Kementrian Lembaga: KPK

  • KPK Blak-blakan Ngaku Sulit Bongkar Kasus Mafia Migas Eks Bos Petral

    KPK Blak-blakan Ngaku Sulit Bongkar Kasus Mafia Migas Eks Bos Petral

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi perdagangan minyak mentah dan produk kilang anak usaha PT Pertamina (Persero), Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) dalam rantai pasokan Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral), masih berlanjut. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, kasus mafia migas itu diumumkan ke publik pada September 2019 lalu di bawah kepemimpinan KPK jilid IV alias Agus Rahardjo Cs. Kini, kasus itu masih dalam tahap penyidikan. Lembaga antirasuah telah menetapkan mantan Direktur Utama Petral Bambang Irianto sebagai tersangka. 

    “Terkait tersangka BI [Bambang Irianto] bahwa betul, perkaranya masih berjalan. Namun dari hasil koordinasi, masukan dari penyidik memang ada beberapa kendala,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, dikutip Selasa (4/3/2025).

    Tessa menyebut ada dua kendala yang dihadapi tim penyidik hingga saat ini. Pertama, calon alat bukti yang perlu diperoleh atau didapatkan berada di Singapura. 

    Kedua, yakni kendala kondisi kesehatan Bambang Irianto. Namun, Tessa enggan memerinci lebih lanjut kondisi kesehatan mantan petinggi anak usaha Pertamina itu. 

    Adapun, penyidik KPK terakhir menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Anugrah Pabuaran Energy Lukma Neska sebagai saksi dalam kasus tersebut pada 19 Februari 2025. 

    Pada Agustus 2024 lalu, KPK mengaku penyidik tengah mendalami rantai pasok atau supply chain pembelian minyak bumi dan BBM migas 88 (premium) dari Singapura oleh PES saat itu. 

  • Geledah Kantor Dinas PUPR Musi Banyuasin, KPK Sita Barang Elektronik

    Geledah Kantor Dinas PUPR Musi Banyuasin, KPK Sita Barang Elektronik

    Jakarta, Beritasatu.com – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di lingkungan Pemkab Musi Banyuasin (Muba), Selasa (4/3/2025). Penggeledahan berlangsung sejak pagi hingga sore hari ini. 

    “Penyidik KPK melakukan penggeledahan di lingkungan Pemkab Musi Banyuasin yang berlokasi di kantor Dinas PUPR,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Selasa (4/3/2025). 

  • Profil & Harta Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana LPEI Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pemberian Kredit – Halaman all

    Profil & Harta Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana LPEI Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pemberian Kredit – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Pelaksana I Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Dwi Wahyudi, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Petro Energy, Senin (3/3/2025).

    Tak hanya menetapkan Dwi Wahyudi, KPK juga menetapkan empat orang tersangka lainnya di dalam kasus ini, di antaranya Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan, Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin, Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy Susy Mira Dewi Sugiarta.

    Guna menghitung potensi keuangan negara, KPK berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    Potensi kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai 60 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp900 miliar atau hampir Rp1 triliun.

    “Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar USD 60 juta,” kata Plt. Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo dalam jumpa pers di Geung KPK, Jakarta, Senin (3/3/2025).

    Budi Sokmo juga menjelaskan bahwa kasus pemberian fasilitas kredit oleh LPEI ke PT Petro Energy bukan satu-satunya dugaan fraud yang tengah diusut. 

    Total terdapat 11 debitur LPEI yang tengah diusut KPK, salah satunya PT Petro Energy.

    Sementara itu, potensi kerugian keuangan negara pada dugaan fraud untuk 11 debitur tersebut ditaksir mencapai Rp11,7 triliun.

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugian negara kurang lebih Rp 11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” tandasnya.

    Lantas, seperti apakah sosok Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana LPEI? Berikut profil beserta harta kekayaannya.

    Dwi Wahyudi adalah lulusan S-1 Manajemen di Universitas Airlangga (Unair).

    Ia menempuh pendidikan di Unair pada tahun 1987 hingga 1992.

    Dwi Wahyudi juga telah menyelesaikan studi keuangan di Oklahoma dan meraih gelar MBA.

