Kementrian Lembaga: KPK

  • Rp 300 Miliar yang Dipamerkan KPK Ternyata Pinjaman Bank, Sore Harus Kembali

    Rp 300 Miliar yang Dipamerkan KPK Ternyata Pinjaman Bank, Sore Harus Kembali

    Rp 300 Miliar yang Dipamerkan KPK Ternyata Pinjaman Bank, Sore Harus Kembali
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Uang rampasan Rp 300 miliar dari kasus investasi fiktif Taspen yang dipamerkan KPK ternyata adalah uang pinjaman dari bank dan harus dikembalikan lagi sore hari.
    Jaksa Eksekusi
    KPK
    , Leo Sukoto Manalu, mengungkapan bahwa lembaganya meminjam uang kepada salah satu bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang lokasinya tidak jauh dari KPK.
    Peminjaman uang tersebut untuk keperluan jumpa pers terkait penyerahan uang senilai Rp 883 lebih dari KPK kepada PT Taspen.
    “Kita tadi pagi masih bisa komunikasi dengan BNI Mega Kuningan, mohon dipinjami uang Rp 300 miliar. Jadi uang ini kami pinjam dari BNI Mega Kuningan,” ungkap Leo dalam jumpa pers di kantornya, Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).
    Sementara, Leo memastikan bahwa pengamanan uang dari BNI Mega Kuningan pun berlangsung ketat.
    “Jam 16.00 WIB sore, kita akan kembalikan lagi uang ini. Kita juga akan dibantu pengamanan dari kepolisian,” jelas dia.
    Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengungkapan, kerugian negara dalam kasus investasi fiktif PT Taspen (Persero) senilai Rp 1 triliun.
    Hal tersebut diketahui KPK berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif oleh Badan Keuangan Negara (BPK) Republik Indonesia pada 22 April 2025.
    “Nah, dari hasil, perhitungan kerugian keuangan negara, diperoleh bahwa kerugian keuangan negaranya yang diderita oleh PT Taspen adalah sejumlah Rp 1 triliun,” ungkap Asep.
    Kendati demikian, KPK hanya menyerahkan uang senilai Rp 883 miliar kepada PT Taspen. Dana tersebut telah disetorkan pada 20 November 2025 ke rekening giro Tabungan Hari Tua (THT) Taspen di BRI Cabang Veteran, Jakarta.
    Asep menjelaskan, uang senilai lebih dari Rp 883 miliar itu merupakan hasil rampasan dari terdakwa mantan Direktur PT Insight Investment Management, Ekiawan Heri Primaryanto, yang perkaranya kini telah berkekuatan hukum tetap.
    Sementara, dalam perkara ini, ada terdakwa lain, yakni mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius NS Kosasih.
    “Uang yang ada di belakang kami atau di depan rekan-rekan itu khusus untuk perkaranya Pak Ekiawan. Jadi tidak untuk yang Pak ANS,” ujar dia.
    “Ya. Jadi Pak ANS ada lagi sekitar Rp 160 (miliar). Jadi kalau dihitung-hitung mungkin ya memang pas Rp 1 triliun, bahkan lebih ya mungkin ya,” sambung dia.
    Dalam jumpa pers ini, KPK memamerkan uang Rp 300 miliar yang merupakan bagian dari lebih dari Rp 883 miliar uang rampasan dari Ekiawan Heri Primaryanto.
    Asep menyampaikan bahwa uang yang ditampilkan tidak bisa diperlihatkan seluruhnya karena keterbatasan tempat dan alasan keamanan
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rp 300 Miliar yang Dipamerkan KPK Ternyata Pinjaman Bank, Sore Harus Kembali

