Kementrian Lembaga: KPK

  • Strategi Hasto di Praperadilan Bikin KPK Teriak Dizalimi

    Strategi Hasto di Praperadilan Bikin KPK Teriak Dizalimi

    Jakarta

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengubah dua kali petitum permohonan praperadilan terkait penetapan tersangka dalam kasus suap dan merintangi penyidikan Harun Masiku. KPK merasa dizalimi lantaran perubahan petitum tersebut.

    Tim Biro Hukum KPK langsung menyampaikan keberatan kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) usai petitum dibacakan oleh kuasa hukum Hasto. Tim Biro Hukum KPK mengaku baru menerima perbaikan atas perubahan petitum Hasto

    “Sebelum kami menanggapi apa yang disampaikan Yang Mulia, terkait jadwal persidangan, perlu kami sampaikan bahwa berkenaan dengan perbaikan permohonan ini, dari Termohon belum menerima perbaikan itu dan baru menerima, baru saja disampaikan ini,” kata tim Biro Hukum KPK dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025).

    Tim Biro Hukum KPK meminta waktu untuk menyusun jawaban atas permohonan praperadilan tersebut. Dia mengatakan pihaknya akan menyampaikan perbaikan atas perubahan petitum itu kepada pimpinan KPK lebih dulu.

    “Sebenarnya tadi karena kami tidak diberi kesempatan di awal untuk menanggapi dan baru kemudian kami di akhir persidangan pembacaan ini baru ditanyakan dan juga belum ditanyakan terkait sikap kami. Maka, kami dalam persidangan ini menyatakan bahwa kami keberatan dengan substansi perbaikan karena ada menambah perbaikan dalil dan permohonan. Itu sikap dari kuasa Termohon,” kata tim Biro Hukum KPK.

    PN Jaksel Beri Kelonggaran Waktu

    Foto: Esti Widiyana/detikJatim

    Keberatan tim hukum KPK langsung direspons kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy. Ronny mengatakan perbaikan petitum praperadilan ingin diberikan saat sidang pertama, namun pihak KPK tak hadir.

    “Kami sudah menyampaikan sebenarnya perbaikan pada sidang pertama, tapi Termohon saat itu tidak hadir,” ujar Ronny.

    Hakim tunggal Djuyamto memberikan kelonggaran waktu kepada tim Biro Hukum KPK menyusun jawaban tertulis. Hakim meminta hal ini tak diperdebatkan lagi.

    “Artinya apa yang hendak ditanggapi atau dijawab oleh Termohon juga sudah jelas. Termasuk poin-poin yang tadi Saudara catat, Saudara sampaikan di persidangan tadi Saudara catat ada beberapa item kan, tinggal Saudara jawab di dalam tanggapan yang tentu menjadi haknya Termohon,” jelasnya.

    “Mengenai waktu, baik kalau tadi majelis memberikan waktu jam 9, bisa kita mulai jam 11, kita tambahi waktu bonus 2 jam,” kata hakim.

    Tim Hukum KPK Merasa Dizalimi

    Foto: Esti Widiyana/detikJatim

    Tim Biro Hukum KPK kembali menyatakan keberatan atas dua kali perubahan petitum permohonan Hasto. Tim Biro Hukum KPK merasa dizalimi.

    “Jadi keberatan kami dua kali, sebagaimana yang disampaikan Yang Mulia tadi ternyata perubahannya juga terjadi lagi, artinya dua kali terjadi perubahan. Jadi alasan Pemohon untuk tetap lanjut dengan kondisi seperti ini sungguh menzalimi Termohon,” ujar tim Biro Hukum KPK.

    Hakim meminta keberatan tim Biro Hukum KPK disampaikan dalam jawaban tertulis. Sidang akan dilanjutkan Kamis (6/2) dengan agenda jawaban KPK selaku termohon.

    “Silakan nanti di jawaban keberatannya dituangkan dalam jawaban tertulis besok,” kata Djuyamto.

    “Baik, kalau memang ini arahan dari Yang Mulia, kami ikut. Terima kasih, Yang Mulia,” ujar tim Biro Hukum KPK.

    Halaman 2 dari 3

    (dek/taa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Bisa Copot Kapolri, Panglima TNI, hingga Ketua KPK, Jadi Senjata DPR Tekan Lembaga Negara

    Bisa Copot Kapolri, Panglima TNI, hingga Ketua KPK, Jadi Senjata DPR Tekan Lembaga Negara

    loading…

    DPR bisa mencopot pejabat negara seperti Kapolri, Panglima TNI, hingga Ketua KPK hasil uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test yang ditetapkan dalam rapat paripurna. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – DPR bisa mencopot pejabat negara seperti Kapolri, Panglima TNI, hingga Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test yang ditetapkan dalam rapat paripurna. Kewenangan ini tertuang dalam revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib).

