KPK Ungkap Pemeriksaan Japto Terkait Proses dan Aliran Dana Metrik Ton Batu Bara
Kementrian Lembaga: KPK
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4878231/original/078431800_1719577729-20240628-Tuntutan_SYL-ANG_1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
MA Tolak Kasasi Syahrul Yasin Limpo, Hukuman Tetap 12 Tahun Penjara – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian pada tahun 2020–2023. Sehingga, hukumannya tetap 12 tahun penjara sebagaimana putusan banding.
“Tolak perbaikan. Tolak kasasi terdakwa, dengan perbaikan mengenai redaksi pembebanan uang pengganti kepada terdakwa,” demikian petikan amar putusan kasasi Nomor 1081 K/PID.SUS/2025 yang dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung RI di Jakarta, Jumat (28/2/2025) dilansir Antara.
Meski menolak permohonan kasasi SYL, majelis kasasi memutuskan melakukan perbaikan terkait redaksional hukuman uang pengganti sehingga selengkapnya menjadi berbunyi:
“Menghukum terdakwa untuk membayar Uang Pengganti sebesar Rp44.269.777.204,00 ditambah 30.000 dolar Amerika Serikat, dikurangi dengan jumlah uang yang disita dalam perkara ini yang selanjutnya dinyatakan dirampas untuk negara, subsider 5 tahun penjara.”
Putusan kasasi itu diputus pada hari Jumat ini oleh Hakim Agung Yohanes Priyana selaku ketua majelis dengan didampingi dua anggota, Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono, serta Setia Sri Mariana selaku panitera pengganti.
“Perkara telah diputus, sedang dalam proses minutasi oleh majelis,” demikian keterangan status perkara tersebut.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat vonis SYL menjadi 12 tahun penjara, denda sebesar Rp500 juta subsider empat bulan kurungan, serta uang pengganti Rp44.269.777.204 ditambah 30.000 dolar AS subsider 5 tahun penjara.
“Menjatuhkan terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda sejumlah Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan 4 bulan kurungan,” ucap hakim ketua Artha Theresia dalam putusannya yang dibacakan di PT DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2024).
Selain pidana penjara yang diperberat, Hakim juga mengenakan SYL dengan membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 dan USD 30 ribu. Bila eks Mentan itu tidak membayar uang pengganti maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama 5 tahun.
Komisi Pemberantasan Korupsi merespons putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor yang menjatuhkan vonis 10 tahun penjara untuk eks Mentan Syahrul Yasin Limpo.
-

Kasus Dugaan Gratifikasi, KPK Periksa Pejabat KPP Pratama Sleman
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dugaan gratifikasi yang menjerat Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhamad Haniv terus diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terbukti, KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi, berupa gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Hari ini, Jumat (28/2), penyidik KPK memeriksa Hadi Sutrisno, seorang Pemeriksa Pajak Madya yang saat ini bertugas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman sejak 2018 hingga sekarang.
Sebelumnya, Hadi juga pernah bertugas di KPP Penanaman Modal Asing Tiga, Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, serta Direktorat Jenderal Pajak pada periode 2014-2018.
“Pemeriksaan ini dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangannya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhamad Haniv, sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.
KPK menemukan bahwa Haniv menerima gratifikasi dalam berbagai bentuk dengan total mencapai Rp21,5 miliar. Salah satu modus yang terungkap adalah permintaan sponsorship untuk bisnis fashion anaknya, FH POUR HOMME by FEBY HANIV.
Haniv menghubungi bawahannya untuk mencari sponsor dari perusahaan wajib pajak yang berada di bawah kewenangannya. Akibatnya, dana sebesar Rp300 juta mengalir ke rekening anaknya, sementara total dana yang masuk untuk mendukung kegiatan bisnis tersebut sepanjang 2016–2017 mencapai Rp804 juta.
-

KPK Minta Waktu Dua Bulan Dalami Dugaan Suap Pemilihan Ketua DPD RI – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Penerimaan Layanan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) masih menelaah laporan dugaan suap pemilihan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI periode 2024–2029.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan, proses telaah dan verifikasi suatu laporan membutuhkan waktu 1,5 hingga 2 bulan.
“Secara umum bila ada laporan yang masuk ke Direktorat PLPM maka apabila lengkap bukti permulaannya itu kurang lebih memakan waktu antara 1,5 sampai 2 bulan. Untuk proses baik itu verifikasi, penelaahan, sampai dengan pengumpulan bahan keterangan atau yang jamak kita sebut pulbaket,” kata Tessa dalam pernyataannya, Jumat (28/2/2025).