    Rp 300 Miliar yang Dipamerkan KPK Ternyata Pinjaman Bank, Sore Harus Kembali

    Rp 300 Miliar yang Dipamerkan KPK Ternyata Pinjaman Bank, Sore Harus Kembali
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Uang rampasan Rp 300 miliar dari kasus investasi fiktif Taspen yang dipamerkan KPK ternyata adalah uang pinjaman dari bank dan harus dikembalikan lagi sore hari.
    Jaksa Eksekusi
    KPK
    , Leo Sukoto Manalu, mengungkapan bahwa lembaganya meminjam uang kepada salah satu bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang lokasinya tidak jauh dari KPK.
    Peminjaman uang tersebut untuk keperluan jumpa pers terkait penyerahan uang senilai Rp 883 lebih dari KPK kepada PT Taspen.
    “Kita tadi pagi masih bisa komunikasi dengan BNI Mega Kuningan, mohon dipinjami uang Rp 300 miliar. Jadi uang ini kami pinjam dari BNI Mega Kuningan,” ungkap Leo dalam jumpa pers di kantornya, Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).
    Sementara, Leo memastikan bahwa pengamanan uang dari BNI Mega Kuningan pun berlangsung ketat.
    “Jam 16.00 WIB sore, kita akan kembalikan lagi uang ini. Kita juga akan dibantu pengamanan dari kepolisian,” jelas dia.
    Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengungkapan, kerugian negara dalam kasus investasi fiktif PT Taspen (Persero) senilai Rp 1 triliun.
    Hal tersebut diketahui KPK berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif oleh Badan Keuangan Negara (BPK) Republik Indonesia pada 22 April 2025.
    “Nah, dari hasil, perhitungan kerugian keuangan negara, diperoleh bahwa kerugian keuangan negaranya yang diderita oleh PT Taspen adalah sejumlah Rp 1 triliun,” ungkap Asep.
    Kendati demikian, KPK hanya menyerahkan uang senilai Rp 883 miliar kepada PT Taspen. Dana tersebut telah disetorkan pada 20 November 2025 ke rekening giro Tabungan Hari Tua (THT) Taspen di BRI Cabang Veteran, Jakarta.
    Asep menjelaskan, uang senilai lebih dari Rp 883 miliar itu merupakan hasil rampasan dari terdakwa mantan Direktur PT Insight Investment Management, Ekiawan Heri Primaryanto, yang perkaranya kini telah berkekuatan hukum tetap.
    Sementara, dalam perkara ini, ada terdakwa lain, yakni mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius NS Kosasih.
    “Uang yang ada di belakang kami atau di depan rekan-rekan itu khusus untuk perkaranya Pak Ekiawan. Jadi tidak untuk yang Pak ANS,” ujar dia.
    “Ya. Jadi Pak ANS ada lagi sekitar Rp 160 (miliar). Jadi kalau dihitung-hitung mungkin ya memang pas Rp 1 triliun, bahkan lebih ya mungkin ya,” sambung dia.
    Dalam jumpa pers ini, KPK memamerkan uang Rp 300 miliar yang merupakan bagian dari lebih dari Rp 883 miliar uang rampasan dari Ekiawan Heri Primaryanto.
    Asep menyampaikan bahwa uang yang ditampilkan tidak bisa diperlihatkan seluruhnya karena keterbatasan tempat dan alasan keamanan
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rp 300 Miliar yang Dipamerkan KPK Ternyata Pinjaman Bank, Sore Harus Kembali

