Kementrian Lembaga: KPK

  • Peran Kejaksaan Agung dan KPK dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi

    Peran Kejaksaan Agung dan KPK dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi

    Jakarta, Beritasatu.com – Upaya memberantas korupsi di Indonesia melibatkan dua institusi utama yang memiliki peran penting, yakni Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Korupsi merupakan salah satu kasus yang marak terjadi dan dapat ditindak pidana apabila terdapat cukup bukti.

    Kejagung dan KPK memiliki peran penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, meskipun masing-masing lembaga memiliki fungsi dan kewenangan yang berbeda.

    Dalam tindak pidana korupsi, Kejagung lebih berfokus pada penuntutan dan eksekusi putusan pengadilan. Sementara KPK memiliki kewenangan lebih luas dalam hal pencegahan, koordinasi, dan pengawasan terkait kasus korupsi.

    Lebih dalam, berikut merupakan peran Kejagung dan KPK dalam kasus tindak pidana korupsi, dikutip dari berbagai sumber.

    Peran Kejaksaan Agung

    Kejaksaan Agung berfungsi sebagai lembaga penuntut umum yang memiliki kewenangan dalam penegakan hukum, termasuk sebagai berikut.

    1. Penuntutan

    Melakukan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi setelah proses penyidikan selesai. Kejaksaan bertanggung jawab untuk membawa kasus ke pengadilan dan memastikan pelaksanaan putusan hakim.

    2. Penyelidikan dan penyidikan

    Kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus-kasus tertentu yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi sesuai dengan ketentuan undang-undang.

    3. Pelaksanaan putusan

    Setelah pengadilan memutuskan suatu kasus korupsi, Kejagung bertugas untuk melaksanakan putusan tersebut, termasuk eksekusi hukuman bagi terpidana.

    Peran KPK

    KPK memiliki mandat yang lebih luas dalam pemberantasan korupsi, di antaranya adalah berikut.

    1. Koordinasi dan supervisi

    KPK bertugas melakukan koordinasi dengan instansi lain yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta mengawasi pelaksanaan tugas instansi tersebut.

    2. Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

    KPK memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. KPK dapat mengambil alih kasus dari kepolisian atau kejaksaan jika ditemukan indikasi ketidakefisienan atau penyalahgunaan wewenang.

    3. Pencegahan korupsi

    Selain penindakan, KPK juga melakukan tindakan pencegahan untuk mengurangi potensi terjadinya tindak pidana korupsi di berbagai sektor pemerintahan.

    Peran Kejaksaan Agung dan KPK sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Sinergi antara kedua lembaga ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia. Meskipun memiliki peran yang berbeda, keduanya saling melengkapi dalam menjalankan tugasnya untuk memberantas korupsi secara menyeluruh.

  • Kasasi Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Ditolak, Hukuman Diperberat Jadi 13 Tahun

    Kasasi Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Ditolak, Hukuman Diperberat Jadi 13 Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan dalam perkara korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG). 

    Kasasi bernomor perkara 1076 K/Pid.Sus/2025 itu telah diputus kemarin, Jumat (28/2/2025), dan kini dalam proses minutasi oleh Majelis Hakim. Pada amar putusan kasasi, Majelis Hakim justru memperberat hukuman Karen menjadi 13 tahun penjara. 

    “Tolak, Perbaikan kualifikasi dan pidana, terbukti pasal 3 TPK [UU Tindak Pidana Korupsi] jo Pasal 55 jo pasal 64, pidana penjara 13 tahun,” demikian dikutip dari situs resmi MA, Sabtu (1/3/2025). 

    Selain pidana badan, Majelis Hakim Kasasi turut memperberat pidana denda yang dijatuhkan ke Direktur Utama Pertamina 2009-2014 itu. Total hukuman denda yang dijatuhkan kepadanya yakni Rp650 juta subsidair 6 bulan kurungan. 

    Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat vonis tingkat pertama terhadap Karen berdasarkan putusan banding yang dibacakan 30 Agustus 2024 lalu. 

    Adapun pada pengadilan tingkat pertama, Karen dijatuhi hukuman pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan. 