    Menurut Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari, perubahan aturan itu bisa menjadi senjata DPR untuk menekan lembaga negara tertentu. “Motifnya mungkin dalam rangka menekan lembaga-lembaga tertentu, terutama Mahkamah Konstitusi (MK) dan itu tentu cara permainan politik paling tidak sehat yang pernah dilakukan DPR saat ini,” ujar Feri, Kamis (6/2/2025).

    Dia menyinggung berbagai kelemahan mendasar yang dilakukan DPR dalam merevisi aturan ini. Sebab, memberhentikan pejabat negara seharusnya bukan kewenangan DPR.

    “Mengoreksi lembaga negara lain, terutama memberhentikan pejabatnya itu bukan tugas DPR, bukan kewenangan. Dia sudah campur ke wilayah terlalu jauh di kekuasaan lembaga lain,” ucapnya.

    Feri menilai DPR seperti tidak paham apa pun soal peraturan perundang-undangan. Maka itu, aturan baru ini tentunya tidak layak disahkan.

    Peraturan tata tertib seharusnya lebih berpengaruh terhadap urusan internal DPR. “Kebodohan DPR ini perlu ditertawakan secara berjamaah oleh rakyat,” katanya.

    Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025). “Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap hasil pembahasan revisi peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) apakah dapat disetujui?” tanya Wakil Ketua DPR Adies Kadir.

    “Setuju,” jawab anggota dewan yang hadir.

    Sebelum pengambilan keputusan, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Sturman Panjaitan melaporkan hasil pembahasan di Baleg tentang perubahan Tatib. Dalam pembahasan tersebut, ada penambahan Pasal 228 A.

  • Kasus Korupsi Tanah Rorotan, KPK Dalami Prosedural Pembelian Lahan Sarana Jaya – Halaman all

    Kasus Korupsi Tanah Rorotan, KPK Dalami Prosedural Pembelian Lahan Sarana Jaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami prosedural dalam pembelian lahan Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

    Hal itu didalami penyidik saat memeriksa dua saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun 2019–2020, Rabu (5/2/2025).

    Dua saksi yang diperiksa adalah Yadi Robby L, Senior Manajer Divisi Pertanahan dan Hukum Perumda Pembangunan Sarana Jaya periode tahun 2017–Februari 2021 dan Patrick Untung, Direktur PT Citratama Inti Persada, Direktur PT Kalma Indocorpora, Direktur PT Kalma Propertindo Jaya.

    “Penyidik mendalami terkait dgn pembelian lahan dan prosedural pembelian lahan PPSJ (Perumda Pembangunan Sarana Jaya),” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Kamis (6/2/2025).

    Dalam kasus korupsi tanah di Rorotan, KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing; eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan; Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S. Arharrys; Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk; dan Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu memaparkan,  PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank. 

    Lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp371,5 miliar pada 2019 lalu. 

    Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah. 

    Lahan seluas sekitar 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp950.000 per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp117 miliar. 

    Akibatnya, negara dirugikan sekira Rp223,8 miliar akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019–2021.

    “Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp147,7 miliar,” kata Asep dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).

    Tak hanya mark up harga, Asep menyatakan, pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan. 

    Beberapa di antaranya, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah. 

    Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran kerja sama operasi (KSO) dari PT Totalindo Eka Persada. 

    Tak hanya itu, pihak Totalindo Eka Persada juga mengetahui enam sertifikat hak guna bangunan (SHGB) tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT Totalindo.

    Berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan lahan di Rorotan itu diduga lantaran Yoory menerima fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada. 

    Yoory diduga menerima valas dalam dolar Singapura senilai Rp3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. 

    Selain itu, Yoory diduga mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada.

    “Pembelian aset Saudara YCP berupa satu rumah dan satu unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi Saudara EKW dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut,” sebut Asep.

    Atas dugaan tindak pidana tersebut, Yoory, Donald Sihombing, dan tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

  • Tampang Pegawai KPK Gadungan Diseret ke Gedung Merah Putih

    Tampang Pegawai KPK Gadungan Diseret ke Gedung Merah Putih

    loading…

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap pihak yang mengaku sebagai insan Lembaga Antirasuah atau pegawai KPK gadungan pada Rabu (5/2/2025) malam. Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap pihak yang mengaku sebagai insan Lembaga Antirasuah atau pegawai KPK gadungan pada Rabu (5/2/2025) malam. Usai ditangkap, pegawai KPK gadungan itu diseret ke Gedung Merah Putih.