    1 Rp 300 M Dipamerkan KPK: Diambil dari Rekening Penampungan Sitaan, Sore Dikembalikan Nasional

    Rp 300 M Dipamerkan KPK: Diambil dari Rekening Penampungan Sitaan, Sore Dikembalikan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Uang rampasan Rp 300 miliar dari Rp 883 miliar lebih dalam kasus investasi fiktif Taspen dipamerkan ke publik setelah KPK meminjam dari bank tempat KPK menyimpan rekening penampungan.
    Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi
    KPK
    , Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa KPK telah mentransfer aset yang sudah dirampas ke rekening giro Tabungan Hari Tua (THT) Taspen di BRI Cabang Veteran Jakarta sebesar Rp 883 miliar.
    “Hari ini KPK akan melakukan penyerahan kepada PT Taspen Persero atas penjualan kembali aset yang sudah dirampas yakni dalam bentuk uang sebesar Rp 883.038.394.268 yang telah disetorkan atau ditransfer pada tanggal 20 November 2025 ke rekening giro THT Taspen pada BRI Cabang Veteran, Jakarta,” kata Asep dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).
    Uang yang ditampilkan KPK tidak Rp 838 miliar namun hanya sebagian dari itu yakni Rp 300 miliar karena keterbatasan tempat dan alasan keamanan.
    Sementara, alasan KPK memamerkan uang ini sebagai bentuk transparansi kepada publik terkait penyerahan uang kepada negara.
    Jaksa Eksekusi KPK, Leo Sukoto Manalu, mengungkapan bahwa lembaganya meminjam uang kepada salah satu bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang lokasinya tidak jauh dari KPK.
    Peminjaman uang tersebut untuk keperluan jumpa pers hari ini terkait penyerahan uang senilai Rp 883 lebih dari KPK kepada PT Taspen.
    “Masalah peminjaman uang ini, kita meminjam tadi pagi jam 10.00 WIB,” kata Leo.
    Dia menjelaskan bahwa KPK telah mentransfer Rp 883 miliar ke PT Taspen, namun kemudian KPK berkomunikasi dengan bank agar KPK bisa menghadirkan Rp 300 miliar di KPK seperti yang dipampang ke publik ini.
    “Kita tadi pagi masih bisa komunikasi dengan BNI Mega Kuningan, mohon dipinjami uang Rp 300 miliar. Jadi uang ini kami pinjam dari BNI Mega Kuningan,” ungkap Leo.
    Sementara, Leo memastikan bahwa pengamanan uang dari BNI Mega Kuningan pun berlangsung ketat.
    “Jam 16.00 WIB sore, kita akan kembalikan lagi uang ini. Kita juga akan dibantu pengamanan dari kepolisian,” jelas dia.
    Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengungkapan, kerugian negara dalam kasus investasi fiktif PT Taspen (Persero) senilai Rp 1 triliun.
    Hal tersebut diketahui KPK berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif oleh Badan Keuangan Negara (BPK) Republik Indonesia pada 22 April 2025.
    “Nah, dari hasil, perhitungan kerugian keuangan negara, diperoleh bahwa kerugian keuangan negaranya yang diderita oleh PT Taspen adalah sejumlah Rp 1 triliun,” ungkap Asep.
    Kendati demikian, KPK hanya menyerahkan uang senilai Rp 883 miliar kepada PT Taspen. Dana tersebut telah disetorkan pada 20 November 2025 ke rekening giro Tabungan Hari Tua (THT) Taspen di BRI Cabang Veteran, Jakarta.
    Asep menjelaskan, uang senilai lebih dari Rp 883 miliar itu merupakan hasil rampasan dari terdakwa mantan Direktur PT Insight Investment Management, Ekiawan Heri Primaryanto, yang perkaranya kini telah berkekuatan hukum tetap.
    Sementara, dalam perkara ini, ada terdakwa lain, yakni mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius NS Kosasih.
    “Uang yang ada di belakang kami atau di depan rekan-rekan itu khusus untuk perkaranya Pak Ekiawan. Jadi tidak untuk yang Pak ANS,” ujar dia.
    “Ya. Jadi Pak ANS ada lagi sekitar Rp 160 (miliar). Jadi kalau dihitung-hitung mungkin ya memang pas Rp 1 triliun, bahkan lebih ya mungkin ya,” sambung dia.
    Dalam jumpa pers ini, KPK memamerkan uang Rp 300 miliar yang merupakan bagian dari lebih dari Rp 883 miliar uang rampasan dari Ekiawan Heri Primaryanto.
    Asep menyampaikan bahwa uang yang ditampilkan tidak bisa diperlihatkan seluruhnya karena keterbatasan tempat dan alasan keamanan.
    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, memberikan penjelasan soal peminjaman uang yang dipampang dalam acara serah terima barang rampasan negara dari KPK kepada PT Taspen pada Kamis (20/11/2025).
    Budi menjelaskan bahwa KPK menitipkan uang sitaan dan rampasan ke rekening penampungan milik KPK di bank.
    KPK lantas meminjam dari rekening itu untuk acara Kamis (20/11/2025) karena KPK tidak menyimpan barang rampasan di gedungnya.
    “KPK tidak menyimpan uang-uang sitaan maupun rampasan di Gedung Merah Putih atau di Rupbasan (Rumah Penyitaan Benda Sitaan Negara). Maka KPK menitipkannya ke bank. Ada yang namanya rekening penampungan,” kata Budi, Jumat (21/11/2025).
    “Jadi jangan sampai keliru, karena ada yang masih sebut KPK pinjam uang bank,” kata Budi.
    Keterangan:
    Berita ini mengalami perubahan judul pada Jumat (21/11/2025) pukul 08.46 WIB usai redaksi menerima penjelasan dari Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.
    Redaksi juga melengkapi isi berita serta menambahkan penjelasan Budi Prasetyo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bahlil Lahadalia Akui Polri dan Jaksa Aktif Bantu Perkuat Kinerja ESDM

    Bahlil Lahadalia Akui Polri dan Jaksa Aktif Bantu Perkuat Kinerja ESDM

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan keberadaan aparat penegak hukum, baik polisi maupun jaksa, di lingkungan kementeriannya selama ini justru memperkuat sistem pengawasan dan penegakan aturan. 

