoosh Tak Menghapus Dugaan Korupsi

    Kewajiban Bayar Utang Whoosh Tak Menghapus Dugaan Korupsi

    GELORA.CO -Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan bahwa pemerintah RI tetap berkewajiban membayar seluruh biaya proyek kereta cepat Whoosh kepada pihak Tiongkok, apa pun skema yang digunakan. 

    “Pemerintah dengan skema apa pun, memang harus membayar biaya proyek Whoosh dengan Cina. Sebab kontrak yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang,” kata Mahfud lewat akun X miliknya, dikutip Minggu, 16 November 2025.

    Namun demikian, ia mengingatkan bahwa kewajiban membayar tidak boleh serta-merta dianggap menghapus atau menutupi dugaan korupsi yang selama ini mencuat terkait proyek tersebut.

    “Tetapi dugaan korupsinya harus tetap diselidiki. Memenuhi kewajiban bayar bukan berarti menghapus korupsinya,” tegas eks Hakim Mahkamah Konstitusi tersebut.

    Mahfud menilai langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terus melakukan penelusuran terhadap potensi penyimpangan dalam proyek kereta cepat adalah bagian dari upaya menjaga integritas hukum dan keuangan negara.

    “Bagus juga, KPK ternyata tetap bergerak,” tandas Mahfud.

    Dengan tetap bergeraknya KPK, publik berharap bahwa aspek akuntabilitas proyek tetap diawasi, terlepas dari kewajiban negara menyelesaikan kontrak kerja sama yang telah disepakati. 

  • Polisi Aktif Dinilai Tetap Boleh Isi Jabatan Sipil, Asalkan…

    Polisi Aktif Dinilai Tetap Boleh Isi Jabatan Sipil, Asalkan…

    Polisi Aktif Dinilai Tetap Boleh Isi Jabatan Sipil, Asalkan…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun memantik kembali perdebatan soal batasan keterlibatan polisi di instansi non-kepolisian.
    Menurut Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (
    Kompolnas
    ) Mohammad Choirul Anam atau Cak Anam menegaskan bahwa aturan tetap membuka ruang tertentu bagi anggota Polri aktif untuk mengisi jabatan sipil, dengan syarat yang ketat.
    Undang-Undang Kepolisian memang membatasi penempatan
    polisi
    aktif pada jabatan sipil yang tidak memiliki relevansi dengan tugas pokok Polri.
    “Menurut undang-undang kepolisian, itu memang dilarang kalau tidak berkaitan,” ujar Cak Anam kepada
    Kompas.com
    , Sabtu (15/11/2025).
    Namun, ia menegaskan bahwa penempatan berbasis kebutuhan tetap dimungkinkan selama jabatan tersebut berkaitan erat dengan tugas penegakan hukum atau memerlukan keahlian kepolisisian.
    “Kalau yang berkaitan memang boleh. Itu ada aturannya dalam undang-undang ASN yang diatur di PP. Jika berkaitan, memang dibolehkan,” kata Cak Anam.
    Ia mencontohkan lembaga-lembaga yang dalam praktiknya membutuhkan personel Polri karena karakteristik pekerjaannya.
    “Misalnya BNN, BNPT, KPK, atau lembaga lain yang memang erat kaitannya dengan kerja-kerja kepolisian. Khususnya penegakan hukum yang tidak bisa tergantikan,” ujarnya.
    Cak Anam merujuk pada UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN sebagai dasar hukum yang memperbolehkan anggota Polri mengisi jabatan tertentu di instansi sipil.
    Pasal 19 menyatakan:
    1. Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN.
    2. Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri yang dilaksanakan pada instansi pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai TNI dan Undang-Undang mengenai Polri.
    Sementara Pasal 20 mengatur sebaliknya:
    Pegawai ASN dapat menduduki jabatan di lingkungan TNI dan Polri sesuai kompetensi yang dibutuhkan.
    Hal ini yang menurut Cak Anam membuka ruang bagi anggota Polri untuk mengisi jabatan sipil, selama sifat jabatannya relevan dan dibutuhkan.
    Pengamat kepolisian dan mantan Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, menilai polemik “polisi vs jabatan sipil” muncul karena adanya salah kaprah mengenai kedudukan polisi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
    “Yang saya heran adalah dikotomi polisi dan jabatan sipil. Seolah polisi itu bukan sipil dan ‘memaksakan diri’ duduk di jabatan sipil,” kata Poengky kepada
    Kompas.com
    , Sabtu.
    Ia menegaskan, sejak Reformasi 1998, Polri telah menjadi institusi sipil sepenuhnya.
    Hal ini ditegaskan melalui TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri serta UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
    “Polisi itu sipil, bukan militer, bukan kombatan seperti tentara. Polisi juga tunduk pada peradilan umum. Jadi semakin jelas sipilnya,” tegas Poengky.
    Putusan MK menjadi sorotan karena saat ini banyak perwira tinggi Polri aktif yang menduduki jabatan strategis di kementerian dan lembaga negara, termasuk yang tidak berkaitan langsung dengan penegakan hukum.
    Mereka juga menjadi pihak yang namanya tercantum dalam permohonan uji materi yang dikabulkan MK.