    Namun demikian, Karen lolos dari jerat pidana uang pengganti yang turut dibebankan kepadanya sebesar Rp1,09 miliar dan US$104,016 sebagaimana tuntutan jaksa KPK. 

    Jaksa KPK mendakwa Karen menyebankan kerugian keuangan negara sebesar US$113,83 juta akibat kebijakan pengadaan atau impor LNG Pertamina dari perusahaan Amerika Serikat (AS), Corpus Christi Liquefaction, LLC atau CCL. Perusahaan itu juga dituntut oleh jaksa KPK membayar kerugian keuangan negara sebesar US$113,83 juta itu.

    CCL merupakan perusahaan produsen LNG berbasis di negara bagian Texas, AS, serta merupakan anak usaha dari Cheniere Energy, Inc.   

    JPU KPK menyatakan bahwa persetujuan pengembangan bisnis gas Pertamina pada beberapa kilang LNG potensial di AS itu dilakukan tanpa pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa dasar justifikasi, analisis, maupun tanggapan tertulis pada Dewan Komisaris perseroan.

    Jaksa juga menyebut LNG dari CCL tidak berhasil diserap lantaran harga yang dibeli dari perusahaan AS itu terlalu mahal untuk kilang Pertamina. Alhasil, lanjut jaksa, LNG dari CCL tidak bisa diserap oleh pasar domestik. 

    Pertamina pun disebut menjual sebanyak delapan kargo gas alam cair dari CCL itu di pasar spot dengan harga lebih rendah. Kemudian, perseroan juga harus membayar suspension fee atas batalnya pembelian sebanyak tiga kargo LNG lainnya. 

    Di sisi lain, Karen turut didakwa ‘bermanuver’ sendiri untuk menjalin komunikasi dengan salah satu pihak pemegang saham Cheniere Energy, Inc. Tujuannya yakni untuk mendapatkan jabatan di perusahaan investasi tersebut.  

    Dalam surat dakwaan yang sama, JPU juga menyebut Blackstone merupakan pemilik saham dari induk CCL yaitu Cheniere Energy, Inc. Karen disebut menjalin komunikasi dengan Blackstone untuk mendapatkan jabatan di perusahaan itu usai meloloskan kontrak pengadaan LNG antara CCL dan Pertamina. 

    Meski demikian, dalam pertimbangan hakim, gaji yang diterima Karen dari Blackstone sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 merupakan penghasilan resmi lantaran sudah dipotong pajak sekaligus dilaporkan dalam SPT 2015. Uang itu juga diterima setelah Karen mengundurkan diri dari perseroan. 

    “Majelis hakim sependapat dengan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa bahwa uang diterima dari Blackstone melalui manajemen sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 adalah penghasilan resmi sebagai senior advisor [Blackstone],” kata Hakim Ketua Maryono, pada sidang pembacaan putusan, Juni 2024 lalu.

    Menanggapi putusan kasasi terhadap Karen, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengapresiasi putusan MA tersebut. Dia menilai majelis hakim mulai dari tingkat pertama, banding hingga kasasi konsisten membuktikan bahwa penanganan kasus Karen oleh KPK sudah sesuai prosedur hukum.

    “Konsistensi putusan pada tingkat pertama, banding, dan kasasi tersebut-yang justru memperberat, telah menguji sekaligus membuktikan proses penanganan perkara di KPK telah sesuai ketentuan dan prosedur hukum,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu (1/3/2025). 

    Melalui putusan tersebut, lanjut Tessa, KPK berharap dapat memberikan efek jera bagi pelaku, sekaligus menjadi dorongan bagi pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti pada upaya-upaya pencegahan, agar korupsi tidak kembali terjadi.

  • Koalisi Antikorupsi Laporkan Retret Kepala Daerah ke KPK, PT Lembah Tidar Terseret

    Koalisi Antikorupsi Laporkan Retret Kepala Daerah ke KPK, PT Lembah Tidar Terseret

    JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan dugaan korupsi pelaksanaan retret atau kepala daerah di Magelang, Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Mereka menyoroti pelaksanaan kegiatan yang tak memiliki dasar aturan tapi dibuat wajib.