    Menurut Bahlil, saat ini, terdapat sejumlah personel Polri yang bertugas di Kementerian ESDM, termasuk inspektur jenderal yang berpangkat komisaris jenderal.

    “Di ESDM ada beberapa anggota dari Polri, termasuk Inspektur Jenderal kita. Itu pangkatnya bintang 3 atau apa namanya, komjen ya,” ujar Bahlil saat ditemui wartawan di Jakarta, Kamis (20/11/2025).

    Bahlil menegaskan, posisi tersebut berjalan sesuai aturan yang berlaku. Dia menilai keberadaan aparat aktif di kementeriannya bukan sekadar formalitas, melainkan terbukti mempercepat dan memperkuat kerja-kerja pengawasan sektor ESDM.

    “Sangat, sangat (membantu). Polisi aktif, kemudian jaksa aktif. Jaksa juga kan ada di kantor kami. Dirjen Gakkum kan dari jaksa. Saya pikir ini sebuah kolaborasi yang baik dan sangat membantu,” tandas Bahlil.

    Diketahui, saat ini, publik dan sejumlah pihak menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil. Polisi bisa menduduki jabatan sipil jika sudah pensiun atau mengundurkan diri.

    Salah satu pihak yang ikut menyoroti putusan MK tersebut adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto yang merupakan purnawirawan atau pensiun Polri. Setyo menegaskan KPK sedang mempelajari dan menganalisis putusan MK tersebut agar bisa dilaksanakan di institusi KPK.

    “Ya, saya kira putusan MK ya, sementara itu menjadi telaahan dari pihak pihak biro hukum (KPK) untuk memastikan posisinya seperti apa, gitu,” ujar Setyo dikutip Rabu (19/11/2025).

    Selain itu, kata Setyo, KPK juga masih menunggu hasil analisis dari Mabes Polri atas putusan tersebut. Hasil analisis Mabes Polri tersebut nantinya akan menjadi panduan bagi KPK untuk mengimplementasikan putusan MK. 

    “Kemudian, kita tunggu juga dari beberapa pihak yang lain, mungkin dari Mabes Polri, ya, dari kementerian yang lain, yang irisannya dengan kewenangan mereka berkaitan dengan putusan MK itu, nanti hasilnya seperti apa, itu nanti akan dijalankan,” pungkas Setyo.

  • KPK Akhirnya Bongkar Alasan Pamer Tembok Uang Rp 300 M di Podium

    KPK Akhirnya Bongkar Alasan Pamer Tembok Uang Rp 300 M di Podium

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemandangan tidak biasa muncul di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/11/2025). Ruang konferensi pers dipenuhi tumpukan uang pecahan Rp 100.000 yang disusun menyerupai tembok bata setinggi 1,5 meter. Totalnya mencapai Rp 300 miliar, bagian dari Rp 883 miliar uang hasil korupsi investasi fiktif PT Taspen.

    Untuk pertama kalinya dalam sejarah lembaga antirasuah, KPK secara terang-terangan memamerkan uang rampasan dari koruptor di hadapan publik. Mengapa?

    Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan langkah ini dilakukan agar publik dapat melihat langsung uang rampasan tersebut benar-benar diserahkan ke pihak yang berhak, yaitu PT Taspen.

    “Ini biar kelihatan. Takutnya kan masyarakat bertanya, bener enggak diserahkan? Jangan-jangan cuma sebagian,” ujarnya.

    Asep menegaskan, transparansi adalah kunci, sekaligus bagian dari upaya menciptakan efek jera bagi para pelaku korupsi.

    Asep juga menyinggung pentingnya dana Taspen bagi jutaan aparatur sipil negara (ASN). Sebagai anak dari pensiunan pegawai negeri, ia mengaku merasakan langsung betapa pentingnya dana tersebut. “Dana Taspen inilah yang menolong keberlanjutan hidup keluarga kami,” ungkapnya.

    KPK ingin memastikan para pensiunan dan pegawai negeri mengetahui uang yang dikorupsi akhirnya kembali. Nilai kerugian Rp 1 triliun dalam kasus ini setara dengan gaji pokok 400.000 ASN.

    Uang Rp 300 miliar dipajang dalam bal-bal plastik putih, masing-masing senilai Rp 1 miliar. Tumpukan itu memenuhi hampir seluruh sisi depan ruangan konferensi pers, dengan papan kecil bertuliskan nilai rampasan yang berhasil diamankan.

