Kementrian Lembaga: KPK

  • Sidang Korupsi Truk Basarnas, Ahli Sebut Penyedia Barang Dilarang Bantu PPK Susun Dokumen Rencana – Halaman all

    Sidang Korupsi Truk Basarnas, Ahli Sebut Penyedia Barang Dilarang Bantu PPK Susun Dokumen Rencana – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Achmad Zikrullah menjelaskan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam penyusunan spesifikasi teknis dan gambar maupun harga pada tahap pelelangan dilarang melibatkan pihak yang memiliki konflik kepentingan. 

    Adapun hal itu disampaikan Achmad saat menjadi saksi ahli yang dihadirkan jaksa KPK pada sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/2/2025). 

    Ia bersaksi untuk terdakwa mantan Sekretaris Utama (Sestama) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas, Max Ruland Boseke; Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta, dan Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014, Anjar Sulistyono.

    “Ahli terkait dengan penyusunan spesifikasi teknis, gambar maupun harga perkiraan sendiri. Apakah PPK bisa mengikutkan atau melibatkan pihak ketiga dalam hal ini yang nanti menjadi penyedia barang jasa dan untuk paket pekerjaan itu?” tanya jaksa di persidangan.

    Achmad menerangkan bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan.

    “Sangat tidak bisa. Itu dilarang. PPK dilarang melibatkan para pihak yang memiliki konflik kepentingan,” kata Achmad.

    Ia mencontohkan pihak penyedia barang jasa membantu PPK menyusun dokumen perencanaan. Hal tersebut dilarang. 

    “Itu sudah melanggar prinsip pengadaan pasal 5, etika pengadaan pasal 6. Apalagi itu dilakukan secara sengaja sebagai satu bentuk rekayasa pengadaan. Itu sangat dilarang,” tegasnya. 

    Kemudian jaksa menanyakan bisa tidaknya pihak-pihak yang sifatnya netral dilibatkan PPK dalam penyusunan spesifikasi teknis dan gambar maupun harga dalam tahap pelelangan.

    “Ada namanya tenaga ahli. Jadi PPK itu bukan Superman. Dia nggak tahu apa-apa secara detail akan barang jasa yang akan dibeli. Untuk itu hadirlah tenaga ahli,” kata Achmad menjawab pertanyaan jaksa.

    Tenaga ahli itu kata dia bisa berbentuk konsultan perencana, bisa berbentuk perorangan hingga ahli.

    “Semuanya sifatnya independen, netral, tidak memiliki kepentingan terhadap proses pengadaan selanjutnya,” jelasnya.

    Dalam sidang sebelumnya, Ahli Perhitungan Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Irfan Febriandi mengatakan CV Delima Mandiri mengontrol penuh lelang truk di Basarnas. 

    “Terkait dengan real cost mungkin bisa ahli uraikan apa yang dimaksud dengan real cost tersebut,” tanya jaksa di persidangan, Kamis (30/1/2025). 

    Irfan menerangkan real cost tersebut pihaknya mengecek dan menghitung biaya-biaya benar-benar yang dibutuhkan penyedia untuk melaksanakan lelang truk di Basarnas. 

    “Kemarin kita itu posisinya mendapatkan data dari penyidik data tersebut kita konfirmasi kepada CV Delima Mandiri serta kepada vendor mengenai barang apa yang dipesan,” kata Irfan. 

    Ia melanjutkan menghitung real cost untuk kasus lelang truk Basarnas terjadi penyimpangannya itu ada di pengaturan atau rekayasa lelang. 

    “Karena lelangnya itu dari awal sampai akhir dikontrol oleh CV Delima Mandiri. Jadi harga dalam kontrak itu kita cari real costnya,” terangnya. 

    Sebagai informasi dalam perkara ini, Mantan Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.

    Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.

    Adapun sidang perdana digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).

    Dalam dakwaannya, Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    “Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum,” kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.

    Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014. 

    Di mana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.

    “Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00,” jelas Jaksa.

    Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.

    Di mana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.

    Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.

    Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000. Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.

    Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.

    “Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024,” pungkasnya.

    Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Pimpinan KPK Buka Suara soal DPR Bisa Evaluasi dan Ganti Pejabat Negara

    Pimpinan KPK Buka Suara soal DPR Bisa Evaluasi dan Ganti Pejabat Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara soal revisi Tata Tertib (Tatib) DPR yang mengatur kewenangan parlemen dalam mengevaluasi secara berkala sejumlah pejabat lembaga yang pernah menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR. 

    Sebagaimana diketahui, pimpinan KPK menjadi salah satu pimpinan lembaga negara yang menjalani mekanisme tersebut di DPR. Beberapa pimpinan lembaga lain meliputi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) hingga Kapolri dan Panglima TNI. 

    Menanggapi Tatib baru DPR itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa surat keputusan pemberhentian pejabat hanya dapat dilakukan oleh pejabat dari lembaga yang mengangkat pejabat tersebut, apabila ditinjau dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara. 

    Dalam hal KPK, Johanis menyebut hanya Presiden RI berwenang mencopot atau memberhentikan pimpinan lembaga antirasuah. Hal itu karena pimpinan KPK diangkat berdasarkan Keputusan Presiden atau Keppres. 

    “Iya betul [hanya presiden yang bisa memberhentikan pimpinan KPK, red] tetapi Surat Keputusan Pemberhentiannya harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 19/2019 yang mengatur mengenai syarat Pemberhentian Pimpinan KPK,” jelasnya melalui pesan singkat kepada wartawan, Kamis (6/2/2025). 

    Selain Presiden, Johanis menjelaskan bahwa keputusan pengangkatan pimpinan KPK bisa digugat hingga dinyatakan batal atau tidak sah melalui putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

    Menurut Johanis, tatib yang baru saja disahkan DPR itu berpotensi digugat melalui judicial review ke Mahkamah Agung (MA). 

    Pimpinan KPK dua periode itu menggarisbawahi UU No.12/2011 bahwa Peraturan DPR berada di bawah UU, sehingga bila ada pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh Peraturan DPR RI dapat mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Agung (MA). 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, DPR menyepakati Rancangan Peraturan DPR RI tentang Perubahan atas Peraturan DPR RI No.1/2020 tentang Tata Tertib yang mengatur evaluasi berkala calon pejabat publik yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna.

    “Tiba lah saatnya kami minta persetujuan fraksi-fraksi terhadap hasil pembahasan revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, apakah dapat disetujui?” tanya Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir saat memimpin Rapat Paripurna yang kemudian dijawab setuju secara serempak oleh anggota dewan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/2/2025). 

    Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Sturman Panjaitan menjelaskan bahwa revisi tersebut dilakukan berdasarkan penugasan Pimpinan DPR RI, dan telah dibahas dalam Rapat Baleg pada Senin (3/1/2025). 

    Sturman menjelaskan bahwa dalam rapat tersebut telah dibacakan pandangan mini fraksi, dan seluruh fraksi menyetujui rancangan peraturan tersebut.

    Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa perubahan Peraturan DPR RI tersebut mengatur disisipkannya Pasal 228A ayat (1) dan (2) di antara Pasal 228 dan Pasal 229.

    Pasal 228A ayat (1) berbunyi: “Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 ayat (2), DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR.”

    Kemudian, kata dia, Pasal 228A ayat (2) berbunyi: “Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.”

  • Akademisi Soroti Buruknya Pengelolaan Keuangan Pemkab Bojonegoro

    Akademisi Soroti Buruknya Pengelolaan Keuangan Pemkab Bojonegoro

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempatkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro dalam zona merah, yang menandakan kerentanan terhadap praktik korupsi.

    Skor Pemkab Bojonegoro sebesar 72,86 menempatkannya di urutan ke-21 dari 39 kabupaten/kota di Jawa Timur. Skor ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan korupsi di Bojonegoro masih jauh dari memadai. Skor tersebut seperti diunggah dalam platform JAGA yang dikembangkan oleh KPK.

    Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Gresik, Muhammad Rokib, menyoroti kegagalan Penjabat (Pj) Bupati Bojonegoro, Adriyanto, dalam mengelola keuangan daerah. Bojonegoro sebagai daerah penghasil minyak dan gas seharusnya memiliki tata kelola keuangan yang baik.

    “Dana yang diterima dari pusat, seperti DAU, DAK, dan DBH, sangat besar. Jika pengelolaannya buruk, potensi korupsi sangat tinggi,” ujar mantan jurnalis Koran Sindo tersebut, Kamis (6/2/2025).

    Rokib menambahkan, APBD Bojonegoro tahun 2024 yang mencapai lebih dari Rp8 triliun seharusnya dikelola dengan optimal, mengingat latar belakang Adriyanto sebagai pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.

    “Pak Adriyanto memiliki pengalaman di bidang keuangan. Seharusnya beliau mampu membawa perubahan signifikan dalam tata kelola keuangan daerah,” ujarnya.

    Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Tingginya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) di Bojonegoro menjadi bukti nyata buruknya pengelolaan keuangan daerah. Rokib menegaskan, hal ini harus menjadi perhatian serius bagi DPRD Bojonegoro untuk melakukan evaluasi dan perbaikan.

    Menanggapi hasil SPI tersebut, Pj Bupati Bojonegoro, Adriyanto, mengakui bahwa tata kelola keuangan masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus dibenahi. “Hasil survei ini menjadi pengingat bagi kami untuk terus memperkuat tata kelola keuangan,” ujar Adriyanto melalui pesan WhatsApp dalam kesempatannya.

    Untuk diketahui, platform “JAGA” yang dikembangkan KPK, sebagai sarana transparansi dan pencegahan korupsi, mencatat skor 0-72,9 sebagai zona merah, 72-77,9 zona kuning, dan 78-100 zona hijau. Hasil survei ini dapat diakses publik melalui laman jaga.id atau aplikasi Jaga di Play Store dan App Store. [lus]

  • Kronologi Polisi Tangkap 3 Pegawai KPK Gadungan yang Lakukan Pemerasan

    Kronologi Polisi Tangkap 3 Pegawai KPK Gadungan yang Lakukan Pemerasan

    Bisnis.com, JAKARTA — Polres Metro Jakarta Pusat (Jakpus) menjelaskan kronologi penangkapan tiga pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gadungan yang diduga melakukan pemerasan.

    Kasatreskrim Polres Metro Jakpus AKBP Muhammad Firdaus mengatakan pegawai KPK gadungan itu diduga telah memalsukan sprindik dan surat panggilan yang ditujukan ke mantan Bupati Rote Leonard Haning.

    “Jadi bahwasanya dari pelaku yang diamankan ini memalsukan dokumen sprindik dan surat panggilan. surat panggilan ini ditujukan kepada mantan Bupati Rote,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (6/2/2025).

    Firdaus menambahkan, kasus ini ditemukan oleh pihak mantan Bupati Rote. Kala itu, tim hukum eks Bupati Rote mendapatkan informasi soal sprindik atau surat panggilan yang dilayangkan ke kliennya.

    Kemudian, tim hukum eks Bupati Rote melakukan klarifikasi ke pihak KPK untuk mengonfirmasi soal panggilan tersebut. Usut punya usut, ternyata sprindik maupun surat panggilan itu adalah palsu atau bodong.

    “Orang-orang dari Bupati Rote ini kan punya tim kuasa hukumnya, dicek dan dikoordinasikan ke KPK ternyata benar sprindik ini palsu bodong,” tambahnya.

    Adapun, tiga orang yang ditangkap itu berinisial AS (45), JFH (47) dan AA (40). Mereka diamankan di Hotel Grand Boutique Kemayoran. Ketiga pria itu u saat ini tengah menjalani pemeriksaan terkait pelanggaran pada Pasal 263 KUHP.

    “Masih dalam pemeriksaan, mohon waktu. sementara sudah diamankan dan sudah ditangani Polres Metro Jakarta Pusat, masih dalam pemeriksaan,” pungkas Firdaus.