    “Dugaan kami karena proses pembinaan dan pelatihan kepala daerah tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dasar dan undang-undang pemerintahan daerah,” kata pelapor yang juga pakar hukum tata negara, Feri Amsari di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 28 Februari.

    Selain itu, Feri juga menyoroti penunjukkan PT Lembah Tidar dalam pelaksaan retret. Dia menyinggung perusahaan ini ternyata diurusi kader Partai Gerindra yang masih aktif berpolitik.

    “Di titik itu saja sebenarnya sudah ada konflik kepentingan dan proses pengadaan barang dan jasa pelatihan ini juga tidak mengikuti standar tertentu pengadaan barang dan jasa yang sebenarnya harus dilakukan secara terbuka. Itu gambaran awalnya,” tegasnya.

    Senada, peneliti dari Perkumpulan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Annisa Azahra menduga adanya konflik kepentingan dalam pelaksanaan retret tersebut. Sebab, pemerintah daerah diminta menyerahkan sejumlah uang ke rekening PT Lembah Tidar yang kemudian dibatalkan.

    Koalisi ini juga melaporkan tak adanya transparansi dalam pelaksanaan retret. “Tempat pelaksanaan itu juga ternyata tidak ada bukti bahwa mereka telah melalui proses yang sah untuk dapat menjadi pelaksana gitu kan,” tegas Annisa.

    Tak sampai di situ, Annisa juga menyinggung pemerintah membuang anggaran dalam pelaksanaan retret. Padahal, ada instruksi dari Presiden Prabowo Subianto melakukan efisiensi anggaran dengan maksimal.

    “Anggaran sebesar Rp11 miliar dikeluarkan untuk retret ini di tengah kita sedang adanya efisiensi anggaran dan juga berbagai kementerian, lembaga harus susah-susahan saat ini gitu kan,” pungkasnya.

  • Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Korupsi Penyelenggaraan Retret Kepala Daerah ke KPK

    Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Korupsi Penyelenggaraan Retret Kepala Daerah ke KPK

    Bisnis.com, JAKARTA — Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan dugaan korupsi terkait dengan penyelenggaraan retret kepala daerah yang digagas oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Laporan secara resmi diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (28/2/2025). 

    Laporan yang disampaikan ke KPK itu berkaitan dengan sejumlah kejanggalan pada penyelenggaraan retret yang digelar di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah selama sepekan terakhir. 

    Salah satu anggota koalisi, akademisi Feri Amsari menyebut, kecurigaan awal adanya dugaan rasuah pada kegiatan tersebut berangkat dari ketidaksesuaian dengan Undang-Undang (UU) tentang Pemerintahan Daerah. Khususnya, terkait dengan nuansa semi militer yang diterapkan. 

    Di sisi lain, Feri menyoroti bahwa penyelenggaraan retret itu diduga tidak mengikuti standar tertentu pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dia menyebut adanya ketidakterbukaan pemerintah dalam penunjukkan PT Lembah Tidar Indonesia sebagai perusahaan yang menyediakan fasilitas retret itu. 

    “Kan biasanya pengadaan barang dan jasa itu ada standar keterbukanya, ada website-nya. Nah kita merasa janggal misalnya perusahaan PT Lembah Tidar Indonesia ini perusahaan baru. Dan dia mengorganisir program yang sangat besar. Se-Indonesia,” ujar Feri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/2/2025). 

    Sementara itu, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia atau PBHI menduga bahwa penyelenggaran retret itu tidak sepenuhnya dibiayai oleh APBN. Dia mengeklaim ada sebagian biaya retret yang turut dibebankan kepada APBD yakni senilai Rp6 miliar. 

    Staf PBHI Annisa Azzahra menyebut, adanya ketidaksesuaian antara rencana anggaran yang diajukan dan pelaksanaan di lapangan menyebabkan celah sebesar Rp6 miliar itu. 

    “Sehingga celah besar sekitar 6 miliar itu ternyata di cover oleh APBD. Di mana itu tidak diperbolehkan, karena itu akhirnya adalah pengalihan dana secara tidak sah. Nah, kemudian harusnya kegiatan orientasi reatret ini dibiayai secara penuh oleh APBN. Yang ternyata ternyata tidak terjadi,” ujarnya. 