    Uang tersebut bersumber dari korupsi investasi fiktif PT Taspen, yaitu Ekiawan Heri Primaryanto dan eks Dirut PT Insight Investment Management (PT IIM) yang sudah inkrah setelah tidak mengajukan banding.

    Selain itu, Antonius Kosasih, mantan Dirut PT Taspen, juga divonis namun masih mengajukan banding. KPK juga masih menyidik PT IIM sebagai tersangka korporasi. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 883 miliar.

    Asep berharap uang rampasan yang dikembalikan ke Taspen dapat dikelola dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi lebih dari 4,8 juta ASN dan pensiunan. “Mudah-mudahan dana ini tumbuh dan kebermanfaatannya dirasakan para ASN dan pensiunan,” kata Asep.

  • Terima Hasil Rampasan Rp883 Miliar dari KPK, Taspen Bakal Investasikan di SBN

    Terima Hasil Rampasan Rp883 Miliar dari KPK, Taspen Bakal Investasikan di SBN

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Taspen (Persero) menerima uang lebih dari Rp883 miliar dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari rampasan terdakwa kasus investasi fiktif PT Taspen yakni mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM) Ekiawan Heri Primaryanto.

    Direktur Utama PT Taspen, Rony Hanityo Aprianto, mengatakan uang akan dikembalikan ke Tabungan Hari Tua (THT) yang kemudian dikelola melalui investasi berupa Surat Berharga Negara (SBN).

    “Nah, akan ditaruh di mana investasi tersebut? Kami tetap konservatif. Kami pasti akan pilih either masuk ke SBN atau masuk ke kelas aset saham,” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/11/2025).

    Dia menilai pengelolaan investasi ke SBN tidak lepas dari kebijakan pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan Purbaya yang dianggap efektif untuk dikelola di pasar uang.

    Pada dasarnya, kata Rony, 60% investasi Taspen disalurkan ke SBN. KPK juga menyerahkan enam unit efek, diantaranya adalah KLK EBA Garuda, 2 seri obligasi WIKA, dan 3 seri obligasi PT PP.

    Rony menjelaskan untuk saat ini, enam efek tersebut belum dikelola karena dari ketiga efek masih dalam kondisi restruct sehingga tidak memperoleh nilai penuh.

    “Kalau kita valuasi itu nilainya tidak 100% atau kalau kita jumlahkan dari 6 itu sekitar jumlahnya itu 30-an lah. Rp30 miliaran,” jelasnya

    Diketahui total nilai yang harus dikembalikan adalah Rp1 triliun, di mana sisanya berada di terdakwa Anotius Kosasih selaku mantan Direktur PT Taspen. Kosasih mengajukan banding sehingga status hukumnya belum inkrah dan kerugian negara dari Kosasih juga belum tetap.

    Pada hari ini, KPK menyerahkan secara simbolis Rp300 miliar kepada PT Taspen. 

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan alasan ditampilkannya Rp300 miliar karena keterbatasan ruangan dan faktor keamanan.

    “Sementara, uang di depan ini, karena tempat dan keamanan, tidak kami tampilkan keseluruhannya. Uang yang ditampilkan hanya sejumlah Tiga Ratus Miliar Rupiah dari total Rp883 miliar,” kata Asep,

    Sekadar informasi, Kosasih divonis pada Senin, 6 Oktober 2025. Selain kurungan 10 tahun, dia juga diminta hakim untuk 

    membayar uang pengganti sebesar Rp 29,152 miliar, 127.057 dolar Amerika Serikat (AS), 283.002 dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 30 Poundsterling, 128 ribu yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,262 juta won Korea, dan Rp 2.877.000.

    Sedangkan mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management Ekiawan Heri Primaryanto divonis 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta, subsider 6 bulan penjara.

  • KPK Beberkan Alasan Hanya Terima Rampasan Rp883 Miliar dari Kasus PT Taspen

    KPK Beberkan Alasan Hanya Terima Rampasan Rp883 Miliar dari Kasus PT Taspen

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyerahkan lebih dari Rp883 miliar dari kasus PT Taspen (Persero). Uang tersebut berasal dari rampasan terdakwa kasus investasi fiktif bernama Ekiawan Heri Primaryanto selaku Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM).

    Pada hari ini, Kamis (20/11/2025) KPK secara simbolis menyerahkan Rp300 miliar di Gedung Merah Putik KPK, Jakarta Selatan. Dari kasus tersebut Pengadilan Tipikor menyatakan bahwa kerugian negara mencapai Rp1 triliun berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI Nomor 14/LHP/XXI/04/2025 tanggal 22 April 2025.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan sisa uang yang belum dikembalikan masih menunggu status inkrah dari terdakwa lainnya atas nama Antonius Kosasih (ANS) selaku mantan Direktur Utama PT Taspen.