  • Soal DPR Bisa Copot Kapolri, Pengamat: Konyol, DPR Tak Tahu Batas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Februari 2025

    Soal DPR Bisa Copot Kapolri, Pengamat: Konyol, DPR Tak Tahu Batas Nasional 6 Februari 2025

    Soal DPR Bisa Copot Kapolri, Pengamat: Konyol, DPR Tak Tahu Batas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)
    Bambang Rukminto
    menyatakan,
    revisi Tata Tertib
    DPR yang memberi wewenang bagi DPR untuk mencopot kapolri adalah hal yang konyol.
    Bambang menilai, DPR seolah tidak mengetahui batas-batas kewenangannya karena tata tertib semestinya hanya megnatur internal DPR, tidak ke luar lembaga.
    “Membuat tatib yang berisi sesuatu yang jelas melanggar undang-undang selain mengarah pada
    abuse of power
    , juga kekonyolan. Seolah DPR tidak mengetahui batasan-batasan kewenangannya,” ujar Bambang saat dihubungi
    Kompas.com
    , Kamis (6/2/2025).
    Bambang menilai, revisi tatib ini justru menjadi indikasi kalau DPR tidak mampu melakukan kontrol dan pengawasan kepada Polri.
    Padahal, proses pengawasan ini bisa dilakukan dengan mengaudit kinerja Polri.
    Kemudian, hasil audit ini bisa disampaikan secara terbuka kepada publik atau langsung kepada presiden.
    “Jadi, tidak mungkin DPR bisa mencopot Kapolri atau Panglima TNI.
    Kewenangan DPR
    hanya sebatas melakukan pengawasan pada kebijakan yang diambil Kapolri atau Panglima TNI,” lanjut dia.
    Bambang mengatakan, pencopotan dan penunjukan Kapolri maupun Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden.
    Sebelumnya, DPR kini memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pejabat negara yang sebelumnya telah melewati proses uji kelayakan dan kepatutan (
    fit and proper test
    ) di DPR.
    Hal ini tertuang dalam revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (4/2/2025).
    Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan mengatakan, revisi ini memberi DPR ruang untuk meninjau kembali kinerja pejabat yang telah mereka tetapkan dalam rapat paripurna.
    Jika dalam evaluasi ditemukan kinerja yang tidak memenuhi harapan, DPR dapat memberikan rekomendasi pemberhentian.
    “Dengan pasal 228A diselipkan, DPR memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap jabatan calon-calon yang sebelumnya dilakukan fit and proper test melalui DPR,” ujar Bob Hasan di Gedung DPR RI, Selasa (4/2/2025).
    Bob menegaskan bahwa hasil evaluasi ini bisa berujung pada rekomendasi pemberhentian bagi pejabat yang dianggap tidak menunjukkan kinerja optimal.
    Dengan adanya
    revisi tata tertib
    ini, sejumlah pejabat yang telah ditetapkan DPR melalui rapat paripurna dapat dievaluasi kinerjanya secara berkala.
    Pejabat tersebut antara lain adalah Komisioner dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta hakim Mahkamah Konstitusi (MK), dan Mahkamah Agung (MA).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK di Praperadilan: Hasto Siap Talangi Harun Masiku untuk Suap KPU

    KPK di Praperadilan: Hasto Siap Talangi Harun Masiku untuk Suap KPU

    Jakarta

    Tim Biro Hukum KPK mengungkap peran Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku (HM). KPK menyebut Hasto siap menalangi suap tersebut agar urusan PAW Harun cepat selesai.

    Hal itu disampaikan tim biro hukum KPK saat membacakan tanggapan atas petitum praperadilan Hasto Kristiyanto di PN Jaksel, Kamis (6/2/2025). Mulanya, KPK mengatakan Saeful Bahri melakukan lobi ke KPU untuk mengurus PAW Harun.

