KPK Apresiasi MA yang Perberat Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) mengapresiasi
Mahkamah Agung
(MA) yang memperberat kasasi eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias
Karen Agustiawan
, menjadi 13 tahun dari sebelumnya 9 tahun.
Karen Agustiawan merupakan terdakwa dalam
kasus korupsi
pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina periode 2011-2014.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan kasasi atas terdakwa GKK atau KA mantan Direktur Utama Pertamina, dalam perkara dugaan korupsi pada pengadaan LNG di Pertamina, yang telah mengakibatkan kerugian keuangan negara,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulis, Minggu (2/3/2025).
Tessa mengatakan, konsistensi putusan pengadilan pada tingkat pertama, banding, dan kasasi tersebut membuktikan proses penanganan perkara di KPK telah sesuai ketentuan dan prosedur hukum.
“Melalui putusan tersebut, KPK berharap dapat memberikan efek jera bagi pelaku, sekaligus menjadi trigger bagi pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti pada upaya-upaya pencegahan, agar korupsi tidak kembali terjadi,” ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).
Putusan diketok oleh majelis kasasi MA yang dipimpin Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggotanya, Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, pada Jumat (28/2/2025).
“Pidana penjara 13 tahun,” sebagaimana dikutip dari situs resmi MA, Jumat.
Majelis kasasi menyatakan menolak permohonan kasasi dari pihak Karen dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Meski demikian, majelis kasasi menyatakan mengubah putusan pengadilan tingkat banding yang tetap menghukum Karen 9 tahun penjara.
Selain itu, dalam putusannya, majelis kasasi memperbaiki kualifikasi dan pidana.
Karen, yang oleh pengadilan sebelumnya dinilai melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kini dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 pada undang-undang yang sama.
Adapun Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor berlaku pada setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan negara.
Pasal ini berlaku bagi penyelenggara negara maupun swasta.
Sementara, Pasal 3 menyangkut perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara dan berlaku bagi penyelenggara negara.
Selain hukuman 13 tahun penjara, Karen juga dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair 6 bulan kurungan.
“Terbukti Pasal 3 TPK juncto Pasal 55 juncto Pasal 64,” sebagaimana dikutip dari putusan tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: KPK
-
/data/photo/2024/06/24/667966e110336.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Apresiasi MA yang Perberat Hukuman Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan
-

Miris! Nilai Kerugian Kasus Korupsi Lebih Besar daripada Jumlah Efisiensi Anggaran
loading…
Tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina saat tiba di Kejagung. DPR membandingkan besaran efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah dengan nilai fantastis korupsi di Pertamina. Foto: Dok SINDOnews
JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo membandingkan besaran efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah saat ini dengan nilai fantastis kerugian negara akibat kasus korupsi yang baru terungkap belakangan ini. Miris, total efisiensi anggaran lebih kecil dengan nilai kerugian negara akibat korupsi.
“Sangat miris, saat pemerintah bekerja keras mewujudkan target efisiensi anggaran yang hanya Rp306 triliun, pengungkapan beberapa kasus korupsi yang baru justru memperlihatkan nilai kerugian negara yang luar biasa besarnya dan sulit diterima akal sehat,” ujar pria yang akrab disapa Bamsoet, Sabtu (1/3/2025).
Legislator Partai Golkar ini menyinggung sejumlah kasus korupsi yang baru terkuak belakangan ini seperti kasus anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp968,5 triliun, kasus korupsi tata niaga timah yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun, hingga kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan negara sebesar Rp16,8 triliun.
“Nilai korupsi era sekarang masuk skala triliunan rupiah. Bayangkan, sebuah kasus korupsi bisa mengakibatkan negara rugi hampir Rp1.000 triliun,” katanya.
Dia prihatin terhadap perkembangan pemberantasan korupsi di Indonesia yang belum menunjukkan hasil signifikan. Hal itu berbeda dengan skala kerugian negara yang ditimbulkan yang semakin meningkat.
“Sementara sepanjang periode 2020-2024, KPK hanya berhasil mengembalikan kerugian negara sebesar Rp2,5 triliun. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara upaya pemberantasan korupsi dan dampak kerugian negara yang terus meningkat,” ungkapnya.
Melihat kondisi tersebut, Bamsoet menyoroti pemberantasan korupsi di Indonesia masih terbilang sangat minim dari hasil pencapaian. “Terbukti dengan maraknya kasus korupsi yang semakin kompleks dan melibatkan jumlah kerugian negara semakin besar,” ujarnya.