    Pasalnya, Kosasih mengajukan banding atas vonis yang diberikan oleh hakim tipikor sehingga status hukumnya belum tetap atau inkrah.

    “KPK juga berharap dari perkara ANS yang masih dalam proses banding di pengadilan tinggi DKI Jakarta akan ada penambahan nilai aset recovery. Jadi saat ini selain dari saudara Ekiawan adalah saudara ANS yang saat ini masih mengajukan banding,” kata Asep.

    Sedangkan, Ekiawan tidak mengajukan banding sehingga vonis yang diberikan berkekuatan hukum tetap. Asep menyebut bahwa kerugian negara dari Kosasih masih ada sekitar Rp100 miliar. Nantinya total kerugian negara menjadi Rp1 triliun.

    “Hal tersebut agar kerugian negara benar-benar dapat dipulihkan dari perkara Taspen ini. Selain itu pada saat ini KPK juga masih melakukan penyelidikan untuk tersangka korporasi yaitu PT IIM dalam kasus yang serupa,” ujar Asep.

    Selain itu, KPK juga menyerahkan sejumlah 6 unit Efek yang telah dipindahkan pada tanggal 17 November 2025 ke rekening efek Taspen.

    Direktur Utama PT Taspen, Rony Hanityo Aprianto, mengatakan uang Rp883 triliun akan dikembalikan ke Tabungan Hari Tua (THT) yang kemudian dikelola melalui investasi berupa Surat Berharga Negara (SBN).

    “Nah, akan ditaruh di mana investasi tersebut? Kami tetap konservatif. Kami pasti akan pilih either masuk ke SBN atau masuk ke kelas aset saham,” katanya.

    Dia menilai pengelolaan investasi ke SBN tidak lepas dari kebijakan pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan Purbaya yang dianggap efektif untuk dikelola di pasar uang.

    Pada dasarnya, kata Rony, 60% investasi Taspen disalurkan ke SBN. KPK juga menyerahkan enam unit efek, diantaranya adalah KLK EBA Garuda, 2 seri obligasi WIKA, dan 3 seri obligasi PT PP.

    Rony menjelaskan untuk saat ini, enam efek tersebut belum dikelola karena dari ketiga efek masih dalam kondisi restruct sehingga tidak memperoleh nilai penuh.

    Sekadar informasi, Kosasih divonis pada Senin, 6 Oktober 2025. Selain kurungan 10 tahun, dia juga diminta hakim untuk 

    membayar uang pengganti sebesar Rp 29,152 miliar, 127.057 dolar Amerika Serikat (AS), 283.002 dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 30 Poundsterling, 128 ribu yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,262 juta won Korea, dan Rp 2.877.000.

    Sedangkan mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management Ekiawan Heri Primaryanto divonis 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta, subsider 6 bulan penjara. tetap.

  • 10
                    
                        Hakim Beda Pendapat, Sebut Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Harusnya Divonis Lepas
                        Nasional