    Annisa turut menyoroti soal PT Lembah Tidar Indonesia yang juga menggarap penyelenggaraan retret kepala daerah. Dia menduga jabatan komisaris dan direktur utama perusahaan itu diduduki oleh kader Partai Gerindra, partai yang kini dipimpin oleh Presiden Prabowo sebagai Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina. 

    “Sehingga menimbulkan kecurigaan dan juga dugaan terkait dengan konflik kepentingan. Ditambah lagi terkait dengan konflik kepentingan ini dibuktikan bahwa tidak adanya proses pemilihan tender yang jelas,” ucap Annisa. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto tidak mengonfirmasi apabila laporan itu sudah diterima oleh Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK. Namun, dia memastikan bahwa setiap laporan yang masuk akan diverifikasi. 

    “Secara umum laporan yang masuk akan dilakukan verifikasi, telaah dan pulbaket [pengumpulan bahan keterangan, red]. Bila ada bahan yang kurang, akan dimintakan kepada pelapor unuk dilengkapi,” jelasnya kepada Bisnis, Jumat (28/2/2025). 

    Sementara itu, Bisnis telah meminta tanggapan ke Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi dan Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Adita Irawati.

    Hanya Adita yang sudah merespons permintaan tanggapan oleh Bisnis. Dia meminta agar pelaporan ke KPK itu ditanyakan ke Kemendagri selaku penyelenggara retret. 

    BANTAHAN MENSESNEG

    Sebelum retret diselenggarakan, aturan soal pembiayaan program orientasi kepala daerah itu sempat menuai polemik. Publik menyoroti soal pelaksanaan program itu di tengah efisiensi anggaran pemerintahan yang digembor-gemborkan oleh Presiden. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Kementerian Dalam Negeri selaku penyelenggara acara sempat menerbitkan Surat Edaran (SE) soal pelaksanaan retret. SE bernomor 200.5/628/SJ yang berseliweran di media massa itu di antaranya mengatur bahwa retret dibiayai dengan cost sharing antara Kemendagri dan pemerintah daerah (pemda). 

    Namun, tak lama kemudian, Kemendagri mencabut aturan itu dan menetapkan bahwa biaya retret sepenuhnya berasal dari anggaran Kemendagri atau APBN. Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto sempat menyebut bahwa anggaran yang ditelan untuk menyelenggarakan retret selama sepekan adalah Rp13 miliar. 

    Adapun dalam SE No.200.5/628/SJ yang telah dicabut, pembayaran biaya akomodasi dan konsumsi yang awalnya diatur dari anggaran pemda dikirim ke rekening BRI milik PT Lembah Tidar Indonesia. Biayanya yakni sebesar Rp2,75 juta dikali 8 hari. 

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi pun telah membantah soal penggunaan APBD untuk biaya retret serta instruksi soal transfer biaya retret ke rekening PT Lembah Tidar Indonesia. 

    “Semua pakai APBN, di Kemendagri itu,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 14 Februari 2025 lalu. 

    Prasetyo, yang juga merupakan kader Partai Gerindra, turut membantah bahwa PT Lembah Tidar Indonesia milik kader partai berlambang garuda itu. Dia pun menjelaskan bahwa peran perusahaan tersebut hanya sebatas pengelola. 

    Menurutnya, permintaan agar PT Lembah Tidar Indonesia mempersiapkan fasilitas retret sudah dilakukan sejak Prabowo masih menjadi presiden terpilih. Namun, dia memastikan perusahaan itu hanya sebatas pengelola, sedangkan pemilik lahan adalah Akmil. 

    “Pemilik lahan itu Akademi Militer. Bukan, [pengelola bukan Gerindra], sekarang dikerjasamakan itu kan untuk lapangan golf,” ujarnya. 

  • Profil Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Hukumannya Diperberat MA Jadi 13 Tahun Penjara – Halaman all

    Profil Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Hukumannya Diperberat MA Jadi 13 Tahun Penjara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut profil Karen Agustiawan, eks Direktur Utama Pertamina yang hukumannya diperberat menjadi 13 tahun penjara.

    Nama Karen Agustiawan saat ini mencuri perhatian.