    Ia merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

    Dikutip dari situs Alumnipedia Unair, Dwi Wahyudi sudah berkarier Bank Ekspor Indonesia (BEI) atau kini adalah Indonesia Eximbank sejak tahun 1999.

    Pada 2009, pria asal Surabaya ini diangkat sebagai direktur di saat dirinya berusia 39 tahun.

    Aset Indonesia Eximbank yang semulai Rp12 triliun pada 2009, membengkak menjadi Rp98 triliun pada 2016.

    Sebelum itu, Dwi Wahyudi juga pernah bekerja sebagai Relationship Manager Bank Danamon pada 1994.

    Ia juga sempat meniti karier di Bank PDFCI dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

    Menilik harta kekayaannya, Dwi Wahyudi tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp18 miliar.

    Hartanya itu terdaftar di dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Dwi terakhir kali melaporkan hartanya di LHKPN KPK pada 21 Maret 2019.

    Sumber harta terbanyak Dwi berasal dari tanah dan bangunan yang ia miliki sebesar Rp12 miliar.

    Lalu disusul dari kas sebesar Rp7,1 miliar.

    Dwi Wahyudi juga memiliki utang sebesar Rp3,6 miliar.

    Berikut rincian lengkap harta kekayaan milik Dwi Wahyudi.

    I. DATA HARTA

    A. TANAH DAN BANGUNAN Rp12.186.740.000

    1. Tanah dan Bangunan Seluas 288 m2/400 m2 di KAB / KOTA TANGERANG SELATAN, HASIL SENDIRI Rp1.000.000.000

    2. Tanah dan Bangunan Seluas 1264 m2/596 m2 di KAB / KOTA KOTA SURAKARTA , HASIL SENDIRI Rp2.146.740.000

    3. Bangunan Seluas 90 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA PUSAT, HASIL SENDIRI Rp1.500.000.000

    4. Tanah dan Bangunan Seluas 325 m2/450 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp5.700.000.000

    5. Tanah dan Bangunan Seluas 43 m2/43 m2 di KAB / KOTA PANDEGLANG, HASIL SENDIRI Rp190.000.000

    6. Bangunan Seluas 77 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA SELATAN , HASIL SENDIRI Rp1.650.000.000

    B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp1.900.000.000

    1. MOBIL, TOYOTA VELFIRE Tahun 2015, HASIL SENDIRI Rp450.000.000

    2. MOBIL, MERCEDES CLA 200 Tahun 2015, HASIL SENDIRI Rp450.000.000

    3. MOBIL, MERCEDES GLE Tahun 2016, HASIL SENDIRI Rp750.000.000

    4. MOBIL, MERCE BENZ SEDAN Tahun 2014, HASIL SENDIRI Rp250.000.000

    C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp555.000.000

    D. SURAT BERHARGA Rp—-

    E. KAS DAN SETARA KAS Rp7.190.004.597

    F. HARTA LAINNYA Rp—-

    Sub Total Rp21.831.744.597

    II. HUTANG Rp3.693.407.792

    III. TOTAL HARTA KEKAYAAN (I-III) Rp18.138.336.805

    (Tribunnews.com/Rakli/Ilham Rian Pratama)

  • KPK Geledah Kantor Dinas PUPR Musi Banyuasin Terkait Dugaan Korupsi Proyek Jalan Tebing Bulang

    KPK Geledah Kantor Dinas PUPR Musi Banyuasin Terkait Dugaan Korupsi Proyek Jalan Tebing Bulang

    KPK Geledah Kantor Dinas PUPR Musi Banyuasin Terkait Dugaan Korupsi Proyek Jalan Tebing Bulang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menggeledah Kantor Dinas PUPR
    Musi Banyuasin
    , Sumatera Selatan pada Selasa (4/3/2025).
    Penggeledahan kantor ini terkait dugaan korupsi pengerjaan proyek Jalan Tebing Bulang KM 11 Jirak-Jembatan Gantung-Talang Simpang-Simpang Rukun Rahayu-Mekar Jaya pada Dinas PUPR Musi Banyuasin APBD 2018.
    “Pada tanggal 4 Maret 2025, penyidik KPK melakukan penggeledahan di lingkungan Pemkab Musi Banyuasin yang berlokasi di kantor Dinas PUPR dan kantor Bagian Pengadaan Barang dan Jasa,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Selasa.
    Tessa mengatakan, dari penggeledahan itu, KPK menyita barang bukti elektronik (BBE).
    “Penggeledahan dilakukan dari pagi hingga sore hari, dan hasil penggeledahan didapatkan BBE untuk kemudian dilakukan penyitaan,” ujarnya.
    Tessa mengatakan, belum ada tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus ini, sebab surat perintah penyidikannya masih bersifat umum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terjerat Kasus Narkoba dan Asusila, Ini Fakta-fakta Mengejutkan dari Penangkapan Kapolres Ngada