Dengan nilai kerugian negara yang fantastis, dia meyakini kasus korupsi tersebut tidak hanya melibatkan satu atau dua oknum saja, tetapi dalam birokrasi korupsi dilakukan secara terorganisir dan berkelompok.
Bamsoet menyoroti lemahnya pengawasan internal di beberapa K/L yang dinilai sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya, khususnya terkait tugas, pokok, dan fungsi Inspektorat Jenderal (Itjen) dalam melakukan pengawasan internal.
Karena itu, pemerintah dan DPR perlu bersama-sama merumuskan strategi baru yang lebih efektif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. “Indonesia butuh strategi baru dalam pemberantasan korupsi, karena metode dan strategi yang diterapkan sekarang terbukti tidak efektif,” katanya.
(jon)
-
/data/photo/2022/08/09/62f1f57760121.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Deretan Korupsi di Pertamina: Dari Minyak Mentah hingga Dana Pensiun Nasional
Deretan Korupsi di Pertamina: Dari Minyak Mentah hingga Dana Pensiun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Skandal korupsi di
Pertamina
tak hanya terjadi pertama kali ini saja. Perusahaan pelat merah itu sudah beberapa kali digerogoti
kasus korupsi
.
Berikut beberapa kasus korupsi di Pertamina:
1. Tata kelola minyak mentah dan produk kilang
Terbaru,
Kejaksaan Agung
mengungkap perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Kasus korupsi
ini menyeret nama beberapa petinggi Pertamina, yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS);
Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono; dan pejabat di PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF).
Kemudian, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR); Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW);
Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ); dan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya serta VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
Dalam perhitungan sementara, kerugian negara pada tahun 2023 akibat korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Dilansir dari keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian di-
blending
atau dioplos di depo/storage menjadi Pertamax. Pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir pada Selasa (25/2/2025).
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
2. Pengadaan LNG
Kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina periode 2011-2014 menyeret nama eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
Karen disangkakan melakukan pembelian gas secara sepihak dan tanpa mengikuti prosedur pengadaan yang berlaku, seperti kajian komprehensif.
Hal ini menyebabkan kargo LNG mengalami kelebihan suplai sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 2,1 triliun.
Atas perbuatannya, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman Karen dari 9 tahun penjara menjadi 13 tahun penjara, pada Jumat (28/2/2025).
3. Perdagangan minyak mentah dan produk kilang di PES
Pada 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan pemberian hadiah dalam kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte.Ltd (PES).
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Bambang Irianto selaku Managing Director periode 2009-2013 sebagai tersangka.
Kasus dugaan suap ini menjadi salah satu kasus yang mendapat perhatian Presiden Joko Widodo untuk segera diselesaikan KPK pada 2019 silam.
Kasus ini mulai diselidiki KPK sejak Juni 2014. Namun, KPK baru berhasil menetapkan Bambang sebagai tersangka pada September 2019.
Bambang diduga menerima uang sedikitnya 2,9 juta dollar AS atau setara Rp 40,75 miliar karena membantu pihak swasta terkait bisnis migas di lingkungan PES.
4. Pengelolaan dana pensiun
Pada 2017, Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina periode 2013-2015 Muhammad Helmi Kamal Lubis ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun Pertamina.
Tak hanya Helmi, putra sulung pendiri Astra Internasional William Soeryadjaja, Edward Seky Soeryadjaya juga ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus tersebut bermula pada pertengahan 2014. Edward yang juga Direktur Ortus Holding Ltd berkenalan dengan Presiden Direktur Dana Pensiun Pertamina Muhammad Helmi Kamal Lubis.
Perkenalan itu berlanjut dengan deal bisnis, yakni permintaan agar dana pensiun Pertamina membeli saham PT Sugih Energy Tbk (SUGI).
Dari pertemuan itu, Muhammad Helmi Kamal Lubis pun melakukan pembelian saham SUGI senilai Rp 601 miliar melalui PT Millenium Danatama Sekuritas.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian negara dalam pembelian saham SUGI tersebut sebesar Rp 599 miliar.
5. Korupsi Investasi di BMG Australia
Pada 2018, Kejaksaan Agung menetapkan seorang Manajer MNA Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero), berinisial BK terkait dugaan korupsi penyalahgunaan investasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia oleh Pertamina tahun 2009.
Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus itu bermula saat PT Pertamina (Persero) pada tahun 2009, melalui anak perusahaannya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd.