Dalam rentang waktu itu, kata Tessa, pelapor masih bisa memperkaya barang bukti untuk kemudian diserahkan kepada KPK.
Setelah bukti dirasa cukup oleh KPK, maka hasil verifikasi akan dipresentasikan oleh Tim PLPM kepada pimpinan.
Tindak lanjut berikutnya adalah menentukan apakah laporan tersebut bisa naik ke tahap penindakan.
“Kalau seandainya semuanya lancar dan cukup, waktunya tadi saya sudah sampaikan antara 1,5 sampai dengan 2 bulan. Untuk bisa dipresentasikan ke atasan dan diekspose, bisa dinaikkan ke Direktorat Penyelidikan atau tidak,” ujar Tessa.
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan pihaknya melalui Direktorat PLPM sedang memverifikasi laporan adanya dugaan suap dalam proses pemilihan ketua DPD RI periode 2024–2029.
“DPD ya? DPD sekarang tahapannya sedang diverifikasi dan divalidasi oleh Tim PLPM. Harapannya proses itu bisa ditentukan apakah jadi kewenangan KPK. Kemudian apakah menyangkut penyelenggara negara, (hasil verifikasi) itu kemudian dipresentasikan apakah bisa ditingkatkan ke tahap selanjutnya,” kata Setyo kepada wartawan, Jumat (21/2/2025).
Dalam laporan yang masuk ke KPK disebut bahwa 95 senator diduga terlibat proses suap pemilihan ketua DPD RI.
Aliran uang disinyalir masuk ke kantong mereka.
Kata Setyo, KPK membuka peluang mengklarifikasi 95 senator tersebut.
“Iya nanti kan mengarah seperti itu (klarifikasi), yang mengetahui atau bahkan mengalami secara langsung, mendengar, nah itu pasti dibutuhkan oleh para tim penyelidik dan dumas,” katanya.
Setyo menegaskan pihaknya tidak pandang bulu.
Kendati ditengarai melibatkan 95 senator, KPK memastikan setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.
“Kami menempatkan semua perkara tentunya sama. Kalau misalnya tahapan verifikasi dan validasi itu yg dilakukan dumas akurat, ya kami juga memastikan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum,” ujar Setyo.
Sebelumnya, seorang mantan staf di DPD RI melaporkan dugaan suap terkait pemilihan ketua DPD periode 2024–2029 ke KPK.
Mantan staf DPD bernama Fithrat Irfan itu menduga terdapat 95 senator atau anggota DPD yang menerima aliran uang suap itu.
Hal itu disampaikan Irfan saat melaporkan dugaan korupsi itu ke KPK, Selasa (18/2/2025).
Irfan didampingi oleh kuasa hukumnya, Azis Yanuar.Dalam laporannya, Irfan menyebut senator asal Sulawesi Tengah (Sulteng) berinisial RAA yang disebut sebagai mantan bosnya turut menerima suap pemilihan ketua DPD.
Tak hanya pemilihan ketua DPD, Irfan menyebut pemilihan wakil ketua MPR dari unsur DPD juga diwarnai praktik suap.
“Saya melaporkan salah satu anggota DPD asal Sulawesi Tengah inisial RAA. Indikasinya itu beliau menerima dugaan suap dari untuk kompetisi pemilihan ketua DPD dan wakil ketua MPR unsur DPD. Itu melibatkan 95 orang yang ada, anggota dewan yang ada di DPD dari 152 totalnya,” kata Irfan di Gedung KPK, Jakarta.
Irfan membeberkan seorang anggota DPD diduga mendapat 13 ribu dolar Amerika Serikat (AS).
Uang sebesar 5 ribu dolar AS untuk memberikan suara pada pemilihan ketua DPD, sementara 8 ribu dolar AS lainnya untuk pemilihan wakil ketua MPR dari unsur DPD.“Untuk Ketua DPD RI itu ada nominal 5 ribu dolar AS per orang dan untuk wakil ketua MPR itu ada 8 ribu dolar AS. Jadi ada 13 ribu dolar AS total yang diterima (mantan) bos saya,” kata Irfan.
Irfan pun membeberkan modus pemberian uang suap ini.
Dikatakannya, uang itu diserahkan secara door to door ke tiap ruangan anggota DPD.
Kemudian uang haram itu disetorkan ke rekening bank.
“Saya berempat semuanya, saya, saudara RAA bos saya, ada dua perwakilan yang dititipkan dari ketua DPD yang terpilih ini. Nah, itu diposisikan sebagai bodyguard. Satu bodyguard, satu driver untuk mengawal uang ini biar enggak bisa tertangkap OTT di jalan. Jadi uang itu ditukarkan dengan suara hak mereka untuk memilih salah satu dari pasangan calon ini,” tutur Irfan.