    10 Hakim Beda Pendapat, Sebut Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Harusnya Divonis Lepas Nasional

    Hakim Beda Pendapat, Sebut Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Harusnya Divonis Lepas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hakim Sunoto menyatakan
    dissenting opinion
    atau pernyataan yang berbeda dalam vonis terhadap Eks Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi.
    Sunoto menilai, seharusnya Ira dan dua terdakwa lainnya dijatuhkan
    vonis lepas
    atau ontslag van alle recht vervolging dalam
    kasus korupsi
    proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
    “Para terdakwa seharusnya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum atau ontslag,” ujar Ketua Majelis
    Hakim Sunoto
    saat membacakan pertimbangannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).
    Sunoto menilai, perbuatan Ira bersama dengan Direktur Komersial dan Pelayanan PT
    ASDP
    Ferry, Muhammad Yusuf Hadi, dan Mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono, bukanlah tindak pidana, tetapi hasil dari keputusan dalam berbisnis.
    “Perbuatan para terdakwa terbukti dilakukan, tapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana karena keputusan bisnis yang dilindungi oleh
    business judgement rule
    dan unsur-unsur tindak pidana tidak terpenuhi,” ujar dia.
    Menurut Sunoto, nilai akuisisi PT JN oleh PT ASDP merupakan suatu tindakan bisnis yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan terbaik bagi negara.
    Namun, keputusan bisnis ini dinilai tidak termasuk tindak pidana dan harus dilindungi oleh prinsip
    business judgement rule
    .
    “Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas terdapat keyakinan mendalam bahwa perbuatan para terdakwa merupakan keputusan bisnis yang dilindungi oleh
    business judgement rule
    ,” imbuh Sunoto.
    Ia menilai, dalam menjalankan tugasnya, para terdakwa sudah beritikad baik dan menggunakan prinsip kehati-hatian.
    Para terdakwa dinilai tidak punya kepentingan untuk memperkaya diri sendiri dan niat jahat untuk merugikan negara.
    Terlebih, para terdakwa tidak punya hubungan keluarga atau kerabat dengan pemilik PT JN, Adjie.
    Mereka juga bukan partner bisnis di luar kapasitas sebagai direksi PT ASDP.
    Sunoto menilai, jika Ira dan dua terdakwa lainnya dihukum serta dinyatakan melakukan korupsi, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi Indonesia ke depan.
    Pemidanaan ini dinilai dapat membuat para direksi BUMN takut untuk mengambil keputusan yang berisiko, meski itu diperlukan oleh Indonesia.
    “Profesional-profesional terbaik akan berpikir berkali-kali untuk menerima posisi pimpinan di BUMN karena khawatir setiap keputusan bisnis yang tidak optimal dapat dikriminalisasi,” ujar Sunoto.
    Ia menilai, hal ini akan merugikan Indonesia dalam bersaing di dunia global.
    “Hal ini pada akhirnya akan merugikan kepentingan nasional karena kepentingan BUMN memerlukan keberanian untuk berorganisasi dan berkembang agar bersaing di tingkat global,” tegas Sunoto.
    Eks Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero)
    Ira Puspadewi
    sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
    Majelis hakim menyatakan, Ira terbukti bersalah dalam kasus korupsi terkait proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
    “Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara,” ujar hakim ketua Sunoto, saat membacakan amar putusan dalam sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).
    Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni 8,5 tahun penjara.
    Majelis hakim menilai, Ira terbukti memperkaya pemilik PT JN, Adjie, senilai Rp 1,25 triliun melalui proses akuisisi PT JN oleh PT ASDP.
    Meski terbukti memperkaya orang lain atau korporasi, Ira dinilai tidak menerima keuntungan pribadi sehingga tidak dikenakan pidana berupa uang pengganti.
    Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry Muhammad Yusuf Hadi dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry Harry Muhammad Adhi Caksono juga divonis bersalah dalam perkara yang sama.
    Keduanya masing-masing dihukum 4 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan penjara.
    Perbuatan ketiga terdakwa ini diyakini telah melanggar dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 9
                    
                        Ira Puspadewi Minta Perlindungan dari Prabowo Usai Divonis 4,5 Penjara
                        Nasional