Perjanjian jual beli ditandatangani pada tanggal 1 Mei 2009, dengan modal sebesar 66,2 juta dollar Australia atau senilai Rp 568 miliar dengan asumsi mendapatkan 812 barrel per hari.
Namun, ternyata Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada tahun 2009 hanya dapat menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pty.Ltd rata-rata sebesar 252 barrel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG Australia dinyatakan ditutup setelah ROC Oil Ltd, Beach Petroleum, Sojitz, dan Cieco Energy memutuskan penghentian produksi minyak mentah (non production phase/npp) dengan alasan lapangan tidak ekonomis.
6. Digitalisasi SPBU
Pada 2025, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) PT Pertamina (Persero) tahun 2018–2023.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, perkara korupsi ini sedang bergulir di tahap penyidikan.
“Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) bulan September 2024,” kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (21/1/2025).
Tessa mengatakan, KPK sudah menetapkan tersangka dalam korupsi
digitalisasi SPBU
PT Pertamina. Namun, ia tidak mengungkapkan identitas tersangka tersebut.
“Sudah ada tersangkanya,” ujar Tessa.
Adapun dugaan korupsi digitalisasi PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023 muncul pertama kali dalam jadwal pemeriksaan sejumlah saksi di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Senin (20/1/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Dugaan Korupsi Retret Kepala Daerah, Ada Konflik Kepentingan?
PIKIRAN RAKYAT – Sejumlah pegiat antikorupsi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 28 Februari 2025. Mereka melaporkan adanya dugaan korupsi dalam pelaksanaan retret kepala daerah di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah.
Salah satu pelapor yaitu pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari menyebut, proses pembinaan dan pelatihan kepala daerah tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
“Kita menduga bentuk pembinaan dan pendidikan kepala daerah tidak sesuai dengan apa yang ditentukan Undang-Undang Pemerintahan Daerah karena tidak ada nuansa semi-militernya. Itu kecurigaan awalnya,” kata Feri kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, dikutip Sabtu, 1 Maret 2025.
Lebih lanjut, Feri juga melihat adanya kejanggalan terkait penunjukan PT Lembah Tidar Indonesia (LTI) sebagai perusahaan yang mempersiapkan retret. Selain itu, keterlibatan PT LTI yang memiliki korelasi dengan kekuasaan memunculkan adanya konflik kepentingan.
Salah satu kejanggalan yaitu proses pengadaan barang dan jasa dalam agenda retret tidak mengikuti standar yang seharusnya dilakukan secara terbuka. Tak hanya itu, kejanggalan semakin terasa lantaran PT Lembah Tidar Indonesia perusahaan baru tapi sudah mengorganisir program yang sangat besar.
“Kita merasa janggal, misalnya perusahaan PT Lembah Tidar Indonesia ini perusahaan baru, dan dia mengorganisir program yang sangat besar se-Indonesia. Padahal dalam proses pengadaan barang dan jasa ada prinsip kehati-hatian,” ujarnya.
Komisaris Utama PT LTI Anggota Partai Gerindra
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Annisa Azzahra mengungkapkan, bahwa komisaris utama dan direktur utama PT LTI adalah anggota Gerindra dan juga pejabat aktif. Sehingga jelas menimbulkan kecurigaan dan juga dugaan konflik kepentingan.
“Ditambah lagi terkait dengan konflik kepentingan ini dibuktikan bahwa tidak adanya proses pemilihan tender yang jelas,” kata Annisa.
Annisa menyampaikan, retret yang wajib diikuti seluruh kepala daerah ini tidak memiliki regulasi yang sah. Sebab, kata dia, pemimpin daerah diwajibkan membayar biaya keikutsertaan yang diduga biayanya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Sehingga disitu kita menemukan ada celah anggaran yang sangat besar, yaitu ketidaksesuaian antara rencana anggaran yang diajukan dengan pelaksanaan di lapangan,” tutur Annisa.
“Celah besar sekira Rp6 miliar itu ternyata di cover oleh APBD. Dimana itu tidak diperbolehkan, karena itu akhirnya adalah pengalihan dana secara tidak sah,” ucapnya menambahkan.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

Saut Situmorang Sebut Kewenangan Penyelidikan Intel Jaksa di RUU Kejaksaan Keliru
loading…
Pimpinan KPK 2015-2019 Saut Situmorang menyebut kewenangan penyelidikan Intel Jaksa dalam RUU Kejaksaan dinilai keliru. Foto/istimewa
JAKARTA – Intel jaksa yang memiliki kewenangan penyelidikan dalam UU Kejaksaaan dinilai keliru. Sebab tugas intelijen adalah mengumpulkan informasi bukan penyelidikan.