    Hal ini lantaran mantan Direktur Utama (eks Dirut) Pertamina ini mendapatkan hukuman yang diperberat oleh Mahkamah Agung (MA).

    Hukuman yang dijatuhkan Karen Agustiawan mulanya dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).

    Dilansir Kompas, putusan tersebut disahkan pada Jumat (28/2/2025) hari ini oleh majelis kasasi MA yang dipimpin Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggotanya, Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo.

    Majelis kasasi menolak permohonan kasasi dari pihak Karen dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Meski demikian, majelis kasasi menyatakan mengubah putusan pengadilan tingkat banding yang tetap menghukum Karen 9 tahun penjara. 

    Dalam putusan tersebut. majelis kasasi juga memperbaiki kualifikasi dan pidana.

    Karen Agustiawan dinilai melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam pengadilan sebelumnya.

    Saat ini, Karen Agustiawan dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 pada undang-undang yang sama.

    Karen agustiawan bahkan juga dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair 6 bulan kurungan disamping menjalani hukuman 13 tahun penjara.

    Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan hukuman mantan Dirut Pertamina ini 9 tahun penjara.

    Karen Agustiawan dinilai bersalah karena melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor.

    Lantas siapa Karen Agustiawan sebenarnya ?

    Berikut Tribunnews rangkum profil Karen Agustiawan eks Dirut Pertamina yang hukumannya diperberat menjadi 13 tahun penjara :

    Karen Agustiawan adalah Mantan Direktur Utama Pertamina.

    Dikutip dari Wikipedia, namanya juga pernah muncul dalam Asia’s 50 Power Businesswomen 2011.

    Kehidupan Pribadi

    Karen Agustiawan memiliki gelar Ir. Hj. Karen Agustiawan.

    Perempuan berumur 67 tahun ini diketahui bernama asli Galaila Karen Kardinah.

    Karen Agustiawan lahir pada 19 Oktober 1958 di Bandung.

    Ia merupakan anak dari pasangan Dr. Sumiyatno dan R. Asiah.

    Ayah Karen Agustiawan merupakan utusan pertama Indonesia di World Health Organization dan presiden terdahulu dari Biofarma, perusahaan farmasi.

    Karen Agustiawan menikah dengan Herman Agustiawan.

    Suaminya tak lain adalah mantan pegawai di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang sekarang bekerja di Dewan Energi Nasional.

    Dari pernikahannya tersebut, Karen dan Herman dikaruniai 3 anak.

    Karier

    Perjalanan karier Karen Agustiawan dimulai setelah dirinya lulus dari jurusan Teknik Fisika di Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1983.

    Ia mengawali karier dari tahun 1998 sampai 2002, sebagai profesional di Landmark Concurrent Solusi Indonesia sebagai business development manager.

    Lalu sebagai commercial manager for consulting and project management di Halliburton Indonesia pada 2002-2006.

    Kemudian ia berkarier di PT Pertamina (Persero) sebagai staf ahli direktur utama PT Pertamina (Persero) untuk bisnis hulu (2006-2008), kemudian dipercaya menjabat sebagai direktur hulu sejak 5 Maret 2008 hingga ia ditunjuk oleh pemegang saham untuk memimpin Pertamina sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) pada 5 Februari 2009. 

    Karen Agustiawan resmi berhenti dari jabatannya sebagai CEO PT Pertamina tertanggal 1 Oktober 2014 dan menjadi dosen guru besar di Harvard University, Boston, AS.

    (TRIBUNNEWS/Ika Wahyuningsih,Kompas)

  • Tak Hanya Memalak untuk Fashion Show Anak, Eks Pejabat Ditjen Pajak Juga Terima Gratifikasi Valas dan Deposito

    Tak Hanya Memalak untuk Fashion Show Anak, Eks Pejabat Ditjen Pajak Juga Terima Gratifikasi Valas dan Deposito

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kelakuan eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan untuk memperkaya diri sendiri sudah di luar nalar. Selain memalak wajib pajak untuk membiayai fashion show atau peragaan busana bisnis fashion anak, Mohamad Haniv juga menerima gratifikasi berupa uang valas Dolar Amerika Serikat dan sejumlah deposito.