Azis Yanuar yang menjadi kuasa hukum Irfan sempat memperlihatkan tanda bukti penerimaan laporan masyarakat.
Aziz Yanuar menyatakan telah memberikan bukti-bukti tambahan kepada KPK untuk mengusut kasus dugaan suap ini.
Bahkan, katanya, terdapat rekaman suara antara Irfan dengan petinggi partai.
“Buktinya tadi ada rekaman pembicaraan antara Pak Irfan dengan seorang petinggi partai. Jadi di sini bukan hanya terkait DPD, ternyata ada juga petinggi partai yang diduga terlibat. Rekaman suara,” katanya.
-

Pemerintah Telah Kirim Berkas Lengkap Permohonan Ekstradisi Paulus Tannos
Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah telah mengirimkan berkas permohonan ekstradisi buron kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos ke pemerintah Singapura.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, berkas-berkas yang dibutuhkan untuk mengajukan proses ekstradisi Paulus telah dikirimkan ke otoritas Singapura sejak beberapa hari yang lalu. Dokumen maupun surat yang dibutuhkan itu dikirim melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
“Saya menandatangani sebagai otoritas pusat, dan saat ini kita sedang menunggu, karena sepengetahuan saya suratnya juga sudah diantar kepada pihak yang berwenang di Singapura,” ungkap Supratman kepada wartawan, dikutip Jumat (28/2/2025).
Supratman menjelaskan, dokumen-dokumen permohonan ekstradisi itu akan dihadirkan di Pengadilan Singapura. Untuk diketahui, Paulus mengajukan gugatan terhadap penahanan sementaranya oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
Politisi Partai Gerindra itu mengatakan bahwa pemerintah Singapura bakal menginformasikan pemerintah Indonesia apabila ada kekurangan di sisi pemberkasan.
“Prinsipnya ada yang kurang pasti disampaikan ke kita, tetapi sepengetahuan saya semua yang dibutuhkan sudah kami lengkapi semua,” kata Supratman.
Adapun mantan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Divisi Hubungan Internasional Polri akan menjemput Tannos dari Singapura, apabila putusan pengadilan menolak gugatan buron itu.
Untuk diketahui, Paulus ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di Bandara Changi pada 17 Januari 2024.
Adapun Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021.
Dia diduga mengganti identitasnya dan memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.
-

KPK Panggil Pramugari Terkait Kasus Dana Operasional Eks Gubernur Papua
Jakarta –
KPK sedang melakukan penyidikan baru terkait kasus dugaan korupsi dana penunjang operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah dan wakil kepala daerah Pemprov Papua. KPK pun memanggil seorang pramugari bernama Selvi Purnama Sari (SP) sebagai saksi.
“KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan suap dana penunjang operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah dan wakil lepala daerah pemerintah Provinsi Papua,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Jumat (28/2/2025).
Tessa menyebut pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK, Jakarta Selatan. Namun, dia belum menjelaskan apa saja yang akan didalami dalam pemeriksaan itu.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” sebutnya.
Tessa belum mengungkap identitas tersangka dalam kasus ini. Dia juga belum mengungkap konstruksi perkaranya.
Selvi sebenarnya pernah diperiksa pada Agustus 2023. KPK saat itu mendalami dugaan Selvi diminta mengantar duit oleh mantan Gubernur Papua mendiang Lukas Enembe.
KPK memang sempat mengusut kasus dugaan korupsi berkaitan dengan dana operasional Gubernur Papua saat masih dijabat oleh mendiang Lukas Enembe. Dana itu disebut mencapai Rp 1 triliun per tahun
Saat itu, KPK menyebut Lukas Enembe menggunakan dana operasional atau uang makan itu sebesar Rp 1 miliar. Alokasi itu diduga telah dirancang sedemikian rupa lewat peraturan gubernur (pergub) agar tindakan itu terkesan legal.
“Itu yang kemarin disampaikan Pak Alex (Wakil Ketua KPK) bahwa dibuatlah peraturan gubernur sehingga itu tidak kelihatan. Jadi dia disembunyikan, dibuat peraturannya dulu sehingga itu menjadi legal, padahal nanti masuknya ke bagian makan dan minum,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada 27 Juni 2023.
Lukas Enembe sengaja membuat peraturan gubernur (pergub) yang memuluskan rencana pengucuran dana operasional sebesar Rp 1 triliun per tahun. Pergub itu diduga dibuat untuk mengelabui pengawasan dari Kementerian Dalam Negeri. Lukas Enembe telah meninggal dunia pada Desember 2023.