    Terjerat Kasus Narkoba dan Asusila, Ini Fakta-fakta Mengejutkan dari Penangkapan Kapolres Ngada

    Jakarta, Beritasatu.com – Propam Polri menangkap Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, atas dugaan keterlibatannya dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Penangkapan berlangsung di sebuah hotel di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Kamis (20/2/2025).

    Kasus ini langsung menjadi sorotan publik, mengingat posisi AKBP Fajar sebagai aparat penegak hukum yang seharusnya memberantas peredaran narkoba.

    Dihimpun tim Beritasatu.com, berikut sejumlah fakta terkait penangkapan AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

    Ditangkap oleh Mabes Polri

    Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, telah diamankan oleh Divisi Propam Mabes Polri atas dugaan keterlibatan dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur serta penyalahgunaan narkoba. Saat ini, AKBP Fajar tengah menjalani pemeriksaan di Mabes Polri.

    Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Kombes Pol Henry Novika Chandra, mengonfirmasi bahwa proses penangkapan dilakukan dengan pendampingan dari Paminal Polda NTT. Pernyataan ini disampaikan kepada awak media di Kupang pada Senin, 4 Maret 2025.

    Penangkapan pada 20 Februari 2025

    AKBP Fajar ditangkap pada 20 Februari 2025 di sebuah hotel di Kupang. Saat ini, Polda NTT masih menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Propam Mabes Polri. Kombes Pol Henry menegaskan bahwa jika terbukti melakukan pelanggaran atau tindak pidana, tindakan tegas akan diberlakukan sesuai dengan regulasi yang berlaku di kepolisian Republik Indonesia.

    Dugaan Kasus Narkoba dan Kekerasan Seksual

    Setelah penangkapan AKBP Fajar, muncul berbagai isu mengenai keterlibatannya dalam penyalahgunaan narkotika dan tindakan asusila. Informasi dari sumber internal kepolisian menyebutkan bahwa ia diduga terlibat dalam kasus narkotika serta pornografi, bahkan mencakup dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur.

    Hingga saat ini, Mabes Polri belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait pasal-pasal yang disangkakan kepada AKBP Fajar. Proses penyelidikan masih berlangsung, dan publik menunggu hasil akhirnya.

    Kompolnas Ikut Mengawasi

    Ketua Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) sekaligus Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, turut menanggapi kasus ini. Ia memastikan bahwa penanganan kasus narkoba dan kekerasan seksual yang melibatkan AKBP Fajar akan diawasi secara langsung oleh Kompolnas.

    “Kompolnas akan turun langsung untuk memastikan proses penanganan kasus ini berjalan dengan transparan dan sesuai prosedur,” ujar Budi Gunawan dalam konferensi pers di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, pada 3 Maret 2025.

    Masyarakat Menyoroti Keras

    Penangkapan AKBP Fajar di Kupang menimbulkan reaksi keras dari masyarakat, terutama warga Bajawa, NTT. Kekecewaan dan kemarahan mencuat karena seorang perwira polisi, yang seharusnya bertugas memberantas narkoba, justru diduga terlibat dalam kasus tersebut.

    Kasus ini menjadi peringatan bagi institusi kepolisian untuk memperketat disiplin dan pengawasan terhadap anggotanya. Masyarakat berharap tidak ada lagi penyalahgunaan wewenang oleh aparat hukum, serta menginginkan kepolisian yang bersih dan profesional.

    Kekayaan Kapolres Ngada Capai Rp 103 Juta

    Berdasarkan data laporan harta kekayaan penyelenggara negara elektronik (e-LHKPN) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), AKBP Fajar memiliki rekam jejak karier yang cukup panjang di kepolisian. Ia pernah menjabat sebagai kepala unit 1 subdit 4 Ditreskrimsus Polda Jawa Barat pada 2019.