    “Bahwa setelah menyerahkan surat tersebut ke KPU, Saeful Bahri melobi-lobi KPU dan Donny Tri Istiqomah mengurusi surat-surat dan kajian hukumnya. Bahwa sekitar awal September 2018, Saeful Bahri meminta Agustiani Tio Fridelina selaku Kader di DPP PDIP dan mantan Bawaslu RI tahun 2005-2010 untuk membantu mengurus masalah tersebut ke KPU. Kemudian, Saeful Bahri menyampaikan surat keputusan MA melalui WA kepada Agustiani Tio Fridelina,” kata tim biro hukum KPK.

    Singkat cerita, lobi-lobi itu berhasil. Tim hukum KPK mengatakan Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU saat itu meminta fee Rp 1 miliar. Namun, Saeful Bahri dan Agustiani Tio melakukan penawaran hingga disepakati fee untuk operasional sebesar Rp 900 juta.

    “Bahwa beberapa waktu kemudian pada bulan Desember 2019, Saeful Bahri mendapatkan informasi dari Agustiani Tio Fridelina bahwa dana yang diminta Wahyu Setiawan sebesar Rp 1 miliar. Atas permintaan tersebut Saeful Bahri meminta Agustiani Tio Fridelina untuk menawar dan akhirnya disepakati bahwa biaya operasional bahwa sebesar Rp 900 juta,” ujarnya.

    Setelah itu, Saeful lalu menemui Harun yang kemudian menyanggupi biaya operasional Rp 1,5 miliar. Dia menyebut Hasto mempersilakan pemberian fee itu untuk pengurusan PAW.

    “Bahwa selanjutnya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah menemui Harun Masiku di Hotel Grand Hyatt dan menyampaikan permintaan tersebut dan disanggupi oleh Harun Masiku. Pada permintaan itu Harun Masiku menyanggupi biaya operasional Rp 1.500.000.000. Selanjutnya, Hasto Kristiyanto mempersilakannya,” ujarnya.

    Hasto Sanggup Talangi Fee untuk Wahyu

    Dia mengatakan Saeful melaporkan perkembangan pengurusan PAW Harun ke Hasto. Dia mengatakan Hasto menyanggupi untuk menalangi urusan suap PAW Harun agar prosesnya cepat selesai.

    “Bahwa sekitar tanggal 13 Desember 2019, Saeful Bahri melaporkan kepada Hasto Kristiyanto terkait dengan kelanjutan perkembangan urusan Harun Masiku. Pada saat itu, Hasto mengatakan ‘ya silakan saja bila perlu, saya menyanggupi untuk menalanginya dulu biar urusan Harun Masiku cepat selesai’,” kata tim biro hukum KPK.

    “Kemudian siang harinya Saeful Bahri menemui Harun Masiku di kantor DPP PDIP dan menjelaskan bahwa perkembangan keputusan itu sudah disampaikan kepada Hasto Kristiyanto,” tambahnya.

    Setelah Hasto menyetujuinya, tim hukum KPK mengatakan staf Hasto bernama Kusnadi bergerak. Kusnadi, katanya menitipkan uang Rp 400 juta untuk mengurus PAW Harun Masiku.

    “Bahwa pada tanggal 16 Desember 2019 sekitar pukul 16.00 WIB, Kusnadi selaku staf Sekjen DPP PDIP menghadap Donny Tri Istiqomah di ruang rapat DPP PDIP di Jalan Diponegoro Jakpus Saat itu, Kusnadi menitipkan uang yang dibungkus amplop warna cokelat yang dimasukkan di dalam tas ransel berwarna hitam dan mengatakan, ‘Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan uang operasional Rp 400 juta ke Pak Saeful yang Rp 600 juta Harun’, katanya. Bahwa selanjutnya, masih pada tanggal 16 Desember 2019, Donny Tri Istiqomah menghubungi Saeful Bahri melalui chat WA, yang berbunyi, ‘Mas Hasto ngasih Rp 400 juta yang Rp 600 juta Harun katanya udah ku pegang,” tuturnya.

    “Atas pernyataan tersebut Donny Tri Istiqomah kemudian membuka titipan tersebut dan menghitungnya di dalam uang amplop tersebut bahwa uang rupiah bentuk pecahan Rp 50 ribu sejumlah Rp 400 juta,” imbuhnya.