    Gratifikasi tersebut terjadi saat Mohamad Haniv atau Muhammad Haniv atau Muhamad Haniv menjabat kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus. Kasus gratfikasi terjadi pada periode 2015-2018 lalu.

    Sejak 18 Januari 2019 lalu, Haniv tidak aktif lagi bekerja di Ditjen Pajak Jakarta.

    Saat menjabat kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Haniv menggunakan jabatannya untuk mendapatkan gratifikasi dari wajib pajak.

    Dia memalak para wajib pajak untuk membiayai fashion show bisnis fashion desainer Feby Paramita atau Feby Haniv yang tak lain putri Muhamad Haniv. Feby Haniv memiliki bisnis fashion dengan merek atau brand bernama FH Pour Homme by Feby Haniv sejak 2015 lalu.

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Februari 2025 mengungkap modus gratifikasi yang dilakukan Haniv untuk menyokong bisnis fashion show anaknya.

    Asep mengatakan, pada 5 Desember 2016, Haniv mengirim email ke Yul Dirga selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3.

    Melalui email tersebut Haniv minta bantuan Yul Dirga untuk mencarikan sponsor bagi bisnis fashion show anaknya yang akan dilaksanakan pada 13 Desember 2016.

  • Sudah Bergaji Tinggi, Eks Kepala Kanwil Pajak Terima Gratifikasi untuk Biaya Bisnis Fashion Show Anak

    Sudah Bergaji Tinggi, Eks Kepala Kanwil Pajak Terima Gratifikasi untuk Biaya Bisnis Fashion Show Anak

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Februari 2025 mengungkap modus gratifikasi yang dilakukan Haniv untuk menyokong bisnis fashion show anaknya.

    Asep mengatakan, pada 5 Desember 2016, Haniv mengirim email ke Yul Dirga selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3.

    Melalui email tersebut Haniv minta bantuan Yul Dirga untuk mencarikan sponsor bagi bisnis fashion show anaknya yang akan dilaksanakan pada 13 Desember 2016.

    “Permintaan ditujukan untuk dua atau tiga perusahaan yang kenal dekat saja,” pinta Haniv kepada Yul Dirga.

    Nominal permintaan uang juga tertera pada email tersebut, yakni Rp 150 juta. Nomor rekening BRI serta nomor telepon Feby Paramita juga ada di dalam pesan email.

    Kemudian, berdasarkan e-mail permintaan tersebut, terdapat transfer masuk ke rekening BRI milik Feby. Transfer rekening itu yang diidentifikasi terkait dengan pemberian gratifikasi yang berasal dari Wajib Pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3 senilai Rp300 juta.

    Ternyata, gratifikasi tersebut tak berhenti pada momen itu saja. Sepanjang 2016-2017, uang yang masuk ke rekening BRI milik Feby terkait pelaksanaan seluruh fashion show FH POUR HOMME by FEBY HANIV mencapai Rp387 juta.

    Sumber uang tersebut berasal dari perusahaan maupun perorangan yang menjadi Wajib Pajak dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus. Artinya, para wajib pajak dipalak untuk membiayai fashion show desainer Feby Paramita atau Feby Haniv, anak Mohamad Haniv.

  • Perjalanan Kasus Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang Hukumannya Diperberat Jadi 13 Tahun Bui

    Perjalanan Kasus Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang Hukumannya Diperberat Jadi 13 Tahun Bui