    Saat diseret ke kantor Lembaga Antirasuah, terlihat orang yang berjenis kelamin pria itu dalam kondisi tangan terborgol. Ia pun tidak mengenakan alas kaki.

    Dalam kondisi menunduk, pria yang belum diketahui identitasnya itu diseret ke dalam Gedung Merah Putih KPK dengan diapit dua penyidik. KPK belum menjelaskan secara detail perihal kronologi penangkapan tersebut.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengonfirmasi pihaknya telah menangkap pegawai KPK gadungan tersebut. “Saat ini beberapa orang yang mengaku pegawai KPK (gadungan) tersebut sedang menjalani proses pemeriksaan di KPK, dan update selanjutnya akan kita infokan setelah proses pemeriksaan selesai,” kata Tessa, Rabu (5/2/2025).

    Pantauan di lokasi, penyeretan pegawai KPK gadungan itu bermula saat mobil minibus hitam yang memasuki pelataran Gedung Merah Putih KPK pada pukul 19.33 WIB. Setelah mobil terparkir, terlihat dua pegawai Lembaga Antirasuah menyeret satu pria yang merupakan pegawai KPK gadungan tersebut dalam kondisi menunduk.

    Wajah dari pria yang mengenakan kacamata itu pun tidak terlihat jelas. Belum diketahui identitasnya. “Melakukan upaya meminta uang terhadap pihak-pihak tertentu,” kata Tessa.

    Tessa belum menjelaskan secara detail perihal kronologi penangkapan tersebut. Termasuk lokasi penangkapan.

    (rca)

  • Teka-teki Peran Ketum PP Japto Soerjosoemarno dalam Kasus Korupsi Rita Widyasari, Apa Kaitannya?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Februari 2025

    Teka-teki Peran Ketum PP Japto Soerjosoemarno dalam Kasus Korupsi Rita Widyasari, Apa Kaitannya? Nasional 6 Februari 2025

    Teka-teki Peran Ketum PP Japto Soerjosoemarno dalam Kasus Korupsi Rita Widyasari, Apa Kaitannya?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Pemuda Pancasila (PP)
    Japto Soerjosoemarno
    menjadi sosok paling anyar terseret dalam kasus korupsi mantan Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari (RW).
    Rumah pribadi Japto yang berlokasi di Jalan Benda Ujung, RT 10 RW 01, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, telah digeledah KPK pada Selasa (4/2/2025) malam.
    “Benar ada kegiatan penggeledahan perkara tersangka RW (Kukar) di rumah saudara JS,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Rabu (5/2/2025).
    “Dasar geledahnya sama. Menggunakan Sprindik Gratifikasi RW,” sambungnya.
    KPK masih merahasiakan
    peran Japto Soerjosoemarno
    dalam kasus korupsi Rita Widyasari tersebut. Hingga kini, belum diungkap apa kaitan Japto dengan kasus yang menjerat Rita.
     
    “Belum bisa diungkap saat ini (peran Japto Soerjosoemarno),” kata Tessa.
    Ia mengatakan, dari penggeledahan, KPK menyita 11 unit mobil, uang, dokumen, dan barang bukti elektronik dari penggeledahan rumah Ketua Umum Pemuda Pancasila (PP) Japto Soerjosoemarno (JS).
    “11 Ranmor roda 4 (mobil), uang rupiah dan valas, dokumen, dan BBE (barang bukti elektronik),” ujarnya.
    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pemuda Pancasila Arif Rahman mengatakan dirinya sudah bertemu dengan Japto usai KPK menggeledah rumah Japto dan menyita 11 mobilnya.
     