    Berikut nama-nama polisi aktif yang menduduki jabatan sipil dan tertuang dalam berkas permohonan ke MK:
    1. Komjen Pol Setyo Budiyanto – Ketua KPK
    2. Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho – Sekjen Kementerian KKP
    3. Komjen Pol Panca Putra Simanjuntak – Lemhannas
    4. Komjen Pol Nico Afinta – Sekjen Kementerian Hukum
    5. Komjen Pol Suyudi Ario Seto – Kepala BNN
    6. Komjen Pol Albertus Rachmad Wibowo – Wakil Kepala BSSN
    7. Komjen Pol Eddy Hartono – Kepala BNPT
    8. Irjen Pol Mohammad Iqbal – Inspektur Jenderal DPD RI
    Polisi aktif lain yang menduduki jabatan sipil:
    1. Brigjen Sony Sanjaya – Wakil Kepala Badan Gizi Nasional
    2. Brigjen Yuldi Yusman – Plt Dirjen Imigrasi, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
    3. Kombes Jamaludin – Kementerian Haji dan Umrah
    4. Brigjen Rahmadi – Staf Ahli Kementerian Kehutanan
    5. Brigjen Edi Mardianto – Staf Ahli Mendagri
    6. Irjen Prabowo Argo Yuwono – Irjen Kementerian UMKM
    7. Komjen I Ketut Suardana – Irjen Kementerian Perlindungan Pekerja Migran
    Sejumlah jabatan tersebut dinilai tidak seluruhnya memiliki keterkaitan langsung dengan penegakan hukum, sehingga keberadaannya dipertanyakan setelah putusan MK keluar.
    Pada Kamis pekan lalu, MK mengabulkan seluruh permohonan uji materi perkara 114/PUU-XXIII/2025 terkait Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
    Putusan tersebut menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun dari institusi.
    “Amar putusan, mengadili: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo, Kamis.
    Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa frasa “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” adalah syarat mutlak untuk menduduki jabatan sipil.
    Sementara penambahan frasa dalam penjelasan pasal “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” justru mengaburkan norma tersebut.
    Frasa itu memperluas makna aturan dan menyebabkan ketidakpastian hukum, baik bagi anggota Polri yang ingin menduduki jabatan sipil maupun bagi ASN yang bersaing mengisi jabatan serupa.
    Menurutnya, hal tersebut berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian, dan sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
    “Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil para Pemohon bahwa frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 telah ternyata menimbulkan kerancuan dan memperluas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 adalah beralasan menurut hukum,” kata Ridwan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Setahun Dipimpin Puan – Dasco, DPR Menjadi Lembaga yang Tidak Dipercayai Publik

    Setahun Dipimpin Puan – Dasco, DPR Menjadi Lembaga yang Tidak Dipercayai Publik

    GELORA.CO – Satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming dilaporkan lembaga negara yang tidak dipercayai publik tak lain DPR RI. Angka tertinggi yang dihasilkan nyaris mendekati 50 persen.

    ‎Lembaga survei Indikator Politik Indonesia melaporkan sebanyak 41 persen responden tidak percaya dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

    ‎Rinciannya, 33 persen responden menyatakan tidak percaya dan 8 persen tidak percaya sama sekali terhadap DPR. Meski begitu, sebanyak 53 persen responden mempercayai DPR, dengan rincian 6 persen sangat percaya dan 47 persen cukup percaya. Ada 6 persen responden sisanya tidak menjawab.

    ‎Survei Indikator yang digelar pada 20-27 Oktober 2025 ini dilakukan untuk melihat evaluasi satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Penarikan sampel survei Indikator evaluasi satu tahun Prabowo-Gibran menggunakan metode multistage random sampling.

    ‎Ada sebanyak 1.220 orang dari berbagai provinsi yang mengikuti survei ini. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap. Toleransi kesalahan (margin of error) sekitar ±2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

    ‎Angka ketidakpercayaan sebesar 41 persen itu menempatkan DPR berada di urutan terbawah dari lembaga-lembaga lain. Di atas satu tingkat DPR, Partai Politik mendapatkan ketidakpercayaan dari responden sebesar 30 persen. Dibanding dengan lembaga legislatif lain, DPR juga mendapat skor terendah dalam hal kepercayaan dari publik.