    Perjalanan Kasus Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang Hukumannya Diperberat Jadi 13 Tahun Bui
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman pidana badan eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias
    Karen Agustiawan
    , dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau
    liquefied natural gas
    (LNG).
    Karen yang sebelumnya dihukum 9 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, diperberat menjadi 13 tahun bui oleh majelis kasasi Mahkamah Agung (MA).
    Baik pengadilan tingkat pertama, banding, maupun kasasi sama-sama menilai tindakan Karen dalam membeli LNG secara melawan hukum terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,8 triliun.
    Majelis kasasi MA menyatakan, Karen terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
    “Pidana penjara 13 tahun,” sebagaimana dikutip dari situs resmi MA, Jumat (28/2/2025).
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan waktu cukup lama untuk menangani perkara dugaan korupsi Karen ini.
    Meski sudah menangani kasus tersebut bertahun-tahun, KPK baru resmi mengumumkan Karen sebagai tersangka pada Selasa (19/9/2023).
    Adapun pengadaan LNG yang menjadi materi penyidikan KPK berlangsung sejak 2011-2021.
    Sebelum resmi menahan Karen pada Selasa itu, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat perusahaan minyak dan gas pelat merah tersebut.
    Di antara mereka adalah eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dan eks Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
    Perkara ini berawal dari rencana Pertamina membeli gas alam cair untuk menanggulangi defisit gas dalam negeri pada 2009-2040.
    Karen yang menjabat Direktur Utama pada 2009-2014 kemudian meneken kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier luar negeri, Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat (AS).
    Namun, kontrak pembelian itu dilakukan Karen tanpa mengikuti prosedur pengadaan yang berlaku seperti kajian komprehensif.
    “Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dilakukan sama sekali, sehingga tindakan KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” kata ketua KPK saat itu, Firli Bahuri.
    Setelah pembelian tersebut, semua kargo yang dibeli dari CCL LLC tidak terserap di pasar domestik.
    Akibatnya, kargo LNG mengalami kelebihan suplai dan tidak pernah masuk ke Indonesia.
    Kondisi ini menimbulkan kerugian nyata.
    Pertamina akhirnya harus menjual LNG itu dengan rugi ke pasar internasional.
    Menurut Firli, tindakan Karen bertentangan dengan ketentuan di internal Pertamina.
    Di antaranya Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero.
    “Dari perbuatan menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dollar AS, yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun (perhitungan awal),” tutur Firli.
    Tidak terima ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, Karen menggugat KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) melalui tim kuasa hukumnya pada Jumat (6/10/2023).
    KPK menghadirkan 121 bukti untuk menghadapi dalil-dalil Karen dan menghadirkan ahli.
    Setelah persidangan selama tujuh hari, hakim memutuskan menolak permohonan Karen.
    Setelah berkas penyidikan lengkap, Karen diserahkan kepada jaksa penuntut umum.
    Ia pun diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Dalam tahapan pembuktian, Karen mendapatkan hak untuk menghadirkan saksi meringankan atau a de charge.
    Tak tanggung-tanggung, mantan bos perusahaan pelat merah itu menghadirkan Wakil Presiden RI ke-10, Jusuf Kalla (JK).
    “Saya ingin hadirkan Pak JK karena beliau kan yang terlibat di Perpres ya, yang tadi dibilang ya bahwa harus lebih banyak (penggunaan) gas dan itu memang kita lakukan,” kata Karen.
    Namun, Karen kembali kalah melawan KPK.
    Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menghukum Karen 9 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan penjara.
    Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.
    Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
    Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut Karen divonis 11 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Ingatkan Pembangunan Desa Harus Sinkron dengan Rencana Daerah hingga Nasional

    KPK Ingatkan Pembangunan Desa Harus Sinkron dengan Rencana Daerah hingga Nasional

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dana desa harus dipelototi dengan maksimal. Penggunaannya untuk melakukan pembangunan juga harus disesuaikan dengan rencana pembangunan daerah hingga nasional untuk mencegah terjadinya penyelewengan.

    Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto saat berpidato di acara ‘Aksi Memperkuat Pengawasan Tata Kelola Pemerintah untuk Mewujudkan Asta Cita ke-6 Presiden yang bertajuk Membangun Desa dari Bawah untuk Pemerataan Ekonomi dan Pemberantasan Kemiskinan’ di kantor Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Jakarta, Kamis, 27 Februari.

    “Desa merupakan bagian integral dalam satu wilayah pemerintahan kabupaten,” kata Fitroh dikutip dari keterangan resmi KPK, Jumat, 28 Februari.

    “Maka sudah semestinya rencana pembangunan desa, mulai dari RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) harus disinkronkan dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) pada tingkat kabupaten yang tentu harus selaras dengan RPJMD Provinsi dan RPJMN,” sambungnya.

    Fitroh menyebut alokasi dana desa berdasarkan data Kementerian Keuangan tahun anggaran 2025 mencapai Rp71 triliun. Sehingga, dia mengingatkan pentingnya pengelolaan yang tepat.