    Dalam laporan e-LHKPN, saat menjabat sebagai kanit 1 subdit 4 Ditreskrimsus Polda Jawa Barat, ia tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 127 juta, yang terdiri dari satu unit mobil Honda CRV tahun 2008 senilai Rp 100 juta dan kas atau setara kas senilai Rp 27 juta.

    Namun, saat diangkat sebagai kapolres Sumba Timur pada 2022, kekayaannya berkurang menjadi Rp 103 juta, dengan kepemilikan mobil CRV senilai Rp 90 juta dan kas Rp 13 juta. Setahun kemudian, jumlah harta AKBP Fajar menurun drastis hingga hanya tersisa Rp 14 juta dalam bentuk kas, tanpa kepemilikan kendaraan.

    Kasus ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut, dan publik menunggu langkah-langkah yang akan diambil oleh institusi kepolisian terkait permasalahan ini.

  • Hasto Kristiyanto Ajukan 3 Ahli Hukum Jadi Saksi Meringankan ke KPK

    Hasto Kristiyanto Ajukan 3 Ahli Hukum Jadi Saksi Meringankan ke KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Tim penasihat hukum Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengajukan tiga orang ahli hukum untuk menjadi saksi meringankan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    Permohonan dari tim penasihat hukum Hasto yang diwakili Ronny Talapessy disampaikan hari ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/3/2025). 

    Ronny menjelaskan bahwa KUHAP mengatur bahwa tersangka maupun terdakwa berhak untuk mengajukan saksi atau seseorang yang memiliki hal khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan baginya. 

    “Oleh sebab itu hari ini kami datang ke KPK untuk mengajukan permohonan untuk menghadirkan saksi a de charge dan yang hari ini kami sampaikan adalah ahli yang untuk Mas Hasto Kristiyanto ada tiga ahli dari Universitas Negeri Surabaya, kemudian dari Universitas Veteran Jakarta, dan Universitas Islam Indonesia,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

    Ronny berharap agar KPK patuh terhadap KUHAP dan mempersilakan Hasto untuk mengajukan saksi meringankan. 

    “Hari ini kami masukin surat kami harapkan bahwa penindakan hukum ini berkeadilan sehingga hak-hak dari tersangka bisa dipenuhi,” ujar pria yang juga Ketua DPP PDIP itu. 

    Saksi ahli yang diajukan oleh pihak Hasto antara lain Aditya Wiguna Sanjaya selaku Ahli Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya, Beniharmoni Hanefa yang merupakan Ahli Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, serta Idul Rishan yang merupakan Ahli Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

    Pada perkembangan lain, pihak Hasto juga sudah mengajukan gugatan praperadilan kedua di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Berbeda dengan permohonan sebelumnya, Hasto mengajukan dua permohonan untuk dua surat perintah penyidikan (sprindik) berbeda yakni kasus dugaan suap penetapan anggota DPR 20192-2024 serta dugaan perintangan penyidikan. 

    Namun, sidang perdana untuk kasus dugaan perintangan penyidikan, Senin (3/3/2025), ditunda karena pihak KPK mengajukan penundaan selama dua minggu. Permohonan yang diajukan KPK diterima oleh hakim. 

    “Maka sidang ini ditunda sampai dengan hari Jumat tanggal 14 Maret. Hal ini diambil sebagai langkah agar segala sesuatu berjalan lancar,” ujar Hakim Rio Barten di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Senin (3/3/2025). 

    Adapun Hasto telah resmi ditahan sejak 20 Februari 2025. Sebelumnya, KPK menetapkan dirinya dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka pada kasus suap yang menyeret buron Harun Masiku. 

    Selain kasus suap, Hasto turut dijerat dengan pasal perintangan penyidikan oleh KPK. 

  • Terjerat Kasus Narkoba dan Asusila, Ini Fakta-fakta Mengejutkan dari Penangkapan Kapolres Ngada

    Profil Kapolres Ngada, Ditangkap karena Narkoba dan Tindakan Asusila

    Jakarta, Beritasatu.com – Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, ditangkap di sebuah hotel di kawasan Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), sejak Kamis (20/2/2025).