    ‎Hal itu tergambar dari 29 persen responden menyatakan tidak percaya terhadap Majelis Perwakilan Rakyat dan 28 persen masyarakat tak percaya kepada Dewan Perwakilan Daerah.

    ‎Lembaga lainnya, yaitu Polri tidak dipercaya oleh responden sebanyak 31 persen. Lalu Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dipercaya 29 persen responden, Pengadilan tidak dipercaya 21 persen responden, dan Mahkamah Konstitusi tidak dipercaya 18 persen responden.

  • KPK Sita Jeep Rubicon dan BMW Terkait Kasus Suap Bupati Ponorogo

    KPK Sita Jeep Rubicon dan BMW Terkait Kasus Suap Bupati Ponorogo

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan dua mobil mewah jenis Jeep Rubicon dan BMW dalam penggeledahan terkait kasus dugaan suap dan penerimaan lainnya atau gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan kedua mobil mewah tersebut diamankan dari rumah tersangka Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM).

    “Selain itu dari rumah saudara YUM, penyidik juga mengamankan sejumlah aset bergerak lainnya, di antaranya sejumlah jam tangan mewah dan 24 sepeda,” kata Budi dilansir dari Antara, Sabtu (15/11/2025).

    Dia mengatakan penggeledahan dilakukan selama empat hari maraton, yakni dari hari Selasa (11/11) hingga Jumat (14/11).

    Selain di rumah YUM, tim penyidik melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi lainnya, antara lain di Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU), RSUD Ponorogo, rumah dinas bupati, rumah dinas sekretaris daerah, rumah pribadi tersangka Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), rumah Sucipto (SC) selaku pihak swasta atau rekanan RSUD Ponorogo, serta sejumlah lokasi lainnya.

    Dalam rangkaian penggeledahan tersebut, penyidik juga mengamankan dan menyita beberapa dokumen dan barang bukti elektronik yang terkait dengan perkara, seperti dokumen penganggaran maupun proyek.

    Selanjutnya, Budi menuturkan penyidik akan mengekstrak dan mempelajari setiap dokumen dan barang bukti yang disita untuk mendukung proses penyidikan.

    “Termasuk penyitaan aset-aset tersebut, selain untuk proses pembuktian juga sebagai langkah awal asset recovery,” tuturnya menambahkan.

    Pada 9 November 2025, KPK mengumumkan menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan jabatan, proyek pekerjaan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Harjono Ponorogo, dan penerimaan lainnya atau gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Penetapan tersangka dilakukan setelah diadakan OTT di wilayah Ponorogo.

    Empat orang tersangka itu adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko (SUG), Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma (YUM), Sekretaris Daerah Ponorogo Agus Pramono (AGP), serta Sucipto (SC) selaku pihak swasta atau rekanan RSUD Ponorogo.

    Dalam klaster dugaan suap pengurusan jabatan, penerima suap adalah Sugiri Sancoko bersama Agus Pramono. Sementara pemberi suapnya adalah Yunus Mahatma.

    Untuk klaster dugaan suap dalam proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo, penerima suap adalah Sugiri Sancoko bersama Yunus Mahatma. Sementara pemberi suapnya adalah Sucipto.

    Adapun pada klaster dugaan gratifikasi di lingkungan Pemkab Ponorogo, penerima suapnya adalah Sugiri Sancoko. Sementara pemberi suapnya adalah Yunus Mahatma.

     

     

     

  • Polisi Aktif Dilarang Duduki Jabatan Sipil, Pengamat: Polisi Itu Sipil, Bukan Kombatan

    Polisi Aktif Dilarang Duduki Jabatan Sipil, Pengamat: Polisi Itu Sipil, Bukan Kombatan