    9 Ira Puspadewi Minta Perlindungan dari Prabowo Usai Divonis 4,5 Penjara Nasional

    Ira Puspadewi Minta Perlindungan dari Prabowo Usai Divonis 4,5 Penjara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Eks Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, meminta perlindungan hukum dari Presiden Prabowo Subianto usai divonis bersalah dalam kasus korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
    “Kami mohon perlindungan hukum dari Presiden RI bagi profesional, khususnya BUMN yang melakukan proposal besar untuk bangsa, bukan hanya untuk perusahaan tapi untuk bangsa Indonesia,” ujar Ira usai sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).
    Ira menegaskan, tidak ada motif korupsi pada proses akuisisi PT JN oleh PT
    ASDP
    , melainkan murni untuk menguatkan operasional ASDP di wilayah-wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
    Ia menjelaskan, dari 300 lintasan yang dilayani ASDP, mayoritasnya beroperasi di wilayah 3 T.
    Pada lintasan itu, ASDP menjadi satu-satunya penyedia kapal, bahkan kapal ASDP terkadang tak dapat beroperasi karena cuaca buruk.
    “Sehingga, kalau tidak ada ASDP, mungkin karena cuaca tidak bisa berlayar, maka salah satu akibatnya, harga-harga akan naik. Misalnya, telur saja bisa naik 3 kali lipat,” kata Ira.
    Oleh sebab, itu ia menegaskan bahwa akuisisi ditujukan untuk memperkuat posisi ASDP dalam melayani daerah 3T.
    Melalui akuisisi ini, ASDP mendapatkan 53 kapal yang sudah memiliki izin di trayek komersial.
    “Kami perlu akuisisi di mana akuisisi PT JN ini adalah perusahaan yang memiliki izin 53 kapal berlayar di trayek komersial semua. Ini memperkuat trayek komersial maka kekuatan ASDP untuk mensubsidi silang akan lebih mudah,” ujar Ira.
    “Sekali lagi mohon doanya dan mohon perlindungan hukum bagi para profesional BUMN agar terobosan yang besar dihargai, bukan dikriminalisasi, terima kasih,” imbuh dia.
    Eks Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero)
    Ira Puspadewi
    divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
    Majelis hakim menyatakan, Ira terbukti bersalah dalam kasus korupsi terkait proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
    “Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara,” ujar hakim ketua Sunoto saat membacakan amar putusan dalam sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).
    Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi yakni 8,5 tahun penjara.
    Majelis hakim menilai, Ira terbukti memperkaya pemilik PT JN, Adjie, senilai Rp 1,25 triliun melalui proses akuisisi PT JN oleh PT ASDP.
    Meski terbukti memperkaya orang lain atau korporasi, Ira dinilai tidak menerima keuntungan pribadi sehingga tidak dikenakan pidana berupa uang pengganti.
    Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry Muhammad Yusuf Hadi dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry Harry Muhammad Adhi Caksono juga divonis bersalah dalam perkara yang sama.
    Keduanya masing-masing dihukum 4 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan penjara.
    Perbuatan ketiga terdakwa ini diyakini telah melanggar dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Serahkan Rp 883 M dari Kasus Taspen ke Negara: Korupsi Dana Pensiun Miris

    KPK Serahkan Rp 883 M dari Kasus Taspen ke Negara: Korupsi Dana Pensiun Miris

    Jakarta

    KPK telah mengembalikan uang Rp 883 miliar yang diperoleh hasil rampasan kasus investasi fiktif PT Taspen ke negara. KPK menyebut korupsi dana pensiun menjadi salah satu kasus paling miris.

    “KPK memandang korupsi pada dana pensiun adalah salah satu kejahatan yang paling miris karena korbannya adalah kelompok masyarakat yang telah mengabdi puluhan tahun kepada negara,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).

    Asep bercerita bahwa orang tuanya merupakan pensiunan pegawai negeri. Dia menyebut dana pensiun merupakan salah satu pemasukan bagi pensiunan pegawai negeri dalam menghidupi keluarganya.

    “Ketika orang tua saya pensiun dan orang tua saya bekerja di kecamatan nun jauh di sana, di pedalaman, uang ini sangat berharga sehingga bisa digunakan untuk kembali menjadi modal usaha dan ini sangat menolong. Dan ketika terjadi dikorupsi tentu sangat miris,” ujar Asep.

    KPK meminta adanya perbaikan pengelolaan dana pensiun yang dilakukan PT Taspen usai kasus investasi fiktif itu terungkap. Menurut Asep, tiap rupiah yang dikorupsi berdampak pada masa tua hidup pegawai negeri.

    “Jika dikonversi nilai Rp 1 triliun itu setara membayar 400 ribu gaji pokok ASN,” sambung Asep.

    Uang Rampasan Kasus Taspen Foto: (Rachma/detikcom)

    Uang rampasan itu dipamerkan di ruang konferensi pers Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Tumpukan uang tersebut terdiri dari pecahan Rp 100 ribu.

    Kasus investasi fiktif PT Taspen telah bergulir penyidikannya di KPK. Awalnya dua orang ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yaitu Dirut Taspen Antonius NS Kosasih (ANSK) dan mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto (EHP).

    Kosasih telah divonis 10 tahun penjara. Hakim menyatakan Kosasih bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus investasi fiktif yang merugikan keuangan negara Rp 1 triliun.

    Ekiawan Heri Primaryanto divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Hakim menyatakan Ekiawan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus korupsi investasi fiktif yang melibatkan PT Taspen Persero.

    Hakim juga menghukum Ekiawan membayar uang pengganti USD 253,660. Hakim mengatakan jika harta benda Ekiawan tidak mencukupi membayar uang pengganti itu, akan diganti dengan 2 tahun kurungan.

    Penyidikan kasus itu lalu berkembang dan KPK menetapkan PT IIM sebagai tersangka korporasi. Penetapan ini merupakan pengembangan dari penyidikan korupsi terkait dengan penyimpangan investasi pada PT Taspen yang dikelola oleh manajer investasi PT IIM.

    (ygs/dhn)