    Penangkapan ini dilakukan oleh Divisi Propam Mabes Polri atas dugaan keterlibatannya dalam kasus penyalahgunaan narkoba dan tindakan asusila.

    Kepala Bidang Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra, menyatakan bahwa AKBP Fajar saat ini tengah menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. Selain dugaan penggunaan narkoba, ia juga diduga terlibat dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

    Kasus ini pun mendapat perhatian dari Menko Polhukam Budi Gunawan, yang menegaskan bahwa aparat penegak hukum yang terlibat dalam tindak pidana, terutama narkoba, akan dijatuhi hukuman lebih berat dibandingkan masyarakat biasa.

    Lantas, siapa sebenarnya AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja ini? Dihimpun dari berbagai sumber, berikut profil dan laporan harta kekayaannya!

    Profil dan Riwayat Karier

    AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja lahir di Jakarta. Ia mengenyam pendidikan di SMP Negeri 13 Kota Bandung, kemudian melanjutkan sekolah di SMA Taruna Nusantara.

    Setelah itu, ia menempuh pendidikan di Akademi Kepolisian (Akpol) dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2011, ia melanjutkan studinya di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK).

    Dalam perjalanan kariernya, Fajar pernah menduduki sejumlah posisi strategis di kepolisian. Beberapa jabatan yang pernah diembannya antara lain:

    Wakapolres Cirebon pada tahun 2018.Wakapolres Indramayu pada tahun 2019.Kabagbinopsnal Direktorat Reserse Narkoba Polda NTT pada tahun 2021.Kapolres Sumba Timur pada tahun 2022.Kapolres Ngada sejak 25 Juni 2024.Reaksi Masyarakat

    Penangkapan AKBP Fajar di Kupang memicu reaksi keras dari masyarakat, khususnya di Bajawa, NTT. Warga merasa kecewa dan marah karena seorang pejabat kepolisian, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas narkoba, justru terlibat dalam kasus tersebut.

    Kasus ini menjadi peringatan bagi institusi kepolisian untuk lebih ketat dalam menegakkan disiplin terhadap anggotanya. Masyarakat berharap agar tidak ada lagi oknum yang menyalahgunakan wewenang demi kepentingan pribadi. Keberanian warga dalam melaporkan pelanggaran diharapkan dapat membantu menciptakan kepolisian yang bersih dan profesional.

    Kekayaan AKBP Fajar Widyadharma

    Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara elektronik (e-LHKPN) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fajar memiliki rekam jejak karier yang cukup panjang di kepolisian. Kariernya mulai menanjak saat dipercaya menjadi Kepala Unit 1 Subdit 4 Ditreskrimsus Polda Jawa Barat pada tahun 2019.

    Dalam laporan e-LHKPN, tercatat bahwa saat menjabat sebagai Kanit 1 Subdit 4 Ditreskrimsus Polda Jawa Barat, Fajar memiliki harta kekayaan sebesar Rp 127 juta. Kekayaan tersebut terdiri dari satu unit mobil Honda CRV tahun 2008 senilai Rp 100 juta dan kas atau setara kas senilai Rp 27 juta.

    Namun, saat menjabat sebagai Kapolres Sumba Timur pada 2022, jumlah hartanya berkurang menjadi Rp 103 juta, yang mencakup mobil CRV senilai Rp 90 juta dan kas sebesar Rp 13 juta. Setahun kemudian, harta Fajar mengalami penurunan drastis hingga hanya tersisa Rp 14 juta dalam bentuk kas, tanpa memiliki kendaraan.

    Dengan perhatian publik yang besar terhadap kasus Kapolres Ngada NTT AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja ini, diharapkan proses hukum dapat berjalan secara transparan dan adil. Masyarakat menanti hasil akhir penyelidikan untuk memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan.

  • Biaya Proyek ‘Pencitraan’ Polri, 2 Tender Rp21 Miliar!

    Biaya Proyek ‘Pencitraan’ Polri, 2 Tender Rp21 Miliar!