    Diketahui, Harun Masiku telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap PAW anggota DPR. Status itu disematkan kepada Harun sejak Januari 2020.

    Harun diduga menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan. Namun, selama lima tahun terakhir, keberadaan Harun Masiku belum diketahui.

    Pada akhir 2024, KPK menetapkan Sekjen PDIP Hasto dan pengacara Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru dalam kasus ini. Hasto juga diduga merintangi penyidikan Harun.

    (zap/dhn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Tiga Penyidik Gadungan KPK Ditangkap, Mantan Bupati Rote Ndao Nyaris Jadi Korban – Page 3

    Tiga Penyidik Gadungan KPK Ditangkap, Mantan Bupati Rote Ndao Nyaris Jadi Korban – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Tiga orang berlagak penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seolah-olah punya kewenangan untuk memanggil seseorang.

    Mantan Bupati Rote Ndao, Leonard Haning, nyaris menjadi korban, untungnya ia melalui kuasa hukum langsung mengkonfirmasi kepada KPK. Terkait kejadian ini, tiga orang terduga pelaku berhasil diamankan, kini diserahkan kepada Polres Metro Jakarta Timur.

    “Tadi malam diserahterimakan 3 pelaku dari pegawai KPK kepada Polres Metro Jakpus untuk proses hukum lanjut,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Condro dalam keterangannya, Kamis (6/2/2025).

    Susatyo belum bicara lebih jauh, dia beralasan proses pemeriksaan terhadap ketiga pelaku masih berjalan.

    “Saat ini tiga orang diduga pelaku masih dalam pemeriksaan di Mapolrestro Jakpus,” ujar dia.

    Terpisah, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP M. Firdaus menambahkan, ketiga pelaku yakni AS (45), JFH (47), dan AA (40) diduga memalsukan dokumen sprindik dan surat panggilan dari KPK.

    “Perkara pemalsuan dokumen,” ujar dia.

    Firdaus mengatakan, surat perintah penyidikan dan surat panggilan KPK ditujukan kepada Mantan Bupati Rote Ndao, Leonard Haning. Penasihat hukum kemudian mengkonfirmasi kepada pihak KPK. Hasilnya, sprindik dan surat panggilan tersebut diduga palsu.

    “Ternyata benar sprindik ini palsu bodong,” ujar dia.

  • DPR Bisa Copot Pejabat Negara Bentuk Intervensi Keliru Sistem Ketatanegaraan

    DPR Bisa Copot Pejabat Negara Bentuk Intervensi Keliru Sistem Ketatanegaraan

    loading…

    DPR bisa mencopot pejabat negara seperti Hakim MK, Hakim MA, Kapolri, Panglima TNI, dan Ketua KPK merupakan bentuk intervensi keliru atas prinsip check and balances dalam sistem ketatanegaraan. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – DPR bisa mencopot pejabat negara seperti Hakim MK, Hakim MA, Kapolri, Panglima TNI, dan Ketua KPK merupakan bentuk intervensi keliru atas prinsip check and balances dalam sistem ketatanegaraan. Aturan tersebut tertuang dalam revisi Tata Tertib (Tatib) DPR.

    Revisi itu pada pokoknya mempertegas fungsi pengawasan DPR terhadap calon-calon penyelenggara negara yang pengangkatannya melalui proses politik di DPR.

    “Memang tidak ada penyebutan pencopotan pejabat, tetapi frase pada Pasal 228A Ayat (2) menyebutkan hasil evaluasi bersifat mengikat, tentu bisa berujung pada pencopotan jika hasil evaluasi merekomendasikan pencopotan seorang pejabat penyelenggara negara,” ujar Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi, Kamis (6/2/2025).

    Menurut dia, substansi norma sebagaimana Pasal 228A ini keliru secara formil di mana peraturan internal sebuah lembaga negara seharusnya hanya mengatur urusan internal kelembagaan dan/atau mengatur pihak-pihak yang berhubungan dengan lembaga dimaksud.