Hal itu dikatakan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Saut Situmorang dalam diskusi publik Koalisi Masyarakat Sipil dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Hadir dalam diskusi tersebut Ketua PBHI Nasional Julius Ibrani, Peneliti Senior Imparsial Al Araf, dan Ketua Badan Harian Centra Initiative, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
Ali Syafaat.“Nature intel bukan di sana. Intel harusnya deteksi dini mengumpulkan informasi dan menganalisa informasi, bukan penyelidikan,” ujarnya, Sabtu (1/3/2025).
Dalam diskusi tersebut, Saut juga menyoroti soal transparansi dalam pembahasan tiga RUU ini. Menurut Saut pembahasan yang berlangsung tertutup berpotensi bermasalah. “Pembahasan yang tertutup dan minim akuntabilitas akan hasilkan produk hukum yang tidak baik,” ujarnya.
Senada, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Ali Syafaat mengatakan, pembahasan RUU ini cenderung tertutup. Dia mengaku kesulitan untuk mendapatkan draft resmi 3 RUU tersebut. Padahal harusnya pembuatan undang-undang harusnya terbuka.
“Ketiga RUU itu berpotensi memunculkan autocratic legalisme yakni menggunakan isntrumen hukum dengan sikap otoriter,” ujarnya.
Menurut dia, kekuasaan harus diatur karena pelanggaran hak terjadi karena adanya kelompok, lembaga atau apapun yang sifatnya memiliki kuasa atas yang lain. Dalam perkembangannya ternyata hukum dijadikan untuk melegitimasi kekuasaan
“Dibuat seolah-olah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan, ini yang dikatakan sebagai autochratic legislation,” katanya.
(cip)
-

8 Indikator MCP Kabupaten Mimika Tunjukkan Skor Rendah, Pj Bupati Ingatkan ASN – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut 8 indikator Monitoring Corruption for Prevention (MCP) di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, menunjukan skor yang rendah atau merah.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Pelatihan Anti Korupsi KPK RI, Yonathan Demme Tangdilintin, yang ditunjuk pemerintah sebagai Penjabat (Pj) Bupati Mimika Provinsi Papua Tengah.
“Bisa dibayangkan kalau merah itu tata kelola kurang baik, pelayanan publik tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pelayanan publik itu diatur dengan Undang-Undang 25 tahun 2009 dan ada peraturan pelaksanannya, PP 96 tahun 2012,” kata Yonathan kepada wartawan, Sabtu (1/3/2025).
Yonathan menjelaskan angka atau ‘rapor merah’ pada MCP KPK di Kabupaten Mimika, tertera pada 8 area intervensi, yaitu perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, pengawasan APIP, manajemen ASN, pengelolaan BMD serta optimalisasi pajak.
Melihat hal ini, ia langsung menerbitkan Surat Edaran Bupati Mimika Nomor 03 Tahun 2025 tentang pelaksanaan e-learning Pengetahuan Dasar Antikorupsi dan Integritas (PADI) yang wajib diikuti seluruh ASN.
Selain mengedukasi dan menanamkan pemahaman, kebijakan ini juga dimaksudkan agar ASN di Kabupaten Mimika memiliki semangat antikorupsi.
Tokoh – tokoh religi dan spiritual juga digandeng untuk mengentalkan semangat antikorupsi serta akhlak setiap ASN di lingkungan Pemkab Mimika.
Yonathan yang akan segera kembali bertugas di KPK, menyampaikan pesan kepada para ASN agar terbiasa dengan hal-hal benar alih-alih membenarkan kebiasaan seperti budaya KKN dalam konteks tugas dan kewajiban.
“Saya berharap, setiap penyelenggara negara termasuk para ASN di sini membiasakan yang benar, bukan membenarkan kebiasaan dalam menjalankan tugas serta kewajiban, guna mewujudkan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan masyarakat Mimika,” ungkapnya.
Yonathan kemudian menuturkan, dalam pelaksanaan undang-undang pelayanan publik, ada standar minimal yang harus diberikan oleh aparatur pemerintahan, khususnya pada janji layanannya.
Namun kendati secara formalitas bahkan tertera dalam maklumat layanan, ada perbedaan dengan praktik di lapangan.
Ia kemudian mencontohkan sarana dan prasarana kurang baik khususnya pada puskesmas atau rumah sakit di pelosok. Seperti RSUPD Tipe D Waa Banti yang kekurangan tenaga medis.