    Bisnis.com, JAKARTA — Polri sedang melakukan tender 2 proyek  ‘pencitraan’ untuk memoles citra polisi yang banyak disorot karena perilaku aparatnya. Tidak main-main, nilai tender 2 proyek di Divisi Humas Polri itu mencapai Rp21 miliar.

    Polri belakangan ini terus menjadi sorotan. Kasus paling terbaru adalah dugaan intimidasi terhadap duo punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, Sukatani. Polisi diduga memaksa Sukatani untuk mengklarifikasi dan menarik lagu ‘Bayar..Bayar..Bayar’ yang sejatinya ditujukan untuk mengkritisi perilaku korup yang kerap terjadi di institusi kepolisian.

    Publik merespons negatif langkah kepolisian. Gerakan #kamibersamasukatani menggema di media sosial. Di sisi lain, banyak pihak yang mengkritisi praktik intimidasi terhadap Sukatani dan menganggapnya sebagai pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi.

    “Menciptakan lagu untuk kritik adalah hak asasi manusia,” ujar mantan Ketua MK, Mahfud MD.

    Terlepas dari kasus Sukatani, harus diakui bahwa citra Polri relatif lebih rendah dibandingkan dengan institusi lainnya. Litbang Kompas, yang mempublikasikan hasil temuannya pada Januari lalu, menempatkan TNI sebagai lembaga paling memiliki citra positif. Skornya mencapai 94,2%.

    Hal serupa juga tampak dari temuan Indikator Politik yang menempatkan TNI sebagai lembaga negara yang memiliki kepuasan paling tinggi dibandingkan dengan lembaga lainnya. Tentu saja, peringkat ini tidak menghitung kepuasan publik terhadap presiden sebagai lembaga negara.

    Tren Citra Lembaga Negara

    Institusi
    Litbang Kompas
    Indikator Politik

    TNI 
    94,2
    94

    Kejaksaan
    70
    83

    KPK
    72,6
    72

    Polri
    65,7
    69

    Sumber: Litbang Kompas, Indikator Politik

    Citra positif TNI itu berbanding terbalik dengan Polri. Skor Polri selalu berada di bawah TNI atau lembaga penegak hukum lainnya seperti KPK dan kejaksaan. Rendahnya citra positif maupun kepuasan publik terhadap Polri itu dipicu oleh rentetan kasus hukum yang menyeret anggota kepolisian mulai dari penembakan, pemerasan, hingga tindak pidana lainnya.

    Versi Litbang Kompas citra positif hanya di angka 65,7% atau jauh lebih rendah dibandingkan TNI. Indikator memberikan angka yang lebih baik yakni 69%. Meski demikian, tingkat kepuasan publik terhadap Polri versi Indikator tetap lebih rendah dari TNI.

    Tender Proyek

    Dokumen tender yang diunggah di laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik alias LPSE Polri mengungkap bahwa, kedua proyek yang saat ini sedang masuk dalam tahap pasca kualifikasi antara lain program Program Kepolisian Presisi Mengayomi yang direncanakan akan menggunakan anggaran dari APBN 2025. Nilai program tersebut senilai Rp13 miliar.

    Sementara itu, tender proyek kedua bernama program siaran Kepolisian Presisi Melayani. Nilai anggaran untuk program kedua lebih kecil dibandingkan dengan proyek pertama yakni tercatat senilai Rp8,1 miliar.

    Adapun, jika mengacu dokumen tender proyek, Program Kepolisian Presisi Mengayomi nantinya akan dikemas dalam bentuk talk show dan semi dokumenter. Tujuannya, untuk meningkatkan opini positif terhadap Polri melalui edukasi kepada masyarakat mengenai tujuan.

    Menurut dokumen tender, proyek ‘pecintraan’ itu sejalan dengan dengan program Kapolri terkait ‘Presisi Polri’ terutama dalam isu manajemen media yang pada ujungnya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.

    “Dengan melakukan pendekatan kepada media, mengelola sosial media, mempublikasikan setiap keberhasilan Polri, merespons cepat dan menetralisir atau menekan berita negatif, serta mengelola trending topic,” demikian dikutip dari dokumen tender, Selasa (4/3/2025).