    Sementara secara substantif, norma di atas bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

    Menurut UUD, frase ini untuk menjamin kemerdekaan dan independensi lembaga-lembaga yang diatur UUD, memastikan pengawasan dan keseimbangan antar masing-masing cabang kekuasaan, serta tidak boleh ada pengaturan lain yang secara substantif melemahkan independensi lembaga-lembaga negara baik yang dibentuk dengan UUD maupun UU lainnya.

    “Norma Pasal 228A juga melampaui puluhan UU sektoral lain yang justru memberikan jaminan independensi pada MA, MK, BI, KPK, KY, dan lainnya yang berpotensi dibonsai oleh DPR dengan kewenangan evaluasi yang absurd,” ungkap Hendardi.

    Dia menilai DPR gagal memahami makna frase pengawasan yang merupakan salah satu fungsi DPR sebagaimana Pasal 20A (1) UUD 1945. Fungsi pengawasan yang melekat pada DPR adalah mengawasi organ pemerintahan lain dalam menjalankan undang-undang.

    Artinya, yang diawasi DPR adalah pelaksanaan UU bukan kinerja personal apalagi kasus-kasus yang seringkali menimbulkan konflik kepentingan berlapis.

    “Dalam sistem presidensial, jika pun DPR diberi kewenangan menyetujui pencalonan, memilih, atau menetapkan, itu semata-mata ditujukan memastikan adanya pengawasan dan keseimbangan antar lembaga negara dan memastikan pembatasan bagi presiden agar tidak secara bebas memutuskan (discretionary decision) pengisian pejabat penyelenggara kedaulatan rakyat, sehingga desain independensi lembaga-lembaga negara tetap terjaga,” ujarnya.

    Hendardi kembali menegaskan supremasi parlemen yang melampaui prinsip pembagian kekuasaan sebagaimana Pasal 1 (2) UUD tidak boleh dibiarkan. Sebaiknya DPR berfokus pada tugas utama pembentukan UU, pengawasan atas berjalannya UU yang dibentuknya dan fungsi budgeting secara lebih berkualitas, bukan merancang ranjau-ranjau politik dan kekuasaan yang ditujukan bukan untuk kepentingan rakyat tetapi memaksa kepatuhan buta pada parlemen dan selalu membuka ruang-ruang transaksi dan negosiasi.

    “Peraturan DPR yang cacat formil dan materiil ini sebaiknya tidak perlu diundangkan dan jika sudah terlanjur diundangkan dapat diperkarakan ke Mahkamah Agung agar segera dibatalkan,” kata Hendardi.

    (jon)

  • Emak-emak Demo Dukung Praperadilan Hasto Kristiyanto – Page 3

    Emak-emak Demo Dukung Praperadilan Hasto Kristiyanto – Page 3

    Tim Hukum Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubismemastikan dalam lanjutan sidang praperadilan yang akan dilakukan secara maraton dengan asas fast trial akan turut menghadirkan sejumlah saksi dan ahli.

    Tujuannya, menguji keabsahan status tersangka kliennya yang diyakini tidak sah menurut hukum.

    “Kita akan menampilkan ahli, akan menghadirkan saksi dan kita akan menggali lebih jauh,” kata Todung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025).

    Todung menegaskan, proses penegakkan hukum dalam menetapkan status tersangka terhadap seseorang adalah hal penting. Karena jika sembarang dan tidak prosedural, maka status tersangka disematkan bisa batal demi hukum.

    “Proses itu sangat penting, sebab kalau di negara lain, misalnya ya saya kasih contoh tersangka yang tidak didampingi oleh penasihat hukum, oleh advokat dan saksi juga yang tidak didampingi itu bisa mengakibatkan batal proses itu,” jelas Todung.

    Maka dari itu, Todung mengkritisi apa yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya, mulai dari cara menyita benda yang dianggap barang bukti dengan cara yang brutal.

    “Tadi dikatakan (KPK) menyita handphone, penyitaan buku dan sebagainya, dari Kusnadi (asisten Hasto) dan banyak yang lain-lain. Ini menurut saya betul-betul satu pelanggaran yang sangat brutal (caranya),” kritik Todung. 