    Arif menyebut Japto tidak masalah dengan tindakan KPK itu. Apalagi, KPK juga sangat menghormati Japto ketika bertindak.
    “Kalau bertemu sudah. Enggak ada masalah. Ya KPK juga dianggap kooperatif dan sangat menghormati beliau lah,” ujar Arif saat dihubungi Kompas.com, Rabu malam.
    Arif menyampaikan, Japto pun mempersilakan KPK melakukan proses hukum sesuai aturan yang berlaku.
    Dia menyebut, Japto tidak memberi arahan apa pun kepada Pemuda Pancasila usai rumahnya digeledah terkait kasus korupsi.
    “Kalau respons dari Pak Japto-nya sih ya silakan proses hukum yang berlaku saja. Enggak ada arahan seperti untuk ini. Enggak ada sama sekali,” katanya.
    Sampai saat ini, Arif masih belum mengetahui masalah apa yang menjerat ketua umumnya. Apalagi Japto juga bukan penyelenggara negara.
    “Kita tidak tahu masalahnya gitu kan. Ya tidak mengerti prosesnya, kan proses 2017. Dan kalau kita kaitkan ke ketum kan, Pak Japto kan bukan penyelenggara negara atau pejabat negara,” ujar Arif.
    Arif mengatakan, pada intinya, Pemuda Pancasila menghormati proses yang dilakukan oleh KPK. Dia pun meminta agar semua pihak menghormati dan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
    “Yang penting kan aspek hukumnya ya jangan lebih kuat aspek politisnya. Kan kita bicara hukum kan. Pasti kita hormati proses hukum yang berlaku lah,” tuturnya.
    “(Pemuda Pancasila) tidak tahu, bahwa ini ada masalah seperti ini. Kita tidak mengerti, tidak tahu,” tegasnya.
    KPK menetapkan Rita Widyasari sebagai tersangka pada kasus suap dan gratifikasi pada September 2017.
    Penetapan tersangka Rita tersebut bukan melalui operasi tangkap tangan (OTT), melainkan dari pengembangan penyelidikan yang dilakukan KPK.
    Rita ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya, yaitu Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) Khairudin, dan Hari Susanto Gun selaku Direktur Utama PT SGP.
    Dalam perkara ini, Hari Susanto diduga memberikan uang sejumlah Rp 6 miliar kepada Rita terkait pemberian izin operasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT SGP.
    Selain itu, Rita dan Khairudin diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan Rita sebagai penyelenggara negara.
    Nilainya mencapai 775 ribu dollar AS atau setara Rp 6,97 miliar.
    Atas kejahatannya, Rita divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 6 Juli 2018.
    Selain itu, Rita diwajibkan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
    Selain kasus gratifikasi, KPK juga menetapkan Rita sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
    Rita diduga menyamarkan gratifikasi yang diduga berasal dari izin usaha tambang batu bara.
    Politisi Partai Golkar itu diduga menerima jatah 3,3 sampai 5 dollar Amerika Serikat (AS) untuk setiap metrik ton tambang batubara.
    Uang tersebut kemudian mengalir ke sejumlah orang yang saat ini tengah didalami penyidik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tangkap Oknum Pegawai ‘Gadungan’, Diduga Memeras Uang

    KPK Tangkap Oknum Pegawai ‘Gadungan’, Diduga Memeras Uang

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan beberapa orang yang diduga mengaku-ngaku sebagai pegawai komisi antirasuah. Terduga KPK ‘gadungan’ itu kini sudah diamankan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut para terduga pelaku sudah diamankan malam ini. Mereka diduga meminta uang terhadap sejumlah pihak tertentu dengan mengatasnamakan KPK. 

    “KPK mengamankan beberapa orang yang diduga mengaku sebagai pegawai KPK [gadungan] dan melakukan upaya meminta uang terhadap pihak-pihak tertentu,” ujar Tessa kepada wartawan, Rabu (5/2/2025). 

    Tessa lalu mengatakan bahwa beberapa terduga pegawai KPK gadungan itu kini diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, yang berlokasi di Kuningan, Jakarta Selatan. Dia tidak memerinci lebih lanjut perihal pemeriksaan yang tengah berlangsung. 

    “Update selanjutnya akan kita infokan setelah proses pemeriksaan selesai,” ungkap pria yang juga penyidik KPK itu.

    Menurut Tessa, aparat penegak hukum lain berpotensi menangani kasus tersebut. Sebagaimana diketahui, KPK hanya berwenang untuk menangani kasus tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

    Di menyebut penegak hukum akan mengambil sikap terkait dengan penanganan dugaan pegawai KPK gadungan itu dalam waktu 1×24 jam. 

    Sebelumnya, KPK pernah menemukan hal serupa di Bogor, Jawa Barat beberapa tahun yang lalu di mana terdapat sejumlah orang yang mengaku-ngaku sebagai pegawai komisi antirasuah dan meminta uang ke sejumlah pihak tertentu.