    Ilustrasi Polisi sedang berjagaPerbesar

    Sementara itu untuk program kedua, yakni program kepolisian presisi melayani, akan menampilkan kinerja atau prestasi setiap satuan kerja alias satker serta satuan wilayah alias satwil Polri. Adapun lewat visualisasi pencapaian tiap satker maupun satwil Polri, dapat menunjukkan prestasi dan kinerja Polri kepada publik.

    “Polisi yang humanis, inspiratif, inovatif, bertanggung jawab, serta penuh dengan kebaikan dan kepedulian dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban di masyarakat.”

    Bisnis telah menghubungi Kepala Biro Penerangan Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko. Brigjen Truno meminta Bisnis untuk menghubungi Kepala Bagian Penerangan Umum Polri. “Silakan ke Kabag Penum.” Namun demikian, Kabag Penum Polri Kombes Pol Erdi A. Chaniago, enggan memberikan komentar. “Tidak ada [komentar].”

    Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo meminta Kapolres, Kasatker, dan Kapolda untuk aktif di media sosial. Kapolri bahkan memerintahkan mereka untuk membuat akun guna menerima dan merespons cepat aduan masyarakat.

    “Saya harapkan rekan-rekan juga membuat akun untuk melayani pengaduan sehingga kemudian setiap ada peristiwa, ada kejadian, itu bisa langsung dijawab oleh akun resmi dan tidak menunggu viral karena setelah lewat dua hari, tiga hari, kecenderungannya akan menjadi viral,” katanya akhir Januari lalu.

  • AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, S.I.K. – Halaman all

    AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, S.I.K. – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ajun Komisaris Besar Polisi atau AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, S.I.K. adalah seorang perwira menengah (Pamen) di dalam Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

    Di Polri, AKBP Fajar Widyadharma Lukman diamanahkan untuk mengemban tugas di wilayah hukum Kepolisian Resort (Polres) Ngada, Polda Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Di sana, Fajar dipercaya untuk menduduki posisi jabatan nomor satu di Polres Ngada, yakni sebagai Kapolres Ngada.

    AKBP Fajar Widyadharma Lukman sudah menjabat sebagai Kapolres Ngada sejak Juni 2024.

    Adapun Fajar kala itu menggantikan posisi AKBP Padmo Arianto yang diangkat sebagai Wadanmen II Pelopor Pas Pelopor Korbrimob Polri.

    Namun, karier cemerlang AKBP Fajar sebagai Kapolres Ngada menjadi terancam karena ia diduga terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba hingga tindakan asusila.

    Kehidupan pribadi dan pendidikan

    Fajar memiliki seorang istri yang bernama Ny. Dewi Fajar dan menganut agama Islam.

    AKBP Fajar Widyadharma Lukman diketahui merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2004.

    Di Akpol, ia satu angkatan dengan AKBP Bintoro hingga AKBP Jatmiko.

    Akpol 2004 sendiri memiliki sebutan Tatag Trawang Tungga.

    DITANGKAP – Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman. AKBP Fajar ditangkap Propam Mabes Polri di Bajawa, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, NTT pada Kamis (20/2/2025). Hingga Senin (3/3), AKBP Fajar masih menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. (DOK.POS-KUPANG.COM)

    Perjalanan karier

    Karier AKBP Fajar telah malang melintang di dalam kepolisian tanah air.

    Sejumlah jabatan strategis di Polri pun pernah diemban Fajar.

    Saat masih berpangkat Kompol, AKBP Fajar tercatat pernah menjabat sebagai Wakapolres Cirebon pada 2018.

    Selain itu, polisi lulusan STIK 2011 ini juga pernah menduduki posisi jabatan sebagai Wakapolres Indramayu pada 2019.

    Karier Fajar makin moncer setelah ia didapuk sebagai Kabag Bin Opsnal Ditresnarkoba Polda NTT pada 2021.

    Pada 2022, Fajar diangkat menjadi Kapolres Sumba Timur.

    Tak berselang lama, Fajar kemudian dimutasi menjadi Kapolres Ngada pada 2024.

    Kasus narkoba dan asusila

    AKBP Fajar Widyadharma Lukman ditangkap Div Propam Mabes Polri pada Kamis (20/2/2025).

    Alumnus Akpol 2004 tersebut ditangkap atas dugaan kasus narkoba dan asusila.

    Penangkapan Fajar oleh Propam Mabes Polri didampingi Paminal Polda NTT.