(ial/haf)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-

Kewenangan Apa Saja yang Dimiliki KPK?
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan khusus untuk memberantas korupsi di Indonesia. Sebagai lembaga yang independen, KPK memiliki tugas dan kewenangan yang luas dalam upaya pemberantasan korupsi bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.
KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dasar hukum KPK adalah UU 31 Tahun 1999, UU 30 Tahun 2002, dan UUD 1945. Lembaga ini berada dalam rumpun eksekutif pemerintahan dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Visi dan Misi KPK
Visi KPK adalah mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi bersama elemen bangsa. Demi mencapai visi tersebut, KPK memiliki misi meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum, serta menurunkan tingkat korupsi di Indonesia melalui koordinasi supervisi, monitor, pencegahan, dan penindakan dengan peran serta seluruh elemen bangsa.
Tugas dan Wewenang KPK
Memiliki serangkaian tugas dan wewenang yang diamanatkan oleh undang-undang meliputi:
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.Melaksanakan penetapan Hakim dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kewenangan KPKDalam melaksanakan tugas-tugasnya KPK memiliki wewenang sebagai berikut ini.
Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait.Melaksanakan dengan pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.Kewajiban KPK
Selain memiliki berbagai kewenangan, KPK juga memiliki kewajiban yang harus dipatuhi dalam menjalankan tugasnya sebagaimana diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Memberikan perlindungan terhadap sanksi dan pelapor yang memberikan informasi terkait tindakan korupsi.Memberikan informasi dan data kepada publik mengenai perkembangan penanganan kasus korupsi.
KPK adalah lembaga negara yang memiliki peran krusial dalam memberantas korupsi di Indonesia. Dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, KPK diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi.
-

MA Perberat Vonis Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Jadi 13 Tahun Penjara
Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman yang lebih berat kepada mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG). Vonis yang sebelumnya sembilan tahun penjara kini diperberat menjadi 13 tahun penjara.
Selain hukuman penjara, MA juga menetapkan denda sebesar Rp 650 juta dengan ketentuan subsider enam bulan kurungan. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan putusan sebelumnya, yang hanya menetapkan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
“Pidana penjara 13 tahun, denda Rp 650 juta subsider enam bulan kurungan,” demikian bunyi petikan amar putusan kasasi Nomor 1076 K/PID.SUS/2025 yang dikutip dari laman resmi MA RI, Jumat (28/2/2025).
Dalam putusan tingkat kasasi ini, majelis hakim menolak permohonan kasasi yang diajukan baik oleh Karen Agustiawan maupun jaksa penuntut umum KPK. Namun, majelis memutuskan untuk mengubah kualifikasi perkara dan memperberat hukuman Karen Agustiawan ini dari putusan pengadilan banding yang sebelumnya menguatkan putusan tingkat pertama.
-
/data/photo/2024/06/24/667966e110336.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Diperberat Jadi 13 Tahun Nasional
Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Diperberat Jadi 13 Tahun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –Mahkamah Agung
(MA) memperberat hukuman mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias
Karen Agustiawan
, dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).
Putusan diketok oleh majelis kasasi MA yang dipimpin Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggotanya, Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Jumat (28/2/2025) hari ini.
“Pidana penjara 13 tahun,” sebagaimana dikutip dari situs resmi MA, Jumat.
Majelis kasasi menyatakan menolak permohonan kasasi dari pihak Karen dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Meski demikian, majelis kasasi menyatakan mengubah putusan pengadilan tingkat banding yang tetap menghukum Karen 9 tahun penjara.
Selain itu, dalam putusannya, majelis kasasi memperbaiki kualifikasi dan pidana.
Karen, yang oleh pengadilan sebelumnya dinilai melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kini dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 pada undang-undang yang sama.
Adapun Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor berlaku pada setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan negara.
Pasal ini berlaku bagi penyelenggara negara maupun swasta.
Sementara, Pasal 3 menyangkut perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dan berlaku bagi penyelenggara negara.
Selain hukuman 13 tahun bui, Karen juga dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair 6 bulan kurungan. “Terbukti Pasal 3 TPK juncto Pasal 55 juncto Pasal 64,” sebagaimana dikutip dari putusan tersebut.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan hukuman Karen 9 tahun penjara.
Karen dinilai bersalah melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor.
“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN.JKT.PST, tanggal 24 Juni 2024,” demikian bunyi amar putusan banding yang dikutip di situs Mahkamah Agung (MA), Senin (2/9/2024).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