    Dia mengingatkan, sejatinya KPK tidak boleh melanggar hukum saat menegakkan hukum, karena sebagai aparat, KPK harus menghormati hukum yang berlaku.

    “Mungkin KPK terlalu manja selama ini, mendapat pujian, mendapat dukungan, mendapat ya apresiasi, tapi dengan segala hormat kepada KPK, KPK tidak boleh melanggar hukum saat menegakkan hukum dan harus menghormati hukum yang berlaku,” Todung menandasi.

  • KPK Ungkap Alasan 2 Pejabat Pantau Langsung Praperadilan Perdana Hasto

    KPK Ungkap Alasan 2 Pejabat Pantau Langsung Praperadilan Perdana Hasto

    Bisnis.com, JAKARTA – Dua orang pejabat penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memantau langsung berjalannya sidang perdana praperadilan yang diajukan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025). 

    Pejabat dimaksud yakni Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Irjen Pol Rudi Setiawan serta Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu. 

    Mengenai kehadirannya langsung di praperadilan Hasto kemarin, Asep mengatakan bahwa bukan kali ini saja pejabat KPK menghadiri langsung praperadilan yang diajukan tersangka kasus dugaan korupsi. Bahkan, dia mengungkap sudah beberapa kali. 

    “Bukan kali ini saja, Sudah beberapa kali atau beberapa praperadilan kami hadir untuk memberikan support kepada tim hukum dari KPK. Sebelumnya kami hadir juga di prapereadilan ASDP dll,” ungkap Asep kepada wartawan melalui pesan singkat, Kamis (6/2/2025). 

    Asep mengatakan bahwa pemantauan langsung itu murni dilakukan untuk memberikan dukungan ke tim Biro Hukum yang mewakili KPK di persidangan. Dia menyebut hingga saat ini tidak terindikasi adanya intervensi. 

    “Sejauh ini tidak ada, kehadiran kami untuk memberikan support kepada tim hukum KPK,” tuturnya.

    Adapun sidang praperadilan perdana yang diajukan Hasto digelar kemarin, Rabu (5/2/2025). Pada sidang tersebut, Sekjen PDIP itu meminta agar Hakim menyatakan penetapannya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah. 

    Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail menyampaikan bahwa kliennya memohon kepada Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan agar mengabulkan seluruh permohonan praperadilan yang diajukan. Salah satunya yakni menyatakan perbuatan Termohon yakni KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka adalah perbuatan sewenang-wenang. 

    “Menyatakan bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan harus dinyatakan batal,” ujar Maqdir membacakan petitum permohonan praperadilan di ruangan sidang PN Jakarta Selatan. 

    Selain itu, kubu Hasto memohon kepada Hakim agar menyatakan dua Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 dan Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada tanggal 23 Desember 2024 tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sehingga dinyatakan batal.

    Hakim juga diminta untuk memerintahkan KPK menghentikan penyidikan atas dua sprindik tersebut, sekaligus mencabut larangan bepergian ke luar negeri kepada Hasto. 

    “Dan memerintahkan kepada Termohon untuk mengembalikan pada keadaan semula dalam tempo 3×24 jam sejak putusan ini dibacakan,” papar Maqdir. 

    Tidak hanya itu, Hakim diminta menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh KPK berkaitan dengan penetapan Hasto sebagai tersangka. Sementara itu, barang-barang milik Hasto yang sebelumnya disita oleh penyidik KPK juga diminta untuk dikembalikan. 

    Misalnya, dua handphone milik Hasto; satu handphone milik staf Hasto, Kusnadi; tiga buku catatan di antaranya milik Hasto dan bertuliskan ‘PDI Perjuangan’; satu lembar kwitansi DPP PDIP Rp200 juta untuk pembayaran operasional Suryo AB; satu buku tabungan BRI Simpedes milik Kusnadi; satu kartu eksekutif Menteng Apartemen; satu dompet serta satu voice recorder. 

    “Memulihkan segala hak hukum Pemohon terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh Termohon,” terang Maqdir.