  • 8
                    
                        Reaksi Ketum Pemuda Pancasila Japto Soerjosoemarno Saat Rumah Digeledah dan Mobil Disita KPK
                        Nasional

    8 Reaksi Ketum Pemuda Pancasila Japto Soerjosoemarno Saat Rumah Digeledah dan Mobil Disita KPK Nasional

    Reaksi Ketum Pemuda Pancasila Japto Soerjosoemarno Saat Rumah Digeledah dan Mobil Disita KPK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen)
    Pemuda Pancasila
    Arif Rahman mengatakan dirinya sudah bertemu dengan Ketum Pemuda Pancasila
    Japto Soerjosoemarno
    usai KPK menggeledah rumah Japto dan menyita 11 mobilnya.
    Arif menyebut Japto tidak masalah dengan tindakan KPK itu. Apalagi, KPK juga sangat menghormati Japto ketika bertindak.
    “Kalau bertemu sudah. Enggak ada masalah. Ya KPK juga dianggap kooperatif dan sangat menghormati beliau lah,” ujar Arif saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/2/2025) malam.
    Arif menyampaikan, Japto pun mempersilakan KPK melakukan proses hukum sesuai aturan yang berlaku.
    Dia menyebut, Japto tidak memberi arahan apa pun kepada Pemuda Pancasila usai rumahnya digeledah terkait kasus korupsi.
    “Kalau respons dari Pak Japto-nya sih ya silakan proses hukum yang berlaku saja. Enggak ada arahan seperti untuk ini. Enggak ada sama sekali,” katanya.
    Sementara itu, Arif mengatakan, Pemuda Pancasila tidak masalah jika Japto harus dipanggil KPK.
    Dia menegaskan Pemuda Pancasila pun menghormati proses hukum yang KPK lakukan.
    “Tanggapan lain sih enggak ada. Kita tidak mengetahui, kita juga sedang coba pengen tahu apa sih masalahnya. Kan enggak tahu. Kalau Pak Japto itu kan sangat terbuka di rumahnya. Siapa pun bisa datang untuk silaturahmi dengan beliau,” imbuh Arif.
    Sebelumnya, KPK menyita 11 unit mobil, uang, dokumen, dan barang bukti elektronik dari penggeledahan
    rumah Japto Soerjosoemarno
    (JS).
    “11 kendaraan bermotor roda empat (mobil), uang rupiah dan valas, dokumen, dan BBE (barang bukti elektronik),” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Rabu (5/2/2025).
    KPK sebelumnya melakukan penggeledahan rumah Ketua Umum Pemuda Pancasila (PP) Japto Soerjosoemarno (JS) yang berlokasi di Jakarta Selatan pada Selasa (4/2/2025) malam.
    Penggeledahan tersebut terkait kasus korupsi yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari (RW).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Dinilai Sewenang-wenang, Hasto Minta Lepas dari Status Tersangka

    KPK Dinilai Sewenang-wenang, Hasto Minta Lepas dari Status Tersangka

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto meminta agar penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan batal dan tidak sah.

    Hal itu disampaikan dalam sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025). 

    Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail menyampaikan bahwa kliennya memohon kepada Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan agar mengabulkan seluruh permohonan praperadilan yang diajukan. Salah satunya yakni menyatakan perbuatan Termohon yakni KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka adalah perbuatan sewenang-wenang. 

    “Menyatakan bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan harus dinyatakan batal,” ujar Maqdir membacakan petitum permohonan praperadilan di ruangan sidang PN Jakarta Selatan. 

    Selain itu, kubu Hasto memohon kepada Hakim agar menyatakan dua Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 dan Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada tanggal 23 Desember 2024 tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga dinyatakan batal.

    Hakim juga diminta untuk memerintahkan KPK menghentikan penyidikan atas dua sprindik tersebut, sekaligus mencabut larangan bepergian ke luar negeri kepada Hasto. 

    “Dan memerintahkan kepada Termohon untuk mengembalikan pada keadaan semula dalam tempo 3×24 jam sejak putusan ini dibacakan,” papar Maqdir. 

    Tidak hanya itu, Hakim diminta menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh KPK berkaitan dengan penetapan Hasto sebagai tersangka. Sementara itu, barang-barang milik Hasto yang sebelumnya disita oleh penyidik KPK juga diminta untuk dikembalikan. 

    Misalnya, dua handphone milik Hasto; satu handphone milik staf Hasto, Kusnadi; tiga buku catatan di antaranya milik Hasto dan bertuliskan ‘PDI Perjuangan’; satu lembar kwitansi DPP PDIP Rp200 juta untuk pembayaran operasional Suryo AB; satu buku tabungan BRI Simpedes milik Kusnadi; satu kartu eksekutif Menteng Apartemen; satu dompet serta satu voice recorder. 