    Salah satu caranya, sambung Fitroh, mewajibkan penggunaan Sistem Pengawasan Keuangan Desa (Siswakeudes) guna meningkatkan pengawasan keuangan di tingkat desa. Langkah ini menjadi salah satu yang direkomendasikan Timnas Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    Namun, rekomendasi ini tak bisa sendirian dijalankan sendirian oleh Kemendes PDT. Sinergi harus dilakukan bersama kementerian/lembaga terutama Kemendes PDTT, Kemendagri, Kemenkeu hingga Bappenas.

    “Termasuk (sinergi dengan, red) Kemenpan RB sangat diharapkan agar perbaikan kualitas belanja tidak hanya terjadi di tingkat pusat dan daerah, namun juga sampai ke level pemerintahan desa,” tegasnya.

    Lebih lanjut, urusan intergritas juga dibahas Fitroh dalam pertemuan ini. “Pemerintah desa berperan penting untuk kemajuan daerah. Kepala desa sebagai kepala pemerintahan (desa, red) harus amanah, terlebih anggaran untuk desa dari pusat lebih dari ribuan triliun. Seluruhnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

    Sementara itu, Menteri Desa PDT Yandri Susanto mengatakan peringatan KPK dan aparat penegak hukum lain akan menjadi perhatian. Langkah ini sebagai bentuk pengawasan untuk menguatkan pemerataan ekonomi di desa.

    Apalagi, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 mencatat sebanyak 75.753 penduduk Indonesia masih tinggal di desa. “Semua potensi kita maksimalkan,” jelas Yandri.

    “Kemendes sudah menjalankan 12 aksi dalam rangka mewujudkan Asta Cita ke-6 Presiden. Ada bumdes, swasembada pangan, swasembada air, swasembada energi, desa wisata, desa ekspor, desa ramah anak, dan lainnya. Maka peran KPK di sini dapat memperkuat dan mendorong pengawasan roda pemerintahan desa,” pungkasnya.

  • Mahasiswa Kembali Desak KPK dan Presiden Prabowo Usut Tuntas Kasus Korupsi e-KTP – Halaman all

    Mahasiswa Kembali Desak KPK dan Presiden Prabowo Usut Tuntas Kasus Korupsi e-KTP – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi (AMPD) kembali berdemonstrasi di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan.

    Mereka melanjutkan tuntutannya yakni meminta KPK untuk menuntaskan kasus megakorupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun.

    Ketua AMPD, Arnold, mengatakan bahwa untuk ketiga kalinya pihaknya datang ke KPK untuk menuntut agar lembaga antirasuah ini lebih serius dalam mengusut tuntas kasus korupsi e-KTP.

    “Gerakan ini berangkat dari kajian kami. Di mana kajian kami ini kami skemakan dan kami tuntaskan dalam bentuk laporan untuk melaporkan Ganjar dan Agun Gunandjar sebagai terduga pelaku dugaan kasus e-KTP,” ucap Arnold kepada wartawan di Gedung KPK, Jumat (28/2/2025).

    Arnold menjelaskan, pada persidangan sebelumnya, para pihak yang menjadi terdakwa pada saat itu telah memberikan keterangan keterlibatan Ganjar Pranowo saat menjabat Wakil Ketua Komisi II DPR, dan Agun Gunandjar saat menjabat Ketua Komisi II DPR dalam kasus korupsi e-KTP. Untuk itu, kedua orang tersebut harus kembali diperiksa KPK.

    “Maka hari ini kami datang dengan membawa bukti-bukti kami serta didampingi kuasa hukum kami untuk menyerahkan laporan kepada KPK,” sebut Arnold.

    AMPD kata Arnold, juga meminta kepada Presiden Prabowo Subianto untuk serius menyelesaikan kasus e-KTP yang hingga saat ini belum ada perkembangannya.

    “Kami menuntut juga meminta kepada Presiden Prabowo agar lebih serius dalam menyelesaikan kasus e-KTP ini. Kami menuntut keseriusan beliau untuk bagaimana menyelesaikan dan memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya,” katanya.