    Polisi Aktif Dilarang Duduki Jabatan Sipil, Pengamat: Polisi Itu Sipil, Bukan Kombatan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Pengamat kepolisian sekaligus mantan Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti menilai, perdebatan mengenai larangan tersebut justru memperlihatkan adanya salah kaprah dalam memahami kedudukan polisi dalam sistem ketatanegaraan.
    “Yang saya heran adalah dikotomi
    polisi
    dan
    jabatan sipil
    . Seolah polisi itu bukan sipil dan ‘memaksakan diri’ duduk di jabatan sipil,” kata Poengky kepada Kompas.com, Sabtu (16/11/2025).
    Ia menegaskan bahwa sejak Reformasi 1998,
    Polri
    telah sepenuhnya menjadi institusi sipil. Hal itu ditegaskan dalam TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri serta UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
    “Polisi itu sipil, bukan militer, bukan kombatan seperti tentara. Polisi juga tunduk pada peradilan umum. Jadi semakin jelas sipilnya,” kata Poengky.
    Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menyatakan bahwa anggota Polri tidak lagi boleh menduduki jabatan sipil kecuali mereka telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.
    Putusan pada perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu sekaligus menghapus ketentuan yang selama ini memungkinkan penempatan polisi aktif ke jabatan non-kepolisian hanya melalui izin Kapolri.
    Putusan ini menjadi sorotan karena saat ini sejumlah perwira tinggi Polri menjabat pada berbagai posisi strategis di kementerian dan lembaga negara, mulai dari Ketua KPK, Sekjen KKP, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, hingga Kepala BNPT, serta jabatan-jabatan lain di berbagai kementerian baru maupun lembaga teknis.
    Poengky menekankan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga Polri tetap harus mematuhi ketentuan baru tersebut.
    Putusan ini tampaknya ditujukan untuk menarik kembali perwira Polri yang bertugas di luar institusi kepolisian agar kembali ke struktur Polri.
    Padahal banyak penugasan itu dilakukan bukan karena keinginan Polri, melainkan karena adanya permintaan resmi dari kementerian atau lembaga terkait.
    “Penugasan tersebut atas permintaan pimpinan kementerian/lembaga, bukan atas permintaan Polri. Posisi, jabatan, dan penempatan juga disesuaikan dengan aturan di kementerian/lembaga,” ujar Poengky.
    Dengan adanya putusan MK ini, Poengky memperkirakan pemerintah perlu menyiapkan skema transisi agar proses penarikan pejabat berjalan tertib.
    “Dengan adanya putusan MK ini, maka perlu dilakukan upaya untuk melaksanakan putusan tersebut. Kemungkinan akan ada aturan peralihan secara bertahap,” tegas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Arsul Sani Diadukan ke Bareskrim Terkait Dugaan Ijazah Palsu

    Arsul Sani Diadukan ke Bareskrim Terkait Dugaan Ijazah Palsu

    Jakarta

    Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi mengadukan Hakim Konstitusi Arsul Sani ke Bareskrim Polri. Pengaduan itu terkait legalitas ijazah program doktor Arsul Sani yang diduga palsu.

    “Kami dari Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi hari ini mendatangi Bareskrim Mabes Polri dalam rangka untuk melaporkan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi berinisial AS yang diduga memiliki atau menggunakan ijazah palsu,” kata Koordinator Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi, Betran Sulani kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/11/2025).

    Menurut Betran, jabatan Hakim MK menuntut integritas akademik, dan gelar doktor menjadi syarat utama. Karena itu kebenarannya harus dibuktikan guna mempertahankan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi.

    “Maka apabila salah satu hakim yang kemudian memiliki ijazah palsu atau menggunakan ijazah palsu untuk mendapatkan jabatan sebagai hakim MK, maka ini adalah salah satu bentuk ataupun tindakan yang mencederai konstitusi itu sendiri. Jadi, itu yang menjadi alasan kami untuk datang dan mau membuat laporan kepolisian,” ucapnya.

    “Bukti yang kami dapatkan atau yang kami terima, salah satunya itu adalah pemberitaan, pemberitaan terkait dengan penyelidikan salah satu Komisi Pemberantasan Korupsi yang ada di Polandia yang coba untuk melakukan pemeriksaan terkait dengan legalitas kampus, yang mana kampus tersebut itu merupakan kampus yang di mana salah satu hakim berkuliah mendapatkan titel S3 di tahun 2023,” jelas dia.

    “Sebagai hakim saya terikat kode etik untuk tidak berpolemik. Kan soal ini juga ditangani MKMK,” tuturnya.

    (ond/dhn)

  • DPRD dorong pengisian jabatan Sekda Ponorogo

    DPRD dorong pengisian jabatan Sekda Ponorogo

    Ponorogo, Jawa Timur (ANTARA) – DPRD Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur meminta pemerintah daerah segera mengisi kekosongan jabatan sekretaris daerah (sekda) pasca-penetapan Agus Pramono sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh KPK.

    Ketua DPRD Ponorogo Dwi Agus Prayitno di Ponorogo, Sabtu, mengatakan jabatan sekda memegang peran strategis karena menjadi ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang bertanggung jawab menyusun dan mengoordinasikan dokumen anggaran.