    “Memulihkan segala hak hukum Pemohon terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh Termohon,” terang Maqdir. 

    Adapun, KPK sebelumnya menyampaikan bahwa Biro Hukum telah mempersiapkan diri untuk menghadiri praperadilan Hasto. 

    “Kami berkeyakinan bahwa proses penetapan tersangka sudah melalui prosedur, dan sudah berdasarkan aturan hukum. Termasuk alat buktinya, minimal dua alat bukti. Sebagai bukti permulaan yang cukup,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Selasa (4/2/2025). 

    Untuk diketahui, KPK menetapkan Hasto dan advokat sekaligus politisi PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR. 

    Keduanya diduga memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, anggota KPU 2017-2022 saat itu, untuk meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR PAW 2019-2024 menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Sementara itu, Hasto turut diduga merintangi penyidikan. 

    Pada perkara sebelumnya, KPK pada 2020 menetapkan anggota KPU Wahyu Setiawan, anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, politisi PDIP Saeful Bahri dan Harun Masiku sebagai tersangka. Dari keempat orang itu, hanya Harun yang masih belum dibawa ke proses hukum. 

  • Kena Ciduk, Pegawai KPK Gadungan Jalani Pemeriksaan

    Kena Ciduk, Pegawai KPK Gadungan Jalani Pemeriksaan

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah orang yang diduga sebagai pegawai KPK gadungan ditangkap Rabu (5/2/2025). Para pihak yang diamankan kini langsung menjalani pemeriksaan. 

    “Saat ini beberapa orang yang mengaku pegawai KPK (gadungan) tersebut sedang menjalani proses pemeriksaan di KPK,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Rabu (5/2/2025). 

    KPK belum membeberkan lebih detail terkait para pihak yang diamankan tersebut. Lembaga antikorupsi itu hanya memastikan tiap perkembangan dari tindakan kali ini akan disampaikan ke publik. 

    Meski begitu, Tessa menyebut ada dugaan yang bersangkutan berupaya meminta sejumlah uang kepada sejumlah pihak. Dugaan itu kini tengah didalami lebih lanjut. 

    “KPK mengamankan beberapa orang yang diduga mengaku sebagai pegawai KPK (gadungan) dan melakukan upaya meminta uang terhadap pihak-pihak tertentu,” kata Tessa. 

    Sementara dari pantauan Beritasatu.com, terduga pegawai gadungan KPK yang diborgol tersebut tiba di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/2/2025) sekitar pukul 19.33 WIB. Terlihat dia mengenakan jaket warna hitam dan berjalan sembari membungkukan badannya. 

    Tangan yang terduga pegawai KPK gadungan itu terlihat telah diborgol. Pegawai KPK gadungan tersebut langsung digiring oleh petugas KPK masuk ke dalam gedung menuju lantai tempat biasanya pemeriksaan dilakukan. 

  • Pegawai KPK Gadungan Dibekuk, Sempat Minta-Minta Uang

    Pegawai KPK Gadungan Dibekuk, Sempat Minta-Minta Uang

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap beberapa orang yang mengaku-ngaku sebagai pegawai KPK pada Rabu, 5 Februari 2025, malam. Pegawai gadungan itu melakukan perbuatan melawan hukum berupa meminta uang kepada pihak-pihak tertentu.

    “KPK mengamankan beberapa orang yang diduga mengaku sebagai pegawai KPK (gadungan) dan melakukan upaya meminta uang terhadap pihak-pihak tertentu,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Rabu, 5 Februari 2025.

    Pegawai gadungan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, sekira pukul 19.33 WIB. Berdasarkan pantauan, salah satu pegawai gadungan yang belum diketahui identitasnya terlihat mengenakan jaket hitam dan berkaca mata. Kedua tangannya tampak diborgol.

    Tessa mengatakan, sejumlah pegawai KPK gadungan saat ini sedang menjalani proses pemeriksaan di kantor KPK.

    Perkembangan dari penangkapan pegawai KPK gadungan ini akan disampaikan setelah pemeriksaan rampung.

    “Saat ini beberapa orang yang mengaku pegawai KPK (gadungan) tersebut sedang menjalani proses pemeriksaan di KPK, dan update selanjutnya akan kita infokan setelah proses pemeriksaan selesai,” ujar Tessa.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News