“Bagaimana masyarakat dapat terlayani dengan baik jika OPD seperti itu. Diingatkan bahwa pelayanan publik yang baik di bidang kesehatan adalah bukti nyata hadirnya negara di tengah masyarakat. (Kondisi) OPD lainnya juga begitu,” ungkapnya.
-

Mahfud MD Berharap KPK dan Polri Seberani Kejagung dalam Berantas Korupsi: Sinergis, Bukan Saingan – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri seberani Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengambil langkah pemberantasan korupsi.
Hal itu disampaikan Mahfud MD saat mengapresiasi pemerintah dan Kejagung dalam menangani kasus korupsi.
“Kita apresiasi, kita berharap juga KPK dan kepolisian melakukan hal yang sama tapi bersinergis bukan rebutan atau bersaing, sinergis saja bahwa semuanya ingin memberantas korupsi,” ungkap Mahfud, Kamis (27/2/2025), dikutip dari Kompas TV.
Mahfud menilai aksi Kejagung menangani kasus korupsi tak lepas dari peran Presiden Prabowo Subianto.
“Kejaksaan Agung tidak akan seberani itu kalau tidak mendapat izin dari Presiden,” ujarnya.
“Oleh sebab itu saya juga mengapresiasi bahwa presiden membiarkan Kejaksaan Agung itu bekerja, apapun motif, kalau ada motif politiknya terserah, tapi hukum tegak seperti itu,” imbuh Mahfud.
Kejaksaan Agung diketahui tengah menangani sejumlah kasus dugaan tindak pidana korupsi, seperti PT Timah, impor gula, hingga kasus Pertamina.
Mahfud MD menilai, ini adalah langkah awal akan dilakukan dan perlu dilakukan Presiden Prabowo.
“Nah kita tunggu, jadi kita jangan sampai nihilis seakan-akan yang dilakukan pemerintah tuh salah terus, tidak ada gunanya. Ini ada gunanya, ada gunanya,” tekannya.
Korupsi di Tubuh Pertamina
Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menangani kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina periode 2018-2023 yang merugikan negara Rp193,7 triliun.
Kejagung kembali menetapkan dua tersangka, yaitu Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan penetapan tersangka terhadap Maya Kusmaya dan Edward Corne setelah ditemukan adanya alat bukti yang cukup terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan keduanya.
“Penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa kedua tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan tujuh tersangka kemarin,” jelas Qohar dalam jumpa pers, Rabu (26/2/2025).
Maya Kusmaya (MK) dan Edward Corne (EC) terlibat dalam proses perencanaan serta pelaksanaan blending atau pengoplosan Pertamax alias RON 92 dengan minyak mentah yang lebih rendah kualitasnya.
“Kemudian, tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92,” kata Abdul Qohar di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, dikutip dari Kompas.com.
Pengoplosan ini terjadi di terminal PT Orbit Terminal Merak yang merupakan milik tersangka MKAR, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, dan tersangka GRJ yang merupakan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Atas persetujuan dari tersangka, Riva Siahaan (RS), Maya, dan Edward melakukan pembelian RON 90 atau yang lebih rendah dengan harga RON 2.
Minyak yang dibeli ini kemudian dioplos oleh kedua tersangka sehingga menjadi RON 92 alias Pertamax.
Proses yang dilakukan oleh kedua tersangka baru ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan tata cara bisnis PT Pertamina Patra Niaga.
Maya dan Edward disebut melakukan pembayaran impor produk kilang menggunakan metode pemilihan penunjukan langsung.
Padahal, metode pembayaran bisa dilakukan dengan term atau dalam jangka panjang yang harganya dibilang wajar.
“Tetapi, dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot atau penunjukan langsung harga yang berlaku saat itu, sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha,” jelas Qohar.
Maya dan Edward juga mengetahui serta menyetujui mark up atau penggelembungan harga kontrak shipping atau pengiriman yang dilakukan oleh tersangka JF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.
7 Tersangka Lainnya
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, yang terdiri dari empat petinggi subholding Pertamina serta tiga broker minyak.
Petinggi Subholding Pertamina yang Jadi Tersangka:
Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
Yoki Firnandi (YF) – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
Sani Dinar Saifuddin (SDS) – Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional
Agus Purwono (AP) – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina InternasionalBroker Minyak yang Terlibat:
MKAR – Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & PT Jenggala Maritim
GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Nuryanti) (Kompas.com)