    “Kami mendorong agar jabatan sekda segera terisi, apakah definitif atau pejabat sementara. Eksekutif perlu segera berkonsultasi dengan Pemprov Jawa Timur,” ujar Dwi Agus Prayitno.

    Menurut dia, percepatan pengisian jabatan diperlukan agar proses pembahasan anggaran tetap berada dalam koridor peraturan perundang-undangan, termasuk ketentuan dalam PP Nomor 12 Tahun 2019 yang mengatur batas waktu persetujuan APBD.

    “Jabatan sekda sebagai ketua TAPD sangat sentral, sehingga tidak bisa terlalu lama dibiarkan kosong,” katanya.

    DPRD memastikan tidak akan ikut campur dalam mekanisme pengisian jabatan sekda. Penetapan pejabat menjadi kewenangan Pelaksana Tugas Bupati Ponorogo Lisdyarita maupun penunjukan oleh pemerintah provinsi.

    “Kami bersikap wait and see. Informasi yang kami terima, Asisten I sudah berkoordinasi dengan Bakorwil,” ujarnya.

    Meski tanpa kepala TAPD, pembahasan R-APBD 2026 tetap berjalan karena struktur TAPD masih diisi pejabat Bapperinda dan BPKAD.

    DPRD juga menyiapkan paripurna maraton dan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk mempercepat proses.

    “Kami tetap optimistis SDM yang ada mampu menjalankan pembahasan RAPBD sambil menunggu posisi sekda terisi,” pungkasnya.

    Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Geledah Rumah Direktur RSUD dr Harjono, KPK Sita Jam Tangan Mewah, 24 Sepeda, Rubicon dan BMW

    Geledah Rumah Direktur RSUD dr Harjono, KPK Sita Jam Tangan Mewah, 24 Sepeda, Rubicon dan BMW

    GELORA.CO  — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset mewah milik Direktur RSUD Dr Harjono Kabupaten Ponorogo, Yunus Mahatma (YUM), yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.

    ​Aset-aset tersebut diamankan dalam rangkaian penggeledahan maraton selama empat hari, sejak Selasa (11/11/2025) hingga Jumat (14/11/2025).

    ​Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, merinci bahwa aset mewah tersebut ditemukan saat tim menggeledah rumah pribadi Yunus Mahatma.

    ​”Dari rumah YUM, penyidik juga mengamankan sejumlah aset bergerak,” kata Budi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/11/2025).

    ​Aset yang disita tersebut mencakup sejumlah jam tangan mewah, 24 unit sepeda, serta dua mobil mewah Jeep Rubicon dan BMW.

    ​Budi menjelaskan, penyitaan aset-aset tersebut dilakukan tidak hanya untuk kepentingan pembuktian, tetapi juga sebagai langkah awal pemulihan aset (asset recovery) dari hasil tindak pidana korupsi.

    ​Penggeledahan di rumah Yunus merupakan bagian dari serangkaian upaya paksa yang dilakukan KPK di berbagai lokasi di Ponorogo. 

    Lokasi lain yang turut digeledah antara lain Dinas PU, RSUD Ponorogo, rumah dinas Bupati, rumah dinas Sekda, rumah pribadi Bupati Sugiri Sancoko, dan rumah tersangka swasta Sucipto.

    ​”Dalam rangkaian penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan dan menyita beberapa dokumen dan barang bukti elektronik yang terkait dengan perkara ini, seperti dokumen penganggaran maupun proyek,” ujar Budi.

    ​Seluruh barang bukti yang disita, lanjut Budi, akan diekstrak dan dipelajari lebih lanjut untuk mendukung proses penyidikan.

    ​Yunus Mahatma sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekretaris Daerah Agus Pramono, dan pihak swasta Sucipto usai operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (7/11/2025).

    ​Dalam konstruksi perkara, Yunus diduga terlibat dalam dua klaster korupsi.

    ​Pertama, Yunus diduga sebagai pemberi suap senilai total Rp 1,25 miliar (Rp 900 juta untuk Sugiri Sancoko dan Rp 325 juta untuk Agus Pramono) untuk mengamankan jabatannya sebagai direktur RSUD Dr Harjono.

    ​Kedua, Yunus bersama-sama dengan Sugiri Sancoko diduga terlibat dalam suap terkait proyek pekerjaan di RSUD Harjono pada tahun 2024. 

    Yunus diduga menerima fee proyek sebesar 10 persen atau Rp 1,4 miliar dari tersangka Sucipto atas proyek senilai Rp 14 miliar. 

    Uang tersebut kemudian diduga diserahkan Yunus kepada Sugiri Sancoko.