    Harta kekayaan

    AKBP Fajar Widyadharma Lukman tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp14 juta.

    Hartanya itu terdaftar di dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Ia terakhir kali melaporkan hartanya pada tanggal 7 Februari 2024 untuk periodik 2025.

    Total harta Rp14 juta tersebut berasal dari kas dan setara kas milik AKBP Fajar.

    Dalam laporannya di LHKPN KPK, Fajar mengaku tak memiliki harta yang berasa dari tanah dan bangunan, alat transportasi dan mesin, harta bergerak lain, surat berharga, dan harta lainnya.

    Berikut rincian lengkap harta milik AKBP Fajar.

    I. DATA PRIBADI

    1. Nama : FAJAR WIDYADHARMA LUKMAN S.

    2. Jabatan : KEPALA KEPOLISIAN RESOR SUMBA TIMUR

    3. NHK : 734526

    II. DATA HARTA

    A. TANAH DAN BANGUNAN Rp.—

    B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp.—

    C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp.—

    D. SURAT BERHARGA Rp.—

    E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 14.000.000

    F. HARTA LAINNYA Rp.—

    Sub Total Rp. 14.000.000

    III.HUTANG Rp.—

    IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 14.000.00

    Adapun Harta AKBP Fajar ini jauh berbanding terbalik dari harta yang ia laporkan di LHKPN KPK pada periodik 2022.

    Dalam laporannya itu, ia mengaku memiliki total harta kekayaan sebesar Rp103 juta.

    Harta terbanyaknya berasa dari alat transportasi dan mesin sebesar Rp90 juta.

    Adapun ia melaporkan memiliki mobil jenis Honda CRV tahun 2008.

    Di periode laporan ini, AKBP Fajar juga mengaku memiliki kas senilai Rp13 juta.

    Sementara itu, total harta yang paling banyak pernah dimiliki AKBP Fajar Widyadharma Lukman yakni pada pelaporan 18 Maret 2020 di LHKPN KPK.

    Saat itu, ia tercatat memiliki total harta sebesar Rp127 juta.

    Rinciannya yakni harta dari mobil Honda CRV tahun 2008 senilai Rp100 juta dan kas sebesar Rp27 juta.

    (Tribunnews.com/Rakli)

  • Jhon Sitorus Sindir Budaya Korupsi di Indonesia: Kasus Pertamina Belum Selesai, LPEI Terbongkar

    Jhon Sitorus Sindir Budaya Korupsi di Indonesia: Kasus Pertamina Belum Selesai, LPEI Terbongkar

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial Jhon Sitorus kembali menyoroti maraknya kasus korupsi di Indonesia yang seakan tidak ada habisnya.

    Kali ini, ia menyinggung dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang menyeret lima tersangka dengan total kerugian negara mencapai Rp 11,7 triliun.

    “Hampir tidak ada berita baik di Indonesia yang bisa dibanggakan,” ujar Jhon di X @JhonSitorus_18 (3/3/2025).

    Jhon menyoroti bagaimana kasus-kasus besar terus bermunculan, termasuk dugaan korupsi di Pertamina yang mencapai Rp 1.000 triliun dan hingga kini belum tuntas.

    “Kasus korupsi pertamina 1.000 Triliun belum selesai, hari ini KPK mengumumkan 5 tersangka kasus LPEI dengan kerugian negara Rp 11,7 Triliun,” cetusnya.

    Kasus dugaan korupsi di LPEI ini memang sudah dalam penyelidikan sejak 2024, tetapi baru tahun ini KPK resmi meningkatkan statusnya ke tahap penyidikan.

    Dengan skandal besar yang terus terungkap, Jhon menyinggung kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia.

    Ia juga menaruh perhatiannya terhadap berbagai kasus dengan nilai fantastis terus bermunculan, tetapi penyelesaiannya berjalan lambat.

    “Kasus ini memang sudah lama penyelidikannya sejak tahun 2024 yang lalu dan baru tahun ini ditingkatkan ke tahap penyidikan,” kuncinya.

    Sebelumnya, KPK resmi menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

    Pelaksana Tugas Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo, menyampaikan bahwa keputusan ini diambil pada 20 Februari 2025.